• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERNISASI DAN PERUBAHAN PERILAKU SANTRIWATI : STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN FADLLILLAH DESA TAMBAK SUMUR KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODERNISASI DAN PERUBAHAN PERILAKU SANTRIWATI : STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN FADLLILLAH DESA TAMBAK SUMUR KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial (S.Sos) Dalam Bidang ilmu Sosiologi

FITRIA ULFA

NIM B05212021

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU SOSIAL

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Fitria Ulfa, 2016, MODERNISASI DAN PERUBAHAN PERILAKU

SANTRIWATI (STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN FADLLILLAH DESA TAMBAK SUMUR KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO), “Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Modernisasi, perubahan perilaku, santriwati

Dari berbagai permasalahan yang ada, terkait perubahan perilaku santriwati yang disebabkan oleh arus modernisasi yang bersifat negatif peneliti membatasi rumusan masalah yang hendak dikaji dalam skripsi ini ialah sebagai berikut, apa yang melatar belakangi dan bagaimana bentuk perubahan perilaku santriwati di pondok pesantren Fadllillah Desa Tambak Sumur Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, metode yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif deskriptif, dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode ini dipilih agar diperoleh data penelitian yang bersifat mendalam dan menyeluruh mengenai Perubahan Perilaku Santriwati Pada Era Modern di Desa Tambak Sumur Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Teori yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh adalah teori behavioral sosiologi Burrhus Frederic Skinner.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: (1) adanya perubahan perilaku santriwati dari yang baik menjadi buruk, Perubahan perilaku yang peneliti maksud adalah kemerosotan akhlaq dan semakin banyaknya pelanggaran yang dilakukan santriwati dalam menjalankan aturan kedisiplinan di pondok pesantren Fadllillah. (2) Faktor utama yang mempengaruhi perubahan perilaku santriwati Fadllillah adalah modernisasi yang ada kaitannya dengan media. kecenderungan mengikuti gaya hidup idolanya, seperti berpakaian mewah, memakai make up yang

berlebihan, bertutur kata layaknya anak gaul, yang jauh dari sifat tawaddu’.

Beberapa faktor yang membuat banyak santriwati melanggar peraturan pondok pesantren adalah tidak kerasan, broken home, dan bawaan didikan dari kedua orang tua santriwati. Tidak semua walisantri mendidik anaknya dengan baik, ada

yang mengaku sering tidak ikut jama’ah dikarenakan tidak pernah disuruh orang

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 19

2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3. Pemilihan Subyek Penelitian ... 21

4. Tahap-tahap Penelitian ... 22

5. Teknik Pengumpulan Data ... 23

6. Teknik Analisa Data ... 25

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 26

H.Sistematika Pembahasan ... 27

(8)

C. Reinforcement ... 36 D. Tingkah Laku Manusia Dipengaruhi Oleh Lingkungannya .. 38

BAB III : Perubahan Perilaku Santriwati Pada Era Modern di Pondok Pesantren Fadllillah

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 40 B. Bentuk dan Faktor Perubahan Perilaku Santriwati Pada Era

Modern ... 57 C. Perubahan Perilaku Santriwati Pondok Pesantren Fadllillah

Dalam Teori Behavioral Sosiologi B.F. Skinner ... 75

BAB IV PENUTUP

A.Kesimpulan ... 79 B.Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara 2. Jadwal Penelitian

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Informan... 21

Tabel 1.2 Jumlah Santri Fadllillah ... 51

Tabel 1.3 kegiatan santriwati 24 jam ... 65

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam merupakan wahana bagi peserta didik yang menuntut ilmu di bawah naungan pondok pesantren (santri) untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut merupakan proses transformasi untuk mempersiapkan generasi muda yang mempunyai bekal ilmu pengetahuan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, peran dan fungsi pendidikan Islam perlu ditelaah terus menerus.

Pendidikan akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjang sejarahnya. Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini, tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis akhlak. Oleh karena itu perekonomian bangsa menjadi buruk. Korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa merajalela, Perbuatan-perbuatan yang merugikan dimaksud adalah perkelahian, perusakan, pembunuhan, dan lain-lain. Apabila suatu bangsa itu telah rusak, maka hal ini juga akan mempengaruhi akhlak generasi-generasi mendatang. KH. Abdul Rahman Wahid mengungkapkan gagasannya mengenai pendidikan Islam di era globalisasi sebagai berikut:

(11)

“meluruskan” respons tantangan modernisasi ini. Namun, kesadaran

itu belum ada dalam pendidikan Islam.1

Saat ini dapat kita lihat bahwa banyak para remaja yang tidak memiliki akhlak dan moral yang baik. Ini membuktikan bahwasanya pendidikan di Indonesia telah gagal mencetak kader-kader pemimpin bangsa di masa mendatang. Walaupun berhasil dan sukses di bidang akademis namun mereka belum lulus di bidang akhlak dan moralitas. Padahal pemuda adalah tumpuan bangsa dan negara di masa mendatang. Namun jika pemuda sudah tidak memiliki akhlak dan moral serta jiwa kepemimpinan, lalu siapa lagi yang akan menjadi pemimpin di masa depan.

Pondok pesantren dinilai sangat efektif sebagai lembaga pendidikan yang mencetak generasi yang berakhlak dan bermoral. Dalam pondok pesantren menerapkan nilai-nilai agama yang memiliki kebenaran mutlak dan berorientasi pada kehidupan ukhrawi.

Pendidikan di pondok pesantren Fadllillah selama 24 jam mendorong santri membiasakan diri disiplin melakukan ibadah baik wajib maupun sunnah. Seperti membaca wirid, sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an dan perilaku -perilaku hasanah, sehingga terbentuklah santri yang taat kepada guru, taat kepada orang tua, taat kepada agama, dan taat berbangsa.

Hal positif di atas seandainya dapat terealiasi secara menyeluruh niscaya akan dapat menciptakan pribadi-pribadi santri yang tangguh, mumpuni, mandiri, dan matang secara profesional. Cita-cita pesantren dalam meneruskan perjuangan

1

(12)

Nabi tentu tidak akan sulit terlaksana. Namun realitanya justru sebaliknya. Ternyata prinsip-prinsip pondok pesantren Fadllillah mulai bergeser dikalangan santri, khususnya para remaja. Pergeseran ini disebabkan kecenderungan mereka mengikuti budaya-budaya luar dalam konteks negatif yang tak sejalan dengan prinsip pesantren. Pelanggaran-pelanggaran atau perilaku negatif santri kerap terjadi karena budaya tersebut. Seperti melihat konser musik, kekerasan fisik (perkelahian), pencurian, pacaran, dan lain-lain. begitu pula cara penampilan mereka yang tidak sedikit mengikuti gaya yang sedang tren dikalangan selebritis, seperti berhias wajah yang berlebihan dengan menggunakan make up, eyeliner, mascara, dan lain-lain. berpakaian yang pres body, belum lagi cara bergaul yang

tidak lagi bersifat tawadhu’ pada guru dan orang-orang sekitarnya, tutur kata yang

kasar, suka urakan dan rendahnya sikap menghormati. Budaya dan etika non-religius seperti itu ditelan mentah-mentah tanpa disikapi secara kritis oleh santriwati.

(13)

tokoh-tokoh pesantren yang telah melampaui masa nyantrinya dengan baik. Usaha apa saja yang mereka lakukan hingga bisa mencapai taraf kesuksesan, baik dari segi intelektual maupun segi kepribadian untuk kemudian dipraktekkan.

B. Rumusan Masalah

Setiap pelaksanaan penelitian pada dasarnya dimulai dari sesuatu yang dianggap sebagai permasalahan yang perlu dicari jawabannya. Adapun dalam penelitian ini, permasalahan-permasalahan tersebut dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk perubahan perilaku santriwati di pondok pesantren Fadllillah Desa Tambak Sumur Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo? 2. Apa yang melatar belakangi perubahan perilaku santriwati di pondok

pesantren Fadllillah Desa Tambak Sumur Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perubahan perilaku santriwati di Pondok Pesantren Fadllillah Desa Tambak Sumur Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

(14)

D. Manfaat Penelitian

Setelah penulis menyelesaikan kajian ilmiah tentang perubahan perilaku santriwati di Pondok Pesantren Fadllillah, diharapkan nantinya dapat berguna bagi dua bidang kajian yaitu:

1. Akademik Ilmiah

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang perubahan perilaku santriwati di pondok pesantren Fadllillah.

b. Untuk menyumbang khazanah ilmu pengetahuan, khususnya tentang pendidikan agama Islam di Indonesia.

