• Tidak ada hasil yang ditemukan

Survei penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Survei penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman."

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

i

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI

DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Ristya Ferinda NIM: 131134105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI

DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Ristya Ferinda NIM: 131134105

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya dalam hidupku.

2. Orang tuaku, Bapak Hartiyo dan Ibu Indar Ristiningsih yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang tak terhingga besar dan waktunya.

3. Tunanganku, Arif Yuono yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayang untuk berbagai hal yang kulakukan khususnya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak Suhartono dan Ibu Nurjanah yang selalu memberikan doa dan kasih sayang. Serta kakakku tersayang Aniza Sudarmini yang selalu memberikan doa, menghiburku, dan membantuku untuk berbagai hal.

5. Dosen pembimbingku, Ibu Erlita dan Ibu Laura yang selalu membantu dan membimbingku dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Saudaraku semuanya yang selalu memberikan doa dan kasih sayang untuk berbagai hal

7. Sahabat-sahabatku seperjuangan skripsi, Lela, Rosita, dan Yovita, yang selalu memberiku semangat dan membantuku untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 8. Sahabat-sahabatku, yang selalu mendengarkan keluh kesahku dan

menyemangatiku.

(6)

v MOTTO

”Doa adalah lagu hati yang membimbing ke arah singgahsana Tuhan meskipun ditingkah oleh suara ribuan orang yang sedang meratap”

(Kahlil Gibran)

“Ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta” (Albert Einstein)

“Sejumlah godaan akan datang kepada mereka yang tekun dan rajin, tapi seluruh

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 07 Maret 2017 Peneliti

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Ristya Ferinda

Nomor Mahasiswa : 131134105

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI

WILAYAH KABUPATEN SLEMAN”

Dengan demikian saya memberitahukan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan ke dalam internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 07 Maret 2017 Yang menyatakan

(9)

viii ABSTRAK

SURVEI PENYELENGGARAAN SEKOLAH DASAR INKLUSI DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

Ristya Ferinda Universitas Sanata Dharma

2017

Dinas pendidikan telah menunjuk beberapa sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat untuk memerangi sikap diskriminatif. Tujuan penelitian ini mengetahui besar presentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah dasar inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantatif non eksperimental dengan metode survei cross sectional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, yang telah dilakukan validasi kepada dua orang validator sebelum dibagikan kepada responden. Ada 32 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman yang ditunjuk Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi.

Kuesioner yang dibagikan kepada responden berjumlah 54 dan kuesioner yang kembali berjumlah 47 kuesioner. Dari hasil olah data, peneliti mendapatkan hasil bahwa hanya 22% penyelenggara sekolah dasar inklusi yang memenuhi prinsip-prinsip sekolah inklusi dan penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di wilayah Kabupaten Sleman telah mencakup 8 prinsip, yaitu penerimaan peserta didik baru (PPDB); identifikasi; kurikulum fleksibel; merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang ramah anak; penataan kelas yang ramah anak; asesmen; pengadaan dan pemanfaatan media pembelajaran adaptif; penilaian dan evaluasi pembelajaran.

(10)

ix ABSTRACT

SURVEI OF THE IMPLEMENTATION OF INCLUSION PRIMARY SCHOOL IN SLEMAN REGENCY

Ristya Ferinda Sanata Dharma University

2017

Education Authorities has appointed several schools to implement inclusion education. Concept of inclusion education is an education concept that represent all aspects relating to openness in accepting children with special needs to acquire their basic rights as citizens. Inclusion primary school is a school that accommodate every child in the same class by accommodating and responds to diversity through the curriculum that appropriate to each children’s needs and partnering with the society to fight against discriminatory attitudes. The purpose of this research knowing a large percentage of inclusion primary school in Sleman regency in accordance with the principles of inclusion school and describe the application of any principle of inclusion school of implementation by inclusion primary school in Sleman regency.

This research was a quantitative non experimental research with cross sectional survey method. Instrument that used in this research was questionnaire with open question which has been validated to two validators before being given to the respondents. There are 32 inclusion primary schools in Sleman District that had been appointed by the Education Authorities of Sleman District to implement inclusive education.

Questionnaire that given to the respondents were 54 respondents and there were 47 respondents which bring back the questionnaire. From the data processing, researcher got the result that approach 22% of the schools that implement inclusion education have comply inclusion school’s principles. The implementation of inclusion primary school in Sleman District included 8 principles, there were the new student’s admission; identifications; flexible curriculum; designing child-friendly teaching materials and learning activities; child-friendly classroom arrangement; assessment; procurement and utilization of adaptive media learning; assessment and evaluation of learning.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik yang berjudul

“Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman”. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat berhasil dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma. 4. Ibu Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing I

yang telah memberikan kritik, saran, arahan, motivasi, waktu, pikiran, tenaga, dan bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

(12)

xi

bantuan kepada penulis dengan penuh kesabaran dari awal penyusunan hingga akhir penyusunan skripsi selesai.

6. Validator instrumen kuesioner yang telah memberikan kritik dan saran pada instrumen penelitian ini.

7. Kepala Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

8. Guru Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Kedua orang tuaku, Bapak Hartiyo dan Ibu Indar Ristiningsih yang selalu memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang.

10.Tunanganku, Arif Yuono yang selalu memberiku doa, semangat, bantuan, dan kasih sayang.

11.Lela Mustikasari, Rosita Cahayani, Yovita Ratri yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penelitian skripsi ini masih banyak kekurangan. Semoga skripsi ini berguna bagi pembaca sekaligus menjadi sumber belajar bagi peneliti lain yang memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.

