• Tidak ada hasil yang ditemukan

Refrat Toxoplasmosis Pin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Refrat Toxoplasmosis Pin"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma gondii. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang jelas sehingga sulit menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis.1,2

Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi penyakit ini juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak hanya terjadi pada orang yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang lainnya yang suka memakan makanan dari daging setengah matang atau sayuran lalapan yang terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis. Manifestasi klinis toxoplasmosis sangat beragam, mulai dari asimtomatik, demam, nyeri otot, sakit kepala, radang pada kulit dan menyerang kelenjar getah bening, jantung, paru, mata, otak, dan selaput otak, hingga cacat kongenital yang bersifat permanen seperti retardasi mental, hidrosefalus, hingga kematian.3

Pada mata, Toxoplasma gondii dapat menyebabkan retinokoroiditis. Pasien dapat mengeluhkan floaters dan penglihatan kabur. Pada kasus-kasus yang berat, dapat pula disertai nyeri dan fotofobia. Lesi okularnya terdiri atas sejumlah daerah putih-halus retinokoroiditis nekrotik fokal yang bisa kecil atau besar, tunggal atau multiple. Lesi edema yang aktif yang sering didapatkan bersebelahan dengan parut retina yang telah sembuh. Pada retina dapat terjadi vaskulitis dan perdarahan. Edema makula kistoid bisa menyertai lesi pada makula atau didekatnya. Iridosiklitis sering terlihat pada pasien dengan infeksi berat.1

BAB II PEMBAHASAN II. 1 ANATOMI MATA

Toxsoplasmosis Okular adalah suatu infeksi parasit sistemik disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang sering menyebabkan uveitis posterior. Bagian mata yang bisa

(2)

terkena yaitu sklera, traktus uvealis ( iris, corpus ciliare, dan koroid ) retina, dan vitreus humour.4

Gambar 1. Anatomi Mata II.1.1 Sklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar, yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan padat dan berwarna putih serta berbatasan dengan kornea disebelah anterior dan duramater nervus opticus di posterior. Pita-pita kolagen dan jaringan elastin membentang disepanjang foramen sklera posterior, membentuk lamina cribrosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus opticus. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh lapisan tipis jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah yang memperdarahi sklera. Lapisan berpigmen cokelat pada permukaan dalam sklera adalah lamina fusca, yang membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.

Pada tempat insersi musculi recti, tebal sklera sekitar 0,3 mm, ditempat lain tebalnya sekitar 0,6 mm. Disekitar nervus opticus, sklera ditembus oleh arteria ciliaris posterior longa dan brevis, dan nervus ciliaris longus dan brevis. Arteria ciliaris posterior longus dan nervus ciliaris longus melintas dari nervus opticus ke corpus ciliare di sebuah lengkungan dangkal pada permukaan dalam sklera di meridian jam 3 dan jam 9. Sedikit posterior dari ekuator, empat vena vorticosa mengalirkan darah keluar dari koroid melalui sklera, biasanya satu di setiap kuadran. Sekitar 4 mm di sebelah posterior limbus, sedikit anterior dari insersi tiap-tiap musculus rectus, empat arteria dan vena ciliaris anterior menembus sklera. Persyarafan sklera berasal dari saraf-saraf ciliaris.

Secara histologis, sklera terdiri atas banyak pita padat yang sejajar dan berkas-berkas jaringan kolagen teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16 μm dan lebar 100-140 μm. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea. Alasan transparannya kornea dengan opaknya sklera adalah deturgesensi relatif kornea.1,5

(3)

II.1.2 Traktus Uvealis 1

Traktus uvealis terdiri atas iris, corpus ciliare dan koroid. Bagian ini merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Struktur ini turut memperdarahi retina.

1. Iris

Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa , memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang masing-masing berisi aqueos humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina kearah anterior.

Pendarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang (nonfenestrated). Sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresien yang disuntikkan secara intravena. Persayarafan sensoris iris melalui serabut-serabut nervi ciliares.

Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil ada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara kontriksi akibat aktivitas parasimpatis yng dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis.

2. Corpus Ciliare

Corpus ciliare yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Corpus ciliare terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang datar, pars plana (4mm). Processus ciliares berasal dari pars plicata. Processus ciliares ini terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena corticosa. Kapiler-kapilernya besar dan berlubang-lubang sehingga membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena. Ada dua lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior dan satu lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan lapisan epitel pigmen retina. Processus ciliares dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi pembentuk aqueous humor.

