HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KECEMASAN TERHADAP MENOPAUSE
Virlis Tonika
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara kepuasan seksual dengan kecemasan terhadap menopause. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kepuasan seksual dengan kecemasan terhadap menopause. Subjek dalam penelitian ini adalah 90 orang wanita. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala dengan menyebar kuisoner. Alat pengumpulan data yang digunakan terdiri dari dua alat ukut yaitu : skala kepuasan seksual dan skala kecemasan terhadap menopause. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas pada skala kepuasan seksual diperoleh 29 aitem valid dengan koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.793. Sedangkan, skala kecemasan terhadap menopause diperoleh 40 aitem valid dengan koefisien reliabilitas cronbach alpha
0.891. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Momen Pearson.
THE RELATION BETWEEN SEXUAL SATISFACTION AND MENOPAUSE ANXIETY
Virlis Tonika
ABSTRACT
The aim of this research was to comprehend the relation between sexual satisfaction and menopause anxiety. The proposed hyphothesis was a negative correlation between sexual satisfaction and menopause anxiety. The subjects of this research were 90 women. Sampling technique were
snowball sampling. The data was collected through a questionnaires. The instruments used two measurements which was a sexual satisfaction scale and menopause anxiety. Based on validity and reliability examination on sexual satisfaction has got 29 valid items with alpha cronbach reliability 0.793. Meanwhile the menopause anxiety has got 40 items with alpha cronbach reliability 0.891. The research data analyzed was used Product Moment Pearson correlation technique. The correlation coefficient r= -0.457 with the value of p= 0.000 (sig two-tailed) it means that the value of p is lower than 0.05 (p<0.05). There was a negative relation between sexual satisfaction and menopause anxiety it means that the hypothesis was approved.
i
HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL
DENGAN KECEMASAN TERHADAP MENOPAUSE
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Virlis Tonika
119114108
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
So which of the favors of your Lord would you
deny?(Ar-Rahman)
“Wattaqullaah wa yu’allimukumullaah, wallahu bikulli
syai-
in ‘alim.”
“Bertakwalah pada Allah maka Allah akan meng
ajarimu.
v
Bismillahirrahmanirrahim
Karya sederhana ini saya persembahkan untuk
Allah SWT
Mama, papa, dan adikku
orang yang kusayangi
serta sahabat-sahabatku
vii
HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KECEMASAN TERHADAP MENOPAUSE
Virlis Tonika
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara kepuasan seksual dengan kecemasan terhadap menopause. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kepuasan seksual dengan kecemasan terhadap menopause. Subjek dalam penelitian ini adalah 90 orang wanita. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala dengan menyebar kuisoner. Alat pengumpulan data yang digunakan terdiri dari dua alat ukut yaitu : skala kepuasan seksual dan skala kecemasan terhadap menopause. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas pada skala kepuasan seksual diperoleh 29 aitem valid dengan koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.793. Sedangkan, skala kecemasan terhadap menopause diperoleh 40 aitem valid dengan koefisien reliabilitas cronbach alpha
0.891. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Momen Pearson.
viii
THE RELATION BETWEEN SEXUAL SATISFACTION AND MENOPAUSE ANXIETY
Virlis Tonika
ABSTRACT
The aim of this research was to comprehend the relation between sexual satisfaction and menopause anxiety. The proposed hyphothesis was a negative correlation between sexual satisfaction and menopause anxiety. The subjects of this research were 90 women. Sampling technique were
snowball sampling. The data was collected through a questionnaires. The instruments used two measurements which was a sexual satisfaction scale and menopause anxiety. Based on validity and reliability examination on sexual satisfaction has got 29 valid items with alpha cronbach reliability 0.793. Meanwhile the menopause anxiety has got 40 items with alpha cronbach reliability 0.891. The research data analyzed was used Product Moment Pearson correlation technique. The correlation coefficient r= -0.457 with the value of p= 0.000 (sig two-tailed) it means that the value of p is lower than 0.05 (p<0.05). There was a negative relation between sexual satisfaction and menopause anxiety it means that the hypothesis was approved.
x
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji atas kehadirat Allah SWT atas segala kuasa,
rahmat, karunia, taufik, hidayah dan inayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.
Penelitian yang disusun menjadi skripsi ini dirancang dan dilaksankan dengan
sungguh-sungguh dengan segala kemampuan yang ada, meski masih banyak
kekurangan. Sehingga dengan bantuan berbagai pihak akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto M.Si. selaku Dekan Fakultas
Psikolgi Universitas Sanata Dharma
2. Ibu Ratri Sunar Astuti M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi
Universitas Sanata Dharma
3. Ibu Debri Pristinella M.Si selaku Dosen Pembimbing dan Dosen
Pembimbing Akademik yang telah dengan sangat sabar membimbing
penulis. Ibu yang baik, sabar, pengertian telah sangat banyak
memberikan bimbingan, koreksi, saran selama proses bimbingan
xi
4. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma yang
telah membagikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis.
5. Mas Muji, Mas Gandung, Mas Doni, Bu Nanik, dan Pak Gi’ yang
dengan keramahan membantu penulis
6. Kedua orangtuaku Mama dan Papa yang sangat aku sayangi dan tak
henti hentinya berdoa untukku serta terus menanyakan skripsi. Ucapan
terima kasih tidak cukup untuk membalas semua yang telah kalian
berikan. Aku sayang kalian
7. Adikku Ica, teman jalan-jalan, belanja, dan bertengkar yang peduli
dengan skripsiku karena ada maunya.
8. Asep Rahmansyah, soulmate yang selalu support dan memberikan
nasihat yang berguna.
9. Teman-teman sosialita Jojo dan Sabrina, teman belanja, kuliner, teman
gaul, teman cerita, teman macam-macam (tandakutip) dan teman yang
selalu merencanakan liburan bersama tapi selalu gagal.
10.Sahabatku Ria dan Faisal yang selalu menyemangati aku, selalu
memberikan kritikan dan saran, dan selalu setia mendengar keluh kesah.
Semoga kita cepat ngumpul lagi.
11.Dhika, Fitria, Icha, Sunya teman di psikologi yang sangat baik dan
selalu memberikan support dalam perkuliahan, serta teman berbagi
xii
12.Teman-teman bimbingan skripsi, icha, tirsa, veny, vero dan lainnya,
senang bisa berbagi, saling memberi dukungan, dan saling
menyemangati.
13.Ibu-ibu yang telah mendukung dan bersedia membantu penulis. Terima
kasih sudah berpartisipasi dalam skripsi ini.
14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung. Semoga
Allah membalas kebaikan kalian.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan
skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua orang yang
membutuhkan.
