• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO | Karya Tulis Ilmiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WARA UTARA KOTA PALOPO | Karya Tulis Ilmiah"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

WARA UTARA KOTA PALOPO TAHUN 2011

“Factors Associated With The Incident Pulmonary Tuberculosis In The Working Area North Wara Health Centres

Palopo City Year 2011”

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program studi S-I Keperawatan di STIKES Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo

OLEH :

A P R I A N T O

SK.07.02.003

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

BHAKTI PERTIWI LUWU RAYA – PALOPO

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis telah menginfeksi sekitar sepertiga penduduk dunia.

Lamporan WHO bahwa sekitar 8 juta penduduk dunia diserang tuberkulosis.

Tiga juta kematian per tahun di negara berkembang, dan diperkirakan kematian

diantaranya disebabkan oleh penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis membunuh

hampir 1 juta wanita per tahun (Harian Kompas, 2004).

Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang masih

tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.

World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TB Control

2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden

countries terhadap TB. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan

China dalam menyumbang TB di dunia. Menurut WHO estimasi insidence rate

untuk pemeriksaan dahak didapatkan basil tahan asam (BTA) positif adalah

115 per 100.000 (WHO,2003).

Sejak tahun 1990-an WHO dan International Union Agains Tuberculosis

and Lung Disease (IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan

TB yang dikenal sebagai strategi Directly Observed Treatment Shortcourse

chemotherapy (DOTS) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan

(3)

secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah

berkembangnya Multi Drugs Resistance Tuberculosis (MDR-TB). Fokus utama

DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada

pasien menular. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara

terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO telah

merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB

sejak tahun 1995 (Depkes RI, 2007).

Sejak tahun 2000 Indonesia telah berhasil mencapai dan

mempertahankan angka kesembuhan sesuai dengan target global, yaitu

minimal 85% penemuan kasus TB di Indonesia pada tahun 2006 adalah 76%.

Keberhasilan pengobatan TB dengan DOTS pada tahun 2004 adalah 83% dan

meningkat menjadi 91% pada tahun 2005 (Depkes RI, 2008).

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infection =

ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2%. Pada

daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk,

10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan

terjadi penderita tuberkulosis, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan

menjadi penderita tuberkulosis. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan

seseorang menjadi penderita tuberkulosis adalah daya tahan tubuh rendah,

diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS disamping faktor pelayanan

kesehatan yang belum memadai,(Sulianti,2007).

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 estimasi

(4)

berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 TB menduduki ranking ketiga

sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian) setelah penyakit sistem

sirkulasi dan sistem pernafasan. Hasil survei prevalensi tuberkulosis di

Indonesia tahun 2004 menunjukan bahwa angka prevalensi tuberkulosis Basil

Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk (Depkes

RI, 2007).

Berdasarkan data Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001 bahwa

TBC tahun 1997 sebanyak 39.458 kasus, tahun 1998 mengalami peningkatan

menjadi 47.023 kasus, tahun 1999 menurun menjadi 42.105 kasus dan

menurun lagi pada tahun 2000 menjadi 23.876 kasus. Walaupun terjadi

penurunan penderita tuberkulosis paru tetapi jumlah kasus di atas masih cukup

tinggi dan masih dapat terjadi peningkatan kembali jumlah kasus, jika

kesadaran masyarakat masih rendah tentang upaya-upaya pencegahan dan

penanggulangan penyakit tuberkulosis paru.

Penyakit tuberkulosis paru merupakan fenomena gunung es, karena

kebanyakan masyarakat mengetahui dirinya menderita TBC setelah datang

berobat di tempat pelayanan kesehatan. Tetapi masyarakat yang tidak datang

berobat di tempat pelayanan kesehatan karena berbagai faktor (sosial budaya,

ekonomi, pengetahuan), walaupun sudah menderita TBC tetapi belum

diketahui atau tidak terdaftar sebagai penderita TBC, akibatnya penderita TBC

tersebut dapat menjadi kantong-kantong penularan pada masa sekarang dan

(5)

Berdasarkan data di atas, penulis ingin mengadakan penelitian tentang Faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Puskesmas Wara Utara

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian, sebagai berikut :

1. Apakah ada hubungan Tingkat Pengetahuan dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara palopo tahun 2011 ?

2. Apakah ada hubungan Jenis pekerjaan dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara palopo tahun 2011 ?

3. Apakah ada hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara palopo tahun 2011 ?

4. Apakah ada hubungan Kondisi Rumah dengan kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara tahun 2011 ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor yang Berhubungan dengan kejadian tuberkulosis paru di Puskesmas wara utara.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan Tingkat pengetahuan dengan kejadian TB

paru.

b. Untuk mengetahui hubungan Jenis Pekerjaan dengan kejadian TB paru.

c. Untuk mengetahui hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian TB

paru.

(6)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat institusi

a. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi Jurusan Keperawatan Stikes Bhakti Pertiwiw Luwu Raya palopo selaku tempat kami menimbah ilmu.

b. Merupakan informasi bagi Puskesmas Wara Utara.