Musculus ciliaris, tersusun dari gabungan serat-serat longitudinal, sirkular dan radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan relaksasi

(4)

serat-serat zonula, yang berorigo di lembah-lembah di antara processus ciliares. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek jauh dalam lapang pandang. Serat-serat longitudinal musculus ciliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya.

Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi corpus ciliare berasal dari circulus arteriosus major iris. Persyarafan iris melalui syaraf-syaraf siliaris.

3. Koroid

Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera. Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid di alirkan melalui empat vena corticosa, satu di setiap kuadran posterior. Koroid disebelah dalam dibatasi oleh membran Brunch dan disebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliare. Kumpulan pembuluh darah koroid memperdarahi bagian luar retina yang menyokongnya.

II.1.3 Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare dan berakhir pada ora serata dengan tepi yang tidak rata. Pada orang dewasa ora serata berada sekitra 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran Brunch, koroid dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah sehingga terbentuk ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina. Namun pada diskus optikus dan ora serata, retina dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid akan melampaui ora serata, dibawah pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan dalam corpus ciliare

(5)

dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1. Membran limitans interna

2. Lapisan serat syaraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus opticus.

3. Lapisan sel ganglion

4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar

5. Lapisan inti dalam badan-badal sel bipolar, amakrin dan horisontal

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor 8. Membran limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

10. Epitel pigmen retina. Lapisan dalam membran brunch sebenarnya merupakan membran basalis epitel pigmen retina.

Gambar.2 Lapisan-lapisan Retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula bediameter 5,5-6 mm yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis, yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada angiografi fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal ini terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan miring (lapisan serabut henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih dekat dengan permukaan dalam retina

(6)

lepas secara sentrifugal. Di tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran histologis fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam, foveola memberikan ketajaman visul yang optimal. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di makula. Penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan di daerah ini ( edema makula ).1,6

Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada tepat di luar membran Brunch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteri centralis retinae, yang memperdarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diperdarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunya lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina. 1,5,6

II.1.4 Vitreus

Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus, membran hyaloid normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut : kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Di awal kehidupan, vitreus melekat kuat pada kapsul lensa dan caput nervi optici, tetapi segera berkurang di kemudian hari.

Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.1,5

(7)

Toxoplasmosis adalah penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Nicole dan Manceaux tahun 1908 pada limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus gundi di Tunisia Afrika dan pada seekor kelinci di Brazil. Lebih lanjut Mello pada tahun 1908 melaporkan protozoa yang sama pada anjing di Italia, sedangkan Janku pada tahun 1923 menemukan protozoa tersebut pada penderita korioretinitis dan oleh Wolf pada tahun 1937 yang telah mengisolasi Toxoplasma Gondii dari neonatus dengan ensefalitis dan dinyatakan sebagai penyebab infeksi kongenital pada anak. Walaupun perpindahan intra-uterin secara transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas ketika ditemukan daur seksualnya pada kucing. 1,3

II.2.1 Epidemiologi

Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 30% dari penduduk Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalam masa hidupnya. Kontak yang sering terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang yang menangani daging mentah seperti juru masak. Konsumsi daging mentah atau daging yang kurang masak merupakan sumber infeksi pada manusia. Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada waktu pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran Toxoplasma gondii.2,3

Prevalensi zat anti Toxoplasma gondii berbeda di berbagai daerah geografik, seperti pada ketinggian yang berbeda, di daerah rendah prevalensi zat anti lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tinggi. Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi didaerah tropik. Pada umumnya prevalensi zat anti yang positif meningkat sesuai dengan umur, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.3

Di Indonesia, prevalensi zat anti pada hewan adalah sebagai berikut : kucing 35-73 %, babi 11-36 %, kambing 11-61 %, anjing 75 % dan pada ternak lain kurang dari 10 %. Prevalensi zat anti yang positif pada manusia di Indonesia berkisar antara 2-63 %. Pada orang dewasa dan anak-anak dengan retinokoroiditis, prevalensi antibodi adalah 60 %, sedangkan pada pasien dengan penyakit mata lain prevalensi 17 %.3

(8)

II.2.2 Morfologi dan Klasifikasi

Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit).2,3,4

Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagai hospes definitif. Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.2,4

Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot lurik. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot. Kista ini merupakan stadium istirahat dari Toxoplasma gondii. Pada infeksi kronis kista dapat ditemukan dalam jaringan organ tubuh dan terutama di otak.2,4

Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas.Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x2 mikron dan sebuah benda residu.2,4

