• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antifungi Dalam Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dari daerah Dengan Zona Iklim Panas (0-700 mdpl) di Bali Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Menggunakan Metode KLT-Bioautografi Kontak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antifungi Dalam Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dari daerah Dengan Zona Iklim Panas (0-700 mdpl) di Bali Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Menggunakan Metode KLT-Bioautografi Kontak."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRINING GOLONGAN SENYAWA BIOAKTIF ANTIFUNGI

DALAM FRAKSI ETANOL DAUN SIRIH HIJAU (

Piper betle

L.)

DARI DAERAH DENGAN ZONA IKLIM PANAS (0-700 MDPL) DI

BALI TERHADAP

Candida albicans

ATCC 10231 DENGAN

MENGGUNAKAN METODE KLT-BIOAUTOGRAFI

Skripsi

I GUSTI AYU NYOMAN SUASTINI

1208505061

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antifungi Dalam Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (Piper Betle L.) Dari Daerah Dengan Zona Iklim Panas (0-700 mdpl) Di Bali Terhadap Candida albicans ATCC 10231 Dengan Menggunakan Metode KLT-Bioautografi” tepat pada waktunya.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, saran, dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. N. L. P. Vidya Paramita, S.Farm., M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan motivasi, semangat, bimbingan dan saran dengan sabar selama penulis mengikuti pendidikan di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana, khususnya dalam penyusunan skripsi ini.

2. A. A. Gede Rai Yadnya Putra, S.Farm., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing II yang dengan penuh perhatian telah memberikan motivasi, semangat, bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Ida Bagus Made Suaskara, M.Si., selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas Udayana.

(4)

iv

5. Seluruh dosen dan staf pegawai di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Ibu Nova Armita, Mbok Dwik, Kak Anggi dan Kak Pasek yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama penelitian di Laboratorium.

6. Orang tua yang sangat penulis cintai dan hormati, I Gusti Putu Tagel dan Jro Nyoman Asmini yang telah memberi dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Seluruh rekan mahasiswa Jurusan Farmasi Udayana angkatan 2012 “Dioscuri Hygeia” dan Bahan Alam 2012 yang penulis cintai, khususnya Tim seperjuangan Piper betle Acne dan Albicans yaitu Budi, Cahyani, Sulys, Dewi, Putri, Pebri, Dein, Inggrid dan Lina. Terimakasih atas kebersamaannya selama di Laboratorium.

8. Seluruh rekan mahasiswa KKN XII Desa Gulingan yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

9. Semua pihak yang terlibat dan telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sehingga di kedepannya dapat menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bukit Jimbaran, Mei 2016

(5)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tanaman Sirih (Piper betle L.) ... 6

2.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 6

(6)

vi

2.1.3 Kandungan Kimia dan Bioaktivitas Antifungi Tanaman Sirih

Hijau ... 7

2.2 Candida albicans ... 8

2.2.1 Taksonomi C. albicans ... 8

2.2.2 Morfologi dan Karakteristik Umum C. albicans ... 9

2.2.3 Patogenitas Candida albicans ... 10

2.3 Kandidiasis ... 11

2.4 Iklim ... 11

2.5 Ekstraksi ... 12

2.6 KLT Bioautografi ... 13

2.6.1 KLT Bioautografi Kontak ... 14

2.6 Metode Deteksi Bercak KLT ... 14

BAB III METODE PENELITIAN... 17

3.1 Rancangan Penelitian ... 17

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

3.3 Obyek Penelitian ... 18

3.4 Bahan Penelitian ... 18

3.4.1 Bahan Ekstraksi ... 18

3.4.2 Bahan KLT Bioautografi Kontak... 18

(7)

vii

3.6 Batasan Operasional ... 19

3.7 Prosedur Penelitian ... 20

3.7.1 Determinasi Tanaman ... 20

3.7.2 Preparasi Sampel ... 20

3.7.3 Penetapan Susut Pengeringan Serbuk Simplisia ... 20

3.7.4 Pembuatan Fraksi Etanol ... 21

3.7.5 Penetapan Susut Pengeringan Fraksi Etanol ... 21

3.7.6 Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antifungi Fraksi Etanol dengan Metode KLT Bioautografi ... 22