2. Manfaat ilmiah

a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

b. Merupakan salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya

3. Manfaat praktis

a. Merupakan pengalaman berharga bagi penulis

b. Akan bermanfaat bagi orang lain

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Penyakit Tuberkulosis Paru

1. Pengertian penyakit tuberkulosis paru

Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan

paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman

Mycrobacterium Tuberculosis biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru-paru. Kemudian kuman

(7)

lain melalui sistim peredaran darah, sistim saluran limfe, melalui saluran

nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh

lainnya. (Depkes RI, 2002).

Penularan penyakit ini dapat terjadi secara langsung dari semprotan

droplet pada waktu bersin, batuk, meludah, menyanyi atau berbicara

(biasanya pada jarak  1 meter), maupun secara tidak langsung melalui

dahak penderita yang mengandung Mycrobacterium Tuberculosis yang

dibuang sembarangan dan tercampur dengan partikel debu dalam kondisi

tertentu, kuman dihembuskan oleh angin sehingga terhirup oleh orang lain

yang tidak menderita tuberkulosis paru.

Penyakit ini juga dapat menular kepada orang lain melalui orang yang

pernah kontak dengan penderita tuberkulosis paru tetapi orang ini belum

menampakkan gejala klinis tuberkulosis paru pada saat itu (carier).

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha

terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil

Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung,

tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama

beberapa tahun.

2. Penyebab penyakit tuberkulosis paru

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

(8)

tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).

Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret

1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama

baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai

Koch Pulmonum (KP).

3. Patogenesis

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan

kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat

melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga

sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB

berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang

mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa

kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai

kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan

kompleks primer adalah 4-6 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi

tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan

besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi

daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.

Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman

persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak

(9)

bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa

inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,

diperkirakan sekitar 6 bulan.

Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin, karena kuman bersifat dormant artinya kuman dapat bangkit kembali

dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob,

artinya lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya yaitu

paru-paru (Soeparman, dkk, 1999). Masa inkubasi penyakit tuberkulosis

paru antara 4-6 minggu ( Indan Entjang, 2003 ).

4. Cara penularan

Penularan penyakit TBC biasanya melalui udara yang tercemar oleh

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/ dikeluarkan oleh si penderita

TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah

berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam

paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama

pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula

dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah

bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti

otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski

yang paling banyak adalah organ paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru,

maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular

(10)

akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri

itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan

di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant

(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai

tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Gambat 1. Proses terjadinya penularan penyakit TB Paru

Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru

menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi

pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi

imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC

ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya

bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak

sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.

(11)

a. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis Paru adalah tuberkulosis yang menyarang jaringan

paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam :

1) Tuberkulosis Paru BTA positif

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto roentgen

dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto

roentgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis tidak aktif.

b. Tuberkulosis ekstra paru

Adalah Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain

paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjer limfe,

tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing alat kelamin dan

lain-lain.

TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya yaitu:

1) TB ekstra paru ringan

Misalnya : TB kelenjer limphe, pleuritis eksudativa unilateral tulang,

(12)

2) TB ekstra berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis

eksudativa dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran

kencing dan alat kelamin.( Depkes, 2002 ).

6. Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala

umum dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa

TBC adalah disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak

khas, terutama pada kasus-kasus baru.

a. Gejala umum (Sistemik)

1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.

3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan

darah).

4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

(13)

1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi

sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)

akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan

menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai

sesak.

2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

disertai dengan keluhan sakit dada.

3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang

yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara

pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)

dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya

adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan

kejang-kejang.

Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala,

Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien

TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan

penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada

anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC

paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan

(14)

7. Penegakan Diagnosis pada TBC

Apabila seseorang dicurigai menderita atau tertular penyakit TBC,

Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk

memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :

a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

b. Pemeriksaan fisik secara langsung.

c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

e. Rontgen dada (thorax photo).

f. Uji tuberkulin.

8. Epidemiologi penyakit tuberkulosis paru

Semua manusia di dunia ini dapat terinfeksi kuman tuberkulosis paru,

orang muda dan tua, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin dapat

menderita penyakit tuberkulosis paru. Kuman tuberkulosis tidak pernah

memilih induk semangnya dan siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.

Daya tahan tubuh yang rendah tidak dapat melawan kuman sehingga

kuman akan berkembang.

lebih tinggi dari kematian wanita akibat proses kehamilan dan

(15)

khusus untuk Indonesia (Kompas, 2004). Tuberkulosis paru menyerang

sebagian besar penderita termasuk dalam kelompok usia produktif, yaitu

antara 20-49 tahun (Suyudi, 1994).

B. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas 1. Pengertian

Puskesmas adalah merupakan pusat pengembangan, pembinaan

dan pelayanan sekaligus merupakan pos pelyanan terdepan dalam

membangun kesehatan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatannya

secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan kepada masyarakat

yang bertempat tinggal dalam wilayah tertentu (Depkes RI, 1991).