Infeksi terjadi, di mana ada kucing yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya. Ookista ini adalah bentuk yang infektif dan dapat menular padta manusia atau hewan lain. Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu. Di dalam tanah yang lembab dan teduh, ookista dapat hidup lama sampai lebih dari satu tahun. Sedangkan tempat yang terkena sinar matahari langsung dan tanah kering dapat memperpendek hidupnya. Bila di sekitar rumah tidak ada tanah, kucing akan berdefekasi di lantai atau tempat lain, di mana ookista bisa hidup cukup lama bila tempat tersebut lembab. Cacing tanah mencampur ookista dengan tanah, kecoa dan lalat dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan ookista dari tanah atau lantai ke makanan. Bila

(9)

ookista tertelan oleh tikus, tikus terinfeksi dan akan terbentuk kista dalam otot dan otaknya. Bila tikus dimakan oleh kucing, maka kucing akan tertular lagi. Bila ookista ini tertelan oleh manusia atau hewan lain, maka akan terjadi infeksi. Misalnya kambing, sapi dan kuda pemakan rumput yang mungkin tercemar tinja kucing yang mengandung ookista, dapat terinfeksi. Juga ayam dan burung yang mencari makan di tanah (misal cacing tanah) juga dapat terinfeksi. Manusia juga dapat tertular dengan ookista di tanah, misalnya bila makan sayur sayuran mentah yang tercemar tinja kuning, atau setelah berkebun lupa mencuci tangan sewaktu mau makan. Anak balita yang bermain di tanah juga dapat terinfeksi oleh ookista. Kista dalam daging dapat bertahan hidup pada suhu -40˚C sampai tiga minggu. Kista tersebut akan mati jika daging dalam keadaan beku pada suhu -150˚C selama tiga hari dan pada suhu -200˚C selama dua hari. Daging yang dihangatkan dengan suhu 65˚C selama empat sampai lima menit tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi yang diolah dengan garam dan nitrat.2,4

Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, karena berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian. Klasifikasi parasit sebagai berikut : 3

Dunia : Animalia Sub Dunia : Protozoa Filum : Apicomplexa Kelas : Sporozoasida Sub Kelas : coccidiasina Bangsa : Eucoccidiorida Sub Bangsa : Eimeriorina Suku : Sarcocystidae Marga : Toxoplasma

Jenis : Toxoplasma gondii.

(10)

Kucing merupakan hospes definitif tersering dari Toxoplasma gondii. Di dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan tumbuh menjadi trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit (skizogoni). Daur aseksual ini dilanjutkan dengan daur seksual.

Gambar 3. Daur Hidup Toxoplasma gondii

Merozoit masuk ke dalam sel epitel dan membentuk makrogametosit dan mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan mikrogamet (gametogoni). Setelah terjadi pembuahan terbentuk ookista, yang akan dikeluarkan bersama tinja kucing. Di luar tubuh kucing, ookista tersebut akan berkembang membentuk dua sporokista yang masing-masing berisi empat sporozoit (sporogoni). Bila ookista tertelan oleh mamalia seperti domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka di dalam tubuh hospes perantara akan terjadi

(11)

daur aseksual yang menghasilkan takizoit. Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten). Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi maka berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda akan terbentuk lagi.

II.2.4 Patogenesis

Manusia dapat terinfeksi oleh Toxoplasma gondii dengan berbagai cara yaitu makan daging mentah atau kurang rnasak yang mengandung kista Toxoplasma gondii atau tertelan bentuk ookista dari tinja kucing, rnisalnya bersama buah-buahan dan sayur-sayuran yang terkontaminasi. Mungkin juga terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi Toxoplasma gondii. Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat laboratoriurn lain yang terkontaminasi. Infeksi kongenital, terjadi intra uterin melalui plasenta.3,4,7

Setelah terjadi infeksi Toxoplasma gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal.3,7

Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya, toxoplasmosis dapat dikelompokkan atas : 7

1. Toxoplasmosis akuisita (didapat) 2. Toxoplasmosis kongenital.

Baik toxoplasmosis didapat maupun kongenital sebagian besar asimptomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian menjadi kronik atau laten. Gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit lain. Toxoplasmosis didapat biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala. Tetapi