A. Penyegaran Jamur C.. albicans... 22

B. Pembuatan Suspensi Jamur C. albicans ... 22

C. Optimasi Fase Gerak untuk Pemisahan Fraksi etanol Daun Sirih Hijau dengan Metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ... 22

D. Optimasi Konsentrasi Penotolan Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau ... 23

E. Analisis Kualitatif Kandungan Kimia Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau dan Uji Antifungi secara KLT Bioautografi Kontak .... 23

3.8 Analisis Data ... 25

(8)

viii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Determinasi Tanaman ... 27

4.2 Preparasi Sampel ... 28

4.3 Penetapan Susut Pengeringan Serbuk dan Fraksi Etanol P. betle... 29

4.4 Pembuatan Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau (P. betle) ... 31

4.5 Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antifungi Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau ... 34

4.5.1 Optimasi Fase Gerak dan Konsentrasi Penotolan Fraksi Etanol . 34 4.5.2 Uji KLT Bioautografi Kontak dan Analisis Kualitatif Kandungan Kimia Fraksi Etanol Daun Sirih Hijau ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(9)

ix

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Aerob : Suatu proses biologi yang memerlukan oksigen (oksigen terlarut).

Autoklaf : Pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (121oC, 15 psi) selama kurang lebih 15 menit.

C. albicans : Candida albicans

Dimorfik : Jamur yang memiliki dua bentuk, yaitu bentuk kapang dan bentuk khamir.

Ekstrak : Sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung.

Eluen : Pelarut yang dipakai dalam proses migrasi/pergerakan dalam membawa komponen-komponen zat sampel atau fasa yang bergerak melalui fasa diam dan membawa komponen-komponen senyawa yang akan dipisahkan. Filtrat : Hasil penyaringan.

Gastric ulcer : Luka terbuka pada lapisan lambung.

Host : Makhluk hidup sebagai tempat hidup parasit.

Inkubasi : Proses pemeliharaan kultur mikroba dalam suhu tertentu selama jangka waktu tertentu untuk memantau pertumbuhan mikroba.

(10)

x

Komensal : Makhluk hidup kecil bersel satu yang hidup bersama organisme lain, tetapi tidak bersifat merugikan dan mungkin juga bisa menguntungkan.

Multiplikasi : Tindakan atau proses memperbanyak.

P. betle : Piper betle

Saprofit : Organisme yang hidup mendapatkan bahan organik dari organisme yang telah mati atau membusuk.

SDA : Media Saboraud Dextrose Agar

Simplisia : Bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang dikeringkan.

Sterilisasi : Proses penghilangan semua jenis organisme hidup,dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) yang terdapat dalam suatu benda.

Streak for single colony : Metode untuk memisahkan mikroorganisme menjadi koloni tunggal dengan cara menggoreskan isolat pada media agar.

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pereaksi Semprot untuk Masing-Masing Golongan Senyawa ... 16

Tabel 4.1. Optimasi Sistem Fase Gerak ... 34

Tabel 4.2. Hasil Uji Skrining Golongan Senyawa Bioaktif Antifungi Fraksi

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tanaman Sirih Hijau (P. betle) ... 6

Gambar 3.1. Skema Kerja Penelitian ... 26

Gambar 4.4. Senyawa Golongan Monosiklik Monoterpenoid dengan Gugus

Fenol dalam Daun Sirih Hijau ... 41

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Fase Gerak (Eluen) ... 55

Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Sirih Hijau Daerah H ... 57

Lampiran 3. Hasil Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau Daerah H ... 58

Lampiran 4. Hasil Determinasi Tanaman Sirih Hijau Daerah A ... 59

Lampiran 5. Hasil Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau Daerah A ... 60

Lampiran 6. Hasil Determinasi Tanaman Sirih Hijau Daerah C ... 61

Lampiran 7. Hasil Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau Daerah C ... 62

Lampiran 8. Hasil Determinasi Tanaman Sirih Hijau Daerah B ... 63

Lampiran 9. Hasil Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau Daerah B ... 64

Lampiran 10. Hasil Determinasi Tanaman Sirih Hijau Daerah G ... 65

Lampiran 11. Hasil Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau Daerah G ... 66

Lampiran 12. Hasil Determinasi Tanaman Sirih Hijau Daerah E ... 67

Lampiran 13. Hasil Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau Daerah E ... 68

Lampiran 14. Hasil Determinasi Tanaman Sirih Hijau Daerah F ... 69

Lampiran 15. Hasil Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Hijau Daerah F ... 70

