• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN MALARIA DI DESA TEBAT GABUS OLEH PENYELENGGARA KESEHATAN MELALUI PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN MALARIA DI DESA TEBAT GABUS OLEH PENYELENGGARA KESEHATAN MELALUI PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

38

PENGENDALIAN MALARIA DI DESA TEBAT GABUS OLEH

PENYELENGGARA KESEHATAN MELALUI PENINGKATAN

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT

Maya Arisanti1*, Hotnida Sitorus1, Tri Wurisastuti1

1

Loka Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja, Jl. A. Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

Abstract

Malaria is an infectious disease and remains a health problem in Indonesia, especially in Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS) Regency. This disease can be cause of death, anemia and lower labour productivity of patients. Previous research in OKUS Regency showed the annual malaria incidence (AMI) is still high with the low knowledge of community. This study aims to determine the magnitude of the problem of malaria and malaria prevention efforts in Tebat Gabus Village and programs that have not been implemented by the provider to increase knowledge, attitudes and behavior of the community in Kisam Tinggi Subdistrict OKUS Regency. Data collected were secondary data of quantitative and qualitative case study, and data collected by in-depth interviews and Focus Group Discussion (FGD. Research area was located in Tebat Gabus Village of Kisam Tinggi Subdistrict OKUS Regency. Annual malaria incidence of Tebat Gabus Village showed fluctuated number year by year. The highest number of AMI was in 2011 (231,89%o), and the lowest in 2009 (188,97%o). Malaria control programs that have been implemented by local goverment already implemented but there is a gap in the availability of the service needs of the community about malaria control programs by health providers. The number of malaria cases in Tebat Gabus is still high and there is a gap between the needs of the community with the needs of health providers.

Keywords: Malaria, control, community, health providers, Tebat gabus

MALARIA CONTROL IN TEBAT GABUS VILLAGE BY HEALTH

PROVIDERS THROUGH INCREASED KNOWLEDGE, ATTITUDE AND

BEHAVIOR COMMUNITY

Abstrak

Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia terutama di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS). Penyakit ini dapat menyebabkan kematian, anemia dan menurunkan produktivitas kerja penderita. Penelitian sebelumnya di Kabupaten OKUS memperlihatkan angka AMI (Annual Malaria Incidence) yang masih tinggi dengan pengetahuan masyarakat yang masih rendah. Penelitian ini bertujuan mengetahui besarnya masalah malaria dan upaya pencegahan malaria di Desa Tebat Gabus dan program yang belum dilaksanakanoleh penyelenggara kesehatanmelalui peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Metode penelitian adalah analisa data sekunder kuantitatif dan studi kasus kualitatif dengan teknik pengumpulan data pengamatan, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Lokasi penelitian di Desa Tebat Gabus Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKUS. Hasil penelitian menunjukkan angka AMI di Desa Tebat Gabus dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Angka AMI paling tinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu 231,890/00 dan paling rendah pada tahun 2009 yaitu 188,970/00. Upaya pencegahan telah

dilakukan oleh penyelenggara kesehatan melalui program pengendalian malaria yang sudah berjalan namun terdapat kesenjangan kebutuhan masyarakat dengan ketersediaan layanan petugas puskesmas dan dinas kesehatan dimana belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat

*

(2)

39 akan program pengendalian malaria oleh penyelenggara kesehatan. Kejadian malaria di Desa Tebat Gabus masih tinggi dan terdapat kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan kebutuhan penyelenggara kesehatan.

Kata Kunci: Malaria, pengendalian, masyarakat, penyelenggara kesehatan, Tebat Gabus

Naskah masuk: tanggal 10 Maret 2016; Review I: tanggal 14 Maret 2016; Review II: tanggal 9 Juni 2016; Layak Terbit: tanggal 23 Juni 2016

PENDAHULUAN

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Malaria Report tahun 2011 menyebutkan bahwa malaria terjadi di 106 negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Kejadian malaria di seluruh Indonesia cenderung menurun, yaitu 4,10‰ (tahun 2005) menjadi 1,38‰ (tahun 2013).1 Berdasarkan data riskesdas 2013, insiden malaria di Indonesia sebesar 1,9% . Sumatera Selatan masih menjadi daerah endemis malaria. Kabupaten yang mempunyai angka insiden malaria tertinggi di Sumatera Selatan pada tahun 2013 adalah kabupaten OKUS yaitu 10,1%.2

Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor baik faktor internal (fisik dan psikis) maupun faktor eksternal (sosial, budaya, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya). Kesehatan seseorang dipengaruhi 4 faktor yaitu perilaku, pelayanan kesehatan, lingkungan dan keturunan. Keempat faktor tersebut selain berpengaruh langsung terhadap kesehatan seseorang juga saling berpengaruh satu sama lain. Status kesehatan seseorang akan optimal jika keempat faktor tersebut berada dalam keadaan optimal.3

Upaya mewujudkan masyarakat sehat dan terbebas dari penularan malaria adalah program pengendalian malaria. Kegiatan yang dilaksanakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian malaria seperti pemakaian kelambu, pengendalian vektor dengan larvasida, Indoor Residual Spraying (IRS), manajemen lingkungan, diagnosis malaria melalui pemeriksaan sediaan darah dan pengobatan kasus malaria.4 Dalam pelaksanaannya banyak kendala yang harus dihadapi antara lain

akses layanan di daerah terpencil, kelemahan manajemen terutama terbatasnya sumber daya yang kompeten, pendanaan yang kurang memadai, lemahnya kerjasama lintas sektoral dan kemandirian masyarakat dalam pengendalian malaria.1

Terwujudnya kemandirian masyarakat dalam pengendalian malaria tidak terlepas dari peran serta petugas kesehatan dalam pemberian informasi mengenai malaria melalui penyuluhan atau media informasi lainnya. Keterampilan seorang petugas kesehatan dalam penyampaian informasi berpengaruh terhadap keberhasilan penyuluhan. Namun berdasarkan penelitian sebelumnya menyatakan sebagian besar penduduknya belum mendapatkan penyuluhan malaria serta tingkat pengetahuan masyarakat khususnya di Kecamatan Kisam Tinggi masih relatif rendah.5 Pengobatan malaria telah dilaksanakan oleh petugas kesehatan yang terpusat di Puskesmas setempat hal ini menyebabkan belum meratanya pengobatan yang diterima oleh masyarakat terutama mereka yang sulit mencapai puskesmas sehingga mereka lebih memilih mengobati sendiri dengan membeli obat di warung-warung. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara program pemerintah dan masalah malaria khususnya di Desa Tebat Gabus Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKUS.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan dilengkapi dengan data kuantitatif yang bersumber dari laporan Puskesmas Kisam Tinggi dari tahun 2007 sampai 2011. Lokasi penelitian di Desa Tebat Gabus Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKUS. Pengumpulan data

(3)

40 kualitatif dilakukan dengan pengamatan,

teknik wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD) sedangkan data kuantitatif dikumpulkan dari laporan angka kejadian malaria di puskesmas. Informan wawancara mendalam adalah penanggung jawab malaria di puskesmas (2 orang), kepala puskesmas (1 orang), dinas kesehatan (2 orang) terdiri dari Kasie P2PL dan Pemegang program malaria, bagian kesehatan di kantor desa (1 orang), tokoh masyarakat (2 orang) dan penderita malaria (2 orang). Informan FGD adalah masyarakat yang dibedakan kedalam 4 kelompok diskusi berdasarkan jenis kelamin dan pendidikan (32 orang) yaitu kelompok laki-laki berusia >15 tahun dan mempunyai tingkat pendidikan rendah, kelompok laki-laki berusia >15 tahun dan mempunyai tingkat pendidikan tinggi, kelompok wanita berusia >15 tahun dan mempunyai tingkat pendidikan rendah dan kelompok wanita berusia >15 tahun dan mempunyai tingkat pendidikan tinggi.

HASIL

Penelitian ini dilakukan di Desa Tebat Gabus Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKUS. Desa Tebat Gabus merupakan salah satu desa yang termasuk wilayah

kerja UPTD Puskesmas Kisam Tinggi Kecamatan Kisam Tinggi yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.022 jiwa dengan 308 kepala keluarga. Secara geografis Desa Tebat Gabus berada pada ketinggian <641-936 mdpl (di atas permukaan laut), dengan keadaan topografi ± 63% dataran sampai berombak-ombak, ± 29% berombak sampai berkerikil dan ± 8% berbukit sampai bergelombang.