(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

c. Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 12

d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi ... 12

2. Sekolah Dasar Inklusi ... 13

3. Anak Berkebutuhan Khusus ... 14

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ... 14

b. Jenis-jenis Anak Bekebutuhan Khusus ... 15

4. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi ... 23

a. Penerimaan Peserta Didik Baru yang Mengakomodasi Semua Anak ... 23

b. Identifikasi ... 23

c. Adaptasi Kurikulum ... 25

d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak ... 26

e. Penataan Kelas Ramah Anak ... 26

f. Asesmen ... 27

(14)

xiii

h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran ... 29

B. HASIL PENELITIAN RELEVAN ... 30

F. TEKNIK PENGUJIAN INSTRUMEN ... 45

1. Uji Validitas Instrumen ... 45

2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 54

G. TEKNIK ANALISIS DATA ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. DESKRIPSI PENELITIAN ... 59

B. TINGKAT PENGEMBALIAN KUESIONER ... 61

C. HASIL PENELITIAN ... 61

D. PEMBAHASAN ... 71

1. Kesesuaian Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman ... 71

2. Penerapan Prinsip Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman ... 74

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ... 82

A. KESIMPULAN ... 82

B. KETERBATASAN PENELITIAN ... 83

C. SARAN ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 87

(15)

xiv

DAFTAR BAGAN

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sebagai sampel

penelitian ... 41

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen penelitian tentang penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman ... 43

Tabel 3.3 Skala Likert ... 47

Tabel 3.4 Contoh Coding Data ... 57

Tabel 4.1 Hasil jawaban prinsip pertama dengan jawaban terbanyak ... 62

Tabel 4.2 Hasil jawaban prinsip kedua dengan jawaban terbanyak ... 63

Tabel 4.3 Hasil jawaban prinsip ketiga dengan jawaban terbanyak ... 63

Tabel 4.4 Hasil jawaban prinsip keempat dengan jawaban terbanyak ... 64

Tabel 4.5 Hasil jawaban prinsip kelima dengan jawaban terbanyak ... 64

Tabel 4.6 Hasil jawaban prinsip keenam dengan jawaban terbanyak ... 65

Tabel 4.7 Hasil jawaban prinsip ketujuh dengan jawaban terbanyak ... 67

Tabel 4.8 Hasil jawaban prinsip kedelapan dengan jawaban terbanyak ... 67

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rekomendasi Penelitian dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Kabupaten Sleman ... 88

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sleman ... 89

Lampiran 3 Daftar Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi di Kabupaten Sleman ... 90

Lampiran 4 Validasi Dosen Ahli A ... 93

Lampiran 5 Validasi Dosen Ahli B ... 109

Lampiran 6 Bentuk Kuesioner ... 125

Lampiran 7 Contoh Instrumen Kuesioner yang Diisi Responden ... 148

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng sehingga itu harus dilindungi, dihormati, dan dipertahankan (Kustawan, 2013: 1). Ada berbagai macam hak asasi yang dimiliki manusia, yakni hak asasi pribadi yang berkaitan dengan kehidupan pribadi manusia, hak asasi politik yang berkaitan dengan kehidupan politik, hak asasi hukum yang berkaitan dengan hukum juga pemerintahan, hak asasi ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian, hak asasi peradilan yang berkaitan dengan perlakuan yang sama terhadap tata cara pengadilan, dan hak asasi sosial budaya yang berkaitan dengan kehidupan dalam bermasyarakat. Salah satu contoh hak asasi sosial budaya adalah mendapatkan pendidikan yang layak.

(19)

pendidikan formal bisa sebagai tambahan belajar, sekolah pada usia dini, kursus, dan sebagainya yang dapat diselenggarakan secara terstruktur dan berjenjang; dan pendidikan informal merupakan pendidikan dalam keluarga dan lingkungan. Jalur pendidikan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, serta meningkatkan akademik maupun nonakademik yang dimiliki karena pendidikan formal, nonformal, dan informal ini dapat saling melengkapi untuk mengembangkan potensi diri. Potensi diri dapat dikembangkan melalui meningkatkan akademik juga nonakademik, sehingga sumber daya manusia semakin berkualitas dan dapat membangun peradaban bangsa yang semakin maju.

UNESCO (dalam Kustawan, 2013: 3) The International Commission on Education for the Twenty-first Century, mengingatkan bahwa kebijakan

pendidikan harus dirancang agar dapat merespon keberagaman kebutuhan peserta didik dan harus menghindari atau tidak menyebabkan munculnya ekslusivisme/pemisahkan dan diskriminasi. Sementara Salamanca Statement dan framework for Action (dalam Kustawan, 2013 : 17), menjelaskan bahwa sekolah regular yang berorientasi inklusif adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat inklusif dan mencapai cita-cita pendidikan untuk semua.

(20)

pihak sekolah harus bisa menghilangkan sikap diskriminasi yang sering menjadi kekhawatiran bagi orangtua yang akan menyekolahkan anaknya. Semua orangtua menginginkan pendidikan yang terbaik bagi anaknya, pendidikan yang mampu merespon keberagaman kebutuhan peserta didik. Sekolah hendaknya tidak membedakan siswa yang tidak memiliki kebutuhan khusus dan siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Setiap sekolah wajib menerima semua peserta didik tanpa prasyarat tertentu dan menerima dengan keterbukaan.

Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusi atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusi didefinisikan sebagai konsep yang menampung semua anak yang berkebutuhan khusus maupun anak yang memiliki kesulitan membaca dan menulis (Ilahi, 2013: 23).