2. Kegitan pokok Puskesmas

Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas yang

berbeda-beda, kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh sebuah puskesmas akan

berbeda pula. Namun demikian, kegiatan pokok puskesmas yang

seharusnya dilaksanakan adalah sebagai berikut : kesejahteraan ibu dan

anak, keluarga berencana, peningkatan gizi, kesehatan lingkungan,

pencegahan dan pemberantasan penyakit khususnya melalui program

imunisasi dan pengamatan penyakit, penyuluhan kesehatan, pengobatan

termasuk penanggulangan kecelakaan, perawatan kesehatan, kesehatan

kerja, kesehatan sekolah dan olah raga, kesehatan gigi mulut, mata, dan

(16)

pembinaan pengobatan tradisional, dan pencataan dan pelaporan dalam

rangka informasi kesehatan.

Pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas diarahkan kepada

keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Dengan perkataan lain,

kegiatan pokok puskesmas ditujukan untuk kepentingan keluarga sebagai

bagian dari masyarakat wilayah kerjanya. Setiap pokok kegiatan

puskesmas dilaksanakan dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan

Masyarakat Desa (Depkes RI, 1990).

C. Struktur Puskesmas

Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari :

a. Unsur pimpinan : Kepala Puskesmas

b. Unsur pembantu pimpinan : Urusan Tata Usaha

c. Unsur Pelaksana

1) Unit yang terdiri dari tenaga/pegawai dalam jabatan fungsional

2) Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas

masing-masing

(17)

a) Unit I

Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kesejahteraan ibu

dan anak, keluarga berencana dan perbaikan gizi

b) Unit II

Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pencegahan dan

pemberantasan penyakit, khususnya imunisasi, kesehatan

lingkungan, dan laboratorium sederhana.

c) Unit III

Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kesehatan gigi dan

mulut, kesehatan tenaga kerja dan manula

d) Unit IV

Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan perawatan

kesehatan masyarakat, kesehatan sekolah dan olah raga,

kesehatan jiwa dan kesehatan mata, dan kesehatan khusus

lainnya

(18)

Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan

pengembangan upaya kesehatan masyarakat

f) Unit VI

Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pengobatan rawat

jalan dan rawat inap

g) Unit VII

Mempunyai tugas melaksanakan kefarmasian

D. Kedudukan dan Fungsi

Kedudukan dalam bidang administrasi, puskesmas merupakan

Pemda tingkat II dan tanggung jawab langsung baik secara teknis medis

maupun secara administratif kepada dinas kesehatan tingkat II.

Dalam hirarki pelayanan kesehatan, sesuai SKN maka puskesmas

berkedudukan pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan pertama.

(19)

Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka

meningkatkan kemampuan untuk hidup seehat.

Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu

kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk melaksanakan kegiatan

tersebut puskesmas melakukan kegiatan

E. Stratifikasi Puskesmas

Upaya melakasanakan penilaian prestasi kerja puskesmas, dalam

rangka pengembangan fungsi puskesmas sehingga pembinaan dapat

dilaksanakan lebih terarah. Hal ini diharapkan dapat menimbulkan gairah

kerja, rasa tanggung jawab dan kreatifitas kerja yang dinamis melalui

pengembangan falsafah mawas diri.

Ruang lingkup stratifikasi puskesmas dikelompokkan dalam 4 aspek

yaitu :

1. Hasil kegiatan puskesmas dalam bentuk cakupan dalam masing

-masing kegiatan.

2. Hasil dan cara pelaksanaan manajemen kesehatan.

(20)

4. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi pencapaian hasil kegiatan

puskesmas.

Dalam jangka pola pembinaan melalui stratifikasi puskesmas akan terus

ditingkatkan ruang lingkupnya sehingga meliputi seluruh kegiatan yang

menjadi tanggung jawab puskesmas dalam wilayah kerjanya, termasuk

kegiatan adalah dalam rangka membina usaha kesehatan swasta.

1. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003:121) menyatakan bahwa, manusia

sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna,dalam memahami alam

sekitarnya terjdi proses bertingkat dari pengetahuan,ilmu dan

filsafat.Pengetahuan sendiri merupakan hasil dari tahu manusia dan ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu.sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga.

Pengetahuan merupakan Domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (Over behavion). Sebelum sesorang

mengadopsi perilaku ,ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau

manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya.Indikator yang

dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau

kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi:

(21)

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara

hidup sehat.

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.

Pengetahuan yang tercakup dalam Domain Koognitif

mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.tahu

artinya dapat mengingat suatu materi yang telah dipelajari.kata

kerja yang untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan

menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui serta dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.

c. Aplikasi (Application)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang sudah

dipelajari pada situasi atau kondisi real seperti menggunakan

rumus, hukum, metode, prinsip dan lain sebagainya dalam situasi

(22)

d. Analisis (Analysis)

Kemampuan Untuk menjabarkan materi materi atau suatu

objek dalam komponen-komponen, tetapu dalam satu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Misalnya

dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan,

menggambarkan dan sebagianya.

e. Sintesis (Synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evalution)

Rai suatu materi atau objek. Evaluasi dapat menggunakan

kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

Pengukuran Pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subjek penelitian atau pasien.