(12)

bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan toxoplasmosis kongenital. Parasit mencapai fetus melalui plasenta. Biasanya ibu tidak menunjukkan tanda-tanda toxoplasmosis yang jelas. Pada anak yang menujukkan toxoplasmosis terdapat juga peninggian titer toxoplasmosmin pada ibu pada waktu infeksi in-utero terhadap bayi, ibu belum mempunyai antibodi yang cukup. Bila sebelum ibu melahirkan telah mempunyai antibodi yang cukup, maka anak akan mati akibat reaksi antigen-antibodi dari ibu terhadap anaknya.4,7

Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun anak-anak umumnya ringan. Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toxoplasmosis didapat adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala. Pada infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjer getah bening daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai demam, mialgia, malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat toksoplasmosis berupa ruam makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada demam tifus, sedangkan pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial. Gambaran klinis toxoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Ada yang tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun.3,4,7

II. 3 TOXOPLASMOSIS OKULAR

Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, suatu protozoa intrasel obligat. Lesi okular mungkin didapat in utero atau muncul sesudah infeksi sistemik. Toxoplasma dianggap sebagai penyebab 30-50% uveitis posterior. Sebuah penelitiannya yang dilakukan oleh Syamsoe dalam periode Januari 1981 – Maret 1982 terhadap 144 penderita uveitis menemukan 8 kasus (5,56%) disebabkan oleh toxoplasmosis. Selain menyebabkan uveitis, Toxoplasmosma gondii juga menyebabkan retinitis. Selanjutnya dapat menjadi retinokoroditis dan papilitis.7

Sejak kurang lebih 65 tahun yang lalu yaitu ketika sejenis protozoa yang bentuknya mirip Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Janku seorang oftalmolog Tsejechoslowakia pada jaringan mata seorang penderita toxoplasmosis kongenital, toxopmasmosis okuler sering ditemukan sebagai penyebab retinokoroiditis. Parasit ini dalam retina akan berada di lapisan yang paling atas yaitu lapisan serabut saraf retina.

(13)

Parasit ini yang hidupnya intrasel dapat menetap di dalam kista untuk waktu yang lama selama virulensinya rendah dan daya tahan hospes tinggi. 3,7

1. Toxoplasmosis Kongenital

Transmisi kongenital toxoplasmosis sering terjadi ketika seorang wanita terinfeksi Toxoplasma gondii sewaktu hamil. Transmisi transplasenta terjadi pada 24-33% dari kasus. Bayi yang lahir dari wanita yang mempunyai antibodi terhadap Toxoplasma gondii sebelumnya tidak akan menderita toxoplasmosis kongenital. Seorang ibu yang mempunyai seorang anak yang menderita toxoplasmosis kongenital umumnya tidak akan mendapatkan anak yang terinfeksi lagi. Penyakit yang diderita janin umumnya lebih berat daripada ibunya. Jika ibu memperoleh infeksi selama trimester pertama, 17% dari bayi akan mendapat toksoplasmosis bawaan, namun tingkat keparahan penyakit lebih besar. Jika infeksi yang diperoleh selama trimester ketiga, 65% dari bayi juka akan mederita toksoplasmosis kongenital, namun banyak dari mereka yang asimtomatik. Antitoxoplasma imunoglobulin M (IgM) antibodi yang ada pada 75% bayi dengan toxoplasmosis kongenital. Temuan yang paling umum dalam toksoplasmosis bawaan adalah retinokoroiditis yang memiliki kecenderungan untuk mengenai kutub posterior. Hal ini terlihat pada 75-80% kasus dan bilateral di 85% kasus. 3,7,8

Gambar 4. Macular scar secondary to congenital toxoplasmosis

Pada bayi dapat dijumpai koroiditis fokal, biasanya di kutub posterior, dan lesi aktif sering berdekatan dengan lesi lama yang menyembuh. Episode-episode uveitis posterior dan korioretinitis biasanya mencerminkan reaktivasi suatu infeksi kongenital. Walaupun jarang, dapat terjadi panuveitis atau neuritis optik yang berkembang menjadi atrofi optik.

7,8,9

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa sampai 75% dari pasien dengan toxoplasmosis kongenital mempunyai bekas luka korioretinal saat lahir. Kebanyakan pasien dengan korioretinitis aktif memiliki bekas luka yang sudah ada sebelumnya. Bekas luka korioretinal aktif ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:

(14)

Gambar 5. Inactive chorioretinal scar secondary to toxoplasmosis

Toxoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang sangat berat dan menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di berbagai organ penting dan juga pada sistem syaraf penderita. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrade sabin yang disertai kelainan psikomotorik. Koreoretinitis merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan dan dapat pula gejala satu-satunya. Selanjutnya pada anak yang menderita toxoplasmosis kongenital tersebut dapat terjadi kebutaan, strabismus, atau mikrophthalmia dan berbagai kelainan organ lain.7,8

Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan gejala sisa, misalnya retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan sikatriks pada retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau dewasa. Korioretinitis karena toxoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi kongenital. Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang sering terjadi bermacam-macam jenisnya.