2. Sosial Praktis

a. Bagi peneliti, merupakan bahan informasi untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan mengenai perubahan perilaku santriwati di lingkungan Pondok Pesantren Fadllillah.

b. Bagi masyarakat, merupakan hasil pemikiran yang dapat dipakai sebagai tolak ukur kehidupan beragama yang dimiliki oleh masyarakat.

c. Bagi santriwati Ponpes Fadllillah, merupakan langkah yang baik untuk dijadikan bahan perbandingan agar dapat meningkatkan dan menerapkan akhlak yang baik.

E. Definisi Konseptual

(15)

1. Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.

Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.

Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi dua2, yakni :

a. bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),

b. dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit),

Tentunya banyak juga para ahli memiliki pandangan masing-masing tentang Pengertian perilaku ini, berikut daftar pengertian menurut para ahli di bidangnya, salah satunya yaitumSkinner yang merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

(16)

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori

Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

2. Santri

Santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan Ilmu Agama Islam di suatu tempat yang dinamakan Pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.

Menurut bahasa, istilah santri berasal dari bahasa Sanskerta, shastri yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau resi, seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut. Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di Pondok Pesantren, sebagai konsekuensinya ketua Pondok Pesantren memberikan tunjangan kepada santri tersebut.3

Sedangkan santri yang dimaksud peneliti yaitu murid yang tinggal disebuah pondok pesantren dan sepenuhnya mengikuti aturan dan norma-norma yang ada dalam pondok pesantren.

3. Modern

Modern yaitu sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Menurut Prof. Dr. Selo Soemarjan, masyarakat akan mengalami tahap-tahap modernisasi yang terjadi dihadapannya, yaitu dari taraf yang paling rendah ketingkat yang paling tinggi. Tahap-tahap modern itu adalah

3

(17)

(a) Modernisasi tingkat alat: kondisi yang secara umum dialami oleh masyarakat tradisional dengan masuknya peralatan industri maupun konsumsi modern berwujud alat-alat yang menggunakan teknologi tinggi (mobil, penggiling padi, listrik, TV, telephone, dll). Masyarakat pada tahap ini hanya baru bisa memakai peralatan itu sesuai petunjuk manual yang ada, seringkali peralatan yang masuk hanya sebatas pada pemakaian barang-barang konsumsi yang berteknologi tinggi tanpa memperhatikan dampak yang terjadi atas keberadaan dari peralatan itu. Sebagai contoh : kehadiran pesawat TV di pedesaan akan mengubah pola perilaku kehidupan masyarakat. Anak-anak yang terbiasa mengaji di sore hari kemudian lebih memilih nonton TV dari pada berangkat mengaji. Kemudian timbul pro dan kontra terhadap keberadaan TV bagi masyarakat pedesaan.

(b)Modernisasi tingkat lembaga : modernisasi tingkat lembaga ini ditandai dengan masuknya jaringan sistem kerja modern dikalangan masyarakat lokal. Misalnya pasar terbuka yang menerima produk yang dihasilkan oleh industri multi nasional, masuknya bengkel motor atau mobil dengan jaringan suku carang asli dari pihak perakit atau pembuat. Pada tataran kelembagaan modernisasi dapat terjadi dengan masuknya kelembagaan birokrasi modern yang melayani kepentingan negara.

(18)

menambah dengan peralatan lain. pada masa kini, peralatan komputer sudah bisa dinyatakan sebagai peralatan keras yang telah mencapai tingkat modernisasi individu. sebab telah banyak orang yang dapat memperbaiki, merakit, serta memproduksi sendiri.

(d)Modernisasi tingkat inovasi (modernisasi yang bersifat orisinal) : masyarakat pada tingkat inovasi ini memiliki ciri-ciri, dapat menciptakan sendiri barang teknologi yang dibutuhkan maskipun masih harus melalui jaringan kerja dengan masyrakat lain yang lebih luas. Dalam banyak hal masyarakat jenis ini belum tergambar dalam kondisi masyarakat di Indonesia, sebab masyarakat kita masih dalam taraf menikmati barang industri sebatas kebutuhan konsumtif.4

4. Pondok pesantren

Secara etimologi, pesantren berasala dari kata “santri” yang mendapat sufiks atau tambahan secara konfiks, yaitu imbuhan pada

awalan dan akhiran. Jadi tambahannya adalah „pe’ di awalnya dan „an’ pada akhirannya, maka artinya adalah tempat tinggal santri.5

Bila mendengar makna pesantren itu sendiri, maka orientasi secara spontanitas tertuju kepada lembaga pendidikan Islam yang diasuh oleh para kyai atau ulama dengan mengutamakan pendidikan agama dibanding dengan pendidikan umum lainnya.6 Pondok pesantren adalah dua buah kata yang mempunyai satu kesatuan makna. Kata "pondok" berasal dari pengertian asrama-asrama para santri, atau tempat tinggal yang dibuat dan

4

Agus salim, perubahan sosial, (yogyakarta: PT Tiara Wacana yogya, 2002) hal 73

5

Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, LP3Es, Jakarta: 1982, hlm 18

6

(19)

bambu, atau barangkali berasal dan kata Arab Funduk yang berarti hotel atau asrama.

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti Hotel atau Asrama”. Sedangkan menurut Mastuhu, pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.

H.M. Arifin yang mengatakan bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan model asrama (kampus) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sisten pengajaran atau madrasah sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang Kiai dengan ciri- ciri khas yang bersifat kharismatik serta independent dalam segala hal. Sedangkan menurut A.G. Muhaimin Pesantren adalah di mana dimensi eksetorik (penghayatan secara lahir ) Islam yang diajarkan.

(20)

tertua di Indonesia yang mana mempunyai karakteristik khusus yang unik dan menarik baik dalam hal segi manajemen, kurikulum, metode, sarana dan prsarana maupun adat istiadat yang dipeganginya, sehingga dianggap produk yang indigenous.

F. Telaah Pustaka

a. Kajian Pustaka

1. Hakikat Pembentukan dan Perubahan Perilaku

Pada dasarnya perilaku bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Pembentukan sikap sebagian besar dipengaruhi oleh pengalaman. Sikap dapat dinyatakan pila sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sikap dapat berbah karena kondisi atau pengaruh yang diberikan. Sebagai hasil belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan obyek tertentu.7

Menurut Bimo Walgito bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor yaitu:

a) Faktor Internal (individu) yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

7

(21)

b) Faktor Eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.

Faktor-faktor lain yang dapat mengubah sikap adalah: a) Pengaruh sosial seperti norma dan kebudayaan. b) Karakteristik kepribadian individu.

c) Informasi yang selama ini diterima individu. 2. Islam dan Modernisasi

Agama Islam lahir pada abad ke-6 masehi di semenanjung arabia. Pada awal kehadirannya, islam mengalami hambatan kultural karena lahir ditengah masyarakat nomaden dan tidak berperadaban. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, penyebarannya menakjubkan para ahli sejarah. Dalam jangka yang relatif pendek, Islam telah dianut oleh penduduk yang mendiami setengah wilayah dunia.

(22)

Islam memberi tempat pada dua jenis penghayatan keagamaan. Yaitu penghayatan keagamaan pada norma-norma dan aturan-aturan keagaan yang ketat, dan penghayatan keagamaan pada inti keberagamaan dan tujuan beragama.

Nasib agama Islam di zaman modern ini sangat ditentukan oleh sejauh mana kemampuan umat Islam merespon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era modern. Para sarjana sosiologi dan antropologi sejak awal abad ke-18. Mereka tertarik membicarakan bagaimana nasib agama ketika berhadapan dengan modernisasi yang sedang melanda semua masyarakat di dunia ini. Hampir semua sarjana sosiologi menganggap bahwa ketika agama berhadapan dengan modernisasi, ia akan tersisihkan peranannya sebagai legitimasi utama dalam masyarakat, digantikan oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri yang didasarkan pada ilmu pengetahuan.8 3. Tingkat Perubahan Sosial dan Modernisasi

Tingkat perubahan merupakan suatu kecepatan yang dengannya berbagai unsur struktur budaya dan sosial muncul, lenyap, dan diganti oleh unsur-unsur lain. tingkat perubahan sosial yang obyektif, tergantung pada beberapa faktor, yang sama dengan faktor-faktor yang menentukan tingkat penerimaan sistem-sistem sosial terhadap perubahan. Beberapa faktor itu berada di luar

8

(23)

masyarakat, seperti lingkungan fisik, sumber daya alam, atau lokasi geografis dalam hubungannya dengan masyarakat lain. beberapa lagi bersifat kultural, seperti keberadaan dasar pengetahuan keahlian, dan inovasi-inovasi yang baru saja diambil. Semua itu diperhitungkan sebagai agen-agen obyektif, walaupun banyak diantaranya yang relatif kultural.