2. Tinjauan Umum Tentang Jenis pekerjaan.

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus

dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang

berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi

terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara

yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya

(23)

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap

pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola

hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan

kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan

rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai

pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan

kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota

keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan

memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru.

Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang

kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat

kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan

penyakit TB.( Nur Nasri Noor, 2004 )

Hubungan antara jenis pekerjaan dengan distribusi dan

frekuensi masalah kesehatan telah sejak lama diketahui. Pekerjaan

lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan

derajat keterpaparan tersebut serta besarnya risiko menurut sifat

sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Nur Nasri Noor,

2004).

3. Tinjauan Umum Tentang Kepadatan hunian

Beberapa Persyaratan Suatu rumah agar dapat menjamin

kesehatan penghuninya, baik secara fisik maupun psikoklogis antara

(24)

kepadatan hunian. Semakin banyak penghuni suatu rumah semakin

menuntut ruangan yang banyak dan luas, misalnya kamar tidur.

Sutoyo (1995), mengemukakan perumahan yang padat akan

menimbulkan masalah-masalah kesehatan diantaranya beberapa

penyakit menular, sepertibTB paru. Menurutnya, suatu rumah tinggal

dinyatakan padat penghuninya baik volume ruangan dalam rumah

dibanding dengan jumlah penghuninya kurang dari 2,75 M. Jadi dalam

hal ini selain panjang dan lebar ruangan juga perlu diperhatikan tinggi

ruangan dalam sebuah rumah, misalnya dengan menggunakan ukuran

3 x 3 minimal 2,75 M per orang penghuni. Dengan demikian

diharapkan dapat memenuhi kebutuhan penghuninya terhadap volume

udara yang bersih dan menjamin kenyamanan dalam aktivitas

sehari-hari.

Dari segi penularan penyakit, kepadatan hunian rumah juga

sangat berperan, terutama penyakit-penyakit yang disebarkan lewat

udara seperti penyakit infeksi saluran pernapasan. Dalam rumah

dengan penghuni yang padat, penularan penyakit sangat mudah

terjadi bilah salah satu atau beberapa orang penghuninya penderita

suatu penyakit, karena adanya kontak yang sangat erat antar

penghuninya.

Pada beberapa penelitian sebelumnya ditemukan adanya

hubungan adanya hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian

(25)

oleh Muh. Nawir tahun 1994, salvato dalam Rahardi tahun 2002

demikian juga pada penelitian yang dilakukan oleh parhan di Gorontalo

tahun 2004.

4. Tinjauan Umum Tentang Kondisi Rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan

penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat

perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan

akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan

sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman

Mycrobacterium tuberculosis ( Dr. Andi, 2007 ).

Adapun Kondisi-kondisi Rumah yang sangat perlu diperhatikan

dalam hal pencegahan terjadinya penularan penyakit TB Paru adalah

sebagai berikut :

1. Lantai

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk

penghuni di dalamnya, artinya luas lanai bangunan tersebut harus

disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang

tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan

perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping

menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu

anggota keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular

(26)

adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang

(tiap anggota keluarga).

2. Dinding

Dinding tembok sangat baik, namun disamping mahal

tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih

bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis

khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab

meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding

atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat

menambah penerangan alamiah.

3. Atap Genteng

Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan

maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah

tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan

masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak

masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap

daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap

seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di

samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.

(27)

Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum

di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama.

Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan

sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya

barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada

ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup

dengan kayu.

5. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama

adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut

tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh

penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang

bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu

tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara

didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari

kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media

yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab

penyakit.)

6. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak

(28)

kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping

kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik

untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya

terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau,

dam akhirnya dapat merusakan mata.

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan paru yang

disebabkan oleh kuman berbentuk batang yang disebut Mycobacterium Tuberculosis. Penularan penyakit ini dapat terjadi secara langsung dari semprotan

droplet pada waktu bersin, batuk, meludah, menyanyi atau berbicara (biasanya

pada jarak  1 meter), maupun secara tidak langsung melalui dahak penderita

yang mengandung Mycobacterium Tuberculosis yang di buang sembarangan

dan tercampur dengan partikel debu dalam kondisi tertentu kuman

dihembuskan oleh angin sehingga terhirup oleh orang lain yang tidak

menderita tuberkulosis paru.

Pemberantasan penyakit tuberkulosis paru dapat dilakukan dengan cara

memutuskan penularannya. Dengan terputusnya rantai penularannya berarti

akan dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kejadian tuberkulosis

(29)

usaha tersebut tidak semudah kita mengatakannya, karena dalam proses

terjadinya penyakit tuberkulosis paru sangat dipengaruhi oleh banyak faktor,

salah satu diantaranya adalah tingkat sosial ekonomi.