Lampiran 16. Hasil Determinasi Tanaman Sirih Hijau Daerah D ... 71

(14)

xiv ABSTRAK

Daun sirih hijau dimanfaatkan untuk mengobati keputihan (kandidiasis vaginitis). Infeksi kandidiasis vaginitis oleh C. albicans terjadi pada sekitar 90% wanita di Indonesia. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa fraksi etanol P. betle memberikan daya hambat sebesar 7,2 mm terhadap C. albicans dan diketahui mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, fenol dan terpenoid yang bersifat sebagai antifungi. Kondisi iklim mempengaruhi produksi metabolit sekunder, semakin panas kondisi iklim akan meningkatkan produksi senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid.

Penelitian ini bersifat eksploratif laboratoris yang bertujuan untuk mengetahui profil golongan senyawa bioaktif antifungi C. albicans dari fraksi etanol P. betle yang tumbuh di beberapa daerah dengan zona iklim panas (0-700 mdpl) di Bali. Metode yang digunakan yaitu KLT bioautografi kontak dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak n-heksana:etil asetat (7,2:2,9v/v) hasil optimasi dan konsentrasi fraksi etanol 37,5 mg/mL (20µL) hasil optimasi. Analisis data secara deskriptif dengan membandingkan nilai hRf hasil KLT bioautografi dengan nilai hRf hasil identifikasi pereaksi.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa enam dari delapan daerah fraksi etanol memberikan zona jernih pada hRf 45 dan satu daerah dengan hRf 42 yang teridentifikasi sebagai golongan senyawa fenol. Fraksi etanol daerah G tidak menunjukkan adanya zona jernih, namun terdapat bercak pada kromatogram yang teridentifikasi sebagai golongan senyawa fenol dengan nilai hRf yang sama dengan daerah lainnya. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu profil golongan senyawa bioaktif antifungi fraksi etanol adalah golongan senyawa fenol dengan nilai hRf 45 kecuali daerah A hRf 42. Perbedaan tempat tumbuh P. betle diduga mempengaruhi jumlah kandungan senyawa aktif antifungi dalam tanaman.

(15)

xv ABSTRACT

Piper betle leaf has been used as a healing of candidiasis vaginitis. Infection of candidiasis vaginitis by C. albicans occurs in approximately 90% of women in Indonesia. A previous study reported that ethanolic fraction of P. betle leaf gives the inhibition zone of 7,2 mm against C. albicans and it is known contain secondary metabolites such as flavonoids, phenols and terpenoids as antifungal properties. The climatic conditions affect the production of secondary metabolites. Higher temperatures is known increasing the production of flavonoids, phenols and terpenoids.

This study is explorative laboratory research which aims to determine the class of antifungal bioactive compounds profile againts C. albicans from ethanolic fraction P. betle leaf that grows in some areas with a high temperature climate zones (0-700 masl) in Bali. TLC contact bioautography is used as research method and silica gel GF254 was used as stationary phase. The optimization condition found that the composition of mobile phase choosen was n-hexane:ethyl acetate (7,2:2,9 v/v). The concentration of ethanolic fraction with the mobile phase resulted 37,5 mg/mL (20 µL). The data were analyzed descriptively by comparing the hRf value of bioautography to the hRf value of identification by reagents.

The results of this study indicate that the six out of eight regions ethanolic fraction gives a clear zone on hRf 45 and one region with hRf 42 were identified as the phenolic compound. Ethanolic fraction of G region didn’t show any clear zone, but there are spots on the chromatogram were identified as a class of phenolic compounds with hRf value same to other regions. This study found that the profile of class antifungal bioactive compounds from ethanolic fraction is a class of phenolic compounds with a hRf value 45, except for A region hRf value is 42. The difference grown area of P. betle is expected to affect the amount of active antifungal compound in plants.

(16)

1

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Candida albicans merupakan salah satu jamur dari beberapa spesies

Candida yang dapat menyebabkan infeksi kulit dan selaput lendir. C. albicans

dalam keadaan normal merupakan komensal dalam saluran pencernaan, dimana C. albicans berada dalam keseimbangan dengan flora bakteri. C. albicans hanya akan menjadi patogenik bila terdapat situasi yang memungkinkan untuk terjadinya multiplikasi (Brown and Burns, 2002). Infeksi yang ditimbulkan oleh C. albicans

dikenal dengan istilah kandidiasis. Kandidiasis dapat menginfeksi vulvovagina, gastrointestinal dan mukosa oral (Amelia, 2009).