(21)

kemampuan yang berbeda untuk belajar bersama (Kustawan, 2013: 61). Sekolah Dasar Inklusi juga terselenggara di Kabupaten Sleman dengan jumlah sebanyak 32 sekolah. Sekolah yang ditunjuk dianggap mampu untuk menyelanggarakan sekolah inklusi. Sekolah tersebut tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sleman, yakni di Kecamatan Seyegan, Mlati, Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan, Ngemplak, Ngaglik, Moyudan, Godean, Gamping, Depok, Kalasan, dan Prambanan.

Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi memberi tanggungjawab kepada semua pihak sekolah untuk bertanggungjawab juga mengupayakan bantuan dalam berbagai hal dalam kegiatan sekolah dan hubungannya dengan masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi peserta didik. SD/MI harus mampu mengakomodasi semua peserta didik tanpa membedakan dari sudut pandang apapun. Pihak sekolah diharapkan mampu merancang model, fasilitas, kurikulum, tenaga pendidik, administrami, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sekolah dengan baik agar menjadikan sekolah yang ramah anak, terbuka, dan tidak mendiskriminasi.

(22)

sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusi berjumlah 32 sekolah yang tersebar di beberapa kecamatan. Jumlah sekolah dasar ini sudah cukup memadai untuk menampung siswa yang mengalami kebutuhan khusus di wilayah Kabupaten Sleman. Berdasarkan penelitian terdahulu dari Supardjo (2016) bertujuan mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran di SD Negeri III Giriwono Wonogiri dan penelitian terdahulu dari Ery Wati (2014) yang menyatakan di SD Negeri 32 Kota Banda Aceh ditemukan adanya kesalahan-kesalahan terkait aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum, serta tenaga kependidikan dan pembelajarannya mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang relevan di Wilayah Kabupaten Sleman. Peneliti terdorong untuk melanjutkan penelitian tersebut dengan menambahkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Berakar dari latar belakang yang disebutkan di atas, peneliti ingin meneliti dengan judul “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di

(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka rumusan masalah yang diperoleh sebagai berikut :

1. Berapa jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi? 2. Bagaimana penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang

diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui jumlah persentase sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dengan prinsip sekolah inklusi. 2. Mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang

(24)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan referensi tentang kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman langsung untuk menggali kesesuaian prinsip-prinsip sekolah inklusi dengan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

b. Bagi Guru

Guru mendapatkan informasi kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

c. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

(25)

E. Definisi Operasional

1. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus di kelas reguler bersama-sama teman seusianya untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara.

2. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak untuk memerangi sikap diskriminatif.

3. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu karena dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat.

(26)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini membahas kajian teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

A. Kajian Teori 1. Pendidikan Inklusi

a. Pengertian Pendidikan Inklusi

Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara (Ilahi, 2013: 24). Pernyataan tersebut didukung oleh Staub dan Peck (dalam Ilahi, 2013: 27) yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Sedangkan O’Neil

(dalam Ilahi, 2013: 27) menambahkan, pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya.

(27)

khusus belajar dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus di kelas regular bersama-sama teman seusianya untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara.

b. Tujuan Pendidikan Inklusi

Menurut Ilahi (2013: 39), tujuan pendidikan inklusi, yaitu :

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Sembodo (2008: 7) menyebutkan beberapa manfaat pendidikan dibuat agar anak-anak istimewa belajar bersama-sama anak-anak lain diantaranya adalah :

1) Meningkatkan interaksi sosial

2) Lebih banyak tingkah laku normal yang dapat dicontoh oleh mereka

(28)

5) Perkembangan dan nilai guna pendidikan bergantung pada program dan intervensi yang dijalankan oleh guru

Rosilawati (2013: 10) menyatakan bahwa manfaat dan sisi positif lain yang diperoleh dari adanya pendidikan inklusi diantaranya :

1) Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.

2) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.

3) Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. 3) Meningkatkan interaksi sosial

(29)

5) Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.

c. Karakteristik Pendidikan Inklusi

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (dalam Ilahi, 2013: 44) menyatakan bahwa pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna, antara lain: 1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara

merespon karagaman individu.

2) Mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak dalam belajar.

3) Anak kecil yang hadir (di sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam hidupnya.

4) Diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal, ekslusif, dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi

Ilahi (2013: 48) menjelaskan bahwa prinsip dasar pendidikan inklusi sebagai sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Salamanca Statement dan Framework for Action (dalam Ilahi, 2013: 49) menyatakan

(30)

yang menyatakan bahwa pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukkan untuk semua siswa tanpa menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip pendidikan inklusi adalah sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan dimana semua anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersekolah tanpa menghiraukan perbedaan yang ada.

2. Sekolah Dasar Inklusi

Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013: 83) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Pernyataan tersebut didukung oleh perjanjian Salamanca Statement dan Framework for Action (dalam Kustawan, 2013: 17) bahwa sekolah regular

(31)

(2006: 03) menyatakan bahwa sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang menampung semua siswa di kelas yang sama dengan mengakomodir dan merespon keberagaman melalui kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak dan bermitra dengan masyarakat untuk memerangi sikap diskriminatif.

3. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Mulyono (dalam Ilahi, 2013: 137) menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat. Sunanto (dalam Ilahi, 2013: 137) mendukung pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus bukan berarti hendak menggantikan anak penyandang cacat atau anak luar biasa, melainkan memiliki pandangan yang lebih luas dan positif bagi anak dengan keberagaman yang berbeda.

(32)

segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu (Ilahi, 2013: 138).

Sunan & Rizzo (dalam Subini, 2014: 13) memaparkan, anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya.

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah sebagai anak yang membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing individu karena dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial dan berbakat.

b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Tiarni (2013: 24), dalam panduan penganganan ABK bagi pendaming orang tua, keluarga, dan masyarakat, jenis-jenis ABK ada 12 macam, antara lain:

1) Anak disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (lowvision).

2) Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, baik sebagian maupun menyeluruh, dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan bicara.

(33)

dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa perkembangan.

4) Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk, dan fungsi tubuh atau anggota gerak.

5) Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku menyimpang.

6) Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperativitas, dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir, dan mengendalikan emosi.

7) Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism spectrum disorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam tiga

area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repititif dan stereotipi.

(34)

9) Anak lambat belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah rata-rata tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang dan untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.

10) Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learning disabilities adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.

11) Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anak yang mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa wicara, suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis, dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif.

12) Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) seperti musik seni, olah raga, dan kepemimpinan.

(35)

1) Tunanetra (hambatan indra penglihatan) tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.

2) Tunarungu (hambatan pendengaran) adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

a) Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB) b) Gangguan pendengaran ringan (41-55dB)

c) Gangguan pendengaran sedang (56-70dB) d) Gangguan pendengaran berat (71-90dB)

e) Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB)

3) Tunawicara (hambatan bicara) adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang lain.

4) Tunagrahita (hambatan intelektual) adalah individu yang memiliki itelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

(36)

neuro-muskular dan struktur tulang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. 6) Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam

mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Public Law (dalam Hidayat, 2013:13) mengemukakan pengertian tunalaras dengan istilah gangguan emosi, yaitu gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau lebih gejala-gejala berikut dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar :

a) Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, pengindraan, atau kesehatan

b) Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru

c) Berperilaku yang tidak pantas dalam keadaan normal d) Perasaan tertekan atau tidak bahagia terus menerus

e) Cenderung menunjukan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah.

Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan dan Kauffman (dalam Hidayat, 2013: 32-33) berdasarkan dimensi tingkah laku:

(37)

b) Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, sedih, dan kurang percaya diri.

c) Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri yaitu pelamun, kaku, pasif, dan pembosan.

d) Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri, yaitu mempunyai kelompotan jahat, mencuru bersama kelompoknya, dan bolos sekolah.

7) Kesulitan belajar (learning disability) adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar yang melibatkan pemahaman atau atau penggunaan bahasa, lisan maupun tertulis, yang termanifestasikan dalam suatu kemampuan yang tidak sempurnauntuk mendengarkan, berpikir, bicara, membaca, menulis, mengeja, maupun melakukan perhitungan matematika. Jenis-jenis kesulitan belajar diantaranya dyscalculia, dysgraphia, dyslexia, dan dyspraxia.

8) Lambat belajar (slow learner) adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah, di bawah rata-rata anak pada umumnya pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi mereka ini bukan tergolong anak keterbelakang mental.

(38)

(dalam Triani, 2013:3) menyebutkan karakteristik anak yang mengalami slow learner:

a) Inteligensi

Dari segi inteligensi anak-nak lambat belajar atau slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu 70-90 berdasarkan skala WISC

b) Bahasa

Anak-anak lambat belajar atau slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi.

c) Emosi

Dalam hal emosi, anak-anak lambat belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka cepat marah dan sensitif.

d) Sosial

Anak-anak lambat belajar atau slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering memeilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri.

e) Moral

Anak-anak lambat belajar atau slow learner tahu aturan yang berlaku tetapi mereka tidak paham untuk apa peraturan tersebut dibuat. (Triani. 2013: 10-12)

(39)

Menurut Tiarni (2013: 26-28), anak berkebutuhan khusus yang biasa masuk di sekolah inklusi antara lain anak yang:

1) Berkesulitan belajar

Adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, disleksia, dan afasia perkembangan.

2) Lamban belajar

Jika anak yang berkesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata maka sebaliknya dengan anak-anak lamban belajar. Mereka memiliki IQ di bawah lancar. Ingatannya sangat pendek sekali.

3) ADHD

Attention Deficits and hiperactivity disorder, adalah gangguan yang

berupa kekurangannya perhatian dan hiperaktivitas (aktivitas yang berlebihan).

4) Spectrum Autisma

Spectrum Autisma atau autisme adalah kelainan perkembangan sistem

(40)

tunawicara, tunagrahita, GPPH, kesulitan belajar khusus, Slow learner, spectrum autis, gifted, tunalaras, tunadaksa.

4. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasikan Semua Anak

Kustawan (2013: 90-91) menyatakan bahwa penerimaan peserta didik baru di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru, sekolah membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi dengan pendidik (guru pendidik khusus dan/ atau konselor) yang sudah memahami tentang pendidikan inklusi dan keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Bagi sekolah yang memiliki psikolog atau bekerjasama dengan psikolog, maka psikolog tersebut dapat ikut serta dalam kepanitiaan PPDB. SD/MI Penyelenggara pendidikan inklusi menerima peserta didik berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah dan mengalokasikan kursi/quota untuk peserta didik berkebutuhan khusus. b. Identifikasi

(41)

intelektual, mental, emosional dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013: 93) menjelaskan istilah identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.

Buku Modul Pelatihan Pendidikan Inklusi (dalam Kustawan, 2013: 93) memaparkan, identifikasi dapat diartikan menemukenali. Identifikasi anak berkebutuhan khusus adalah suatu upaya menemukenali anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini anak berkelainan dengan gejala-gejala yang menyertainya.

Lerner (dalam Kustawan, 2013: 95) mengemukakan bahwa identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan(screening), pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification), perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan kemajuan belajar (monitoring pupil progress).