2. Toxoplasmosis Didapat

Infeksi yang didapat, biasanya subklinik dan asimtomatik. Pada 10-20% kasus yang mempunyai gejala, pasien mempunyai gejala penyakit seperti flu yang ditandai dengan malaise demam, limfadenopati, mialgia, hepatosplenomegali dan ruam kulit makulopapular. Toxoplasmosis kongenital cenderung bilateral (85%), sedangkan toxoplasmosis didapat unilateral. Toxoplasmosis didapat biasa dianggap sebagai aktivasi dari bentuk kongenital. Pada keadaan ini kista pecah sehingga timbul retinitis yang aktif.3,7,8

(15)

Gambar 6. Acute macular retinitis associated with primary acquired toxoplasmosis

Retina adalah tempat utama untuk parasit, sedangkan koroid dan sklera mungkin terkena karena reaksi peradangan yang berdekatan. Ketika saraf optik terlibat dengan toxoplasmosis, manifestasi khas adalah neuritis optik atau papillitis, yang ditunjukkan pada gambar di bawah, terkait dengan edema : 8

Gambar 7. Papillitis secondary to toxoplasmosis

II.3.1 Gejala Klinis

Gambaran klinik toxoplasmosis okuler dapat dilihat dari gejala subyektif maupun objektif. 7,8,9,10

Gejala subyektif berupa :

1. Penurunan tajam penglihatan a. Lesi retinitis atau retinokoroiditis b. Terkenanya nervus optikus.

Selubung saraf optik dapat berfungsi sebagai saluran bagi penyebaran langsung dari organisme toxoplasma ke saraf optik dari infeksi otak yang berdekatan. Ini juga hasil menyebabkan neuritis optik atau papillitis.

(16)

Sel inflamasi terlihat pada vitreous yang melapisi lesi pada retina dan koroid. Jika reaksi inflamasi parah bisa membuat gambaran fundus tidak terlihat. Ini disebut sebagai "headlight in the fog". Posterior vitreous detachment biasanya terlihat dan pasien dapat memperlihatkan endapan sel-sel inflamasi pada posterior vitreous, yang disebut sebagai vitreous presipitat.

d. Edema makula

2. Biasa tidak ditemukan rasa sakit, kecuali bila sudah timbul gejala lain yang menyertai yaitu iridosiklitis atau uveitis anterior yang juga disertai rasa silau. Pada keadaan ini mata menjadi merah.

3. “Floaters” atau melihat bayangan-bayangan yang bergerak-gerak oleh adanya sel-sel dalam korpus vitreus.

4. Fotopsia, melihat kilatan-kilatan cahaya yang menunjukkan adanya tarikan-tarikan terhadap retina oleh vitreus.

Gejala obyektif berupa : 1. Mata tampak tenang.

Pada anak-anak sering ditemukannya strabismus. Ini terjadi bila lesi toxoplasmosis kongenital terletak di daerah makula yang diperlukan untuk penglihatan tajam dan dalam keadaan normal berkembang sejak lahir sampai usia 6 tahun. Akibat adanya lesi, mata tidak dapat berfiksasi sehingga kedudukan bola mata ini berubah ke arah luar.

2. Pada pemeriksaan oftalmoskop tampak gambaran sebagai berikut :

a. Retinitis atau retinikoroiditis yang nekrotik. Lesi berupa fokus putih kekuningan yang soliter atau multipel, yang terletak terutama di posterior, tetapi dapat juga di bagian perifer retina.

b. Papilitis atau edema papil. c. Kelainan vitreus atau vitritis.

Pada vitritis yang ringan akan tampak sel-sel. Sering sekali vitritis begitu berat, sehingga visualisasi fundus okuli terganggu.

d. Uveitis anterior atau iridosiklitis, dan skleritis

Gejala ini dapat mengikuti kelainan pada segmen posterior mata yang mengalami serangan berulang yang berat.

(17)

Toxoplasma jarang sekali meninvasi korpus vitreum karena sifatnya yang merupakan parasit intraseluler. Retina merupakan bagian yang paling sering terinfeksi dan mengalami kerusakan terparah.