(17)

2

yang mungkin terjadi pada individu yang sistem imunitasnya menurun (Davey, 2002).

Daun sirih hijau (Piper betle L.), suku Piperaceae, dapat dimanfaatkan sebagai obat keputihan atau disebut dengan kandidiasis vaginitis (Thomas, 1989). Penelitian ilmiah terkait dengan aktivitas daun sirih hijau sebagai antifungi terhadap isolat C. albicans dilaporkan dalam penelitian Mani dan Boominathan (2011), fraksinasi ekstrak etanol daun sirih hijau dengan kromatografi kolom menggunakan pelarut air, etanol, metanol, aseton, n-heksan dan butanol memberikan daya hambat secara berturut-turut sebesar 2 mm; 7,2 mm; 3 mm; 1 mm, 0,5 mm dan 0,5 mm. Daya hambat terbesar yang dihasilkan dalam fraksi etanol tersebut tentunya tidak terlepas dari golongan senyawa aktif yang terlarut dalam fraksi etanol. Penentuan golongan senyawa yang secara langsung memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap C. albicans penting untuk diketahui. Sehingga dalam penelitian ini, ingin diketahui golongan senyawa aktif dalam fraksi etanol daun sirih hijau yang secara langsung memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans.

Daun sirih hijau diketahui mengandung golongan senyawa aktif yang terdiri dari saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri (Departemen Kesehatan RI, 2000). Kandungan kimia daun sirih hijau yang diketahui berpotensi sebagai antifungi yaitu golongan senyawa fenol, terpenoid dan flavonoid (Saxena, et al., 2014; Singh,

(18)

3

diketahui akan meningkat pada iklim dengan suhu yang tinggi (Tuteja, et al., 2012; Hui and Evranuz, 2016;Shi, 2007).

Dalam penelitian ini, dilakukan suatu uji untuk mengetahui golongan senyawa aktif dalam fraksi etanol daun sirih hijau yang memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap C. albicans dari berbagai daerah dengan zona iklim panas (0-700 mdpl) di Bali. Pengambilan sampel daun sirih hijau dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa daerah yaitu, daerah A (103 mdpl), daerah B (166 mdpl), daerah C (402 mdpl), daerah D (457 mdpl), daerah E (465 mdpl), daerah F (562 mdpl), daerah G (604 mdpl) dan daerah H (668 mdpl), dimana ke-8 daerah tersebut memiliki kondisi iklim panas dengan ketinggian berkisar pada rentang 0 – 700 mdpl. Berdasarkan pada pemilihan beberapa daerah di atas, maka akan dapat diperoleh gambaran mengenai keberadaan golongan senyawa bioaktif dari daun sirih hijau yang dihasilkan dari daerah berbeda namun masih dalam satu zona iklim yang sama.

(19)

4

melaporkan bahwa dengan metode KLT-bioautografi, ekstrak etanol daun sirih menunjukkan aktivitas anti C. albicans pada Rf 0,38 dengan fase gerak toluen : etil asetat (90:10 v/v).

Penentuan golongan senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans dengan metode KLT-bioatografi dapat dideteksi dengan menggunakan pereaksi golongan senyawa flavonoid yaitu asam sitroborat, AlCl3 5% dan uap ammonia (Kusumowati, dkk., 2012; Sasmito, 2001; Sani, dkk., 2014); pereaksi golongan senyawa fenol yaitu reagen FeCl3 5%, Folin Ciocalteu dan Anisaldehid H2SO4 (Nugrahaningtyas, dkk., 2005; Banu and Nagarajan, 2014; Aulifa,

et al., 2015); pereaksi golongan senyawa alkaloid yaitu reagen Dragendorf (Karthika,

et al., 2014); pereaksi golongan senyawa terpenoid dan steroid yaitu reagen Liebermann Burchard (Macedo, et al., 2004).

(20)

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan yaitu: Bagaimanakah profil golongan senyawa bioaktif antifungi C. albicans dari fraksi etanol daun sirih hijau (P. betle L.) yang tumbuh di beberapa daerah berbeda dengan zona iklim panas (0-700 mdpl) di Bali?.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui profil golongan senyawa bioaktif antifungi C. albicans dari fraksi etanol daun sirih hijau (P. betle L.) yang tumbuh di beberapa daerah berbeda dengan zona iklim panas (0-700 mdpl) di Bali.