Obyektivitas dan subyektivitas dalam konteks analisis ini tidak tergantung pada kualitas faktor penghasil perubahan tetapi pada subyek penglihat perubahan. Yang terakhir mungkin adalah pengamat dari luar, seperti seorang ilmuwan atau sejarawan yang mencatat penyebaran inovasi atau suatu perubahan dalam perilaku, atau seorang aktor sosial peserta yang mengalami unsur-unsur baru yang belum diketahui atau belum ada sebelumnya dalam operasi jaringan sosialnya.

Dalam hal yang pertama, mungkin bisa dilakukan pengukuran tingkat perubahan yang obyektif, apakah cepat atau lambat, termasuk seberapa cepat dan seberapa lambat. Pada kasus yang kedua, hanya perasaan subyektif mengenai tingkat perubahan dapat diakui, yaitu mengenai sifatnya yang tiba-tiba ataukah sedikit demi sedikit.

(24)

Momentum ini sebanding dengan tingkat relatif dari perubahan. Diantara kejadian-kejadian perubahan soaial tersebut, modernisasi menempati tempat khusus karena tingkat pembangunan sosialnya yang tinggi, dan bersamaan dengan itu berlangsung terus. Hal ini menjelaskan bahwa modernisasi adalah proses yang unik yang di dalamnya perubahan sosial selalu berada di atas tingkat pemahaman subyektif.

Secara singkat, suatu masyarakat yang sadar akan perubahan dan kemungkinan terjadinya perubahan lebih lanjut, maka akan menyesuaikan diri sehingga mampu menyerap dengan

baik “suatu proses yang mempunyai kompleksitas yang

meningkat”. 9

b. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapun hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian yaitu modernisasi dan perubahan perilaku santriwati. 1. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Zainuddin dimana

melakukan penelitian tentang “perubahan perilaku santri ditengah

masyarakat perkotaan (studi perilaku di pesantren darul lughah kecamatan kota kraksaan kabupaten probolinggo)”. Terdapat dua persoalan yang akan dikaji dalam penelitian tersebut, yaitu pertama, bagaimana perubahan

9

(25)

perilaku santri di pesantren darul lughah wal karomah kecamatan kota kraksaan kabupaten probolinggo dan yang kedua, apa saja faktor penyebab perubahan perilaku santri dipesantren Darul Lughah Wal Karomah Kecamatan Kota Kraksaan Kabupaten Probolinggo.

Dari hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa santri merupakan salah satu generasi penerus ulama dalam menyampaikan syiar agama Islam, sehingga ditengah-tengah masyarakat santri memiliki posisi kemuliaan atau derajat yang tinggi setelah kyai, dalam hal penelitian ini dikhususkan kepada santri darul lughah wal karomah ternyata sudah terpengaruh oleh arus era globalisasi, walaupun pengasuh pondok pesantren darul lughah wal karomah sudah mengantisipasi dengan cara menyaring agar supaya santri mengambil hal yang positif saja dari adanya era globalisasi ini, akan tetapi ternyata masih ada sebagian santri secara tidak sadar terpengaruh oleh arus globalisasi yang bersifat negatif sehingga berpengaruh pula kepada kekarismatikan yang dimiliki oleh seorang santri.

(26)

dikaji yaitu sama-sama meneliti tentang perubahan perilaku santri pada pondok pesantren.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rifqonul Amin, yaitu tentang

“Dampak Modernisasi Terhadap Perubahan Perilaku Etika Anak Kepada

Orang Tua (Penelitian Di Dusun Melangi Nugotirto Gamping Sleman). Di dalamnya membahas tentang modernisasi yang berkembang dan telah memberi dampak kompleks terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pengaruh tersebut lebih tampak di daerah pedesaan atau daerah pinggiran. Seperti yang telah terjadi di Dusun Melangi yang dulunya syarat dengan tatanan kehidupan tradisional. Dusun ini tradisional karena dilatar belakangi oleh adanya silsilah atau keturunan keratin (jawa). Disamping itu mayoritas penduduknya beragama Islam, sehingga lingkungan masyarakat menampakkan suasana yang islami. Tetapi akhir-akhir ini dusun melangi telah mengalami perubahan dalam kehidupannya yang diiringi dengan perkembangan kemajuan diberbagai bidang yang sangat pesat.

(27)

penghormatan terhadap orang tua. Sikap anak mengalami perubahan dalam bertingkah laku, dalam bermain, dalam bergaul, dan dalam berinteraksi dengan orang lain.

Yang membedakan dari penelitian ini dengan penelitian di atas yaitu sasaran penelitian dan tempat penelitiannya. Penelitian yang dilakukan oleh rifqonul amin yaitu mengenai perubahan perilaku anak terhadap orang tua, penelitian ini dilakukan di Dusun Melangi Nogotirto Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Sedangakn dilihat dari persamaan penelitian yang di kaji yaitu sama-sama melakukan penelitian tentang perubahan perilaku pada era modernisasi.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deasi Annisa Rahmadiani,

yaitu tentang “Pengaruh Sinetron Terhadap Perubahan Perilaku Negatif

Remaja di Desa Demangan Siman Ponorogo” di dalamnya mengkaji

pengaruh sinetron dari aspek efektif dan behavioral, hingga faktor-faktor yang menyebabkan perubahan perilaku negatif remaja akibat tayangan sinetron. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa memang adanya faktor-faktor dari tayangan sinetron yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku negatif remaja di Desa Demangan Siman Ponorogo. Ini dibuktikan dengan adanya fakta dan opini dari narasumber yang bersangkutan.

(28)

negatif tersebut. Diantaranya faktor gaya berpakaian, faktor gaya hidup, faktor gaya bahasa, faktor tindakan kriminal, faktor miras, dan pergaulan bebas.

Terdapat perbedaan antara penelitian yang dikaji oleh penulis dengan penelitian yang dikaji oleh Deasi Annisa Rahmadiani, diantaranya yaitu lokasi dan sasaran penelitian. Peneliti mengkaji tentang modernisasi dan perubahan perilaku santriwati di pondok pesantren Fadllillah Tambak Sumur Waru Sidoarjo, sedangkan penelitian yang dilakukan Deasi Annisa Rahmadiani yaitu mengkaji tentang pengaruh sinetron terhadap perubahan perilaku negatif remaja di Desa Demangan Siman Ponorogo.

G. Metode penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif disefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia.

Definisi diatas menunjukkan beberapa kata kunci dalam penelitian kualitatif, yaitu : proses, pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan manusia. Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam penelitian kualitatif, oleh karena itu dalam melaksanakan penelitian, peneliti lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir.10

10

(29)

Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci11

Ada lima ciri pokok karakteristik metode penelitian kualitatif yaitu:

a. Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data b. Memiliki sifat deskriptif analitik

c. Tekanan pada proses bukan hasil d. Bersifat induktif

e. Mengutamakan makna

2. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di pondok pesantren Fadllillah di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo. Bagi peneliti, lokasi tersebut tepat untuk dijadikan obyek penelitian dikarenakan banyak fenomena menarik yang dapat dikaji terkait moral santriwati yang kian memburuk pada era modernisasi. dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini mampu menjelaskan lebih dalam realita yang terjadi di kalangan santriwati pondok pesantren Fadllillah. Adapun penelitian dilakukan pada tanggal 15 Mei 2016 hingga 10 Juni 2016.

(30)

3. Pemilihan subyek penelitian

Sasaran penelitian yang akan dilakukan adalah santriwati dan ustadzah yang ada di pondok pesantren Fadllillah Tambak Sumur Waru Sidoarjo.