Yogyakarta, 31 Oktober 2015
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMANPERSEMBAHAN ... v
HALAMANPERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR……….………...x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR BAGAN ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB IPENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
xiv
A. Wanita Dewasa Tengah ... 12
1. Pengertian Wanita Dewasa Tengah ... 12
2. Perubahan pada Masa Dewasa Tengah ... 12
B. Kepuasan Seksual ... 15
1. Pengertian Kepuasan Seksual ... 15
2. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Seksual ... 16
3. Aspek-aspek Kepuasan Seksual ... 18
4. Dampak Ketidakpuasan Seksual... 21
C. Kecemasan Terhadap Menopause ... 22
1. Kecemasan ... 22
a. Pengertian Kecemasan ... 22
b. Jenis-Jenis Kecemasan ... 24
c. Respon Terhadap Kecemasan ... 25
d. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ... 26
e. Gejala-gejala Kecemasan ... 27
2. Menopause ... 29
a. Pengertian Menopause ... 29
b. Tahap-Tahap Masa Menopause ... 31
c. Gejala-gejala Menopause ... 32
3. Pengertian Kecemasan Terhadap Menopause ... 33
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Terhadap Menopause ... 34
xv
D. Bagan Hubungan ... 41
E. Hipotesis ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 43
A. Jenis Penelitian ... 43
B. Identifikasi Variabel ... 43
C. Definisi Operasional ... 43
D. Subjek Penelitian ... 45
1. Populasi ... 45
2. Metode Sampling ... 45
E. Instrumen Penelitian ... 46
1. Skala Kepuasan seksual ... 46
2. Skala Kecemasan Terhadap Menopause ... 47
3. Cara Pemberian Skor ... 50
F. Validitas, Reliabilitas, dan Seleksi Aitem ... 51
1. Validitas ... 51
2. Reliabilitas ... 51
3. Seleksi Aitem ... 53
G. Teknik Analisis Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 54
1. Persiapan Penelitian ... 54
xvi
B. Data Penelitian ... 55
1. Data Demografis Subjek ... 55
2. Deskripsi Data Subjek ... 59
a. Kepuasan Seksual ... 59
b. Kecemasan Terhadap Menopause ... 60
C. Uji Asumsi... 60
1. Uji Normalitas ... 60
2. Uji Linearitas ... 61
3. Uji Hipotesis ... 62
D. Pembahasan ... 63
BAB VPENUTUP ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 67
C. Keterbatasan Penelitian………...………68 DAFTAR PUSTAKA ... 69
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Blueprint Skala Kepuasan Seksual Sebelum Uji Coba ... 48
Tabel 2 Blueprint Skala Kepuasan Seksual Setelah Uji Coba ... 48
Tabel 3 Blueprint Skala Kecemasan Terhadap Menopause Sebelum Uji Coba ... 49
Tabel 4 Blueprint Skala Kecemasan Terhadap Menopause Setelah Uji Coba... 49
Tabel 5 Skor Favorabel ... 50
Tabel 6 Skor Unfavorabel ... 50
Tabel 7 Hasil try out untuk skala kepuasan seksual ... 52
Tabel 8 Hasil try out untuk skala kecemasan Terhadap menopause ... 52
Tabel 9 Deskripsi data usia subjek ... 55
Tabel 10 Data pendidikan terakhir subjek ... 56
Tabel 11 Data status pernikahan subjek ... 57
Tabel 12 Data pengetahuan kondisi menopause subjek... 57
Tabel 13 Data gejala pada tahap menopause subjek... 58
Tabel 14 Data Penelitian ... 59
Tabel 15 Uji Normalitas ... 61
Tabel 16 Uji Linearitas Variabel ... 61
xviii
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan Hubungan ... 41
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN I : SKALA UJI COBA ... 75
LAMPIRAN II : RELIABILITAS SKALA ... 91
LAMPIRAN III : SKALA PENELITIAN ... 97
LAMPIRAN IV : HASIL PENELITIAN ... 109
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memahami berbagai perkembangan wanita, banyak fenomena yang menarik
untuk dibahas, salah satunya adalah pada wanita usia dewasa tengah. Pada masa ini
wanita akan menghadapi menopause dalam rentang usia 40-55 tahun. Masa menopause
dianggap sebagai peristiwa yang sangat berarti bagi kehidupan wanita. Menopause
merupakan fase normal dan alamiah dalam kehidupan wanita yang menandai
berakhirnya masa subur. Menopause sendiri merupakan masa berhentinya menstruasi
dan tidak lagi dapat hamil (Papalia, Olds, dan Feldman, 2008). Pada tahap normal
kehidupan dimana wanita akan melaluinya sekitar umur 40 sampai 55 tahun.
Kebanyakan wanita memasuki premenopause tiga sampai lima tahun lebih awal dari
menopause seharusnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan proyeksi penduduk
pada 2014 bahwa 23,74 juta wanita Indonesia pada usia 40 sampai 55 tahun memasuki
masa menopause per tahunnya. Depkes RI (2005), memperkirakan penduduk Indonesia
pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah wanita yang hidup
dalam usia menopause sekitar 30,3 juta jiwa. Sebanyak 68% diantaranya menderita
gejala menopause dan 32% dari penderita yang mengabaikan gejala tersebut (Bisnis
Gejala menopause terdiri atas beberapa hal, yaitu kecemasan yang ditandai
sebagai bentuk rasa khawatir, gelisah dan perasaan-perasaan lainnya yang kurang
menyenangkan. Gejala kecemasan yang muncul pada wanita menopause dihubungkan
dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak
pernah dialami. Menurut Kartono (2002) kecemasan adalah suatu kegelisahan,
kekhawatiran, dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas. Kecemasan juga
merupakan ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang muncul karena
dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi tidak diketahui sumber
yang jelas (Maramis, 1994). Kecemasan akan menimbulkan hambatan bagi wanita
dalam menjalankan fungsi sosialnya.
Faktor yang mempengaruhi kecemasan wanita dalam menghadapi menopause
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yaitu faktor dalam diri wanita
sendiri seperti kesiapan mental, status pekerjaan, kesehatan dan sebagainya. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar seperti mitos seputar menopause,
budaya dan tidak ada dukungan dari lingkungan sosialnya yang menimbulkan kurang
percaya diri, merasa tidak diperhatikan, cemas, mudah merasa sedih dan rasa hampa
(Maspaitella, 2006). Kecemasan yang dialami wanita yang menghadapi menopause
juga lebih pada ketakutan kehilangan cinta suami. Pada masa menopause wanita
merasa takut dan merasa tidak lagi mampu melayani kebutuhan biologis suami.
Keadaan ini mengakibatkan gangguan psikologis, seperti cepat marah, merasa
Wanita juga sangat senisitif terhadap pengaruh emosional dari fluktuasi
hormon. Beberapa wanita yang tidak mampu menerima kenyataan tersebut dengan baik
akan mengalami kecemasan yang berlebihan dalam menghadapi masa menopause. Hal
ini dapat mengakibatkan gangguan psikologis dan berdampak pada relasinya dengan
suami (Kusumadewi, 1998). Pada wanita yang menghadapi menopause, kecemasan
terutama berhubungan dengan rasa takut tidak dapat menjalankan fungsi
kewanitaannya dikarenakan berakhirnya era reproduksi dan menurunnya fungsi
seksual, seperti melahirkan dan melayani suami dalam berhubungan seksual. Menurut
Kartono (2002), faktor penyebab kecemasan terhadap menopause juga dapat
disebebabkan oleh dorongan-dorongan seksual yang tidak mendapatkan kepuasan dan
terhambat penyalurannya dikarenakan terjadi penurunan fungsi seksual.
Penurunan kualitas seksual ini sejalan dengan menurunnya hormon estrogen
(Kasdu, 2002). Sebagai akibat penurunan kadar hormon estrogen akan memberikan
keluhan ketidaknyamanan yang bermanifestasi pada berbagai organ tubuh. Gangguan
tersebut dibagi menjadi gangguan jangka pendek dan jangka panjang. Gangguan
jangka pendek meliputi gejala vasomatorik, yaitu hot flushes, jantung berdebar, kepala
sakit, gejala psikologis yaitu gelisah, mudah marah, perubahan perilaku, depresi,
gangguan libido, gejala urogenital yaitu vagina kering, keputihan, gatal pada vagina,
iritasi pada vagina, inkontinensia urine, gejala pada kulit yaitu kering, keriput; gejala
metabolisme yaitu, kolestrol tinggi, HDL turun, LDL naik, termasuk ketidaknyamanan
dalam aspek seksualitas. Gangguan jangka panjang meliputi osteoporosis, penyakit
2003). Apabila gangguan ini tidak dikendalikan dengan baik, tentu mempengaruhi
hubungan pada pasangan yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan pernikahan.
Menurut Nusya (2003) kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh faktor dari dalam
suami maupun istri, berupa kemampuan suami atau istri berinteraksi, kemampuan
memenuhi harapan dan keinginan bagi pasangannya serta komitmen tentang tujuan
yang ingin dicapai dalam pernikahan. Faktor seksualitas merupakan yang paling sulit
dalam pernikahan dan sering menjadi pemicu dari ketidakpuasan pernikahan. Apabila
tidak tercapainya keselarasan hubungan seksual suami dan istri maka membuat salah
satu pasangan atau keduanya merasakan ketidakpuasan dalam pernikahan dan tidak
harmonisnya rumah tangga (Sadarjoen, 2005).
Seksualitas merupakan bagian terpenting dalam kesehatan perempuan dan
kualitas hidup perempuan (Rosen & Barsky, 2006). Seksualitas sendiri adalah suatu
keinginan untuk menjalin hubungan, kehangatan, atau cinta dan perasaan diri secara
menyeluruh pada individu, meliputi memandang dan berbicara, berpegangan tangan,
berciuman, atau memuaskan diri sendiri dan sama-sama menimbulkan kepuasaan
orgasme (Stuart, 2006).