.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai golongan senyawa bioaktif yang terdapat dalam fraksi etanol daun sirih hijau (P. betle

(21)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sirih Hijau (Piper betle L.) 2.1.1 Klasifikasi tanaman

Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliphyta Kelas : Magnolipsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper betle

(Dwivedi and Tripathi, 2014)

(22)

7

2.1.2 Deskripsi tanaman

Tanaman sirih hijau merupakan tanaman perdu dan merambat dengan daun tunggal, bulat panjang, pangkal daun berbentuk jantung, ujing meruncing, tepi daun rata dengan panjang 5-8 cm dan lebar 2-5 cm, memiliki tangkai, permukaan halus, tulang daun menyirip dan berwarna hijau atau hijau tua. Batang berwarna hijau, berkayu, bulat dan berbuku-buku. Bunga majemuk berbentuk bulir dengan daun pelindung ± 1 mm, berbentuk bulat panjang, kepala putik tiga sampai lima berwarna putih, hijau kekuningan. Buah berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan, akar tunggang berwarna coklat kekuningan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

2.1.3 Kandungan kimia dan bioaktivitas antifungi tanaman daun sirih hijau Daun sirih hijau mengandung senyawa saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri (Departemen Kesehatan RI, 2000). Dalam daun sirih hijau juga diketahui mengandung senyawa Piperol-A, Piperol-B, metil piper betlol, terpinen-4-ol, safrole, allyl pyrocathecholmonoacetate, eugenol, eugenyl acetate, hydroxyl chavicol, piper betol, carvacol, allyl cathecol, chavicol, p-cymene, caryophyllene,

chavibetol, cineole, estragol. Analisis fitokimia daun sirih hijau menunjukkan adanya senyawa alkaloid, tanin, karbohidrat, asam amino dan steroid. Komponen utama pada daun sirih hijau yaitu minyak atsiri yang mengandung 2 senyawa fenol yaitu chavibetol dan chavicol (Dwivedi and Tripathi, 2014)

(23)

8

Nanayakarra, et al. (2014), dilaporkan bahwa ekstrak etanol daun sirih hijau dilaporkan mampu memberikan daya hambat sebesar 4,6 mm tergadap C. albicans dengan metode difusi agar. Aznita, et al. (2011), dalam penelitiannya melaporkan bahwa ekstrak air daun sirih hijau mampu memberikan daya hambat terhadap C. albicans pada konsentrasi 25 mg/mL dengan diameter zona hambat 20 mm. Kandungan senyawa yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antifungi yaitu senyawa terpen seperti carvacol, linalool dan eugenol. Kawsud, et al. (2014) melaporkan bahwa, ekstrak etanol daun sirih hijau diketahui memiliki aktivitas antifungi terhadap C. albicans dengan metode KLT Bioautografi pada Rf 0,38 dengan fase gerak toluene : etil asetat (90 : 10 v/v) dengan kandungan senyawa mayor yang diketahui memiliki aktivitas yaitu senyawa 4-chromanol.

2.2 Candida albicans 2.2.1 Taksonomi C. albicans

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Subphylum : Saccharomycota

Class : Saccharomyces

Ordo : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

(24)

9

2.2.2 Morfologi dan karakteristik umum C. albicans

Candida albicans merupakan suatu ragi berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 x 3-6 µm sampai 2-5,5 µm x 5-28,5 µm. C. albicans

berkembang biak dengan memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas yang disebut blastospora (Siregar, 2002). C. albicans dikenal sebagai fungi oportunistik penyebab sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginitis, candiduria

(kandida pada urin), kandidiasis yang dapat menyebabkan gastric ulcer atau bahkan dapat menjadi komplikasi penyakit kanker. C. albican dapat tumbuh pada suhu 37oC dalam kondisi aerob, C. albicans mempunyai waktu generasi yang lebih panjang yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi pertumbuhan aerob yang hanya 98 menit (Kusumaningtyas, 2005).