Tabel 1.1

Daftar Informan

No Nama Jabatan Keterangan

1 Jauharotul Amriah S.Pd.i Ustadzah Guru BK (kepengasuhan) 2 Dewanti Nur Cahyanti Ustadzah Pembimbing bagian

keputrian

3 Latifa Nurul I Ustadzah Pembimbing bagian

pengajaran

4 Nur Lailatul Hidayah Ustadzah Pembimbing bagian keamanan

5 Ayu Nur Apriliani Santriwati Ketua OPPF (organisasi pondok pesantren Fadllillah) 6 Zian Nikhlatul Bachri Santriwati Anggota OPPF bagian

keputrian

7 Roudlotul Fikriah Santriwati Anggota OPPF bagian pengajaran

8 Siti Nur Aisyah Santriwati Anggota OPPF bagian keamanan

9 Azuma Alkarimah Santriwati Santriwati kelas 10

(31)

4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian tentang Perubahan Perilaku Santriwati Pada Era Modern Di Pondok Pesantren Fadllillah diperlukan langkah-langkah penelitian sebagai berikut12:

a. Melakukan diskusi intensif

Langkah ini adalah langkah pertama yang akan dilakukan pra-penelitian. Diskusi secara intensif yang dilakukan di kelas dengan cara mengumpulkan berbagai pendapat dan gagasan mengenai cara-cara yang tepat dalam melakukan penelitian. Langkah ini penting supaya semua yang terlibat dalam penelitian mempunyai pengetahuan dan orientasi yang jelas ketika terjun di lokasi penelitian.

b. Melihat Fenomena

Melihat karakter santriwati pada zaman modern saat ini yang begitu memprihatinkan, sehingga berdampak pada sosial masyarakat dan masa depan individu santriwati, sehingga peneliti memiliki tujan untuk membuktikan dan menarik hipotesa mengenai objek penelitian Perubahan Perilaku Santriwati Pada Era Modern Di Pondok Pesantren Fadllillah di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo.

c.

Melakukan penulisan proposal

Langkah selanjutnya adalah menulis proposal penelitian. Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi tentang rencana kegiatan penelitian di pondok Pesantren Fadllillah secara lengkap,

12

(32)

jelas, singkat, dan mudah dimengerti sebagai bahan pertimbangan bagi pihak yang memberikan persetujuan atas kegiatan penelitian yang diusulkan.

d. Melakukan perizinan kepada pihak podok pesantren.

Sementara langkah keempat adalah melakukan perizinan kepada pihak pondok pesantren. Langkah ini merupakan syarat utama bagaimana penelitian tentang perubahan perilaku santriwati di Pondok Pesantren Fadllillah dapat berjalan lancar tanpa larangan dari pihak pondok pesantren sendiri.

e. Melakukan Penelitian

Langkah ini merupakan inti dari kegiatan penelitian yang akan dilakukan, yang bertujuan untuk mencari, memperoleh dan menganalisa data yang telah diperoleh dari terjun lapangan untuk penelitian.

f. Melakukan Penulisan Laporan

Setelah memperoleh dan menganalisa data yang didapat dari penelitian lapangan, pada langkah ini dilakukan penulisan laporan secara deskriptif-interpretatif.

5. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian tentang perubahan perilaku santriwati pada era modernisasi ini , data dari subyek penelitian dikumpulkan melalui :

a. Observasi

(33)

mata dan telinga sendiri untuk mengetahui karakteristik masyarakat atau remaja yang akan dijadikan sebagai informan penelitian.

Karakteristik yang dimaksud adalah bagaimana karakter santriwati dalam kehidupan sosial sehari-hari. Karakter disini adalah khusunya yang berkaitan dengan perubahan perilaku santriwati pada era modern di podok pesantren Fadllillah.

b. Wawancara

Proses menggali data terhadap informan dengan menggunakan pedoman wawancara terbuka dan disertai dengan wawancara lebih mendalam terhadap informan (indepth interview). Wawancara yang dilakukan lebih menyerupai suatu dialog antara peneliti dan subyek penelitian yang dilakukan dengan suasana keakraban dan santai dengan menggunakan pedoman wawancara atau guide interview. Dimana dalam proses wawancara peneliti menyesuaikan lokasi wawancara sesuai keinginan informan. Dengan cara ini dapat menggali sebanyak mungkin informasi sehingga memperoleh gambaran yang sejelas-jelasnya dan lebih memungkinkan mendapatkan info yang unik dan jujur.

(34)

proses wawancara peneliti menggunakan media handphone dan kamera digital sebagai media untuk merekam hasil wawancara serta mengabadikan suatu realitas yang terjadi di lapangan sehingga hasil wawancara dapat terekam dengan baik, dan peneliti memiliki bukti telah melakukan wawancara kepada informan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu merupakan cara pencarian data di lapangan yang berbentuk gambar, berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan, foto-foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Dokumentasi ini untuk membuktikan secara nyata bahwasanya terdapat perubahan perilaku santriwati pada era modern di pondok pesantren Fadllillah.

6. Teknik analisis data

Pada tahap analisis data terdapat tiga langkah untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan yaitu:13

1. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan studi.

2. Penyajian data (data display) yaitu deskripsi dalam bentuk teks naratif berdasarkan kumpulan informasi tersusun yang

13

(35)

memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verification), mencari makna dari setiap gejala yang diperolehnya di lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dan proposisi. Selama penelitian masih berlangsung, setiap kesimpulan yang ditetapkan akan terus-menerus di verifikasi hingga benar-benar diperoleh konklusi yang valid dan kokoh.

Dengan tiga langkah analisis data tersebut memudahkan peneliti untuk menganalisis data dari informan. Peneliti juga menggunakan kategorisasi untuk mengklasifikasikan data-data kunci sehingga bisa lebih mudah untuk menarik kesimpulan hasil penelitian. Kategorisasi data yang tersebut dalam bentuk tabel dimana jawaban informan di kategorikan menurut konsep-konsep penelitian yang terpenting.

7. Teknik pemeriksaan keabsahan data

(36)

jawabkan. Agar data yang diperoleh benar-benar valid maka informasi yang telah diperoleh dari satu informan dicoba untuk ditanyakan kembali kepada informan yang lain dalam beberapa kesempatan dan waktu yang berbeda. Proses ini mengikuti apa yang dikemukakan oleh Moleong yaitu teknik member check (pengecekan anggota). Dengan kata lain peneliti melakukan cross check mempertanyakan pertanyaan yang sama dengan informan yang berbeda hingga informasi yang diperoleh menjadi sama atau memiliki kemiripan.

H. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini akan dilaporkan dalam sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Dalam bab pendahuluan peneliti memberikan gambaran tentang latar belakang masalah yang hendak diteliti. Setelah itu menentukan rumusan masalah dalam penelitian tersebut. Serta menyertakan tujuan dan manfaat penelitian.

Bab II Kajian Teori

(37)

Bab III Penyajian dan Analisis Data

Dalam bab ini penyajian data dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

a. Deskripsi Umum Objek Penelitian

Dalam bagian ini objek penelitian harus di paparkan, peneliti akan memberikan gambaran tentang berbagai hal misalnya letak geografis desa Tambak Sumur, suasana sehari-hari yang dilakukan oleh para santriwati pondok pesantren Fadllillah.

b. Deskripsi Hasil Penelitian

Dalam bagian ini di paparkan mengenai data dan fakta objek penelitian dan menjawab dari rumusan masalah yang ada yang di dasarkan atas hasil pengamatan, wawancara, dokumentasi, dan lain-lain.

c. Analisis Data

Dalam bagian ini yaitu tentang pemaparan temuan yang di dapat dan melakukan konfirmasi dengan teori yang telah ada.

