PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
NOMOR 24 TAHUN 2005
TENTANG
RETRIBUSI IZIN USAHA PARIWISATA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PARIGI MOUTONG,
Mengingat :
Menimbang :
a. bahwa salah satu program penguat dari sistim desentralisasi adalah adanya rasa tanggungjawab dan peran serta para pelaku usaha dalam rangka memajukan pembangunan pada sektor pariwisata guna penguatan Kabupaten dalam berotonom;
b. bahwa pembangunan disektor pariwisata dapat berakibat pada lingkungan hidup, baik lingkungan dalam arti sosial maupun lingkungan dalam arti fisik, maka Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong perlu mengatur, membina, dan mengawasi terhadap usaha pariwisata; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b,perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Usaha Pariwisata;
1. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 );
2. UndangUndang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427 );
4. UndangUndang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048 );
5. UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lambaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699 );
6. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258 );
7. UndangUndang Nomor 10 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Parigi Moutong Di Propinsi Sulawesi Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4185 );
8. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah di ubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3190);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258 );
11. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( Lembaran Negara Republik Indoneisia Tahun 1986 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3338);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3409);
Kepariwisataan (Lembaran Negara Rebuplik Indonesia Tahun 1996 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3658);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Rebuplik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
15. Keputusan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor Kep. 012/MKP/IV/2001 tentang Pedoman Umum Perizinan Usaha Pariwisata; 16. Peraturan Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 1 Tahun 2004
Tentang Kewenangan Kabupaten Parigi Moutong Sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 4 Seri E Nomor 3);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas – Dinas Daerah Kabupaten Parigi Moutong ( Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 7 Seri D Nomor 2 );
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG dan
BUPATI PARIGI MOUTONG
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PARIWISATA
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Parigi Moutong.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Parigi Moutong.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kabupaten Parigi Moutong. 6. Pejabat Yang Ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi
7. Peraturan Daerah adalah Peraturan PerundangUndangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Bupati.
8. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha – usaha yang terkait dibidang Pariwisata.
9. Wisata adalah perjalanan atau sebagaian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait dibidang kepariwisataan.
10. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan perjalanan wisata.
11. Biro Perjalanan Wisata (BPW) dalah Badan usaha nyang menyelenggarakan kegiatan usaha paket perjalanan wisata dalam negeri atau keluar negeri.
12. Cabang Biro Perjalanan Wisata (CBPW) adalah salah satu unit usaha Biro Perjalanan Wisata yang berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusatnya atau di wilayah lain kantor pusatnya.
13. Agen Perjalanan Wisata (APW) adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan.
14. Impresariat adalah pengurusan penyelenggaraan hiburan baik berupa yang mendatangkan, mengirimkan maupun mengembalikannya serta menentukan tempat, waktu dan jenis hiburan.
15. Hotel adalah suatu usaha pelayanan dan Fasilitas menginap istirahat, memberi pelayanan yang menyediakan restoran / rumah makan dan bar.
16. Motel / Losmen adalah suatu usaha komersial yang menggunakan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh layanan penginapan.
17. Penginapan atau sejenisnya adalah suatu usaha yang menggunakan seluruh atau sebagian dari suatu bangunan yang khusus disediakan bagi masyarakat untuk memperoleh pelayanan penginapan dan pelayanan lainnya.
18. Pondok Wisata adalah suatu usaha yang menggunakan sebagian rumah tinggal untuk penginapan bagi setiap orang dengan perhitungan pembayaran harian .
19. Cottage adalah suatu bentuk usaha akomodasi yang terdiri dari unit – unit bangunan terpisah seperti rumah tempat tinggal dengan perhitungan pembayaran harian serta dapat menyediakan restoran / rumah makan yang terpisah.
20. Balai Pertemuan Umum / Gedung Komersial adalah suatu usaha yang menyediakan tempat dan Fasilitas untuk menyelenggarakan pertemuan rapat, pesta atau pertunjukan sebagai usaha pokok dan dapat dilengkapi jasa makan dan minum.
22. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh Pemerintah Daerah Untuk kepentingan orang pribadi atau Badan .
23. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, Penggunaan Sumber daya alam, barang, Prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
24.Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan Perundang Undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut Peraturan Perundangundangan Retribusi Daerah.
31.Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang dapat disingkat SKRDLB adalah Surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kkredit retribusi yang terutang atau yang tidak seharusnya terutang.
32.Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sangksi administrasi berupa bunga atau denda.
33.Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD,SKRDKB, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi.
34.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelolah data dan / atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pembayaran kewajiban Retribusi Daerah dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundangan – undangan Retribusi Daerah.
BAB II
NAMA , OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2
(1) Dengan nama Retribusi Izin Usaha Pariwisata dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin usaha pariwisata.
(2) Obyek Retribusi adalah setiap pelayanan atas kegiatan usaha pariwisata.
(3) Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Usaha Pariwisata.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 3
Retribusi Izin Usaha Pariwasata digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 4
Tingkat penggunaan jasa izin usaha pariwisata diukur berdasarkan jenis dan klasifikasi penggolongan usaha.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 5
Prinsip penetapan tarif retribusi izin usaha pariwisata didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan jasa yang terdiri dari biaya administrasi, pelayanan, pengaturan , pembinaan dan pengawasan.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 6
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan berdasarkan izin usaha yang dikeluarkan .
(2) Besarnya retribusi sebagaimana dimaksud pada (1) sebagai berikut: a. Hotel bintang
1. Penetapan Izin usaha
d. Bintang IV(Empat) Sebesar Rp. 4.000.000, /1 Tahun; e. Bintang V (Lima) Sebesar Rp. 5.000.000, /1 Tahun; b. Hotel Melati
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 1.000.000, / 1 Tahun; c. Motel / losmen
Penetapan Izin usaha sebesar Rp 250.000, / 1 Tahun; d. Penginapan atau sejenisnya
Penetapan Izin Usaha sebesar Rp.250.000, / I Tahun; e. Pondok Wisata
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 250.000. / 1 Tahun; f. Villa / Cottage
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 1000.000. / 1 Tahun; g. Wisma
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 500.000. / 1 Tahun; h. Balai Pertemuan Komersial atau Gedung Komersil
Penetapan izin usaha sebesar Golongan I Rp. 750.000. / 1 Tahun;
Golongan II Rp. 1000.000. / 1 Tahun; i. Impresariat
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 1000.000. / 1 Tahun; j. Biro Perjalanan Wisata
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 1000.000. / 1 Tahun; k. Cabang Biro Perjalanan
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 500.000. / 1 Tahun; l. Agen Perjalanan Wisata
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 500.000. / 1 Tahun; m. Restauran
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 500.000. / 1 Tahun; n. Rumah Makan dan Sejenisnya
Penetapan izin usaha sebesar Rp. 250.000. / 1 Tahun.
BAB VII
WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 7
Retribusi yang terutang dipungut di Wilayah Kabupaten Parigi Moutong.
BAB VIII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 8
Pasal 9
Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dukumen lain yang dipersamakan.
BAB IX
SURAT PENDAFTARAN DAN PENETAPAN RETRIBUSI Pasal 10
(1) Wajib Retribusi wajib mengisih SPdORD.
(2) SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat ( I ) diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Retribusi.
(3) Bentuk, isi serta tata cara pengisihan dan penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 11
(1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang maka dikeluarkan SKRDKB dan SKRDKBT.
(3) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagai mana dimaksud pada ayat (1), SKRDKB dan SKRDKBT sebagai mana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB X
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 12
(1)
Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.(2)
Retribusi dipungut dengan mengunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,SKRDKB dan SKRDKBT.BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI Pasal 13
Dalam hal Wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua perseratus ) setiap bulan dari retribusi yang terutang, tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan mengunakan STRD.