(25)

10

2.2.3 Patogenitas C. albicans

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap patogenitas dan proses infeksi

C. albicans yaitu adhesi, perubahan dari bentuk khamir ke bentuk filamen dan produksi enzim ekstraseluler. Dinding sel pada C. albicans merupakan mediator utama dalam interaksi antara sel jamur dan substrat host. Interaksi ini mengakibatkan terjadinya proses adhesi ke jaringan host (Maharani, 2012). Adhesi melibatkan interaksi antara ligan dan reseptor pada sel inang dan proses melekatnya sel C. albicans ke sel inang. Perubahan bentuk dari khamir ke filamen diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses infeksi C. albicans

terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara Candida spp untuk mempertahankan diri dari obat-obat antifungi. Produksi enzim hidrolitik ekstrakseluler seperti aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas C. albicans (Kusumaningtyas, 2005). Enzim

aspartyl proteinase berperan dalam tahap invasi C. albicans pada stratum korneum (Bernardis, et al., 2001)

(26)

11

2.3 Kandidiasis

Kandidiasis adalah suatu infeksi akut atau subakut yang disebabkan oleh

Candida albicans atau terkadang spesies kandida lain yang dapat menyerang berbagai jaringan tubuh (Siregar, 2002). Prevalensi kandidiasis salah satunya yaitu kandidiasis vaginitis, terjadi pada sekitar 90% wanita di Indonesia. Infeksi tersebut dapat terjadi karena negara Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur mudah tumbuh dan berkembang yang mengakibatkan banyaknya kasus kandidiasis vaginitis pada wanita Indonesia. Remaja putri mempunyai resiko infeksi kandidiasis yang lebih tinggi dimana 31,8% terjadi pada usia 15-24 tahun (Badaryati, 2012).

Infeksi kandida dapat berlangsung secara endogen dan eksogen atau kontak langsung. Infeksi endogen lebih sering terjadi karena kandida bersifat saprofit di dalam traktus digestivus. Bila terdapat faktor predisposisi, kandida dapat lebih mudah melakukan invasi di sekitar mukokutan, anus, hingga dapat menyebabkan perianal kandidiasis atau di sudut mulut menyebabkan perioral kandidiasis. Infeksi eksogen atau kontak langsung dapat terjadi bila sel-sel ragi menempel pada kulit atau selaput lendiri sehingga dapat menimbulkan kelainan pada kulit (Siregar, 2002).

2.4 Iklim

(27)

12

Penggolongan iklim di Indonesia berdasarkan garis ketinggian dibagi menjadi lima zona sebagai berikut:

a. Zona Iklim Panas, antara ketinggian 0-700 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan di atas 22oC.

b. Zona Iklim Sedang, antara ketinggian 700-1500 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan antara 15-22oC.

c. Zona Iklim Sejuk, antara ketinggian 1500-2500 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan antara 11oC-15oC.

d. Zona Iklim Dingin, antara ketinggian 2500-4000 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata tahunan kurang dari 11oC.

e. Zona Iklim Salju Tropis, pada ketinggian lebih dari 4000 meter di atas permukaan laut.

(Utoyo, 2007) Laju perkembangan suatu tanaman tergantung pada faktor-faktor iklim seperti suhu, persedian air dan penyinaran matahari. Iklim akan mempengaruhi kualitas tanaman, namun belum banyak diketahui tentang pengaruh tersebut (Haryanti, 2008).

2.5 Ekstraksi

(28)

13

pelarut ke dalam sel tumbuhan, pelarutan zat aktif dalam sel, difusi zat aktif ke luar sel dan pengumpulan zat aktif yang telah terekstraksi (Sticher, 2008).

Refluks merupakan suatu metode ekstraksi yang berkesinambungan, dimana bahan yang akan diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bundar yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak (kondensor), lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan terkondensasi oleh kondensor dan akan kembali ke dalam labu alas bundar (Putri, 2014). Keuntungan dari metode refluks yaitu dibutuhkan pelarut yang lebih sedikit dan waktu yang lebih cepat jika dibandingan dengan metode maserasi, selain itu ekstrak yang didapat lebih sempurna (Mukti, 2012).

2.6 KLT Bioautografi

Metode KLT bioautografi merupakan metode sederhana yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas antibakteri atau antifungi. Metode ini menggabungkan penggunaan teknik kromatografi lapis tipis dengan respon dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi dari suatu analit yang dapat berupa antibakteri dan antifungi. Bioautografi dapat digunakan untuk mencari senyawa antibakteri atau antifungi baru, kontrol kualitas antimikroba dan mendeteksi golongan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antimikroba (Kusumaningtyas, dkk., 2008).