Bab VI Penutup

(38)

BAB II

TEORI BEHAVIORAL SOSIOLOGI-BURRHUS FREDERIC SKINNER

A. Sejarah Hidup Burrhus Frederic Skinner

Burrhus Frederic Skinner (B.F. Skinner) lahir di Susquehanna, Pennsylvania, pada tanggal 20 Maret 1904. Ia merupakan anak pertama dari pasangan William Skinner dan Grace Mange Burrhus Skinner. Ayahnya adalah seorang pengacara dan seorang politisi, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga. Skinner tumbuh dalam suasana dan lingkungan yang nyaman, bahagia, dan dengan derajat ekonomi keluarga menengah ke atas. Orang tuanya menerapkan nilai-nilai kesederhanaan, kebaktian, kejujuran, dan kerja keras dalam menjalani kehidupan. Keluarga skinner adalah orang-orang gereja, namun Skinner pernah hampir kehilangan kepercayaan terhadap agama ketika masih duduk di bangku sekolah menengah. dan kemudian ia tidak menjalankan atau mengikuti agama apapun.1

Ketika berusia 2 setengah tahun, adiknya, Edward yang biasa disapa Ebbie lahir. Skinner merasa bahwa adiknya lebih disayang oleh kedua orang tuanya. Namun, ia tidak merasa kehilangan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Pada tahun pertama Skinner di perguruan tinggi, adiknya, Ebbie meninggal dunia. Sejak saat itu kedua orang tuanya menjadi progresif dan sulit memberikan izin kepada Skinner untuk bepergian. Mereka menginginkan Skinner menjadi anak rumahan “The Family Boy” saja. Dengan sungguh-sungguh kedua orang tuanya

1

(39)

sukses menjalankan kewajiban dengan menjaga kestabilan keuangan Skinner, bahkan hingga ia menjadi seorang psikologi terkemuka di Amerika.

Pada tahun pertama, Skinner tertarik untuk menjadi seorang penulis profesional, dengan tujuan atau cita-citanya mempublikasikan Walden Two ketika ia mulai berusia 40 tahun. Ketika Skinner tamat dari sekolah menengah, keluarganya pindah ke Scranton, Pennsylvania. Dan hampir dengan seketika Skinner masuk ke Peguruan Tinggi Hamilton, sebuah sekolah kesenian liberal di Clinton, New York. Setelah mendapatkan gelar sarjana muda di Inggris, Skinner menyadari ambisinya untuk menjadi seorang penulis yang kreatif.

Skinner memberi tahu ayahnya bahwa ia berkeinginan untuk menghabiskan waktu satu tahun dengan tanpa bekerja di rumah kecuali menulis. Dengan alasan akan kebutuhan untuk membangun/membentuk kehidupan, ayahnya (William Skinner) dengan terpaksa mendukung skinner selama satu tahun ini, dengan kondisi atau alternatif skinner akan mendapatkan pekerjaan yang lain jika karir menulisnya tidak sukses. Namun, datang sebuah surat pemberi harapan dari Robert Frost, dengan suratya ia memberikan harapan kepada Skinner untuk menjadi seorang penulis karena ia telah membaca tulisan-tulisan Skinner.2

Skinner pun kembali ke rumah orang tuanya di Scranton, belajar di loteng dan mulai menulis dari pagi hari. Namun, usahanya tidak produktif karena ia malah tidak memiliki ide untuk disampaikan dan dituangkan dalam

tulisan-tulisannya. Hingga satu tahun itu disebut sebagai “Tahun Kegelapan” bagi

(40)

Skinner. Tahun kegelapan tersebut memberikan gambarana akan kuatnya kebimbangan identitas hidup Skinner, dan ini bukanlah kirisis identitas yang terakhir bagi Skinner.

Di akhir tahun kegelapannya yang berlangsung selama 18 bulan, Skinner dihadapi dengan permintaan untuk mencari pekerjaan baru. Psikologi pun memberinya isyarat. Setelah membaca beberapa karya Watson dan Pavlov, ia memutuskan untuk menjadi seorang behavioris. Ia pun tidak pernah ragu terhadap keputusannya tersebut dan dengan kesungguhan hati menerjunkan dirinya ke dalam behaviorisme radikal.

Meskipun Skinner tidak pernah mengambil pendidikan sarjana psikologi, Harvard menerimanya sebagai mahasiswa lulusan psikologi. Setelah mendapatkan gelar Ph.D pada tahun 1931, Skinner menerima beasiswa dari Dewan Penelitian Nasional untuk melanjutkan penelitian laboratoriumnya di Harvard. Skinner pun menjadi pecaya diri dengan identitasnya sebagai seorang behavioris. Ia juga membuat garis besar cita-cita/tujuannya dalam 30 tahun ke depan. Dalam rencananya, Skinner juga terus mengingatkan dirinya untuk benar-benar taat dan sungguh-sungguh dalam mendalami metodologi behavioristik. Di tahun 1960, Skinner telah berhasil mewujudkan fase terpenting dalam rencananya.3

Pada tahun, 1936, Skinner mulai mendapatkan posisi atau kedudukan pada pengajaran dan penelitian di Universitas Minnesota. Sesaat setelah pindah ke Minneapolis, ia memiliki seorang kekasih dengan masa pacaran yang pendek dan

3

(41)

tidak menentu. Hingga ia kemudian menikah dengan Yvonne Blue. Skinner mempunyai 2 orang anak, yaitu Julie yang lahir pada tahun 1938 dan Deborah (Debbie) yang lahir pada tahun 1944. Dalam tahun-tahunnya di Minnesota, Skinner menerbitkan buku pertamanya yang berjudul The Behavior of Organisms (1938).

Di usiannya yang ke-40 tahun, Skinner masih bergantung kepada bantuan keuangan dari ayahnya untuk berjuang dalam ketidak berhasilannya menulis buku mengenai perilaku lisan (Behavior Verbal). Karena ia tidak sepenuhnya terlepas

dari “Tahun Kegelapan” dalam 20 tahun pertama. Meski Skinner menjadi sukses

dan menjadi seorang behavioris terkemuka, ia lamban dalam mengatur dan menghasilkan keuangannya sendiri. Dengan model kekanak-kanakan, ia mengijinkan orang tuanya untuk membayar mobil, liburan, pendidikan anak-anaknya di sekolah, bahkan rumah untuk keluarganya.4

Ketika Skinner masih menuntut ilmu di Universitas Minnesota, ayahnya memberikan penawaran kepada Skinner, bahwa ia akan membayar gaji sekolah musim panasnya jika ia terlebih dahulu mengajar selama musim panas dan membawa istri serta kedua anaknya ke Scranton. Skinner pun menerima tawaran dari ayahnya untuk pindah ke Scranton serta untuk kembali menulis. Namun, buku yang ia tulis masih belum dapat diselesaikan juga hingga beberapa tahun mendatang.

(42)

Pada tahun 1945, Skinner meninggalkan Minnesota untuk mengetuai/mengepalai sebuah Departemen Psikologi di Universitas Indiana, sebuah pilihan yang menjadikannya lebih frustasi karena tugas-tugas administifnya menjemukan, ditambah Skinner belum merasakan pengetahuan dan pengalaman akan psikologi itu sendiri. Namun, istrinya memiliki perasaan atau anggapan yang bertentangan dengan Skinner. Ia beranggapan bahwa meskipun begitu, krisis pribadi Skinner akan segera berkahir dan karir profesionalnya pun akan datang.

B. Paradigma Perilaku Sosial

Paradigma perilaku sosial dikembangkan oleh B.F. Skiner dengan meminjam pendekatan behaviorisme dari ilmu psikologi. Ia sangat kecewa dengan dua paradigma sebelumnya karena dinilai tidak ilmiah, dan dianggap bernuansa mistis. Menurutnya, obyek studi yang konkret-realistik itu adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan perulangannya (behavioral of man and contingencies of reinforcement). Skinner juga berusaha menghilangkan konsep volunterisme Parson dari dalam ilmu sosial, khususnya sosiologi. Yang tergabung dalam paradigma ini adalah Teori Behavioral Sociology dan Teori Exchange.

Teori Behavioral Sociology dan Teori Exchange adalah pendukung utama

“behaviorisme sosial” ini. Sosiologi model ini menekuni „perilaku individu yang

tak terpikirkan’. Fokus utamanya pada rewards sebagai stimulus berperilaku –

(43)

paradigma perilaku sosial menggunakan metode eksperimen.Ada dua teori yang

masuk dalam “behaviorisme sosial”, yakni; sociology behavioral, dan teori

pertukaran.5

Ketiga paradigma di atas memang menjadi dominan dalam kajian sosiologi. Tapi, untuk mempermudah bayangan kita tentang mana pendekatan yang utama maka di sini akan dibahas analisis Habermas dalam membagi paradigma ilmu-ilmu sosial, termasuk juga kategori sosiologis. Pertama, paradigma instrumental. Dalam paradigma “instrumental” ini, pengetahuan lebih dimaksudkan untuk menaklukkan dan mendominasi obyeknya. Paradigma ini sesungguhnya adalah paradigma positivisme, atau dekat dengan paradigma fungsional.