(42)

dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran yang disesuiakan dengan kebutuhan khususnya dan/atau untuk menyusun program dan pelaksanaan intervensi/penanganan/terapi berkaitan dengan hambatannya (Kustawan, 2013: 95).

c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)

(43)

d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran Yang Ramah Anak Guru yang baik akan melakukan pembelajaran yang interaktif agar perhatian anak didiknya terpusat penuh kepada guru. Guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang cocok bagi anak didiknya agar anak didiknya mampu berpartisipasi di dalam pelajaran. Jenis materi pelajaran yang digunakan oleh para guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap keberhasilan akademis siswa-siswa penyandang disabilitas (Kustawan, 2013: 111). Ilahi (2013: 172-173) menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-sub topik tertentu yang mengandung ide pokok yang relevan dengan tujuan yang ditetapkan. e. Penataan Kelas Ramah Anak

(44)

berkebutuhan khusus. Penataan unsur fisik mencakup penampilan ruang kelas dan pemanfaatan ruang kelas, yaitu meliputi area dinding, pencahayaan, area lantai serta ruang penyimpanan.

f. Asesmen

Asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan dan mengambil keputusan pendidikan ketika diperlukan (Overton dalam Friend, 2015: 209). Triani (2013: 25) menambahkan asesmen merupakan kegiatan secara utuh dan menyeluruh untuk tujuan tertentu, kegiatan yang dilakukan dalam asesmen adalah mengumpulkan data dan informasi yang akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran.

a) Screening

Friend (2015: 210) menyatakan bahwa screening meliputi keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga patut untuk menerima perubahan pengajaran, atau pada akhirnya, asesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi disabilitas. Menurut Tiarni (2013: 22), screening dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus.

b) Diagnosis

(45)

ketentuan hukum bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap menyandang disabilitas atau tidak (Friend, 2015: 211).

c) Penempatan program

Friend (2015: 215) mengemukakan bagian utama dari keputusan penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah.

d) Penempatan kurikulum

Friend (2015: 216) mengungkapkan bahwa penempatan kurikulum meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum yang juga menjadi tujuan tegas dari IDEA.

e) Evaluasi pengajaran

(46)

f) Evaluasi program

Friend (2015: 217) menjelaskan bahwa keputusan evaluasi program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan, atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.

g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajarn Adaptif

Kustawan (2013: 117) berpendapat bahwa media pembelajaran adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan, dan karakteristik anak akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran.

h. Penilaian dan evaluasi pembelajaran

(47)

B. Hasil Penelitian Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terdahulu. Adapun penelitian tersebut adalah :

Pertama, penelitian yang berjudul “Pengelolaan Pembelajaran Anak

Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Sekolah dasar Negeri III Giriwono Wonogiri” yang ditulis oleh Supardjo. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus dalam sistem inklusi di sekolah dasar penyelenggaraan pendidikan inklusi dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Data dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dokumen, angka yang ditampilkan merupakan data pelengkap.

Kedua, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Inklusi Di Sekolah

Dasar Negeri 14 Pakan Sinayan Payakumbuh” yang ditulis oleh Winda Quida Sari. Penulis menyatakan bahwa penelitian ini penting dilakukan agar pelaksanaan inklusi dapat terlaksana sebagaimana semestinya dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan tujuan pendidikan. Metode yang digunakan peneliti adalah desktiptif untuk memahami perubahan atau intervensi terhadap sasaran penelitian. Analisis data merupakan suatu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan, karena penelitian ini bersifat deskriptif maka teknik analisis data yang digunakan adalah gambaran dengan kata-kata.

Ketiga, penelitian yang berjudul “Manajemen Pendidikan Inklusi di

(48)

belakang dari penelitian ini adalah meskipun sudah banyak sekolah dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi, tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep yang mendasar, bahkan tidak jarang ditemukan adanya kesalahan-kesalahan praktek terutama terkait dengan aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum, serta tenaga kependidikan dan pembelajarannya. Bahkan seperti diberitakan oleh beberapa media massa di Aceh bahwa sekolah dasar yang sudah ditunjuk menjadi sekolah inklusi menolak untuk menerima anak berkebutuhan khusus dikarenakan belum adanya guru yang professional. Penelitiannya menguak beberapa aspek penting terkait dengan pelaksanaan dan kendala pendidikan inklusi di Banda Aceh.

(49)
(50)
(51)

C. Kerangka Berpikir

Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi memberi tanggungjawab kepada semua pihak sekolah untuk bertanggungjawab juga mengupayakan bantuan dalam berbagai hal dalam kegiatan sekolah dan hubungannya dengan masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang layak bagi peserta didik. SD/MI harus mampu mengakomodasi semua peserta didik tanpa membedakan dari sudut pandang apapun. Pihak sekolah diharapkan mampu merancang model, fasilitas, kurikulum, tenaga pendidik, administrami, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sekolah dengan baik agar menjadikan sekolah yang ramah anak, terbuka, dan tidak mendiskriminasi.

(52)

Penelitian ini mengembangkan dari penelitian-penelitian terdahulu terkait prinsip-prinsip yang diteliti. Pada penelitian terdahulu ada 3 hingga 5 prinsip yang diteliti, penelitian ini menambahkan jumlah prinsip yang diteliti menjadi 8 prinsip. Sehingga peneliti menambahkan jumlah prinsip yang diteliti dengan tujuan mengembangkan ruang lingkup penelitian dan mengetahui perbedaan penyelenggaraan sekolah inklusi di wilayah yang diteliti. Penelitian terdahulu menjadi pendukung pada penelitian ini terkait prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Peneliti terdorong untuk mengembangkan penelitian tersebut dengan menambahkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusi pada penelitian ini untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Peneliti mengambil judul penelitian “Survei Penyelenggaraan Sekolah Dasar Inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman” dengan jenis penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional yang menggunakan instrumen berupa kuesioner terbuka untuk mengumpulkan data. Tes ini berbentuk uraian (esai) yang memberi kebebasan kepada subjek yang diteliti dalam memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Data yang diperoleh kemudian akan diolah dan dianalisis.