II.3.2 Patogenesis 7,8

Toxoplasma gondii bersifat neurotrofik dan telah ditunjukkan pada lokasinya di dalam retina mata manusia. Struktur yang berdekatan dengan koroid, sklera dan vitreus secara sekunder terlibat. Sebuah daerah granuloma dibentuk di retina, berisi zona sentral dari nekrosis dan leukosit polimorfonuklear. Sebuah zona dari sel plasma, limfosit, dan sel raksasa mengelilingi daerah nekrosis. Bentuk trofozoit dan kista dari toxoplasma biasanya mudah ditunjukkan pada retina yang terkena. Susunan retina mengalami kerusakan menyeluruh secara lokal. Keterlibatan respon radang yang hebat menyebabkan jumlah kerusakan jaringan yang layak. Debris seluler dan eksudat radang dilepaskan ke dalam cavum vitreus dari retinitis aktif.

Sebanyak 90% kasus merupakan kasus asimtomatik bila diperiksa secara biasa, tetapi bila dilakukan pemeriksaan teliti meliputi funduskopi mungkin hanya sekitar 60% kasus yang merupakan kasus asimtomatik. Satu-satunya cara pembuktian pada kasus asimtomatik adalah pemeriksaan serologi baik pada ibu maupun bayi.

Toxoplasma tidak mempunyai efek teratogenik dan semua kelainan disebabkan oleh proses destruksi dan inflamasi selain efek destruksi langsung, terdapat kemungkinan bahwa kerusakan jaringan disebabkan respon imunologik janin terhadap parasit. Munculnya korioretinitis beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian mendukung kemungkinan ini. Manifestasi klinik dapat dibagi menjadi kasus dengan gejala neurologik dan kasus dengan gejala sistemik. Korioretinitis merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan dan dapat pula merupakan gejala satu-satunya. Lebih tepat disebut sebagai retinokoroiditis karena organisme bersarang pada retina dan mengakibatkan retinitis nekrotikans primer dengan terkenanya koroid secara sekunder. Makula merupakan daerah yang paling sering terkena dan lesi biasanya ditemukan bilateral. Lesi aktif pada mulanya berwarna kekuningan dengan batas tidak jelas tertutup eksudat. Bila terjadi kerusakan hebat, terlihat sklera yang keputihan dengan hiperpigmentasi tepi retina dan jaruingan parut gliotik. Besar lesi dapat mencapai 3-4 kali diameter diskus. Lesi dapat pula multipel atau unilateral, atau lesi mengenai makula pada satu mata dan mengenai bagian perifer retina pada mata lain.

Pecahnya kista pada tepi berpigmen dari jaringan parut retina menyebabkan lepasnya organisme kemudian membentuk lesi satelit kecil di sekitar lesi primer.

(18)

Gangguan visus dapat berupa skotoma sampai buta total tergantung luasnya lesi. Dapat pula bermanifestasi sebagai miopia atau strabismus. Reaktivasi korioretinitis dapat terjadi setiap waktu.

Telah diperkirakan bahwa 11% dari anak-anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi dengan toksoplasmosis akut akan berkembang menjadi toxoplasmosis umum yang gawat, yang mungkin dapat berakibat fatal. Kebanyak dari bayi-bayi ini akan memiliki penyakit okuler bilateral dan 1,2% akan hanya memiliki penyakit okluer dengan tidak ada bukti lain dari penyakit sistemik.

II.3.3 Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis Toxoplasmosis dapat ditegakkan dengan uji serologi Toxoplasma Gondii yang positif, disertai dengan tanda-tanda klinis yang sesuai. Peningkatan titer antibodi biasanya tidak terdeteksi selama reaktivasi, tetapi meningginya titer IgM merupakan bukti kuat infeksi yang didapat baru-baru ini.1

II.3.4 Diagnosis

Diagnosis toxsoplasmosis okular dibuat terutama oleh pengamatan klinis dari nekrosis fokal retinochoroiditis. Dalam kasus atipikal, tes serologi seperti serum titer anti-Toksoplasma IgM dan IgG mungkin membantu untuk mendukung diagnosis. Hasil negatif sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis toxoplasmosis okular. Dalam kasus di mana diagnosis tidak pasti, titer antibodi anti-toxoplasma dalam aqueous humor atau vitreous dapat membantu. Polymerase chain reaction (PCR) dari spesimen aquos dan vitreous adalah spesimen dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Temuan fluorescein angiografi dan indo-cyanine hijau angiografi pada toxoplasma retinochoroiditis adalah nonspecific. Dua teknik fotografi baru-baru ini non-invasif, yaitu, inframerah dan autofluorescence dapat meningkatkan kemampuan untuk menentukan tingkat retinochoroiditis. Pencitraan autofluorescence pada bekas luka retinochoroidal toksoplasma menunjukkan daerah yang gelap (hipo-autofluorescence) karena kurangnya epitel pigmen retina fungsional. Lesi aktif juga dapat menunjukkan hipo-autofluorescence karena adanya edema retina diatasnya. Bahkan, pencitraan autofluorescence dapat digunakan untuk memantau efek terapi medis, karena lebih baik menunjukkan resolusi edema retina aktif.3,8