Sarana kesehatan yang ada di Desa Tebat Gabus yaitu 1 buah posyandu, dengan 3 orang bidan desa, 1 orang perawat dan dukun pengobatan alternatif 2 orang. Sedangkan puskesmas terletak di ibu kota kecamatan dengan jarak tempuh 7 km dengan lama tempuh 15 menit dengan kendaraan bermotor dan satu jam dengan berjalan kaki dengan akses jalan yang cukup sulit dimana jalan utama yang tidak mulus. Sulitnya akses menuju puskesmas menyebabkan masyarakat sulit mendapatkan pengobatan malaria yang tepat. Pengobatan malaria dilakukan secara pasif dimana masyarakatlah yang berobat menuju puskesmas. Hal ini menyebabkan masih tingginya kejadian malaria. Tingginya kejadian malaria di Desa Tebat Gabus bisa dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1. Angka annual malaria incidence (AMI) Desa Tebat Gabus

Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS)

Tahun Jumlah Kasus Klinis Jumlah Penduduk AMI*

2007 200 997 200,60

2008 215 1013 212,24

2009 192 1016 188,97

2010 236 1018 231,82

2011 237 1022 231,89

Ket : * kasus klinis/jumlah pendudukx1000 ‰ Sumber : Laporan Puskesmas Kisam Tinggi

(4)

41

Gambar 1. Fluktuasi angka annual malaria incidence (AMI) Desa Tebat Gabus Kabupaten

Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS) Tahun 2007-2011 Angka AMI di Desa Tebat Gabus dari

tahun ke tahun mengalami perubahan yang fluktuatif namun masih tinggi terutama di tahun 2011 dimana angka AMI mencapai 231,89‰. Angka AMI tahun 2007 sebesar 200,60 ‰ mengalami peningkatan di tahun 2008 menjadi 212,24‰ dan menurun di tahun 2009 menjadi 188,97‰. Kejadian malaria yang diperoleh merupakan kasus malaria klinis, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan tidak ada pemeriksaan mikroskopis malaria dikarenakan belum tersedianya tenaga pemeriksa dan reagen malaria.

Informan penelitian ini terdiri dari informan wawancara mendalam dan informan FGD. Informan wawancara mendalam mayoritas berusia 20-50 tahun sedangkan informan FGD paling banyak berusia 20-30 tahun. Pendidikan informan wawancara mendalam sebagian besar adalah tamatan akademi/perguruan tinggi sedangkan pendidikan informan FGD sebagian besar tamatan SMA.

Berdasarkan FGD terhadap masyarakat, harapan masyarakat dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat terhadap pemerintah dalam hal ini petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan

kesehatan berupa pemeriksaan malaria secara mikroskopis untuk mengetahui positif atau tidaknya menderita malaria seperti yang diungkapkan oleh salah satu peserta FGD :“bersedia, siapo tau ado virus malarianyo di darah kami ini”

Mereka juga berharap supaya dilakukan pemberantasan nyamuk dengan melakukan penyemprotan rumah dan pembagian kelambu untuk mengendalikan kasus malaria di Desa Tebat Gabus dimana hal ini belum pernah dirasakan oleh masyarakat setempat, seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan FGD berikut ini. “ belum dilaksanakan pembagian kelambu belum ado beli dewek, penyemprotan belum pernah, penyuluhan belum pernah”

Harapan mendapatkan pengobatan dan pelayanan kesehatan gratis bukan hanya terkonsentrasi di Puskesmas dan mendapatkan penyuluhan tentang malaria untuk peningkatan pengetahuan dan perilaku positif terhadap malaria. Hal ini terlihat dari kutipan salah satu peserta FGD berikut ini. “bantuan pengobatan supaya gak banyak orang yang menderita malaria”. “penyuluhan bae belum ado apolagi penyemprotan dan pengambilan darah”

0 50 100 150 200 250 2007 2008 2009 2010 2011 AMI*

(5)

42

Tabel 2. Karakteristik informan wawancara mendalam di Desa Tebat Gabus Kabupaten Ogan

Komering Ulu Selatan (OKUS)

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

Kelompok umur 20-30 tahun 3 30 31-40 tahun 3 30 41-50 tahun 3 30 >50 tahun 1 10 Jenis Kelamin Laki-laki 5 50 Perempuan 5 50 Pendidikan Tamat SD 1 10 Tamat SMP 2 20 Tamat SMA 3 30

Tamat akademi/perguruan tinggi 4 40

Tabel 3. Karakteristik informan focus group discussion di Desa Tebat Gabus Kabupaten Ogan

Komering Ulu Selatan (OKUS)

Karakteristik Jumlah Persentase (%)