(53)

Wilayah Kabupaten Sleman yang sesuai dnegan prinsip sekolah inklusi dan mendeskripsikan penerapan setiap prinsip sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

D. Hipotesis Penelitian

1. Sebesar 50% penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman sudah sesuai prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. 2. Penerapan penyelenggaraan sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten

(54)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

Bagian metode penelitian ini memaparkan jenis penelitian, setting penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validasi dan reliabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode survei cross-sectional. Menurut Suharsaputra (2014: 50), poin dari penelitian kuantitatif adalah menjelaskan fenomena atau gejala untuk mencari penjelasan akan sesuatu, dari masalah yang dihadapi yang memerlukan kejelasan dan menggambarkan keingintahuan dan keinginan untuk mendapatkan pemahaman akan kondisi atau kejadian.

(55)

B. Setting Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Pemilihan sekolah dasar inklusi ini berdasarkan data yang didapat peneliti dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman. Tempat penelitian di sekolah dasar se-Kabupaten Sleman yang telah mendapatkan surat keputusan (SK) berupa keputusan untuk menyelenggarakan sekolah inklusi. Berdasarkan SK dari Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sleman sekolah dasar yang menyelenggarakan pendidikan inklusi berjumlah 32 sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Sleman, namun pada penelitian ini hanya 9 sekolah dasar inklusi yang dijadikan sebagai sampe penelitian.

b. Waktu Penelitian

(56)

Pada bulan Desember 2016 peneliti melakukan validasi instrumen kuesioner dan penyusunan skripsi bab I dan II. Pada awal bulan Januari 2017 melakukan perizinan kepada pemerintah melalui pengajuan surat izin ke Kantor Kesatuan Bangsa yang dilanjutkan ke Kantor Bappeda Kabupaten Sleman, selanjutnya peneliti mengantarkan tembusan surat ke Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Kantor Bupati Kabupaten Sleman, UPT dan Kantor Kecamatan di setiap kecamatan yang terdapat sekolah dasar inklusi yang digunakan sebagai penelitian. Pada pertengahan bulan Januari hingga pertengahan bulan Februari 2017 membagikan kuesioner dan pengambilan data di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman dilanjutkan mengerjakan bab III. Pengolahan data, revisi, dan penyusunan bab IV dan V dilakukan pada bulan Februari 2017. Awal bulan Maret 2017 dilanjutkan konsultasi bab I hingga V dan revisi. 2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru kelas 1 hingga kelas 6 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman.

3. Objek Penelitian

(57)

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012: 80). Menurut Nawawi (dalam Taniredja, 2011: 33) populasi adalah keseluruhan subyek yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai sumber. Populasi dari penelitian ini adalah semua guru di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dengan jumlah 32 sekolah dasar inklusi. Populasi dibatasi hanya berjumlah 32 sekolah dasar karena berdasarkan surat keputusan yang peneliti dapatkan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman sekolah dasar yang menyelenggarakan sekolah inklusi berjumlah 32 sekolah dasar inklusi dengan jumlah guru sebanyak 192 guru.

4. Sampel

(58)

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel (Sugiyono, 2015: 118). Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan teknik simple random sampling. Teknik

pengambilan sampel ini memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel dan dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 9 sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dengan 47 guru sebagai responden.

Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman sebagai sampel penelitian

No. Sekolah Dasar Inklusi Kecamatan 1. SD Negeri Ngijon 2 Moyudan 2. SD Negeri Semarangan 5 Godean 3. SD Muhammadiyah Kasuran Seyegan 4. SD Negeri Plaosan 1 Mlati 5. SD Negeri Sendangadi 2 Mlati

6. SD Negeri Bedelan Mlati

7. SD Negeri Gejayan Depok

8. SD Negeri Puren Depok

9. SD Negeri Mustokorejo Depok

D. Teknik Pengumpulan Data

(59)

penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Menurut Sugiyono (2010: 199), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner adalah instrumen survei untuk mendapatkan datanya (Jogiyanto, 2008: 17). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan kepada responden untuk mendapatkan data.

Kuesioner termasuk dalam teknik pengumpulan data non tes. Kuesioner ini disebarkan kepada wali kelas 1 hingga wali kelas 6 di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Kuesioner berisikan pertanyaan terbuka terkait dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Jangka waktu pengisian kuesioner berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan pihak sekolah namun dengan batas waktu tertentu.

(60)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang dipakai untuk menjembatani antara subjek dan objek (secara substansial antara hal-hal teoritis dengan empiris, antara konsep dengan data), sejauh mana data mencerminkan konsep yang ingin diukur tergantung pada instrumen (yang substansinya disusun berdasarkan penjabaran konsep/penentuan indikator) yang dipergunakan untuk mengumpulkan data (Suharsaputra, 2014: 94).