(29)

14

kemampuan suatu senyawa untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, metode KLT bioautografi mudah untuk dilakukan dan cepat, membutuhkan peralatan sederhana dan interpretasi hasilnya relatif mudah dan akurat (Kusumaningtyas, dkk., 2008).

2.6.1 KLT bioautografi kontak

Metode KLT bioautografi kontak merupakan metode KLT bioautografi yang paling sering digunakan karena metodenya yang sederhana dan lebih mudah dilakukan (Khaerati dan Ihwan, 2011). Bioautografi kontak dilakukan dengan meletakkan plat KLT hasil elusi senyawa yang akan diuji di atas media padat yang sudah diinokulasi dengan mikroba uji. Adanya senyawa antimikroba ditandai dengan adanya zona bening yang tidak ditumbuhi mikroba (Kusumaningtyas, dkk., 2008).

Dalam metode KLT bioautografi kontak, akan terjadi proses perpindahan senyawa aktif ke dalam medium agar yang dapat menghasilkan zona hambatan yang lebih besar dengan berkurangnya sensitifitas dan kemampuan membedakan antara senyawa aktif dengan nilai Rf yang sama. Dengan metode KLT bioautografi kontak, ketersebaran mikroba dapat dijamin serta zona hambatan dapat langsung diamati pada medium agar (Khaerati dan Ihwan, 2011).

2.7 Metode Deteksi Bercak KLT

(30)

15

yang dapat dilakukan untuk menampakan bercak yaitu dengan cara pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluorensensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi akan membuat bercak akan terlihat jelas. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak (Gandjar dan Rohman, 2007):

a. Menyemprot plat KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Terkadang plat dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas bercak.

b. Mengamati lempeng di bawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi 254 nm dan 366 nm untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluoresensi terang pada dasar yang berfluoresensi seragam.

c. Menyemprot plat KLT dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklatan.

d. Memaparkan plat KLT dengan uap iodium dalam chamber tertutup.

(31)

16

Penentuan golongan senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antifungi dalam uji KLT bioautografi dilakukan dengan mereaksikan lempeng plat KLT dengan pereaksi semprot sesuai golongan senyawa dan kemudian dibandingkan dengan hasil bioautografi. Berikut tabel pereaksi semprot golongan senyawa: Tabel 2.1. Pereaksi semprot untuk masing-masing golongan senyawa

No Golongan

FeCl3 5% Hijau, hitam Sinar tampak

Nugrahaningt yas dkk., 2005 Folin

Ciocalteau Biru Sinar tampak

Banu and

3 Alkaloid Dragendorf

(32)

Gambar

Gambar 2.1. Tanaman sirih hijau (P. betle L.) ( Dwivedi and Tripathi, 2014)
Tabel 2.1. Pereaksi semprot untuk masing-masing golongan senyawa

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian ekstrak ubijalar ungu 200 mg/ekor selama 7 hari pada tikus wistar yang telah diinduksi gentamisin 0,3 ml menunjukkan regenerasi sel epitel tubulus secara luas

billboard adalah iklan media luar ruang yang banyak di pakai oleh para pengiklan saat ini..gak heran jika mereka memilih billboard sebagai media untuk mengenalkan produk mereka kepada

jika perlu gunakan 10 tablet yang lain dan tidak satu tablet yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata- rata yang ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B

Adapun peranan DAU di wilayah Banten selama tahun 2001-2005 adalah (a) meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah tercermin pada nilai Indeks Williamson dari 0,45

Untuk merubah perilaku peternak dari cara budidaya tradisional yang sudah mengakar dan dilakukan dalam waktu cukup lama menjadi peternak maju akan sulit dilakukan karena

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan Penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Timur tahun 2013 yang tertinggi adalah tamatan SD yaitu sebesar 29 persen dan yang terendah adalah

(f) Memberikan tanggapan, apabila anggota komisi dianggap tepat, permintaan yang dibuat oleh Komite Menteri atau Majelis Parlemen, dalam konteks tugas mereka untuk

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Citra Merek pada Sony Xperia berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen terlihat dari probabilitasnya bahwa sig