Kepuasan seksual adalah suatu bentuk kedekatan seksual yang dirasakan oleh
pasangan suami atau istri dalam wilayah interpersonal, yaitu dalam kualitas
komunikasi seksual, penyingkapan hubungan seksual dan keseimbangan hubungan
seksual. Kepuasaan seksual juga merupakan suatu bentuk perasaan pasangan atas
kualitas hubungan seksual mereka yang dapat berupa sentuhan fisik dan psikis ( Byers
Aspek seksualitas pada perempuan menopause merupakan salah satu bagian
dari kebutuhan dasar manusia yang memiliki porsi yang sama dengan pemenuhan
kebutuhan dasar lainnya. Hasil penelitian Renaud, Byers, & Pan (1997) menunjukkan
bahwa ketidakpuasan seksual atau kepuasan seksual yang rendah mengakibatkan
kecemasan yang tinggi dan munculnya masalah perilaku seksual seperti kehilangan
nafsu seksual, kehilangan kemampuan koitus, dan takut akan kehilangan rasa cinta
sang suami yang dapat mengakibatkan pencarian cinta yang baru. Seiring dengan
adanya berbagai perubahan pada wanita yang menghadapi masa menopause
menyebabkan berbagai masalah yang di akibatkan tuntutan pemenuhan kebutuhan dan
kepuasan seksualnya (Palupi, 2010).
Kenyataan yang terjadi saat ini, kita mengetahui banyak kasus perselingkuhan
yang dilakukan wanita berkisar usia 40-55 tahun yang menghadapi masa menopause
yang memiliki pria idaman lain. Pada wanita, usia 40 tahun adalah usia rawan
selingkuh. Pada masa menopause, beberapa wanita menikmati masa-masa ini sebagai
masa kebebasannya, bebas menjaga anak dan bebas dari kehamilan. Hasil survei di
Inggris, secara global mengungkap sebanyak 45% wanita menjalin hubungan dengan
pria lain saat usianya 40-55 tahun (Detik News, 2012). Mereka berselingkuh sebagai
upaya pencarian cinta yang baru tetapi, tidak selalu menginginkan perceraian,
melainkan lebih mencari adrenalin dari sensasi bercinta. Hal ini senada dengan hasil
survei yang dilakukan pada 10.245 wanita Inggris yang menemukan sebanyak 79,2%
wanita peselingkuh mengukapkan seks sebagai alasannya (Daily Mail, 2013). Menurut
keinginan bercerai melainkan lebih kepada hasrat ingin kembali merasa seksi, berjiwa
muda, dan mampu menarik perhatian lawan jenis selain suami mereka (Kompas 2014).
Hal inilah salah satu yang terjadi secara nyata pada wanita yang menghadapi masa
menopause dengan perubahan fisik maupun psikologis. Perubahan fisik tersebut
meliputi ketidakteraturan haid, penyempitan pembuluh darah, keluhan pada vagina,
dan perubahan bentuk tubuh. Sedangkan, perubahan psikologis yang terjadi meliputi
kecemasan, depresi, mudah tersingggung, dan mudah curiga (Kartono, 2002).
Wanita yang tidak siap menerima perubahan yang terjadi, akan mengalami
kecemasan yang akan mempengaruhi hubungan seksual dengan pasangannya
(Melaniani, 2007). Penelitian mengenai menopause telah banyak dilakukan terutama
dari aspek fisik atau biologis, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Sulianti
(2007) menunjukkan bahwa perubahan seksualitas yang terjadi pada masa menopause
cukup menjadi kendala bagi wanita di kota Bandung dalam memenuhi kebutuhan intim
pasangannya.
Banyak pula wanita diliputi rasa kecemasan menjelang menopause. Mereka
takut akan kehilangan kewanitaannya, kehilangan nafsu dan kemampuan koitus,
kehilangan rasa cinta sang suami. Telah diketahui pula hubungan seksual tidak sekedar
ditunjukkan untuk reproduksi melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia yang bersifat psikologis yang jika terpenuhi manusia akan merasa puas,
bahagia, nyaman, tentram, dan mengalirkan energi baru pada tubuh (Prawirohardjo,
2009). Hasil penelitian Zasri (2012) menemukan bahwa kecemasan menjelang
emosional. Akibat dari perubahan tersebut wanita menganggap dirinya tidak menarik
lagi, tidak cantik, tidak dapat memberikan kepuasan seksual pada suaminya dan ada
juga beranggapan setelah menopause tidak perlu melakukan hubungan seksual karena
akan mengakibatkan munculnya penyakit sehingga menimbulkan kecemasan pada
wanita yang akan mengalami menopause. Selain itu, wanita yang tidak siap
menghadapi menopause akan mengalami gejala kecemasan berlebihan yang dapat
mengakibatkan gangguan psikologis dan berdampak pada keharmonisan rumah tangga
(Takdare, 2009).
Laporan riset tahun 2006 menyebutkan hampir 40% wanita di AS mengalami
masalah seksual, dan hanya 12% yang merasa tertekan dengan gangguan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 1.350 wanita menghadapi menopause di
Indonesia, didapatkan 63% wanita menopause mengalami penurunan nafsu
berhubungan seksual (BisnisNews,2009). Berbeda dengan penelitian tersebut,
Rachmawati (2006) mengungkap bahwa tidak semua wanita yang menghadapi
menopause mengalami penurunan nafsu saat berhubungan seksual. Hal ini dikarenakan
adanya dukungan sosial dan kesiapan dalam menghadapi masa menopause.
Wanita yang menghadapi menopause akan muncul perasaan-perasaan disertai
dengan rasa kurang percaya diri, merasa rendah diri, dan tidak mampu menghadapi
suatu masalah (Hurlock, 1990). Berdasarkan hasil penelitian Kurniati (2009),
mengungkap wanita yang menghadapi menopause menjadi lebih sensitif, muncul rasa
kurang percaya diri, dan mengalami kecemasaan. Saat menghadapi menopause seorang
seksual. Padahal kenyataannya beberapa wanita yang menghadapi menopause
menunjukkan peningkatan hasrat seksual dari sensasi bercinta. Hal ini yang akhirnya
akan berpengaruh pada kualitas hubungan pasangan yang berkaitan dengan kepuasan
seksual.
Penelitian ini lebih memfokuskan pada hubungan kepuasan seksual dengan
kecemasan terhadap menopause pada wanita dewasa tengah dalam rentang usia 40-55
tahun yang akan diukur menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan metode
skala, sehingga penelitian ini akan berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu
penelitian Sulianti (2007). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran persepsi
dan sikap, wanita menopause di kota Bandung, menilik sejauh mana menopause
menurunkan ketertarikan seks dan aktivitas seksual wanita, dan mengetahui
kendala-kendala yang dialami wanita menopause di kota Bandung. Metode yang digunakan
dalam penelitian adalah dengan metode deskriptif eksploratori melalui pengisian
angket kepada 40 wanita menopause di kota Bandung. Hasil penelitian ini juga
mengungkap pada masa menopause terjadi perubahan seksualitas dan rasa tidak
nyaman yang cukup menjadi kendala bagi wanita. Penelitian yang dilakukan Zasri
(2012) bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap
kecemasan menghadapi menopause pada ibu usia 45-50 tahun di Kemukiman Bebesen
Kecematan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2012. Penelitian ini juga
menggunakan metode penelitian survei analitik dengan pendekatan cross sectional
dengan subjek 86 orang ibu menopause. Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan
dirinya tidak menarik dan memilih menolak melakukan hubungan seksual karena
timbul rasa tidak nyaman.