Positivisme adalah aliran filsafat dalam ilmu sosial yang mengambil cara kerja ilmu alam dalam menguasai benda, dengan kepercayaan pada universalisme dan generalisasi. Untuk itulah, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dengan nilai (value) agar didapati suatu pemahaman yang obyektif atas realitas sosial. Kedua, paradigma intepretatif. Dasar dalam paradigma ini adalah fenomenologi dan herme neutik, yaitu tradisi filsafat yang lebih menekankan pada minat yang

besar untuk memahami. Semboyannya adalah “biarkan fakta berbicara atas nama

dirinya sendiri”.

Yang ingin dicapai hanya memahami secara sungguh-sungguh, tapi tidak sampai pada upaya untuk melakukan pembebasan. Prinsipnya tetapi bebas nilai,

5

(44)

walaupun kelompok paradigma ini kontra dengan positivisme. Ketiga, paradigma kritik. Paradigma ini lebih dipahami sebagai proses katalisasi untuk membebaskan manusia dari segenap ketidakadilan. Prinsipnya sudah tidak lagi bebas nilai, dan melihat realitas sosial menurut perspektif kesejarahan (historisitas). Paradigma ini menempatkan rakyat atau manusia sebagai subyek utama yang perlu dicermati dan diperjuangkan.

Menurut paradigm perilaku social, pemikiran yang memutuskan perhatian pada system atau setruktur social, seperti yang berlangsung dalam paradigma Fakta Social, dapat mengalihkan perhatian kita dari tingkah laku sebenarnya manusia. Sebab system atau setruktur itu adalah sesuatu yang jauh dari realitas social. Begitu juga pengagungan individu-individu manusia dengan menyatakan bahwa tindakan manusia adalah hasil dari kreatifitas yang bersumber dari diri manusia, seperti yang disodorkan oleh paradigm Definisi Sosial, merupakan pandangan yang bersifat subyektif dan aspeknya sangant psikologis, sehingga menjauhkan sosiologi dari dunua empiris. Jadi kedua paradigm ini menjauhkan sosiologi dari tingkah laku atau perilaku yang diimbulkan oleh interaksi social yang terdapat dalam lingkungan pergaulan masyarakat.

Menurut paradigma Perilaku Social, interaksi social menduduki posisi yang sangat penting dalam suatu komunitas karena selalu menimbulkan perilaku dan perubahan perilaku berikutnya. Tetapi secara konseptual perilaku di sini harus dibedakan dengan perilaku menurut paradigma Definisi Sosial yang memposisikan manusia sebagai actor yang mempunyai kekuatan kreatif.6

6

(45)

Dalam paradigma Perilaku Social, individu kurang memiliki kebebasan dalam tingkah laku. Tingkah lakunya itu di tentukan oleh stimulus dari luar dirinya. Jadi dibandingkan dengan pandangan paradigma Definisi Sosial, tingkah laku manusia menurut paradigma ini lebih bersifat mekanik. Mengenai pandangan paradigm Fakta Social bahwa tindakan manusia ditentukan oleh system atau setruktur social di luar diri manusia, paradigm Perilaku Social mengakui adanya penagruh itu tetapi tidak dominan. Yang penting sejauh mana pengaruh itu tetapi menimbulkan perilaku berikutnya.

Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada antar hubungan antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan itu terdiri atas 7

a) Bermacam-macam obyek sosial. b) Bermacam-macam obyek non sosial

Prinsip yang mengasai antar hubungan indifidu dengan obyek sosial adalah sama dengan prinsip yang menguasai hubungan antara individu dengan obyek non sosial.

Secara singkat pokok persoalan sosiologi menurut paradigma ini adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku.

C. Reinforcement

(46)

Behavioral sociology di bangun dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip psikologi perilaku ke dalam sosiologi. Teroi ini memusatkan perhatiaannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Akibat-akibat tingkah laku diperlakukan sebagai variabel independen. Ini berarti bahwa teori ini berusaha menerangkan tingkah laku yang terjadi itu melalui akibat-akibat yang mengikutinya kemudian. Jadi nyata secara metafisik ia mencoba menerangkan tingkah laku yang terjadi di masa sekarang melalui kemungkinan akibatnya yang terjadi di masa yang akan datang. Yang menarik perhatian behavioral sociology adalah hubungan historis antara akibat tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku yang terjadi sekarang. Akibat dari tingkah laku yang terjadi di masa lalu mempengaruhi tingkah laku yang terjadi di masa sekarang. Dengan mengetahui apa yang di peroleh dari suatu tingkah laku nyata di masa lalu akan dapat diramalkan apakah seseorang aktor akan bertingkah laku yang sama(mengulanginya) dalam situasi sekarang.

Konsep dasar Behavior sosiology yang menjadi pemahamannya

adalah “reinforcement” yang dapat diartikan sebagai ganjaran. Tidak ada

sesuatu yang melekat dalam obyek yang dapat menimbulkan ganjaran. Perulangan tingkah laku tidak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap perilaku itu sendiri. Perulangan dirumuskan dalam pengertiannya terhadap aktor. Sesuatu ganjaran yang tidak membawa pengaruh terhadap aktor tidak akan diulang.8

Contoh yang sederhana adalah tentang makanan. Makanan dapat dinyatakan sebagai ganjaran yang umum dalam masyarakat yang umum. Tapi bila

8

(47)

seseorang sedang tidak lapar maka makan tidak akan di ulang. Lalu apakah sebenarnya yang menentukan: apakah ganjaran yang akan diperoleh itu yang menyebabkan perulangan tingkah laku? Bila aktor telah kehabisan makan, maka ia akan lapar adan makanan akan berfungsi sebagai pemaksa. Sebaliknya bila ia baru saja makan, tingkat kerugiannya menurun sehingga makanan tidak lagi menjadi pemaksa yang efektif terhadap perulangan tingkah laku.

D. Tingkah Laku Manusia Dipengaruhi Oleh Lingkungannya

Filsafat Behaviourisme Skinner ini bersifat saintifik, sekalipun sering disebut saintifik radikal. Dia ingin menemukan pola-pola hubungan antara kelas-kelas kejadian yang dapat diamati sehingga pola sebab-musabab bisa dipastikan. Dalam karya beyond freedomand dignity, skinner memperlihatkan dirinya bukan saja sebagai seorang ahli sains yang cemerlang, dan sebagai pengikut suatu aliran tertentu dalam mencetak karya-karya ilmiah, namun dia juga memperlihatkan kebolehannya sebagai seorang ahli filsafat yang sangat kualifaid dibidang pengetahuan mengenai manusia. Ini tidaklah mengherankan karena tema-tema yang diutarakannya adalah hal-hal yang diperolehnya di laboratorium psikologi.

(48)

dilihat sebagai fungsi dari keadaan-keadaan lingkungannya. Dalam hal ini Skinner berkata9:

Ia sesungguhnya ditentukan oleh lingkungan sekitarnya, tetapi kita perlu mengingat bahwa lingkungan itu adalah lingkungan ciptaannya sendiri. Evolusi budaya adalah satu latihan raksasa mengenai kontrol diri. Kita belum melihat apa yang dapat diperlukan oleh manusia atas manusia sendiri.

Di antara bidang-bidang psikologi sosial yang sangat dipengaruhi oleh skinner sekarang ini adalah bidang kepercayaan dan sikap. Sekilas terlihat bahwa pendekatan behaviorisme seolah-olah tidak memiliki tempat di sini. Sikap selalu dilihat dalam kerangka psikologi kognitif. Dan tidak dapat dilihat dari sudut behaviorisme. Soalnya adalah bagaimana sikap itu dipelajari? Bukankah melalui pengukuhan sosial? Dan seorang ahli behaviourisme ini akan mempertahankannya dengan menjelaskan bahwa perubahan dapat dilihat dari sudut sosiologi.