Kelompok umur 20-30 tahun 12 37,5 31-40 tahun 10 31,25 41-50 tahun 7 21,88 >50 tahun 3 9,37 Jenis Kelamin Laki-laki 16 50 Perempuan 16 50 Pendidikan Tamat SD 10 31,25 Tamat SMP 6 18,75 Tamat SMA 16 50

(6)

43 Berdasarkan wawancara mendalam

terhadap petugas kesehatan, program malaria yang dilaksanakan oleh Puskesmas adalah pengobatan dan penyuluhan. Seperti yang diungkapkan oleh petugas kesehatan berikut ini :

“terapi ini pertamanyo yo biasanya pertama make klorokuin biasanya empat empat dua tapi disini biasanya gejala klinis kalo alat labor dak ada”.“itu tadi misalnya bawa ke petugas kesehatan, disuruh minta diobati dan itu tadi sama kayak tadi ke petugas kesehatan soalnya saya bukan, saya d tiga kesehatan lingkungannya, saya tidak berhak mengobati dong, saya istilahnya cuma penyuluhan ngomong-ngomong kaya gini-gini tapi tindakan lanjutan saya nggak bisa ngasih obat dan segalanya menyalahi aturan”.

Pelayanan kesehatan di Puskesmas Kisam Tinggi berupa pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki alat, bahan dan tenaga mikroskopis. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu petugas kesehatan berikut ini :

“terutama untuk alat cek malaria itu untuk memastikan kalo pemeriksaan klinis itu dak pasti kayak gejala-gejala mual pusing dak menunjang ye, yang cak itu tu harusnyo cek labor. Alat-alat lab cak RDT, mikroskop tu jugo perlu kayaknya. Tenaga kesehatan khusus malaria belum ada, analisnya belum ada, untuk yang labor-labor itu tenaganya belum ada, rawat inap khusus malaria gak ada tapi kalo rawat inap secara umum sudah ada”.

Dari hasil wawancara mendalam, FGD dan observasi terjadi kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan ketersediaan layanan Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Pelayanan pengobatan gratis dapat diterima oleh masyarakat bila mendatangi Puskesmas Kisam Tinggi, namun berdasarkan hasil observasi yang menjadi kendala bagi masyarakat bahwa jarak tempuh, tidak tersedianya transportasi dan biaya akomodasi yang mahal mengakibatkan masyarakat memilih pengobatan yang murah dan cepat yaitu dengan membeli obat malaria di warung atau menggunakan obat tradisional. Program penyuluhan tentang malaria yang dilakukan oleh petugas kesehatan belum

menyentuh masyarakat, sehingga pada umumnya masyarakat mengharapkan penyuluhan dilakukan oleh petugas kesehatan yang berlangsung secara terus menerus. Kebutuhan masyarakat akan pembagian kelambu dan penyemprotan nyamuk malaria di daerah tidak dapat dipenuhi oleh petugas kesehatan karena bukan termasuk program malaria yang ada di Dinas Kesehatan OKUS dan Puskesmas Kisam Tinggi. Upaya pengadaan kelambu dan penyemprotan rumah di daerah endemis malaria tidak dapat dilaksanakan diakibatkan tidak adanya dukungan biaya dari pemerintahan setempat (Kabupaten OKUS).

BAHASAN

Secara geografis Desa Tebat Gabus berada di ketinggian <641-936 mdpl di atas permukaan laut. Penelitian di Mamuju menyatakan bahwa kasus malaria berdasarkan ketinggian lebih banyak ditemukan pada daerah yang memiliki ketinggian 51-100 mdpl sebanyak 84,2% artinya penularan malaria dipengaruhi oleh ketinggian. Peranan ketinggian mempengaruhi distribusi suhu udara yang mempengaruhi proses metabolisme pertumbuhan dan perkembangan nyamuk.6 Setiap kenaikan ketinggian 100 meter maka selisih suhu udara dengan tempat semula adalah 0,50C, bila perbedaaan tempat cukup tinggi maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan akan mempengaruhi penyebaran nyamuk, siklus pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk.7

Jarak dan akses transportasi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi seseorang menuju fasilitas pelayanan kesehatan. Apabila lokasi pelayanan kesehatan jauh dari pemukiman dan jauh dari sarana transportasi menyebabkan masyarakat kesulitan mencapainya. Sama halnya dengan masyarakat Desa Tebat Gabus, dimana akses yang sulit menyebabkan mereka sulit memperoleh pengobatan yang tepat. Jarak tempat tinggal dengan fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi terhadap kunjungan masyarakat. Jarak dianggap sebagai faktor penghambat bagi mereka