Berdasarkan studi-studi tersebut permasalahan seputar kepuasan seksual tidak
dijadikan fokus pada penelitian dengan kecemasan terhadap menopause, sehingga
permasalahan ini menjadi sesuatu yang belum banyak diteliti untuk wanita di Indonesia
yang mengalaminya. Kepuasan seksual menjadi salah satu aspek yang berkaitan erat
dengan menopause yang merupakan salah satu bagian dari kebutuhan dasar manusia
yang memiliki porsi yang sama dengan kebutuhan lainnya, dimana apabila tidak
terpenuhinya kepuasan seksual akan menimbulkan ketidaknyamanan sehingga muncul
rasa cemas terkait peran wanita melayani suami, kebosanan, kesenjangan perkawinan
yang mengakibatkan tidak tercapainya keselarasan hubungan suami dan istri yang
dapat menyebabkan perselingkuhan. Berdasarkan kenyataan yang terjadi dan terdapat
kesenjangan teori dan hasil-hasil penelitian membuat peneliti tertarik untuk meneliti
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : “Apakah ada hubungan antara kepuasan seksual dengan kecemasan
terhadap menopause?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepuasan
seksual dengan kecemasan terhadap menopause.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu :
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya ilmu psikologi perkembangan, psikologi
perempuan, dan psikologi keluarga yang terkait dengan kepuasan seksual
dan kecemasan pada wanita yang menghadapi menopause.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang
berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti, diharapkan peneliti mendapatkan informasi mengenai
hubungan antara kepuasan seksual dengan kecemasan terhadap menopause
b. Bagi subjek penelitian, diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai
sumber informasi mengenai kepuasan seksual dan hubungannya dengan
kecemasaan yang dialami saat menghadapi menopause.
c. Bagi praktisi, dapat dijadikan suatu dasar bidang yang berhubungan dengan
seksualitas dalam menyelesaikan konflik dalam pernikahan terutama terkait
dengan ketidakpuasan seksual.
d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber pengetahuan dan acuan bagi para
wanita yang belum menghadapi menopause tentang kepuasan seksual dan
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Wanita Dewasa Tengah
1. Pengertian Wanita Dewasa Tengah
Wanita dewasa tengah adalah wanita yang berada pada usia 35 tahun
sampai 45 tahun hingga memasuki usia 60 tahunan (Santrock, 2002).
Sementara itu menurut Papalia, Olds dan Feldman (2008), rentang usia dewasa
tengah, yaitu tahun-tahun antara usia 40 dan sampai dengan awal 60 tahunan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa wanita dewasa
tengah adalah wanita yang berada pada rentang usia berkisar 30 tahun sampai
awal 60 tahun.
2. Perubahan pada Masa Dewasa Tengah
Pada masa dewasa tengah wanita mengalami perubahan fisiologis,
penurunan biologis, dan perubahan psikologis.
a. Perubahan fisiologis
Pada masa ini kondisi fisik usia dewasa tengah tidak sebaik pada masa
sebelumnya. Masa ini dewasa tengah mengalami penurunan alat indera seperti
pendengaran, peraba, perasa dan penciuman. Dewasa tengah akan merasa
kesulitan untuk melihat objek dekat dan penurunan kepekaan terhadap
sentuhan, rasa dan bau. Namun, penurunan kondisi fisiologis bergantung pada
Individu yang memiliki pola hidup sehat, sering berolahraga dan melakukan
banyak aktivitas, maka perubahan kondisi fisiologis mereka tidak menemukan
penurunan yang signifikan (Papalia, 2008 & Santrock, 2002).
b. Perubahan Biologis
Pada masa ini wanita usia dewasa tengah mulai mengalami masa
menopause. Pada tahap normal wanita akan melaluinya sekitar umur 40-55
tahun. Masa ini wanita mengalami penurunan hormon estrogen yang
menandakan kemampuan wanita untuk melahirkan telah berakhir. Penurunan
hormon ini menyebabkan wanita mengalami gejala fisik dan psikis. Gejala fisik
seperti keluhan panas pada tubuh, masalah seksual, kekeringan vagina, dan lain
sebagainya. Gejala psikis antara lain mudah tersinggung, cemas, depresi dan
lain-lain (Kartono, 2002, Papalia, Old, & Feldman 2008)
c. Perubahan Psikologis
Pada usia dewasa tengah, banyak wanita yang mengingkari ketuaannya,
merasa ingin kembali ke masa muda dengan berdandan atau berpenampilan
menarik. Perubahan dan penurunan biologis dan fisiologis yang terjadi pada
masa ini, membuat wanita merasa cemas, khawatir, terpuruh dan sebagaianya.
Status pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cara
pandang mereka terhadap masa tuanya. Wanita dengan status pendidikan tinggi
dan memiliki kepuasan seksual tentunya akan merasa tenang dalam
menghadapi masa tua. Selain itu, relasi dengan anak yang sudah dewasa pada
yang akan segera meninggalkan “sarang”. Proses pengosongan sarang “empty
nest” merupakan hal yang membebaskan bagi banyak wanita tetapi juga dapat
bersifat menekan bagi wanita yang identitasnya tergantung kepada peran
mereka sebagai orangtua atau pasangan yang menghadapi masalah pada
kehidupan perkawinan. Hal ini juga dapat menimbulkan kecemasan bagi wanita
bahkan depresi dalam menghadapi masa tuanya (Papalia, 2008 & Kartono,
2002).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa wanita usia
dewasa tengah akan mengalami perubahan yaitu perubahan fisiologis, biologis,
dan psikologis. Perubahan fisiologis yaitu menekankan perubahan panca indera
dan kekuatan fisik. Perubahan biologis menekankan pada perubahan
organ-organ wanita terkait dengan menopause. Sedangkan, perubahan psikologis
B. Kepuasan Seksual
1. Pengertian Kepuasan Seksual
Demon dan Byers (1999) mengemukakan kepuasan seksual adalah
suatu bentuk kedekatan seksual yang dirasakan oleh pasangan suami atau istri
dalam wilayah interpersonal, yaitu dalam kualitas komunikasi seksual,
penyingkapan hubungan seksual dan keseimbangan hubungan seksual.
Kepuasan seksual juga merupakan suatu bentuk perasaan pasangan atas kualitas
hubungan seksual mereka yang dapat berupa sentuhan fisik dan psikis.
Kepuasan seksual yang tinggi dapat menghasilkan kualitas hidup yang tinggi
(Dolinska, 2011).
Kepuasan seksual juga diartikan sebagai sebuah rasa nyaman atau puas
terhadap kehidupan seksualnya. Perasaan tersebut secara personal berhubungan
dengan pengalaman seksual, harapan-harapan dan aspirasi-aspirasi ke depan
terkait dengan hubungan seksualnya (Davidson, 1995). Wanita yang aktif dan
puas terhadap hubungan seksualnya menunjukkan kepuasan emosional,
kepuasan relasi yang tinggi dan konsisten, kepuasan hidup, serta kesejahteraan
psikogis (Rosen & Bachman, 2008)
Kepuasan seksual juga merupakan sesuatu yang multidimensional yang
meliputi pikiran, perasaan, dan faktor biologis. Oleh karena itu, setiap individu
memiliki pendapatnya sendiri mengenai kepuasan seksual yang dialaminya
Menurut Offman dan Mattheson (2005) kepuasan seksual dibatasi
sebagai respon afektif yang muncul dari evaluasi subjektif, baik positif maupun
negatif terkait dengan hubungan seksual pada seseorang termasuk persepsi
tentang kebutuhan seksual, pemenuhan kebutuhan diri sendiri, ekspektasi
terhadap pasangan, serta evaluasi positif tentang hubungan seksual secara
menyeluruh. Kepuasan seksual juga turut berperan positif dalam kehidupan
manusia. Selain itu, kepuasan seksual juga dapat memberikan kesejahteraan
psikologis pada seseorang.