BAB XII
TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambatlambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkanya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKB,SKRDKBT dan STRD.
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XIII
TATA CARA PENAGIHAN Pasal 15
(1) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 ( tujuh ) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 ( tujuh ) hari setelah tanggal surat teguran / peringatan /surat lain yang sejenis, Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(3) Surat teguran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dikelurkan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
BAB XIV KEBERATAN
Pasal 16
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKB, SKRDKBT dan SKRDLB. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasanalasan
yang jelas.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut.
(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKB, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai suatu keberatan sehingga tidak dipertimbangkan .
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 17
(1)
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, Keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XV
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 18
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan permohonan pengambilan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka
waktu 6 (enam) bulan , Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua perseratus ) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
Pasal 19
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dengan sekurangkurangnya menyebutkan: a. Nama dan alamat Wajib Retribusi;
b. Masa Retribusi;
c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan pengembalian pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui post tercatat.
(3) Buku penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti pegiriman post tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati.
Pasal 20
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat perintah pembayaran kelebihan retribusi.
BAB XVI
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 21
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2) Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.
(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XVII KADALUWARSA
Pasal 22
(1)
Hak untuk melakukan penagihan Retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi.(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. Diterbitkan surat teguran ;atau
b. Ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XVIII P E N Y I D I K A N
Pasal 23
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana .
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana, dibidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
d. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumendokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
e. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
f. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan pemeriksa identitas orang dan/ atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf d;
g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
h. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
i. Menghentikan penyidikan;
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah menurut hukum yang bertanggungjawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XIX KETENTUAN PIDANA
PASAL 24
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Retribusi yang terutang.
(2) Tindak Pidana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP PASAL 25
Hal – hal sepanjang mengenai teknis pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
PASAL 26
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di P a r i g i
Pada tanggal 5 Desember 2005
Diundangkan di Parigi
Pada tanggal 5 Desember 2005
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
Drs. TASWIN BORMAN, M. Si
Pembina Utama Muda NIP. 010 081 665
LEMBARAN DAERAH TAHUN 2005 NOMOR 29 SERI C NOMOR 11
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 24 TAHUN 2005
TENTANG
RETRIBUSI IZIN USAHA PARIWISATA
I. UMUM
Dalam rangka peningkatan, pembinaan dan penertiban dibidang Usaha Pariwisata, maka usaha Pariwisata akan lebih ditingkatkan pelayanan maupun profesionalismenya. Izin usaha pariwisata meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta pelayanaan yang diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata.
bertangung jawab, sehingga setiap usaha kepariwisataan yang dalam ruang lingkup kewenagan Daerah dapat berkembang secara terarah, teratur dan berkesinambungan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas Pasal 2
Cukup Jelas Pasal 3
Cukup Jelas Pasal 4
Cukup Jelas Pasal 5
Cukup Jelas Pasal 6
Cukup Jelas Pasal 7
Cukup Jelas Pasal 8
Cukup Jelas Pasal 9
Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan.
Pasal 10
Cukup Jelas Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12 Ayat (1)
Yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pengurusan pajak, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerjasama badanbadan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis pajak secara lebih efisien. Kegiatan pemungutan pajak yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya.
Ayat (2)
Sangsi yang dimaksud adalah apabila pihak wajib retribusi terlambat Membayar sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Pasal 14
Cukup Jelas Pasal 15
Cukup Jelas Pasal 16
Cukup Jelas Pasal 17
Cukup Jelas Pasal 18
Cukup Jelas Pasal 19
Cukup Jelas Pasal 20
Cukup Jelas Pasal 21
Cukup Jelas Pasal 22
Cukup Jelas Pasal 23
Cukup Jelas Pasal 24
Cukup Jelas Pasal 25
Cukup Jelas Pasal 26
Cukup Jelas