(7)

44 sehingga mereka lebih memilih membeli

obat di warung yang jaraknya lebih dekat. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh desa yang bermasalah malaria karena hambatan geografis, ekonomi dan sumber daya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebaran malaria.8

Desa Tebat Gabus masih termasuk daerah endemis tinggi malaria dengan angka AMI 231,89‰.Tingginya kasus klinis malaria di Desa Tebat Gabus tidak didukung dengan data API. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya peralatan laboratorium dan tenaga kesehatan yang bisa melakukan pemeriksaan darah jari pada penderita malaria klinis. Sehingga diagnosis malaria hanya berdasarkan dengan gejala klinis saja tidak sampai pada pemeriksaan darah jari. Pemeriksaan laboratorium malaria ditujukan untuk kepentingan diagnosis, penentuan berat ringannya penyakit, pemantauan dan efektivitas pengobatan, serta surveilans. Diagnosis pasti malaria bisa dilakukan dengan pemeriksaan darah, baik secara mikroskopis, maupun uji diagnosis cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) dan dapat juga diperiksa dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Saat ini metode pemeriksaan dengan mikroskopis merupakan standar baku emas (gold standard).6

Masyarakat menyatakan bahwa belum pernah diadakan penyuluhan tentang malaria secara formal di wilayah Desa Tebat Gabus, namun menurut petugas kesehatan setempat mereka sudah pernah melakukan penyuluhan tentang malaria pada saat posyandu meliputi penyebab, gejala dan cara pencegahan malaria. Kegiatan ini dirasakan kurang efektif karena informasi hanya diterima oleh sebagian masyarakat terutama ibu-ibu yang mempunyai balita saja. Penyuluhan merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai malaria. Menurut Mayasari penyuluhan memiliki pengaruh positif terhadap pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap pencegahan malaria.9

Pelayanan kesehatan masih bertumpu pada pemerintah dan swasta dan

kurang melibatkan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan berarti pemberdayaan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya sendiri. Namun, sebagai penyelenggara kesehatan, puskesmas harus memiliki sarana dan prasarana yang menopang dalam pelayanan kesehatan yang prima pada masyarakat. Salah satu tanggung jawab penyelenggara kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang berkualitas merata dan terjangkau oleh masyarakat. Lokasi puskesmas yang mudah di jangkau akan memberikan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengunjunginya.10 Kepuasan masyarakat akan pelayanan kesehatan dapat meningkatkan persepsi positif masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan penelitian lain menyatakan masyarakat merasa puas terhadap sarana peralatan dan obat cenderung mempunyai persepsi yang baik terhadap mutu sarana peralatan dan obat.11

Selain sarana dan prasarana, kebutuhan masyarakat untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk adalah pembagian kelambu berinsektisida. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Program tidak dapat memberikan kelambu berinsektisida karena terkendala dana. Berbeda penelitian di Tidore menyatakan bahwa dinas kesehatan dan puskesmas hanya sebatas menyiapkan dana sharing untuk pendistribusian, namun pelaksanaan program pendistribusian kelambu berinsektisida masih bersifat mobilisasi sosial (top down intervention) sehingga masih ada masyarakat yang sudah menerima kelambu tapi belum menggunakan kelambu. Hal ini dikarenakan pola pendistribusian kelambu tidak mengikuti kriteria yang sudah ditetapkan oleh Global Fund (GF) dan departemen kesehatan.12 Pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis

(8)

45 Indonesia yang luas dan bionomik vektor

yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria.Error! Bookmark not defined.

KESIMPULAN

Nilai AMI Desa Tebat Gabus Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten OKUS masih tinggi sehingga termasuk daerah endemis tinggi malaria. Program pengendalian malaria yang sudah dilaksanakan oleh petugas kesehatan setempat yaitu pengobatan malaria secara pasif. Sedangkan program pembagian kelambu, penyemprotan rumah IRS dan penyuluhan belum terlaksana karena terkendala oleh keterbatasan dana. Terjadi kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dengan ketersediaan layanan kesehatan petugas kesehatan dimana belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan program pengendalian malaria oleh penyelenggara kesehatan.