Dalam penelitian ini kepuasan seksual adalah suatu bentuk evaluasi
subjektif baik positif maupun negatif yang mencakup pikiran dan perasaan
seseorang terhadap pasangan dalam pemenuhan, harapan dan kualitas
hubungan seksualnya dengan pasangan. Perasaan-perasaan tersebut meliputi
perasaan nyaman dan puas yang dirasakan guna meningkatkan kualitas hidup.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Seksual
Kepuasan seksual dipengaruhi faktor yang meliputi status hubungan,
status pendidikan, orgasme, frekuensi hubungan, dan citra tubuh.
a. Status Hubungan
Byers (1995) mengungkapkan bahwa status hubungan pasangan yang
yang tidak menikah. Hal ini dikarenakan pasangan menikah dianggap lebih
mampu memuaskan pasangannya dalam hal seksualitas.
b. Status Pendidikan
Seseorang dengan status pendidikan yang lebih tinggi memiliki tingkat
kepuasan seksual yang lebih tinggi pula dibandingkan dengan seseorang yang
tingkat pendidikannya lebih rendah. Hal ini dikarenakan status pendidikan yang
lebih tinggi dianggap memiliki pengetahuan yang lebih dalam hal seksualitas
sehingga lebih mampu memuaskan pasangannya (Areton, 2002).
c. Orgasme
Orgasme kerap dikaitkan dengan fungsi seksual yang terjadi pada
seseorang yang dapat menimbulkan kecemasan apabila situasi tersebut tidak
sesuai dengan harapan. Fungsi seksual tersebut meliputi kemampuan individu
mengalami orgasme. Individu yang mengalami orgasme ketika berhubungan
seksual dengan pasangannya merasa puas terhadap kehidupan seksualnya dan
memiliki tingkat kepuasan seksual yang tinggi. Wanita yang mengalami
orgasme saat waktu yang bersamaan atau sebelum pasangan mereka
menunjukkan kepuasan seksual yang lebih tinggi (Sprecher & Mckinney,
1993).
d. Frekuensi Hubungan
Salah satu yang memiliki hubungan penting dalam kepuasan seksual
adalah frekuensi hubungan seksual. Hubungan yang signifikan tersebut berlaku
akan memiliki kepuasan seksual yang tinggi pula dibandingakn dengan
frekuensi hubungan seksual yang rendah (Cheung, 2008).
e. Citra Tubuh
Individu yang memiliki citra tubuh yang negatif seperti merasa tidak
menarik akan memiliki kecenderungan untuk menghindari aktivitas seksual
bersama pasangannya. Hal ini mengakibatkan kurangnya hasrat bersama
pasangan yang berdampak pada kurangnya gairah seksual (Holt & Lyness,
2007).
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan seksual
seseorang yaitu status hubungan, status pendidikan, orgasme, frekuensi
hubungan, dan citra tubuh.
3. Aspek-aspek Kepuasan Seksual
Aspek-aspek yang terkait dengan kepuasan seksual yaitu keterbukaan,
komunikasi, dan kedekatan emosional.
a. Keterbukaan
Keterbukaan dalam seksualitas adalah pengungkapan mengenai sesuatu
tentang hubungan seksual baik pikiran maupun perasaan pada pasangan (Rini
& Retnaningsih, 2008). Pada pasangan yang memiliki keterbukaan yang baik
seperti keterbukaan mengenai hal yang disukai dan tidak disukai dalam
(Byers & Demmons, 1999). Terbuka pada pasangan mengenai posisi-posisi apa
yang membuat puas dalam berhubungan seks dan pada waktu kapan mulai
bergairah sangat penting untuk didiskusikan secara baik (Murdi, 2013). Selain
itu, pasangan yang saling terbuka untuk membahas pengalaman seks yang baru
terjadi dan mengungkapkan apa yang baru dirasakan bersama atau satu sama
lain setidaknya memberikan kepuasan pada pasangan (Irawan, 2010).
Keterbukaan juga merupakan salah satu kunci yang dapat membantu
mengurangi kecemasan dan membuat kepuasan seksual.
b. Komunikasi
Menurut Litzinger dan Gordon (2005) mengemukakan bahwa
komunikasi merupakan hal penting dalam suatu hubungan termasuk menjalin
hubungan seksual dengan pasangan meliputi komunikasi mengenai hubungan
seksual yang memuaskan, komunikasi teknik seks, dan komunikasi tentang
variasi dan titik sensitif seksual masing pasangan. Metts dan Cupach (Byers &
Demmons, 1999) memandang kualitas komunikasi seksual sering dianggap
sebagai kepuasan dalam komunikasi seksual. Ketidakpuasan seksual terhadap
pasangan karena adanya kesenjangan komunikasi sehingga dapat menimbulkan
kebosanan atau kurang tanggapan seksual serta masalah-masalah lain yang
muncul ketika berhubungan seksual tidak dikomununikasikan menjadikan
tidak mencapai kepuasan seksual yang mengakibatkan pasangan akan mencari
pasangan akan meningkatkan kualitas kepuasan seksual serta meningkatkan
kepuasan hubungan yang dijalin secara menyeluruh.
c. Kedekatan Emosional
Seseorang yang memiliki kedekatan emosional dengan pasangan akan
merasa memiliki hubungan yang positif dan timbal balik dalam hubungan
seksual mereka. Individu dengan kecemasan yang tinggi terhadap pasangannya
akan memiliki tingkat kepuasan seksual yang rendah (Butzer & Campbell,
2008). Selain itu, kedekatan emosional berupa perasaan marah dan cinta turut
berperan dalam kepuasan seksual. Perasaan marah pada pasangan dapat
menimbulkan ketidakpuasan seksual pada diri sendiri maupun pada pasangan.
Menurut Nugraha (2004) perasaan mencintai pasangan dan dicintai pasangan
akan membuat hubungan seks yang dilakukan atas dasar suka bukan karena
terpaksa dan perasaan cinta akan memberikan pengaruh positif pada kepuasan
seksual (Barrienttos & Paez, 2006).
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
penelitian ini aspek-aspek kepuasan seksual yang terdapat dalam diri individu
4. Dampak Ketidakpuasan Seksual
Ketidakpuasan seksual dapat mengakibatkan kesenjangan dalam hubungan
personal suami-isteri dalam rumah tangga karena kurangnya komunikasi antara
pasangan dalam pemuasan seksual yang membuat pasangan tidak merasa nyaman,
bosan, dan kurang tanggapan seksual dengan pasangannya sendiri sehingga
menimbulkan kecemasan (Sari,2006). Ketidakpuasan seksual juga berdampak
menurunnya professional kinerja dan perilaku wanita dalam kehidupan sosial, dimana
seseorang mudah marah, kurang ramah dengan orang lain, dan mudah tersinggung.
Secara emosional, seseorang yang tidak terekspresikan kebutuhan seksualnya, merasa
tidak bahagia, sinis, dan berperilaku negatif seperti senang bergosip dalam lingkungan
sosialnya (Kanedi & Sutyarso,2014). Dampak dari ketidakpuasan seksual yang terus
menerus dapat mengakibatkan kesulitan untuk bergairah, ketidakmampuan untuk
mencapai klimaks, dan kecemasan mengenai kemampuan berhubungan seksual, serta
kurangnya ketertarikan dalam berhubungan seksual pada pasangan (Papalia., Olds, dan
Feldman, 2008). Selain itu, masalah-masalah lain yang muncul ketika berhubungan
seksual tidak tercapainya kepuasan seksual pada pasangan sehingga pasangan mencari
kenikmatan lain di luar atau perselingkuhan (Khotari, 2001).
Perselingkuhan dikarenakan suami atau isteri tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan seksual pasangan, dapat melibatkan orang ketiga yang berpeluang untuk
mencari orang lain untuk pemenuhan hasrat seksual. Keinginan orang untuk melakukan
selingkuh salah satunya mencari kepuasan seksual di luar karena pasangannya tidak
C. Kecemasan terhadap Menopause 1. Kecemasan
a. Pengertian
Pada dasarnya, kehidupan manusia tidak terlepas dari suatu masalah,
ada yang menyenangkan dan ada yang tidak menyenangkan sehingga terkadang
muncul situasi yang mengakibatkan kecemasan. Kecemasan merupakan hal
wajar yang pernah dialami oleh setiap manusia dan telah dianggap sebagai
bagian dari kehidupan sehari-hari. Kecemasan adalah suatu kegelisahan,
kekhawatiran, perasaan tidak aman, kurang percaya diri atau ketidakberdayaan
dalam menentukan dan memperoleh penyelesaian masalah dan ketakutan
terhadap sesuatu yang tidak jelas (Kartono, 2002).