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa lembar kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka. Lembar kuesioner terbuka ini digunakan untuk mengetahui kondisi penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman. Kuesioner ini dibagikan kepada wali kelas 1 hingga wali kelas 6 yang menjadi sampel penelitian. Lembar kuesioner terbuka ini berisi indikator-indikator tentang prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi. Menurut Effendi (2012: 185) pertanyaan terbuka, baik alasan utama atau alasan apa saja tidak disediakan variasi jawaban dari pertanyaan tersebut oleh peneliti, responden diberikan kebebasan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Instrumen kuesioner dalam penelitian ini berbentuk pertanyaan terbuka (terlampir). Peneliti menyusun beberapa soal dengan indikator-indikator yang akan diteliti. Berikut kisi-kisi kuesioner yang digunakan peneliti:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian tentang penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman

No. Prinsip Indikator No. Item

(61)

Didik Baru (PPDB) yang

mengakomodasikan semua anak

berkebutuhan khusus

Mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah

6, 7, 8

Mempersiapkan sarana dan prasarana

9, 10, 11 Merencanakan sumber daya

biaya

12, 13, 14, 15 2 Identifikasi Mengidentifikasi tipe anak

berkebutuhan khusus

16, 17, 18, 19 3 Adaptasi Kurikulum

(Kurikulum fleksibel)

terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

34, 35, 36, 37, 38, 39, 40 5 Penataan kelas yang

ramah anak

Mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar

6 Asessmen Upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan

51, 52, 53, 54, 55

Melakukan penyaringan atau screening

56, 57, 58, 59, 60

Melakukan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan pendidikan khusus kurikulum untuk memulai pengajaran siswa

68, 69

Melakukan evaluasi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus

70, 71, 72, 73

Melakukan evaluasi program pada anak berkebutuhan khusus

(62)

pemanfaatan media pembelajaran adaptif

Pembelajaran Adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran Berdasarkan tabel 3.2 terkait kisi-kisi instrumen, teori yang digunakan untuk penyusunan berlandaskan teori dari Kustawan, Friend, Ilahi, Tiarni, dan Triani yang lebih lengkapnya terdapat pada kajian teori BAB II penelitian ini halaman 23-29. Teori dari Kustawan digunakan untuk menentukan prinsip-prinsip sekolah inklusi yang digunakan peneliti sebagai acuan penelitian. Teori-teori dari beberapa tokoh yang lain digunakan untuk mengembangkan prinsip-prinsip sekolah inklusi menjadi beberapa indikator yang kemudian dikembangkan menjadi pertanyaan-pertanyaan dengan jumlah 100 aitem untuk menguak kondisi penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

F. Teknik Pengujian Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian harus melalui pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu validitas isi dan validitas konstruk.

1. Uji Validitas Instrumen

(63)

validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. (Azwar, 2008: 5-6).

a. Validitas Isi

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment (Azwar, 2008: 45). Validitas isi pada penelitian ini

menggunakan pendapat dari tim ahli (judgement experts). Dalam hal ini instrumen yang akan dilakukan validasi adalah instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka, setelah instrumen dikonstruksi tentang prinsip-prinsip yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan tim ahli. Validitas isi diberikan oleh para ahli yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun. Setelah dikonsultasikan kemudian dilihat apakah instrumen tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan apakah instrumen dirombak total.

(64)

Skor Tertinggi (ideal) = 4 (sangat baik) Skor Terendah = 1 (sangat tidak baik)

Jumlah kelas = 4 (sangat tidak baik sampai sangat baik) Jarak interval = (4-1)/3 = 1

Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan skala Likert. Skala Likert berisi pernyataan yang sistematis untuk menunjukkan sikap seorang responden terhadap pernyataan itu (Prasetyo dan Jannah, 2005: 110). Lembar penilaian dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator dan hasil akhirnya akan diakumulasi kemudian dikategorikan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Ketentuan pelaksanaan revisi terhadap instrumen diatur dalam tabel berikut.

Tabel 3.3 Skala Likert

Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

5 Sangat Baik

4 Baik

2 Tidak Baik

1 Sangat Tidak Baik

(65)

maka soal perlu direvisi. Jika soal lebih dari 4 dan mendapat komentar baik, maka soal tidak perlu direvisi.

Validator yang digunakan oleh peneliti untuk memvalidasi instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka adalah dua orang dosen dari Universitas Sanata Dharma yang menjadi dosen pengampu di Program Studi Bimbingan dan Konseling. Validator pertama adalah validator ahli A. Validator ahli A memberi nilai 5 pada setiap aspek penilaian validasi instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka yang tertulis pada blue print. Validator ahli A telah memberikan nilai 5 untuk setiap aspeknya, namun beliau memberikan komentar beberapa saran untuk memperbaiki instrumen kuesioner dengan bentuk pertanyaan terbuka agar lebih baik lagi. Saran yang diberikan adalah beberapa soal perlu direvisi karena ada beberapa kesalahan pengetikan kata dan kekonsistenan untuk menggunakan kata inklusi atau inklusif.

(66)

kaidah EYD, contohnya ada beberapa kalimat pertanyaan yang belum memiliki susunan SPOK dengan jelas dan masih ada kalimat pertanyaan yang tidak efektif dalam penggunaan kata. Revisi lain dari validator ahli B adalah beberapa soal harus lebih dipertajam agar jawaban yang diharapkan dari responden dapat tercapai, sehingga beliau memberikan saran untuk menambahkan beberapa pertanyaan untuk memperdalam jawaban yang diperoleh dari responden.

Berdasarkan validasi yang telah dilakukan oleh validator ahli A dan validator ahli B, skor yang didapatkan adalah 5 (sangat baik) dan 4 (baik), revisi dari hasil validasi bisa menjadi pertimbangan dan masukan bagi peneliti untuk memperbaiki agar saat menggunakan instrumen kuesioner tersebut bisa layak digunakan. Peneliti kemudian melakukan revisi sesuai saran dan komentar dari para ahli yang akhirnya dari 96 item pertanyaan menjadi 100 item pertanyaan yang siap digunakan dan dianggap valid untuk disebarkan di sekolah dasar inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman.

b. Validitas Konstrak

(67)

kemudian dikelompokkan atau dikagetorikan yang memiliki jawaban atau kata kunci yang sama dan dihitung jumlah yang menjawabnya. Hasil jawaban yang diperoleh akan direkap menggunakan microsoft excel yang kemudian disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang telah

peneliti pilih untuk dipetakan menjadi beberapa pertanyaan berdasarkan indikator-indikator yang telah peneliti kembangkan, kemudian dilakukan uji validitas konstruk berdasarkan prinsip dan indikatornya.