Mengingat penyakit tuberkulosis paru merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia dan belum dilaksanakan pemberantasan secara menyeluruh maka sangat diperlukan suatu upaya swasembada masyarakat yang dapat mendukung pemberantasan tuberkulosis paru yaitu peningkatan kesehatan lingkungan, memperlihatkan aspek sosial ekonomi dan perilaku hidup sehat yang berkaitan dengan terjadinya tuberkulosis .

Terjadinya tuberkulosis paru berhubungan dengan beberapa faktor,

yaitu : Pengetahuan, keteraturan minum obat, pekerjaan, pendapatan, jenis

kelamin, kebiasaan merokok, kepadatan hunian.

Secara sistematik uraian variabel yang diteliti berdasarkan tujuan

penelitian sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman

pasien tentang penyakit TB paru yang mencakup antara lain pengertian

penyakit TB paru, penyebab, gejala utama, cara penularan, pencarian

pengobatan pencegahan dan komplikasi TB paru di Wilayah kerja

Puskesmas Wara Utara tahun 2010 yang dinilai dari kemampuan penderita

menjawab pertanyaan dalam kuesioner.

2. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi

setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan

partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan

(30)

meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran

pernafasan dan umumnya TB Paru.

3. Kepadatan Hunian

Yang dimaksud kepadatan hunian dalam penelitian adalah apabila

jumlah luas ruangan atau Luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk

penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus

disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan

overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit

infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

4. Kondisi Rumah

salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC adalah kondisi

Rumah yang tidak sehat. Oleh karena ada beberapa hal yang

mempengaruhi ditinjau dari segi Atap, dinding dan lantai dapat menjadi

tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan

akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai

media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium

tuberculosis ( Dr. Andi, 2007 ).

B. Pola Pikir Variabel Yang Diteliti

Berdasarkan konsep pemikiran di atas, dikemukakan bagan kerangka

konsep dari variabel independen, sebagai berikut :

(31)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Faktor Yang Hubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Tuberkulosis paru

Yang dimaksud dengan tuberkulosis paru dalam penelitian ini adalah pasien yang berdasarkan kartu status dinyatakan menderita tuberkulosis paru.

Kriteria objektif :

a. Menderita : Bila pasien didiagnosa menurut kartu status menderita tuberkulosis paru BTA (+) b. Tidak menderita : Bila pasien didiagnosa menurut kartu status menderita tuberkulosis paru BTA (-)

2. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman Pasien tentang penyakit TB paru yang mencakup antara lain pengertian penyakit TB paru, penyebab, gejala utama, cara penularan, pencaharian pengobatan pencegahan komplikasi TB paru di Wilayah kerja Puskesmas Wara Utara tahun 2011 yang dinilai dari kemampuan penderita menjawab pertanyaan dalam kuesioner.

Kriteria Objektif

Kriteria pengetahuan mengacu pada skala Guttman, yang terdiri dari dua kategori yaitu cukup dan kurang, dimana setiap jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi 0, sebagai berikut :

(32)

Kurang : Bila jawaban pasien < 50 % atas pertanyaan tentang TB paru yang telah disusun dan diberi skoor.

Cukup : Bila Jawaban pasien ≥ 50 % atas pertanyaan tentang TB paru yang telah disusun dan diberi skor.

3. Jenis pekerjaan

Yang dimaksud dengan jenis pekerjaan dalam penelitian ini adalah

rutinitas penderita sehari-hari yang dapat menghasilkan (income)

Kriteria Objektif

a. Bekerja : Bila pasien mempunyai pekerjaan dan penghasilan

secara ekonomi

b. Tidak Bekerja : Bila pasien mempunyai Tidak mempunyai pekerjaan dan

penghasilan secara ekonomi

4. Kepadatan hunian

Yang dimaksud kepadatan hunian dalam penelitian ini adalah perbandingan volume seluruh ruangan dengan penghuninya( tidak termasuk kamar mandi/AC ) pada rumah pasien di wilayah kerja puskesmas wara utara 2011

Kriteria objektif :

Hunian Padat : Bila volume ruangan pada rumah pasien

< 2,75 M perorang penghuni,sesuai hasil

Observasi

Hunian tidak dapat : Bila volume ruangan pada rumah pasien lebih

≥ 2,75 M perorang penghuni,sesuai hasil

Observasi

(33)

kondisi rumah dalam penelitian ini adalah adalah suasana hunian

yang di tempati oleh sipenderita.

Kriteria objektif :

Memenuhi syarat : apabila kondisi rumah memiliki lantai,

Atap,dinding,ventilasi,pencahayaan yang

Memadai.

Tidak memenuhi syarat : Apabila tidak memenuhi kriteria diatas.

D. Hipotesis Penelitian Hipotesis alternative ( Ha )

a. Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian TB paru b. Ada hubungan Pekerjaan dengan kejadian TB paru

c. Ada hubungan tingkat Kepadatan hunian dengan kejadian TB paru d. Ada hubungan Kondisi Rumah dengan kejadian TB paru

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan

pendekatan Cross Sectional Study, dimana data yang menyangkut variabel

independen dan dependen diteliti dalam waktu yang bersamaan.