(19)

II.3.5 Diagnosis Banding

Toxoplasma retinokoroiditis berulang yang berdekatan dengan area bekas luka mungkin sulit membedakannya dengan Serpiginous Choroiditis. Retinitis nekrosis akibat CMV, herpes simplex virus, virus herpes zoster, retinitis jamur (kandidiasis, blastomycosis), retinitis septik, toxocariasis, okular sarkoidosis, sifilis dan TB adalah diagnosis lain yang perlu disingkirkan ketika mempertimbangkan diagnosis toxoplasmosis okular.7

II.3.6 Penatalaksanaan

Lesi kecil di retina perifer yang tidak jelas disertai vitritis dapat dibiarkan tanpa pengobatan. Sebaliknya infeksi berat atau di daerah posterior biasanya diobati selama 4-6 minggu dengan : 1

1. Pyrimethamine 25-50 mg/oral/hari 2. Trisulfapyrimidine 0,5-1 g/oral/6 jam

Dosis awal 75 mg pyrimethamine/hari selama 2 hari dan 2 g trisulfapyrimidine dosis tunggal harus diberikan pada awal pengobatan. Selain itu pasien umumnya diberikan 3 mg kalsium leucovorin 2 kali seminggu untuk mencegah depresi sumsum tulang. Pemeriksaan hitung darah lengkap harus dilakukan setiap minggu selama terapi dilakukan.

Alternatif lain pengobatan toksoplasmosis okular yaitu diberikan clindamycin, 300 mg empat kali sehari, ditambah trisulfapyrimidine 0,5-1 g empat kali sehari. Clindamycin menimbulkan kolitis pseudomembranosa pada 10-15% pasien. Antibiotik lain yang juga efektif untuk toksoplasmosis okular, antara lain spiramycin dan minocycline.

Uveitis anterior pada toksoplasmosis okular dapat diobati dengan kortikosteroid topikal dan siklopegik. Penyuntikan kortikosteroid periokular dikontraindikasikan. Obat glaukoma topikal sesekali diperlukan. Kortikosteroid sistemik dan terapi antimikroba dapat diberikan bersamaan pada lesi radang yang mengancam penglihatan, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan dalam jangka waktu lama tanpa dukungan antimikroba.

II.3.7 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan Toxoplasmosis okular adalah: 8

 Neovaskularisasi

(20)

 Tractional retinal detachment  Katarak

 Glaukoma sekunder  Sinekia posterior

 Persistent vitreous opasiti.  Optik atrofi

II.3.8 Pencegahan 3,7,8

Untuk mencegah terjadinya infeksi Toxoplasma gondii dapat dilakukan dengan :

1. Untuk mencegah infeksi dengan ookista yang berada di dalam tanah, dapat diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin, amonia dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70˚C yang disiramkan pada tinja kucing.

2. Mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan.

3. Mencuci sayur mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada kemungkinan ookista melekat pada sayuran

4. Makanan yang matang harus di tutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan.

5. Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai sumber infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66˚C atau mengasap dan sampai matang sebelum dimakan.

7. Yang paling penting dicegah adalah terjadinya toxsoplasmosis kongenital, karena anak yang lahir cacat dengan retardasi mental dan gangguan motorik, merupakan beban masyarakat. Pencegahan dengan tindakan abortus artefisial yang dilakukan selambatnya sampai kehamilan 21-24 minggu, mengurangi kejadian toxsoplasmosis kongenital kurang

(21)

dari 50 %, karena lebih dari 50 % toxsoplasmosis kongenital diakibatkan infeksi primer pada trimester terakhir kehamilan.