9

(49)

BAB III

PERUBAHAN PERILAKU SANTRIWATI PADA ERA MODERN DI

PONDOK PESANTREN FADLLILLAH

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di Pondok Pesantren Fadllillah Tambak Sumur Waru Sidoarjo. Menurut peneliti terdapat beberapa fenomena yang patut untuk dikaji dan layak untuk dijadikan penelitian dikarenakan banyaknya pelanggaran yang dilakukan santriwati dalam menjalankan aturan kedisiplinan pondok pesantren dan perilaku santriwati yang kian hari kian memburuk. Kajian ini sangat menarik untuk dijadikan bahan penelitian terkait krisis akhlaq yang terjadi pada remaja saat ini, dan dapat dijadikan pedoman oleh para pendidik sebagai pengetahuan mengenai faktor dan bentuk perubahan perilaku santriwati di era modern. Disamping itu penulis juga dapat memperoleh gambaran yang kongkrit tentang keadaan keseluruhan obyek penelitian.

1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Fadllillah

(50)

Pondok Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan yang dapat mencerminkan sistem pendidikan terpadu; yakni TRI PUSAT PENDIDIKAN, yang mana Madrasah Tsanawiyah. Sebagai pendidikan formal dan pesantren sebagai rumah tempat tinggal siswa serta suasana kehidupan pesantren sebagai lingkungan yang dapat membentuk kepribadian siswa. Oleh karena itu pondok pesantren menyelenggarakan sistem pendidikan tersebut sebagai alternatif lembaga pendidikan yang dapat menyumbangkan “ Kader-Kader Umat ” untuk Agama, Negara dan Bangsa. Maka dengan didirikannya MTs. Fadllillah ini diharapkan :

a. Membantu pemerintah ikut serta dalam menyelenggarakan pendidikan, khususnya bagi santri dan masyarakat sekitar pondok pesantren.

b. Sebagai wujud pendidikan formal sebagai fasilitas anak didik untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi bila telah selesai pendidikannya di Pondok Pesantren Fadllillah.

c. Menciptakan sarana pendidikan bagi lulusan SD/MI dalam lingkungan pondok pesantren.

(51)

Tsanawiyah juga memuat 100%, sehingga alokasi jam belajar dimulai dari jam 07.00 sampai jam 14.50 sore hari dengan jumlah IX ( Sembilan ) jam pelajaran.

Motto pondok pesantren Fadllillah yang pertama yaitu berbudi tinggi, berbudi tinggi adalah berakhlaq baik atau memiliki akhlaqul karimah. Santriwati wajib memiliki akhlaqul karimah dikarenakan akhlaq merupakan mahkota yang wajib dimiliki oleh setiap manusia, terutama seorang muslim. Maka santriwati yang tidak berprestasi namun memiliki akhlaqul karimah jauh lebih baik dari santriwati yang berprestasi namun tidak memiliki akhlaqul karimah.

Yang kedua yaitu berbadan sehat, disini diartikan seorang santri harus sehat dari segi jasmani dan rohani, tidak mudah sakit, tidak malas dan tidak mudah putus asa. Yang ketiga adalah berpengetahuan luas, seorang santri wajib memiliki pengetahuan yang luas dengan rajin belajar, aktif bertanya dan suka membaca. Motto pondok yang ke empat yaitu berfikiran bebas, berfikiran bebas diartikan seorang santri bebas mengembangkan bakat masing-masing tanpa ada paksaan untuk menjadi ini dan itu. misalnya menuntut santri untuk menjadi seorang kyai padahal dia berbakat di bidang seni lukis dan ingin mengembangkan potensi tersebut.

(52)

hidup di pondok belajar menerapkan kesederhanaan, jika jiwa kesederhanaan melekat pada santri-santri, maka akan hilang sifat sombongnya.

Selanjutnya adalah berdikari, dapat diartikan berdiri di atas kaki sendiri. Para santri diwajibkan untuk hidup mandiri dalam segala hal, menyelesaikan masalah sendiri, mengurus dirinya sendiri tanpa merepotkan orang lain, terlebih orang tua. Yang ke empat adalah ukhuah islamiah, semua santri bersaudara antara satu dengan yang lainnya berdasarkan kesamaan akidah islam. Yang terakhir yaitu bebas, seorang santri diberi kebebasan untuk menentukan arah tujuan hidupnya masing-masing setelah lulus.

2. Profil KH. Abdul Ghoni

Pada tahun 1940, di Desa Cacap kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo hadirlah K.H. Abdul Ghoni sebagai seorang guru ngaji yang sangat peduli terhadap masyarakat, dimana masyarakat pada waktu itu sangat sulit untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang baik dan layak. Terlebih pendidikan agama Islam yang dianggap oleh penjajah sebagai agama yang ekstrim dan sangat fundamentalis, sehingga dapat mengganggu kelangsungan dan kelestarian penjajahan.

Disitulah peran beliau mulai dirasa oleh masyarakat sekitar. Selain ikut

berjuang dalam laskar hisbullah, yang didirikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari untuk

(53)

sendiri, akan tetapi dalam menegakkan kebenaran beliau didampingi oleh seorang kyai yang bernama kyai Hamim, yang sehari-harinya dipanggil dengan nama Mbah Cokro. Beliau adalah seorang guru spiritual yang alim dan memiliki kelebihan atau kekaromahan yang luar biasa.

Karena perkembangan pembangunan lapangan juanda yang mengharuskan warga Cacap pindah, maka pada tahun 1959 K.H. Abdul Ghoni pindah ke desa tambak sumur-Waru. Meskipun beliau hidup di lingkungan yang baru beliau tidak berhenti dalam perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan ajaran islam. Untuk itu beliau bersama istri tercintanya yang bernama Nyai Asyrifah. Beliau mulai mengajarkan Al-Qur’an di surau kecil yang berada di pinggir sungai desa Tambak Sumur, yang sampai saat ini masih ada dan dipakai oleh masyarakat dengan komunitas yang kecil. Pengajaran Al-Qur’an berlangsung lama hingga masa GESTAPU atau zaman KPI. Karena kondisi yang kurang mendukung, maka pada tahun 1968 proses pendidikan dan pengajaran dipindahkan ke rumah beliau hingga sampai sekarang diteruskan oleh putra-putri dan cucu-cucu beliau.

Demi kelangsungan cita-cita beliau untuk mengembangkan ajarannya tersebut, maka pada tahun 1979 beliau memberangkatkan putranya yang ketujuh

yang bernama Ja’far Shodiq ke kota ponorogo untuk memperdalam ilmu agama

(54)

memunculkan gagasan untuk mendirikan suatu lembaga pendidikan di daerah waru yang sistem pendidikan dan pengajarannya sama dengan gontor yang kini

disebut Pondok Pesantren Fadllillah yang dipimpin oleh Drs. K.H. Ja’far Shodiq

yaitu anak dari K.H. Abdul Ghoni.1

3. Visi, Misi dan Tujuan

a. Visi Pondok Pesantren Fadllillah

Visi adalah gambaran sekolah yang ingin dicita-citakan di masa depan. Visi merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan dimasa yang akan datang. Visi harus berorientasi pada tujuan pendidikan dasar dan tujuan pendidikan nasional. Berpedoman pada pengertian diatas, maka visi Pondok Pesantren Fadllillah Terbentuknya insan yang berbudi tinggi, berpengetahuan luas, berbadan sehat dan

berfikiran bebas ”.

b. Misi Pondok Pesantren Fadllillah

Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada kualitas baik secara keilmuan, maupun secara moral dan sosial sehingga mampu menyiapkan dan mengembangkan sumber daya insani yang unggul di bidang ilmu pengetahuan, iman dan taqwa. Sedangkan misi dari penyelenggaraan pengajaran dan pendidikan di Pondok Pesantren Fadllillah Tambak Sumur Waru adalah Meningkatkan penerapan

1

(55)

manajemen partisipatif, Menumbuhkembangkan semangat keunggulan dalam bidang agama, budaya, ilmu pengetahuan, tekhnologi dan ketrampilan di seluruh civitas akademika, Meningkatkan kedisiplinan dan tanggung jawab stakeholer

madrasah, Mengotimalkan potensi siswa dengan pembelajaran dan bimbingan yang insentif, Meningkatkan kesejahteraan Sumber Daya Manusia (SDM) secara menyeluruh. Melengkapi dan mengoptimalkan pemanfaatan sarana prasarana pembelajaran, Membina dan mengembangkan kerjasama dengan lingkungan, Mengoptimalkan penghayatan terhadap nilai-nilai agama untuk dijadikan sumber kearifan bertindak.