Menurut Chaplin (2000) kecemasan diartikan sebagai suatu perasaan
ketakutan dan keprihatinan terhadap suatu yang tidak jelas dalam menghadapi
suatu keadaan. Kecemasan juga diartikan sebagai suatu keadaan psikologis
pada diri individu yang berada dalam perasaan khawatir yang ditimbulkan oleh
adanya konflik di dalam diri individu sendiri (Walgito, 2002).
Freud (Feist & Feist, 2010) mengemukakan bahwa kecemasan adalah
perasaan akan situasi afektif yang tidak menyenangkan diikuti dengan sensasi
fisik yang memperingatkan seseorang akan bahaya yang mengancam. Perasaan
tidak menyenangkan ini digambarkan sebagai suatu yang tidak jelas dan sulit
kekhawatiran yang tidak jelas akan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya,
serta dialami secara subyektif (Stuart, 2007)
Kecemasan digambarkan sebagai suatu kekhawatiran mengenai suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak jelas dan tidak pasti terhadap masa yang akan
datang. Kecemasan muncul ketika menghadapi atau memikirkan suatu
peristiwa yang akan datang, dimana peristiwa tersebut belum pasti (Hurlock,
1992). Pendapat lain dikemukakan oleh Maramis (1994) kecemasan merupakan
ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang muncul karena dirasakan
akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi tidak diketahui sumber
yang jelas.
Menurut Daradjat (1990) kecemasan merupakan hal yang paling sering
dihadapi oleh manusia. Kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses
emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika sedang mengalami tekanan
perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan dicirikan
dengan ketegangan-ketegangan meliputi perasaan gelisah, gemetar dan
ketidakmampuan untuk rileks, pusing, jantung berdebar, berkeringat, dan
pikiran serta harapan yang mencemaskan (Santrok, 2002).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
ini kecemasan adalah suatu kekhawatiran akan keadaan yang tidak
menyenangkan dan tidak jelas sumbernya. Kecemasan ini menyebabkan
individu merasa takut, cemas, khawatir dan mengakibatkan perubahan fisik
b. Jenis-Jenis Kecemasan
Freud (Feist & Feist, 2010) menyatakan kecemasan ke dalam tiga jenis
kecemasan yaitu :
1). Kecemasan realistis, yaitu kecemasan atau ketakutan individu terhadap
bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar. Pada wanita yang
menghadapi masa menopause, kecemasan yang dialami yaitu pengaruh kondisi
fisik dan psikologis yang berubah karena masa ini. Sehingga, timbul rasa cemas
dalam berhubungan seksual, kurang percaya diri, terganggunya hasrat seksual,
dan takut tidak mampu mencapai orgasme yang berpengaruh pada kepuasan
seksual.
2). Kecemasan neurosis, yaitu kecemasan karena tidak terkendalinya
naluri-naluri yang berasal dari dalam diri yang bisa mendatangkan hukuman. Rasa
cemas yang timbul akibat bahaya yang tidak diketahui. Perasaan sendiri berada
pada ego, tetapi muncul dari dorongan-dorongan id. Pada wanita menopause
kecemasan terutama berhubungan dengan pemenuhan insting seksual.
Kecemasan berkembang karena adanya harapan untuk memuaskan impuls Id
tertentu. Selain itu, kecemasan terjadi bila insting tersebut dipuaskan.
3). Kecemasan moral, yaitu kecemasan yang timbul akibat tekanan super ego
atas ego individu yang telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar
moral. Pada wanita yang menghadapi masa menopause, kecemasan yang
dialami berkaitan dengan mitos dan budaya, dan lingkungan sosial yang
tidak dapat melayani suami dengan sempurna yang mengarah pada kepuasan
seksual dan hal ini mendorong munculnya kecemasan.
Berdasarkan uraian diatas, jenis-jenis kecemasan dalam penelitian ini
yaitu kecemasan realistis, kecemasan neurosis, dan kecemasan moral.
Kecemasan realistis pada wanita menopause merupakan kecemasan yang
dialami akibat pengaruh kondisi fisik dan psikologis. Sedangkan, kecemasan
neurosis pada wanita menopause merupakan kecemasan yang muncul terkait
pemenuhan insting seksual, serta kecemasan moral pada wanita menopause
berkaitan dengan mitos dan budaya, serta tidak mendapatkan dukungan sosial.
c. Respon Terhadap Kecemasan
Stuart (2001) mengemukakan bahwa respon terhadap kecemasan terdiri
dari respon perilaku, emosi, fisiologis, dan kogniitif.
a). Respon Perilaku
Respon perilaku adalah reaksi dalam bentuk perilaku manusia terhadap
bahaya atau ancaman meliputi rasa gelisah, bingung, dan ketegangan fisik.
b). Respon Emosi
Respon emosi merupakan suatu perasaan dimana individu secara
terus-menerus khawatir akan bahaya yang mengancam meliputi kekhawatiran,
cemas, mati rasa, dan takut.
Respon fisiologis merupakan reaksi tubuh akan bahaya seperti jantung
berdebar, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, tekanan darah meningkat,
sesah napas, insomnia, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang, tungkai lemah,
kehilangan nafsu makan, mual, diare, berkeringat, rasa panas dan dingin pada
kulit, dan sebagainya.
d). Respon Kognitif
Respon kognitif adalah respon yang timbul akibat pikiran individu,
misalnya sulit berkonsentrasi, ketidakmampuan membuat keputusan, mudah
putus asa, sulit tidur, kreativitas menurun, produktifitas menurun, dan takut
kehilangan kendali.
d. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Atkinson (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
meliputi konflik, frustasi, ancaman fisik dan ancaman harga diri, serta adanya
tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan diri. Thalis (1992)
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu:
a). Faktor Internal
Kecemasan yang muncul sebab individu mengalami hambatan dalam
mendapatkan kebutuhannya, sehingga individu merasa tidak mampu, rendah
diri, bersalah, kurang percaya diri, dan merasa tidak memiliki tujuan. Selain itu,
pusat pengatur suhu yang menyebabkan gangguan fungsi beberapa organ tubuh
(Stuart, 2001).
b). Faktor Eksternal
Kecemasan muncul berkaitan dengan dukungan emosional yang rendah
dari orang lain dan tidak memberikan kebutuhan yang diharapkan individu
sehingga individu merasa tidak dicintai, tidak memiliki kasih sayang, tidak
memiliki dukungan, dan timbulnya penolakan serta kritikan yang mengancam.
Berdasarkan iuran di atas, dalam penelitian ini faktor yang
mempengaruhi kecemasan adalah faktor yang berasal dari diri individu dimana
individu merasa cemas dengan perubahan yang terjadi dalam tubuhnya yang
turut membuat individu merasa kurang percaya diri. Selain itu, faktor dari luar
individu, dimana lingkungan, budaya dan mitos yang ada mempengaruhi
kecemasan individu.
e. Gejala-gejala Kecemasan
Hurlock (1990) menyatakan bahawa kecemasan ditandai dengan
adanya rasa khawatir, gelisah, dan perasaan yang tidak menyenangkan, dan
seseorang menjadi tidak mampu menemukan penyelesaian terhadap masalah.
Selanjutnya, Daradjat (1990), mengemukakan bahwa gejala kecemasan terdiri
dari :
Gejala fisik yang dialami seperti ujung jari yang terasa dingin, detak
jantung yang cepat, berkeringat, tidur tidak nyenyak, pencernaan terganggu,
kepala pusing, dan sesak napas. Berikutnya gejala fisik pada kecemasan yaitu
sakit dan nyeri otot, muka merah atau pucar, merasa lemas, perasaan
ditusuk-tusuk, jantung berdebar-debar, nyeri didada, sesak nafas, rasa tertekat atau
sempit didada, sulit menelan dan perut kembung. Selain itu, gejala fisik yang
terjadi meliputi, sering buang air kecil, tidak datang bulan (tidak ada haid),
darah haid berlebihan, darah haid sedikit, masa haid pendek, haid beberapa kali
dalam sebulan dan menjadi dingin (Hawari, 2006).