II.3.9 Prognosis

Dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa, 40% pasien akan memiliki ketajaman visual atau nilai visus 20/100 atau lebih buruk, dan 16% pasien memiliki ketajaman visual antara 20/40 dan 20/80. Retinitis yang disebabkan toxoplasma sering aktif kembali, dan tingkat kekambuhan 80% dalam waktu 5 tahun. Pasien dengan penyakit berulang lebih cenderung memiliki cacat visual yang permanen. 3,8

BAB III KESIMPULAN

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Toxsoplasmosis Okular adalah suatu infeksi parasit sistemik disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang sering menyebabkan uveitis posterior. Bagian mata yang bisa terkena yaitu sklera, traktus uvealis ( iris, corpus ciliare, dan koroid ) retina, dan vitreus humour. 1,2,3,8

Pada mata, Toxoplasma gondii dapat menyebabkan retinokoroiditis. Pasien dapat mengeluhkan floaters dan penglihatan kabur. Pada kasus-kasus yang berat, dapat pula disertai nyeri dan fotofobia. Lesi okularnya terdiri atas sejumlah daerah putih-halus retinokoroiditis nekrotik fokal yang bisa kecil atau besar, tunggal atau multiple. Lesi edema yang aktif yang sering didapatkan bersebelahan dengan parut retina yang telah sembuh. Pada retina dapat terjadi vaskulitis dan perdarahan. Edema makula kistoid bisa menyertai lesi pada makula atau didekatnya. Iridosiklitis sering terlihat pada pasien dengan infeksi berat.

Lesi kecil di retina perifer yang tidak jelas disertai vitritis dapat dibiarkan tanpa pengobatan. Sebaliknya infeksi berat atau di daerah posterior biasanya diobati selama 4-6 minggu dengan, Pyrimethamine 25-50 mg/oral/hari dan Trisulfapyrimidine 0,5-1 g/oral/6 jam.1

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam : Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : Widya Medika; 2008. p 158.

2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. Hal 1758-1763.

3. Toksoplamosis. Available at : http://medlinux.blogspot.com/2009/02/retinitis.html . diunduh tanggal 29 maret 2014.

4. Lihteh Wu, MD. Ophthalmologic Manifestations of Toxoplasmosis. Medscape Reference. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1204441 diunduh tanggal 29 maret 2014.

5. Anatomi dan Fisiologi mata. Available

at :http://www.scribd.com/doc/32102110/Anatomi-Dan-Fisiologi-Mata . diunduh tanggal 29 maret 2014.

6. Anatomy of Retina. Available at : http://webvision.med.utah.edu/book/part-i-foundations/simple-anatomy-of-the-retina/ diunduh tanggal 29 maret 2014.

7. Lihteh Wu, MD. Ophthalmologic Manifestations of Toxoplasmosis. Medscape Reference. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1204441 diunduh tanggal 29 maret 2014.

8. Masoud Soheilian, MD, Alireza Ramezani, MD. How to Diagnose & Treat Ocular Toxoplasmosis. Review of Ophtalmology. Available at : http://www.revophth.com

diunduh tanggal 29 maret 2014.

9. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology A systemic Approach. Toxoplasma Retinitis. Fifth Edition. Philadelphia : Butterworth Heinemenn; 2003. p 293-6

(23)

10. James Bruces, Chew Chris, Bron Anthony. Toksoplasmosis. Dalam : Lecture Noted Oftalmologi. Edisi 19. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2003. p 91-2.

Gambar

Gambar 3. Daur Hidup Toxoplasma gondii
Gambar 4. Macular scar secondary to congenital toxoplasmosis
Gambar 5. Inactive chorioretinal scar secondary to toxoplasmosis
Gambar 6. Acute macular retinitis associated with primary acquired toxoplasmosis

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru biologi SMA Pasundan 7 Bandung terkait pemilihan konsep sistem pernapasan untuk dijadikan penelitian

Tarik garis AC ; garis AC sama dengan garis/bidang longsor yang terjadi rupture line Dengan J sebagai pusat lingkaran, lingkaran JC memotong AE di M sehingga terbentuk segi tiga

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2014) dengan menggunakan lima variabel yaitu kepercayaan konsumen, kualitas produk, kualitas situs web

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

Auditor internal harus memiliki keahlian dan memastikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan praktik-praktik dalam penerapan prinsip-prinsip good governance yang

Hal ini sangat didukung dengan postur mahasiswa yang sesuai yakni dari hasil penelitian di peroleh kom-posisi badan dan tinggi badan sangat proporsional, serta mahasiswa

Dalam penulisan atau ujaran kalimat baku terdapat beberapa ciri-ciri yang harus dipenuhi sebagai berikut2. Minimal memiliki subjek