B. Lokasi Penelitian

Tempat Penelitian ini dilaksanakan diwilaya kerja Puskesmas wara utara

(34)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita TB paru yang berada di puskesmas wara utara yang berkunjung pada tahun 2011.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita

tuberkulosis paru di wilaya kerja Puskesmas wara utara kota palopo yang

berkunjung pada bulan April-juni tahun 2011 yang diambil melalui metode

porpossive sampling

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data primer, diperoleh dengan wawancara langsung pada pasien dengan menggunakan kuesioner

2. Data sekunder, diperoleh dari instansi terkait

3. Observasi, kondisi rumah dan kepadatan hunian

E. Pengolahan dan Penyajian Data

Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer Program SPSS, penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

F. Analisa Data

Hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol (Ho) dengan derajat kemaknaan () 0,05. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square dengan koreksi Yates untuk tabel 2 x 2.

(35)

Kategori 2 c D c + d

Jika X2 hitung lebih besar dari X2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Penelitian ini dilaksanakan diwilaya kerja puskesmas wara utara

palopo selama 1 bulan sampel sebanyak 18 pasien. Pasien selanjutnya di

olah dan dianalisis yang disesuaikan dengan tujuan penelitian hasil analisis

data di sajikan dalam bentuk table yang di lengkapi dengan penjelasan

sebagai berikut: 1. Analisis univariat

a. Jenis kelamin

Table 5,1 distribus frekuensi jenis kelamin penderita TB paru di wilaya Puskesmas Wara Utaara Kota Palopo

(36)

Table 1 menunjukan bahwa penderita TB paru di wilaya kerja

pusekesma wara utara kota palopo jenis kelamin Laki-laki 61.1%,

dan jenis kelamin perempuan sebanyak 38.9%.

b. Tingkat pengetahuan

Table 5,2 distribusi frekuensi tinkat pengetahuan penderita TB paru diwllaya Puskesmas Wara Utara Kota Palopo

Tahun 2011

Tingakat

pengetahuan Frekeunsi Presentase

Cukup

Kurang

16

2

88.9

11.1

Jumlah 18 100

Sumber data primer 2011

Table 2 menunjukan bahwa pengetahuan TB paru di wilaya kerja

puskesmas wara kota palopo cukup sebanyak 88.9%, dan

pengetahuan TB paru kurang sebanyak 11.1%

c. Pekerjaan

Table 5,3 distribusi frekuensi jenis pekerjaan penderita TB paru di wilayah Puskesmas Wara Utara Kota Palopo

Tahun 2011

(37)

PNS

Table 3 menunjukan bahwa jenis pekerjaan wirasuasta di wilaya

kerja puskesmas wara utara kota palopo tertinggi sebanyak

61.1%dan jenis pekerjaan petani terendah sebanyak 5.6%

d. Kepadatan hunian

Table 5.4 distribusi frekuensi kepadatan hunian penderita TB paru di wilaya kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo

Tahun 2011

Table 5 menunjukan bahwa kepadatan hunian di puskesmas wara

utara kota palopo yang padat sebanyak 66.7%, dan tidak padat

33.3%

e. Kondisi rumah

Table 5.5 distribusi frekuensi kondisi rumah penderita TB paru di wilaya kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo

Tahun 2011

(38)

Tidak memenuhi syarat

Table 5 menunjukan bahwa kondisi rumah di wilaya kerja puskesmas

wra utara kota palopo tidak memenuhi syarat sebanyak 72.2%, dan

memenuhi syarat sebanyak 27.8%

f. Kejadian TB paru

Table 5.6 distribusi frekuensi kejadian penderita TB paru di wilaya kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo

Tahun 2011

puskesmas wara utara kota palopo TB paru sebanyak 83.3% dan

bukan penderita TB paru sebanyak 16.7%

2. Analisii bivariat

a. Hubungan pengetahuan dengan kejadian TB paru

Table 5.7 hubungan pengetahuan dengan kejadian penderita TB paru di Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo Tahun

(39)

Pengetahua

pengetahuan TB Paru terdpat 86.7% yang status bukan penderita TB

Paru 100 sedangkan dari 2 pasien TB Paru dengan pengetahuan TB

Paru terdapat 13.3 status bukan pasien 0. Hal ini berdasarkan hasil

analisa statistic menunjukan nilai p (0.502) > 0.05 yang berarti tidak

ada hubungan pengetahuan dengan TB Paru

b. Hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian TB paru

Table 5.8 hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian penderita TB paru di wllaya kerja puskesmas wara utaara kota palopo Tahun 2011

Jenis

(40)

penderita TB Parudengan jenis pekerjaan terdapat 6.7 status bukan

penderita TB Paru 100. Hal ini berdasarkan hasil analisa statistic

menunjukan nilai p (0.000) < 0.05 yang berarti ada hubungan

pekerjaan dengan TB Paru

c. Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB paru

Table 5.9 hubungan kepadatan hunian dengan kejadian penderita TB paru di wllaya kerja puskesmas wara utaara kota palopo Tahun