Prinsip pertama adalah penerimaan peserta didik baru yang kemudian dikembangkan menjadi beberapa indikator seperti menerima semua tipe anak berkebutuhan khusus, mengukur sumber daya pendidikan dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah, mempersiapkan sarana dan prasarana, dan merencanakan sumber daya biaya dengan tujuan agar peneliti mendapatkan informasi tentang kesiapan dari sekolah dasar inklusi dalam penerimaan peserta didik baru.

(68)

informasi secara jelas bagaimana identifikasi yang dilaksanakan oleh guru-guru di sekolah dasar inklusi. Hingga akhirnya peneliti mendapat informasi yang jelas terkait prinsip identifikasi yang menjadi salah satu prinsip dalam penyelenggaraan sekolah inklusi.

Prinsip ketiga yang digunakan oleh peneliti adalah adaptasi kurikulum (kurikulum fleksibel) yang kemudian dikembangkan menjadi indikator menyusun kurikulum. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut, adakah tim tersendiri yang menyusun kurikulum, dan juga apakah untuk siswa berkebutuhan khusus dan tidak berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang sama atau tidak. Informasi ini digunakan peneliti untuk mengetahui bagaimana kurikulum yang dilaksanakan di sekolah dasar inklusi bagi siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa yang tidak berkebutuhan khusus.

(69)

mengetahui penyelenggaraan sekolah inklusi yang dilaksanakan sekolah dalam menyesuaikan perencanaan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus.

Prinsip kelima adalah penataan kelas yang ramah anak, peneliti mengembangkan prinsip ini menjadi indikator mengelola kelas untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar dan mengarahkan pengelompokan siswa untuk pengajaran di ruang kelas. Indikator ini digunakan peneliti untuk mengetahui penataan ruang kelas, penataan pencahayaan di dalam kelas, desain dinding kelas, lantai untuk mobilitas siswa di sekolah, penyimpanan media pembelajaran, dan juga pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru.

Prinsip keenam yang digunakan peneliti adalah asesmen. Prinsip ini dikembangkan menjadi beberapa indikator, diantaranya adalah upaya pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan, melakukan screening, melakukan diagnosis, melakukan penempatan program, melakukan penempatan kurikulum, melakukan evaluasi pengajaran, dan melakukan evaluasi program. Indikator ini digunakan peneliti untuk mencari informasi bagaimana pelaksanaan pengumpulan informasi untuk memantau kemajuan pendidikan yang digunakan oleh guru terkait memantau kemajuan pada siswa berkebutuhan khusus dan alat ukur apa yang digunakan oleh guru.

(70)

menjadi indikator memahami pentingnya media pembelajaran adaptif sebagai sarana dalam pembelajaran. Dari indikator ini peneliti ingin mengetahui bagaimana penggunaan media pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk membantu siswa dalam memahami materi juga efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran, dan juga pembuatan media yang digunakan. Sekolah inklusi terdapat berbagai macam tipe siswa, dari berbagai macam tipe siswa ini, dalam menangkap materi juga memahami materi ada perbedaan daya tangkap yang dimiliki siswa. Adanya media pembelajaran diharapkan dapat memudahkan penangkapan materi oleh siswa.

(71)

Dari kedelapan prinsip tersebut peneliti menjadikannya sebagai acuan untuk membuat daftar pertanyaan yang digunakan untuk mencari informasi bagaimana penyelenggaraan sekolah inklusi di Wilayah Kabupaten Sleman dan apakah telah sesuai dengan prinsip-prinsip juga indikator-indikator yang dijadikan patokan/acuan oleh peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah mengacu pada kedelapan prinsip tersebut telah dilakukan expert judgment (validasi dengan tim ahli) yang mendapatkan hasil bahwa daftar pertanyaan tersebut sudah baik. Dari hasil validasi dengan tim ahli tersebut maka daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah mengacu pada prinsip dan indikator dinyatakan sudah baik (valid) untuk memenuhi validitas konstruk. 2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2008: 04). A number of techniques are available for measuring the reliability of questionnaire

items, but the methods for maximizing reliability are pretty

straightforward. Ask people only questions they are likely to know the

answers to, ask about things relevant to them, and be clear in what you’re

asking (Babbie, 1990: 33).

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Literature Map ....................................................................
Gambar 2.1 bagan literature map
Tabel 3.1 Daftar 9 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman
Tabel 3.3 Skala Likert
+7

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Pelaksanaan diare tidak berjalan dengan maksimal serta Mengadakan Pelatihan tentang Penyakit Diare kepada tenaga kesehatan dalam monitoring pelaksanaan program

Tingkat kegagalan bisnis dan kebangkrutan bank dengan menggunakan rasio- rasio keuangan model CAMEL dapat diuji secara empiris sebagaimana yang telah dilakukan oleh

[r]

Pertama, penelitian bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor-faktor kepuasan kerja yaitu pekerjaan yang secara mental menantang, imbalan yang pantas, kondisi kerja

[r]

penelitian dengan judul: “Pengaruh Kualitas Produk, Celebrity Endorsement dan Iklan terhadap Keputusan Pembelian Konsumen sabun Lux di Surabaya”. 1.2

ri4M rtuEbiu Kmb Lidglo@