SARAN

Dibutuhkan dukungan kebijakan pemerintah dalam pengadaan kelambu berinsektisida terutama kepada masyarakat di daerah endemis malaria. Dukungan kebijakan pemerintah dalam melengkapi sarana dan prasarana dalam pemeriksaan mikroskopis malaria, penyediaan sumber daya manusia yang berkompeten serta pelatihan keterampilan pemeriksaan mikroskopis serta mendekatkan pelayanan kesehatan gratis ke daerah yang jauh dari puskesmas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten OKUS beserta staf, Kepala Puskesmas Kisam Tinggi beserta staf, Kepala Desa Tebat Gabus, tokoh masyarakat serta masyarakat Desa Tebat Gabus yang terlibat dalam

penelitian ini. Terima kasih juga kepada Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja dan Rachmalina S. Prasodjo, MSc.PH selaku konsultan yang telah memberikan bimbingan dan masukan. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Manajemen Malaria. Dirjen PPPL. Jakarta; 2014.

2. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Litbangkes. Jakarta; 2013.

3. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan. ECG. Jakarta; 2009.

4. Kementerian Kesehatan RI. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Buletin Jendela Data Informasi Kesehatan. 2011; 1(1):1-16.

5. Margarethy I, Hotnida S, Aprioza Y, Febriyanto. Partisipasi Masyarakat Dalam Penanggulangan Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Tenang Kecamatan Kisam Tinggi Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009. Laporan Penelitian.

6. Nangi MG, Ridwan A, Arifin S. Pola Spasial Epidemiologi Malaria di Kecamatan Mamuju Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2008. Tesis. Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin; 2009.

7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Dirjen P2MPL. Jakarta; 2001.

8. Kementerian Kesehatan RI. SK Menkes RI no 293/Menkes/SK/IV/2009 Tentang eliminsasi malaria di Indonesia. Jakarta; 2009.

9. Mayasari R, Indah M, Irpan P.Pengaruh Penyuluhan terhadap Pengetahuan Sikap Perilaku Masyarakat tentang Penyakit Malaria di Kecamatan Mendingin Kabupaten OKU 2010. Laporan Penelitian. Loka Litbang P2B2 Baturaja. Baturaja; 2010.

(9)

46 10. Hasanah EF. Studi Komparasi

Pemanfaatan Puskesmas di Kecamatan Bandung Kulon. Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia.

2012. Tersedia di

http://www.repository.upi.ed. Diakses tanggal 10 November 2012.

11. Supardi. Hubungan antara Persepsi Mutu Pelayanan Pengobatan dengan Kepuasan Pasien di Balai Kesehatan Karyawan Rokok Kudus. Tesis. Universitas Dipenogoro. 2008.

12. Ambo M. Distribusi dan Penggunaan Kelambu Berinsektisida di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Tesis. [diakses tanggal 1 Desember 2015]. Universitas Gadjah Mada. 2008.

Tersedia di

http://etd.repository.ugm.ac.id. Diakses tanggal 1 Desember 2015.

Gambar

Tabel 1. Angka annual malaria incidence (AMI) Desa Tebat Gabus   Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS)
Gambar 1. Fluktuasi angka annual malaria incidence (AMI) Desa Tebat Gabus Kabupaten   Ogan Komering Ulu Selatan (OKUS) Tahun 2007-2011
Tabel 3. Karakteristik informan focus group discussion di Desa Tebat Gabus Kabupaten Ogan        Komering Ulu Selatan (OKUS)

Referensi

Dokumen terkait

Ia mengatakan bahwa khilafah itu bukanlah sistem pemerintahan yang sesuai dengan ajaran Islam, persoalan- persoalan agama dan dunia kita sama sekali tidak

a) Pasal 3 ayat 2 dasar perkawinan di Indonesia adalah monogami. Adapun Pasal 4 ayat 2 sebagai alasan mengajukan poligami apabila istrinya tidak dapat melaksankan

Dengan demikian dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui regimen terapi captopril tunggal yang meliputi dosis dan aturan pakai yang digunakan dalam penanganan

To answer the first questions in research problems, the writer computed the collected data of x variable using descriptive statistic and the frequency in SPSS 16.0 to

Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung

juga terjadi secara berulang kali dengan beberapa demonstrasi lainnya yang juga dilakukan oleh. kelompok

Zdarza się też, niestety, że komentarze użytkowników pod zdjęciami zamieszczonymi na profilu biblioteki nie spotykają się z żadną reakcją, co nie jest dobrym postępowaniem:

EFEKTIVITAS EMULGEL IKAN KUTUK (Channa striata) TERHADAP PENURUNAN JUMLAH MAKROFAG DAN NEUTROFIL PADA TIKUS PUTIH DENGAN LUKA BAKAR.. NOFALIA VATIKASARI