2011

Table 9 menunjukan bahwa 12 penderita TB Paru dengan kepadatan

hunian penderita 66.7 status bukan TB Paru 66.7 sedangkan dari 6

penderita TB Paru dan kepadatan hunian terdapat 100 status bukan

pasien TB Paru 100. Hal ini berdasarkan hasil analisa statistic

menunjukan nilai p (1.000) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan

(41)

d. Hubungan kondisi rumah dengan kejadian TB paru

Table 5.10 hubungan kondusi rumah dengan kejadian penderita TB paru di wllaya kerja puskesmas wara utaara kota palopo Tahun 2011

Kondisi

Table 9 menunjukan bahwa 13 penderita TB Paru dengan kondisi

rumah penderita 86.7 status bukan penderita TB Paru 0 sedangakan

dari 5 penderita TB Paru dengan kondisi rumah terdapat 13.3 status

bukan penderita TB Paru 100. Hal ini berdasarkan hasil analisa

statistic menunjukan nilai p (0.002) < 0.05 yang berarti ada

hubungan kondisi rumah dengan TB Paru

B. Pembahasan

1. Hubungan pengetahuan dengan kejadian penderita TB paru

Menurut Notoadmojo (2003:121) menyatakan bahwa,manusia

sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna,dalam memahami alam

sekitarnya terjdi proses bertingkat dari pengetahuan,ilmu dan

(42)

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu.sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata

dan telinga.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 16 pasein TB paru

dengan pengetahuan TB Paru terdapat 86.7% yang status bukan

penderita TB Paru 100 sedangkan dari 2 pasien TB Paru dengan

pengetahuan TB Paru terdapat 13.3 status bukan pasien 0.

Hasil analisa statistic dengan menguanakan Chi-square

menunjukan nilai p (0.502) > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan

pengetahuan dengan TB Paru.

Gambaran pengetahuan tentang TB Paru di wilayah kerja

puskesmas wara utara kota palopo masih sangat kurang. Khusus bagi

penderita TB Paru pengetahuan tentang TB Paru sudah sangat baik

karna setiap penderita yang datang di puskesmas diberikan penyuluhan

kurang lebih selama 1 jam

Hasil peneltian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Maryam

M.Nur tahun 2008 yang menyatakan bahwa ada pengaruh pendidikan

terhadap TB Paru.

2. Hubungan jenis pekerjaan dengan kejadian penderita TB paru

Hasil penelitian menunjukan bahwa 14 penderita TB Paru dengan

jenis pekerjaan TB Paru 93.3 status bukan TB Paru 0 sedangkan dari 4

penderita TB Parudengan jenis pekerjaan terdapat 6.7 status bukan

penderita TB Paru 100.

Hal ini berdasarkan hasil analisis statistic menunjukan nilai p (0.000)

(43)

Penderita TB Paru di wilaya kerja puskesmas wara utara

mempunyai pendapatan yang bersumber dari pegawai sipil, sopir dan

wirasuasta.

Hasil penelitian yang lain dilakukan Alprida. S Tahun 2009 juga

mengemukakan bahwa ada hubungan pekerjaan dengan TB Paru 3. Hubungan kepadatan hunian dengan kejadian penderita TB paru

Hasil penelitian menunjukan bahwa 12 penderita TB Paru dengan

kepadatan hunian penderita 66.7 status bukan TB Paru 66.7 sedangkan

dari 6 penderita TB Paru dan kepadatan hunian terdapat 100 status

bukan pasien TB Paru 100.

Hasil analisis statistic menunjukan nilai p (1.000) > 0.05 yang

berarti tidak ada hubungan kepadatan hunian dengan TB Paru.

Hasil peneltian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Maryam

M.Nur tahun 2008 bahwa tidak hubungan kepadatan hunian dengan TB

Paru.

4. Hubungan kondusi rumah dengan kejadian penderita TB paru

Menunjukan bahwa 13 penderita TB Paru dengan kondisi rumah

penderita 86.7 status bukan penderita TB Paru 0 sedangakan dari 5

penderita TB Paru dengan kondisi rumah terdapat 13.3 status bukan

penderita TB Paru 100.

Hasil analisa statistic menunjukan nilai p (0.002) < 0.05 yang

berarti ada hubungan kondisi rumah dengan TB Paru

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Alprida.S tahun 2009

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

(44)

1. Tidak ada hubungan pengetahuan dengan TB Paru dengan hasil

analisa statistic uji Chi-Square menunjukan nilai p (0.502) > 0.05

2. Ada hubungan pekerjaan dengan TB Paru dengan hasil analisa statistic

uji Chi-Square menunjukan nilai p (0.000) > 0.05

3. Tidak ada hubungan kepadatan hunian dengan TB Paru dengan hasil

analisa statistic uji Chi-Square menunjukan nilai p (1.000) > 0.05

4. Ada hubungan kondisi rumah dengan TB paru dengan hasil analisa

statistic uji Chi-Square menunjukan nilai p (0.002) > 0.05 5. Lama penelitian april – juni tahun 2011

B. Saran

1. Kepada puskesmas agar kiranya memberikan penyuluhan kepada

masyarakat di wilaya kerjanya sebagai usaha preventif terhadap

penyakit TB Paru

2. Kepada penderita TB Paru agar mengurangi aktivitas untuk mengurangi

terjadinya TB Paru lebih para dan juga menghindari kontak lebih dekat

kepada keluarga dan orang lain untuk mengindari penularan.