Dengan demikian, misi meyelenggarakan pendidikan dan pengajaran adalah berorientasi pada kwalitas baik secara keilmuan, maupun secara moral dan sosial, sehingga mampu menyiapkan dan mengembangkan sumber daya insani yang ber-Akhlaqul Karimah, berpengetahuan luas, berbadan sehat dan berfikiran bebas.

c. Tujuan Pondok Pesantren Fadllillah

(56)

jujur, Unggul dalam bidang keilmuan, khususnya ilmu agama. Tujuan luhur pondok pesantren Fadllillah desempurnakan dengan penanaman motto dan pancajiwa terhadap pesertadidik. Sehingga pesertadidik memiliki karakter dan akhlaqul karimah.

d. Target dan Strategi Pondok Pesantren a. Target

Target penyelenggaraan pengajaran dan pendidikan di Pondok Pesantren Fadllillah Waru Sidoarjo adalah sebagai berikut:

1) Diterimanya lulusan MTs/MA Fadllillah di sekolah negeri maupun swasta yang berkualitas.

2) Terciptanya kehidupan yang religius di lingkungan madrasah yang diperlihatkan dengan perilaku ikhlas, mandiri dan sederhana, ukhuwah dan kebebasan berkreasi.

b. Strategi

Strategi yang dilakukan di MTs/MA Fadllillah untuk tercapainya target yang dicanangkan adalah sebagai berikut:

1) Menciptakan suasana kehidupan yang kreatif, inovatif, apresiatif, sehat, senang dan religius.

2) Menyiapkan tenaga pendidik yang professional dan mau ikhlas beramal.

(57)

4) Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang representatif. 5) Melakukan study banding ke madrasah atau sekolah lain.

6) Mengembangkan proses pembelajaran dan mengantisipasi era otonomi daerah dan persaingan global.

7) Mengadakan kerjasama pendidikan dengan berbagai pihak terkait. 8) Menyediakan perpustakaan yang memadai.

9) Mengadakan/ mengikutsertakan pelatihan berkala bagi guru dan karyawan.

4. Keadaan guru dan siswa

a. Keadaan guru MTs/MA Fadllillah Waru Sidoarjo

Tenaga pengajar yang dimiliki MTs/MA Fadllillah berasal dari alumni pondok pesantren Fadllillah sendiri, guru-guru dari alumni pondok pessantren Gontor Ponorogo dan guru-guru pengajar matapelajaran umum. Hampir semua pengajar MTs/MA Fadllillah alumni pondok pesantren, hal ini dikarenakan MTs/MA Fadllillah tidak hanya mengutamakan pengajaran terhadap ilmu pengatahuan saja, namun yang lebih ditonjolkan adalah nafas pendidikan. Maka ada beberapa kriteria guru pendidik yang menjadi bekal awal tenaga pendidik di MTs/MA Fadllillah, yaitu:

1) Selalu menampilkan diri sebagai seorang mukmin dan muslim dimanapun ia berada.

(58)

4) Bersikap dan berperilaku amanah, berakhlaqul karimah dan dapat menjadi contoh civitas akademika yang lain.

5) Berdisiplin tinggi dan selalu mematuhi kode etik guru.

6) Memiliki kemampuan penalaran dana ketajaman berfikir ilmiah yang tinggi.

7) Memiliki kesadaran yang tinggi dalam bekerja yang didasari oleh niat beribadah dan selalu berupaya meningkatkan kualitas pribadi.

8) Berwawasan luas, bijak dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah 9) Memiliki kemampuan antisipasi masa depan dan proaktif.

Dengan modal awal yang dimiliki tenaga pendidik di MTs/MA Fadllillah tersebut, diharapkan ilmu pengajaan yang disampaikan bisa menjadi bekal hidup pesertadidik yang selalu menjunjung tinggi akhlaqul karimah dimanapun ia berada.

(59)

bagi guru alumni pondok pesantren Fadllillah sendiri. Mengajar merupakan pengembangan potensi yang dimiliki dan juga sebagai generasi penerus ummat yang siap menghadapi tantangan dunia yang mengglobal ini.

b. Keadaan siswa MTs/MA. Fadllillah

Pada awal tahun pelajaran 1998 MTs. Fadllillah memiliki 2 Ruang belajar dan 1 ( satu ) ruang guru atau kantor, sedangkan jumlah siswa periode 1998–1999 berjumlah 11 ( sebelas ) siswa, yang terdiri dari 10 ( sepuluh ) siswa dan 1 ( satu ) siswi.

Tabel 1.2

Jumlah Siswa MTs. Fadllillah Tahun Pelajaran 2015-2016

NO KELAS

Siwa

Jumlah laki-laki Perempuan

1 VII A 34 34

2 VII B 34 34

3 VII C 34 34

4 VII D 33 33

5 VIII A 30 30

6 VIII B 29 29

7 VIII C 32 32

(60)

9 IX A 38 38

10 IX B 20 19 39

11 IX C 39 39

JUMLAH 188 185 373

Tabel 1.3

Jumlah Siswa MA. Fadllillah Tahun Pelajaran 2015-2016

NO KELAS

Siwa

Jumlah laki-laki Perempuan

1 X A 33 33

2 X B 34 34

3 X C 28 28

4 X D 33 33

5 XI A 30 30

6 XI B 29 29

7 XI C 29 29

8 XI D 31 31

9 XII A 38 38

10 XII B 20 19 39

11 XII C 29 29

(61)

5. Sarana dan Prasarana

Pondok Pesantren Fadllillah putri memiliki 17 kamar yang di setiap kamar terdapat 30-40 anak, 25 kamar mandi, 1 Musholla, dan 1 ruang tamu. Kamar santriwati dan ustadzah terpisah, namun berdampingan dengan kamar santriwati. Hal ini sengaja di lakukan agar para ustadzah lebih mudah dalam mengontrol santriwati. Di pondok putri tidak menyediakan elektronik selain strika dan kipas

angin. adapun TV hanya difungsikan di hari jum’at saja yaitu hari libur sekolah,

TV hanya boleh dinyalakan pada pukul 09:00-15:00. komputer disediakan di sekolah yang difungsikan khusus untuk mata pelajaran TIK. Di pondok menyediakan wartel yang difungsikan santriwati untuk menghubungi orang tuanya ketika ada suatu kepentingan.

Selain dari pada itu pondok pesantren Fadllillah menyediakan lapangan bermain untuk para santriwati, diantaranya lapangan sepak bola, lapangan basket, lapangan badminton, dan tenis meja. Pondok pesantren juga menyediakan galery untuk para santriwati yang gemar melukis dan berkreasi seperti merancang hantaran, merancang aksesoris kerudung, membuat gantungan kunci, membuat ornamen, dan lain-lain.

6. Letak geografis

Adapun letak geografis Pondok Pesantren Fadllillah Desa Tambak Sumur Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang Berbatasan dengan Desa:

(62)

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tambak Rejo

 Sebelah Utara berbatasan dengan Perumahan Pondok Candra.

Dengan letak yang strategis dan suasana yang cukup tenang tersebut, maka secara tidak langsung telah mendukung kelancaran dan keberhasilan dalam melaksanakan setiap kegiatan pembelajaran peserta didik dan segenap guru pendidik.

7. Sturktur organisasi

Dalam kelembagaan formal perlu adanya struktur organisasi, sebab dengan adanya struktur organisasi tersebut, seseorang dapat menjadikan sebagai dasar dalam melaksanakan tugasnya, dalam garis kebijaksanaannya dan garis pertanggung jawaban di antara komponen-komponen yang ada dalam system organisasi tersebut.

Dengan demikian halnya dengan struktur organisasi yang ada di Pondok Pesanren Fadllillah Tambak Sumur Waru Sidoarjo bertujuan untuk menegaskan kebijaksanaan dan kewenangan yang harus di jalankan oleh masing-masing bagian yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab serta kebijaksanaan yang telah berlaku. Anggota organisasi pondok pesantren Fadllillah (OPPF) yaitu seluruh santri kelas XII, mereka sengaja diberi tanggung jawab untuk mengurus dan mengatur santriwan dan santriwati guna melatih mereka agar dapat berorganisasi ketika terjun di masyarakat nantinya.

Gambar

Tabel 1.1 Daftar Informan..................................................................................
Tabel 1.1 Daftar Informan
Jumlah Siswa MTs. Fadllillah Tahun Pelajaran 2015-2016Tabel 1.2
Tabel 1.3 Jumlah Siswa MA. Fadllillah Tahun Pelajaran 2015-2016
+7

Referensi

Dokumen terkait