2). Gejala Psikologis
Gejala psikologi ini seperti rasa takut, cemas, firasat buruk, perasaan
akan bahaya, tidak mampu memusatkan perhatian, tidak berdaya, rendah diri,
kurang percaya diri, dan selalu ingin lari dari kenyataan. Selain itu, gejala
psikologis pada kecemasan meliputi perasaan mudah tersinggung, merasa
tegang, lesu, tidak bisa beristirahat dengan tenang, mudah terkejut, mudah
menangis, gemetar, gangguan tidur, sulit berkonsentrasi, murung, serta
perasaan berubah-ubah sepanjang hari (Hawari, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, gejala kecemasan dalam penelitian ini
meliputi gejala fisik dan psikologis. Gejala fisik seperti berkeringat, tidur tidak
nyenyak, nyeri badan, jantung berdebar, pernapasan dan pencernaan terganggu,
kurang percaya diri, mudah tersinggung, dan perasaan-perasaan yang tak
menentu.
2. Menopause
a. Pengertian Menopause
Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi dan tidak lagi
dapat hamil. Kondisi ini terjadi antara usia 40-55 tahun (Papalia, Olds, dan
Feldman, 2009). Menopause sering dianggap sebagai krisis dalam kehidupan
wanita, karena masa ini terjadi perubahan pada tubuh wanita yang disebabkan
oleh aktivitas hormonal. Perubahan ini disebut perubahan fisiologis, dimana
terjadi penurunan produksi hormon sehingga terjadi ketidakteraturan
menstruasi sampai berhentinya menstruasi (Spencer, 1991).
Menurut Mappiare (1983), menopause sebagai akibat adanya perubahan
fisik dan psikis yang ditandai dengan berhentinya produksi sel telur dan
hilangnya kemampuan melahirakan anak yang juga ditandai berhentinya fungsi
menstruasi. Wanita akan mengalami suatu masa dimana tidak menstruasi lagi
dan berakhirnya masa subur (Dahlan, 1978).
Menurut Kartono (2002), menopause adalah berhentinya menstruasi
pada wanita dan menurunnya hormon estrogen. Masa menopause ini terdiri dari
dua tahap yaitu pramenopause yaitu sebagai masa transisi, dimana kualitas
individu makin berkurang dan menopause yaitu dimulainya peristiwa
hidup dan pada saat itulah seorang wanita mengalami penghentian fungsi
reproduksinya, hingga periode terakhir masa haid. Pada masa menopause,
berhentinya menstruasi akan didahului oleh periode haid yang memiliki siklus
tidak teratur. Terjadinya menopause disebabkan adanya perubahan pada sistem
kelenjar endokrin dan menurunnya hormone estrogen. (Kasdu, 2002).
Menurut Pakasi (2002) & Baziad (2003) mengungkapkan akibat dari
menurunnya hormon estrogen akan memberikan ketidaknyamanan pada organ
tubuh. Gangguan tersebut dibagi menjadi gangguan jangka pendek dan jangka
panjang. Gangguan jangka pendek meliputi :
(a). Gejala vasomatorik, yaitu hot flushes, jantung berdebar, kepala sakit, gejala
psikologis yaitu gelisah, mudah marah, perubahan perilaku, depresi, dan
gangguan libido.
(b). Gejala urogenital yaitu vagina kering, keputihan, gatal pada vagina, iritasi
pada vagina, inkontinensia urine, gejala pada kulit yaitu kering, dan keriput.
(c). Gejala metabolisme yaitu, kolestrol tinggi, HDL turun, LDL naik, termasuk
ketidaknyamanan dalam aspek seksualitas.
Gangguan jangka panjang meliputi osteoporosis, penyakit jantung
coroner, ateroklerosis, stroke sampai kanker usus.
Berdasarkan uraian di atas, pengertian menopause dalam penelitian ini
adalah masa terhentinya haid atau menstruasi yang terjadi dalam rentang usia
produksi hormon estrogen yang ditandai dengan berbagai perubahan fisik
maupun psikologis.
b. Tahap-Tahap Masa Menopause
Kartono (2002) mengemukakan ada dua tahap yang dilalui wanita pada
masa menopause, yaitu :
1). Pramenopause, merupakan masa peralihan antara masa reproduksi.
Biasanya fase ini berlangsung sekitar 2-8 tahun dan ditandai dengan haid
yang mulai tidak teratur (Greendale,1999). Pada tahap ini wanita
mengingkari ketuaannya dan ingin mengulangi kembali pola kebiasaan di
masa muda.
2). Menopause, merupakan fase paling sulit bagi wanita terkait dengan
perubahan hormon dalam tubuh wanita dan sejumlah gejala fisik dan psikis
mulai muncul pada fase ini ( Papalia, Olds, dan Feldman, 2008). Pada tahap
ini, wanita tidak mendapatkan haid selama satu tahun penuh (Kartono,
2002).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
ini tahap menopause pada wanita terdiri dari 2 tahapan yaitu pramenopause dan
menopause. Pramenopause merupakan masa peralihan yang ditandai dengan
haid/menstruasi yang tidak teratur. Berikutnya menopause adalah fase dimana
c. Gejala-gejala Menopause
Menurut Kartono (2002), adapun gejala-gejala pada masa menopause,
yaitu :
a. Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis,
seperti cemas, mudah marah, mudah curiga, mudah tersinggung dan
perasaan sangat tegang.
b. Keadaan pikiran dan perilaku yang tidak menentu, seperti khawatir, sukar
konsentrasi, takut akan ancaman, keras kepala, pelupa, memandang diri
sangat sensitif, gelisah, gugup, dan merasa tidak berdaya.
c. Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti berkeringat, gemetar,
pusing, berdebar-debar, mual, menstruasi tidak lancar, menstruasi berhenti,
mengalami gangguan pencernaan, perubahan pada hasrat seksual, dan
terganggunya kemampuan orgasme.
d. Keluhan, seperti gejolak panas (Hot flushes), jantung berdebar, kepala sakit,
vagina kering, keputihan, gatal pada vagina, iritasi pada vagina, obesitas,
gangguan pencernaan, inkontinensia urine, dan gejala pada kulit yaitu
3. Pengertian Kecemasan Terhadap Menopause
Kecemasan adalah suatu kekhawatiran akan keadaan yang tidak
menyenangkan dan tidak jelas sumbernya. Kecemasan ini menyebabkan
individu merasa takut, cemas, khawatir dan mengakibatkan perubahan fisik
maupun psikologis pada tubuh. Kecemasan yang muncul pada wanita yang
menghadapi menopause dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam
menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak pernah dialami.
Menopause adalah berhentinya haid atau menstruasi. Hal ini terjadi
akibat perubahan hormon yaitu penurunan produksi hormon estrogen. Masa
menopause sering dianggap sebagai krisis dalam kehidupan wanita, karena
masa ini terjadi perubahan pada tubuh wanita yang disebabkan oleh aktivitas
hormonal. Pada masa ini wanita akan menghadapi menopause dalam rentang
usia 40-55 tahun (Mappiare,1983). Selain itu, terjadi perubahan hormonal pada
wanita yang menimbulkan pengaruh psikologis bagi yang mengalaminya.
Wanita yang menghadapi masa menopause akan mengalami semacam
pertentangan akibat gejala-gejala yang muncul dan ketakutan akan hilangnya
fungsi kewanitaannya sehingga menimbulkan kecemasan yang berlebihan
(Ibrahim, 2002).
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini kecemasan terhadap
menopause dapat diartikan sebagai suatu kondisi psikologis atau
menghadapi masa menopause, yaitu suatu masa dimana wanita secara bertahap
tidak lagi dapat haid dan berakhirnya era reproduksi. Pada penelitian ini, wanita
menganggap masa menopause sebagai suatu ancaman terhadap fungsi
kewanitaannya sehingga menimbulkan kcemasan.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Terhadap Menopause
Secara Umum, Thalis (1992) menjelaskan kecemasan dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu :
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang muncul dalam diri individu.
Kecemasan muncul karena individu mengalami hambatan untuk mendapatkan
kebutuhan-kebutuhan, sehingga individu merasa dirinya tidak mampu, rendah
diri, merasa bersalah, dan tidak percaya diri. Pada faktor internal yang
mempengaruhi kecemasan terhadap menopause pada wanita yaitu adanya rasa
tidak percaya diri dalam menghadapi penurunannya fungsi reproduksinya,
merasa tidak menarik secara fisik, dan menurunnya fungsi seksual (Kartono,
2002).