3. Kepada pembaca dan semua masyarakat agar memperbaiki kondisi

rumah. Berdasarkan teori sinar ultra violet dapat membunuh kuman TB

Paru, oleh karna itu disarankan agar setiap rumah mempunyai ventilasi

yang cukup agar sinar matahari dapat masuk secara langsung ke

rumah. Selain dari itu, serkulasi udara dapat lebih lancar karna udara

lembab meningkatkan resiko penularan TB Paru.

4. Untuk peneliti selanjutnya agar kiranya dicari lagi factor-factor lain yang

memungkinkan terjadinya resiko TB Paru.

5. DAFTAR PUSTAKA

6. Abd. Hakim Burareah, 2004. Metode Penelitian, FKM Unhas Makassar. 7.

(45)

9. Anonim, 2003. Artikel Kecepatan Penemuan dan Pengobatan TB Paru,

(http://www.kompas.com) 3/4/04. 10.

11. Anonim, 2002. Penderita Penyakit Tuberkulosis, (http://www.johor.go.id/berita konsulgen 2 ASP? Nomorget. 122).

12.

13. BP4, 2002. Laporan Tahunan Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru, Makassar. 14.

15. BPS Sul-Sel, 2004. Makassar Dalam Angka 2003, Makassar. 16.

17. Depkes RI,stratifikasi puskesmas, bina mandiri dan penyuluhan kesehatan,Jakarta,1991s

18.

19.Departemen Kesehatan RI. (2007),pedoman Nasional penanggulangan

20.Tuberkulosis : jakarta 21.

22.Departemen Kesehatan RI. (2002),Klasifikasi penyakit

23.Tuberkulosis : jakarta 24.

25.Departemen Kesehatan . (2002),pengertian penyakit 26.

27. Dr. Andi. ( 2007 )” Kesehatan Lingkungan “ PT Ganeca Exat Bandung

28.

29. Ekosusilo dan R.B. Kasihadi, 2002 Dasar-Dasar Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

30.

31. Entjang Indan,2003 . Ilmu Kesehatan Masyarakat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

32.

(46)

35. Lumenta Benyamin, 1989. Penyakit Citra, Alam dan Budaya, Kanisius, Yogyakarta.

36. Lubis I, 1990. Etiologi Tuberkolosis dan Faktor Lingkungan, Buletin Penelitian Kesehatan, Jakarta

37.

38. Noor Nasri Nur, 2004.hubungan sosial ekonomii, Rineka Cipta, Jakarta. 39.

40.

41. Prof. Dr. Sulianti Saroso,Situs Resmi RSPI - SS © 2003 - 2007 Rumah Sakit Penyakit Infeksi, Jakarta

42. 43.

44. Penularan TBC

14 September, 2008

45.

46. Sumatera Ekspres, 2005-2010, All Right Reserved, Design By Yoedhas 47.

48. Resistensi Bakteri TBC

15 September, 2008

49. TuberKulosis [TBC]

22 Agustus, 2008

Gambar

Gambar 1. Faktor Yang Hubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis
Tabel 1
Table 5,1 distribus frekuensi jenis kelamin penderita TB paru di
Table 2 menunjukan bahwa pengetahuan TB paru di wilaya kerja
+6

Referensi

Dokumen terkait

faktor risiko menderita TB Paru antara pasien TB Paru-DM dan nonDM.. Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungn dengan pasien TB paru terhadap perilaku pencegahan penularan TB di Puskesmas Wilayah Tangerang

Tidak tinggal di hunian dengan pencahayaan matahari yang baik lebih beresiko terhadap peningkatan angka kejadian penyakit TB Paru BTA+ dibandingkan dengan yang tinggal

yang diberikan kepada kontak yang dinyatakan tidak menderita TB paru.. yang bertujuan untuk menurunkan beban TB pada anak yang tinggalD. dengan penderita TB dewasa. Dosis

Faktor yang tidak signifikan berbeda (p&gt;.0.05) dalam menghentikan pengobatan pada pasien TB paru yang putus berobat dibandingkan dengan yang tidak putus berobat adalah tahu

Lokasi infeksi Tuberkulosis Ekstra paru terbnyak 30,9% pada TB pleuritis dan gejala klinis terbanyak pada TB pleuritis dan TB limfadenitis berupa batuk, pada TB tulang berupa nyeri

Analisis regression logistic respon psikologi dan dukungan keluarga pasien TB di Balai Pengobatan Penyakit Paru – paru BP4 Unit Minggiran Yogyakarta April 2009 n=40 Analisis regresi

Variabel dependen penelitian ini adalah kejadian TB paru dan variabel independen penelitian ini yaitu faktor pejamu umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pekerjaan,