Selain itu, faktor internal yang mempengaruhi kecemasan terhadap
menopause yaitu kecemasan berkaitan dengan perubahan fisik yang dialami.
Perubahan fisik tersebut meliputi ketidakteraturan haid, penyempitan pembuluh
tubuh dirasakan sebagai ancaman yang membuat dirinya kehilangan daya tarik
(Kartono, 2002 & Zuccalo, 2006).
Kecemasan muncul berkaitan dengan gejala-gejala menopause juga
turut mempengaruhi individu dalam menghadapi menopause. Wanita merasa
cemas dan bingung ketika mengalami suasana hati yang berubah, mudah
tersinggung dan depresi dengan perubahan hormonal. Terutama gejala
menurunnya gairah seksual, sebagian besar wanita mengalami kecemasan
bahwa dirinya tidak lagi bisa membahagiakan dan melayani suami dengan baik
(Mc Carthy, 2006).
Faktor internal lainnya yaitu kecemasan yang timbul dalam diri indivdu
terkait dengan penyakit usia lanjut. Seiring berkurangnya hormon estrogen
dapat menimbulkan gangguan penyakit, seperti penyakit cardiovascular dan
osteoporosis. Hal ini akan menimbulkan kecemasan bagi para wanita usia
dewasa tengah yang sedang mengalami menopause (Zuccalo,2006).
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar. Kecemasan timbul
akibat lingkungan sosial tidak memberikan kebutuhan yang diharapkan
individu seperti kritikan orang lain, kehangatan dan penghargaan yang
mengakibatkan timbulnya penolakan sosial. Pada faktor eksternal kecemasan
terhadap menopause yang dialami wanita yaitu budaya, lingkungan sosial, dan
sudah tua, tidak menarik lagi, menurunnya fungsi seksual yang berpengaruh
terhadap kepuasan seksual (Aprillia 2007 & Kartono, 2002).
Berdasarkan uraian diatas, kecemasan dalam menghadapi menopause
adalah kecemasan yang bersumber dari datangnya masa menopause yang
dianggap sebagai ancaman. Pada penelitian ini faktor yang dapat
mempengaruhi kecemasan terhadap menopause yaitu faktor internal dan
eksternal. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri wanita
meliputi perubahan fisik dan psikis. Perubahan fisik yaitu perubahan yang
terjadi yang dianggap sebagai suatu ancaman pada diri individu yang
mengakibatkan kurangnya kepercayaan diri. Perubahan psikis yaitu
gejala-gejala menopause yang dialami yang memberikan pengaruh pada hasrat
seksual. Sedangkan, faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari mitos
seputar menopause yang mengakibatkan kecemasan dan berpengaruh pada
C. Hubungan Kepuasan Seksual dengan Kecemasan Terhadap Menopause Setiap wanita tentu akan menghadapi masa menopause, meskipun menopause tejadi di usia yang berbeda. Umumnya, wanita akan menghadapi
masa menopause dalam rentang usia 40-55 tahun (Kuntjoro,2002). Menopause
sendiri merupakan berhentinya menstruasi yang secara alamiah akan dialami
oleh wanita. Walaupun menopause bukan suatu penyakit melainkan suatu tahap
perkembangan, menopause sangat berhubungan dengan kesehatan terutama
fungsi reproduksi wanita yang akan mempengaruhi kecemasan pada wanita
dalam kepuasan seksual. Terjadinya menopause menyebabkan menurunnya atau
terhentinya produksi hormon estrogen, sehingga dapat menimbulkan berbagai
masalah. Selain itu, pada masa menopause wanita akan mengalami
perubahan-perubahan, baik perubahan fisik dan perubahan psikis yang keseluruhannya
saling tekait satu dengan lainnya.
Wanita yang menghadapi menopause mengalami perubahan fisik yang
mengakibatkan penurunnya fungsi reproduksi seperti ketidakteraturan haid,
penyempitan pembuluh darah, keluhan pada vagina, dan perubahan bentuk tubuh
(Kartono, 2002). Pada wanita menopause menurunnya fungsi reproduksi yang
diikuti menurunnya fungsi seksual sering dihubungkan dengan pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan seksualnya. Wanita yang menghadapi menopause akan
menghadapi perubahan hasrat seksual karena keringat yang terus-menerus
mengucur, gangguan tidur, dan aktivitas seksual yang dirasa membutuhkan
Wanita yang menghadapi menopause takut akan kehilangan kewanitaannya,
kehilangan nafsu dan kemampuan koitus, dan kehilangan rasa cinta sang suami.
Ketidakmampuan wanita menopause menghadapi tekanan atau konflik
akibat perubahan fisik dapat menimbulkan masalah psikologi meliputi perasaan
takut, cemas, mudah tersinggung, gelisah, malas, merasa tidak berdaya, merasa
kurang percaya diri, merasa tidak menarik, marah dan sebagainya.
Wanita yang juga tidak siap atau tidak mampu mengendalikan
perubahan yang terjadi akan mengalami kecemasan yang dapat mempengaruhi
hubungan seksual dengan pasangannya. Hubungan seksual tidak sekedar
ditunjukkan untuk reproduksi melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan
psikologis dasar individu yang jika terpenuhi akan muncul perasaan puas,
bahagia, nyaman, tenteram, dan mengalirkan energi baru dalam tubuh
(Prawirogardjo, 2009). Perasaan cemas yang dialami wanita menopause juga
turut terkait dengan kepuasan seksualnya.
Kepuasan seksual sendiri merupakan bentuk kedekatan seksual
mencakup pikiran dan perasaan seseorang terhadap pasangan dalam
pemenuhan, harapan dan kualitas hubungan seksualnya dengan pasangannya.
Pada wanita menopause, keterbukaan dalam kepuasan seksual, yaitu
kemampuan individu untuk berterus terang terhadap pasangan mempengaruhi
kualitas hubungan pada pasangan, dimana apabila tidak adanya keterbukaan
maka akan menimbulkan kecemasan. Aspek selanjutnya, komunikasi meliputi
wanita menopause, ketidakpuasan seksual terhadap pasangan karena adanya
kesenjangan komunikasi dapat menimbulkan kebosanan atau kurang tanggapan
seksual serta masalah-masalah lain yang muncul seperti kecemasan ketika
berhubungan seksual. Hal ini terjadi karena perubahan-perubahan yang terjadi
selama masa menopause dan keluhan-keluhan menopause terkait seksualitas
yang dialami tidak dikomununikasikan, sehingga dapat menjadikan tidak
tercapainya kepuasan seksual yang mengakibatkan pasangan akan mencari
kenikmatan lain.
Komunikasi yang baik dan intim bersama pasangan akan meningkatkan
kualitas kepuasan seksual serta meningkatkan kepuasan hubungan yang dijalin
secara menyeluruh sehingga dapat mengurangi kecemasan wanita yang
menghadapi menopause dengan segala perubahan-perubahan baik fisik
maupun psikologis yang dialaminya. Selain itu, kedekatan emosional yaitu
hubungan timbal balik akan perasaan terhadap pasangan. Perasaan-perasaan
tersebut dapat mengurangi kecemasan pada wanita yang menghadapi
menopause yang dapat memberikan dan meningkatkan kepuasan seksual.
Kedekatan emosional ini seperti perasaan marah dan cinta. Perasaan marah
pada pasangan dapat menimbulkan ketidakpuasan seksual pada diri sendiri
maupun pada pasangan. Perasaan mencintai pasangan dan dicintai pasangan
akan membuat hubungan seks yang dilakukan memberikan pengaruh positif
Berdasarkan uraian di atas, terdapat dinamika hubungan pada
kecemasan terhadap menopause dan kepuasan seksual. Kecemasan terhadap
menopause dan kepuasan seksual dapat dilihat sebagai hal yang saling terkait.
Ketidakmampuan atau ketidaksiapan menghadapi menopause secara positif
dapat menyebabkan rendahnya kepuasan seksual yang mengakibatkan
kecemasan. Kecemasan ini menyebabkan ketidakmampuan atau ketidaksiapan
yang menimbulkan semakin rendah kepuasan seksual. Hal ini berarti kepuasan