• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pemerintah Kota Bandung dalam Penyediaan Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Berkaitan dengan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Pemerintah Kota Bandung dalam Penyediaan Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan Berkaitan dengan Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Angkutan Jalan

Tresa Telfia 1087031

Penggulangan kecelakaan lalu lintas jalan yang dihadapi Pemerintah Kota Bandung adalah ketidak tersediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan yang kurang tepat dan lengkap. Hal tersebut ditandai dengan kecelakaan lalu lintas selama 3 tahun terakhir tampak dari peningkatan korban kecelakaan berat yaitu tahun 2011 ada 6 orang, tahun 2012 ada 5 orang, dan tahun 2013 ada 7 orang yang meninggal. Bahkan jumlah kecelakaan sedang dan ringan lebih banyak lagi. Faktor penyebab kecelakaan tersebut dapat dikenakan faktor manusia, kondisi kendaraan, kerusakan jalan, dan lingkungan. Penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan merupakan kewajiban bagi semua struktur pemerintahan. Pemerintah Pusat bertanggung jawab terhadap jalan nasional. Pemerintah Provinsi bertanggungjawab terhadap jalan provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota bertanggung jawab terhadap jalan kabupaten/kota termasuk jalan desa yang berada di wilayah kewenangannya. Perubahan undang-undang mengenai lalu lintas jalan telah berlangsung beberapa kali perubahan dan terakhir adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun undang-undang tersebut dalam pelaksanaannya belum menjamin sepenuhnya untuk perlindungan hukum bagi korban kecelakaan lalu lintas jalan di Kota Bandung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan sifat penelitian deskriptif analistis. Data yang dipergunakan berupa data sekunder terdiri atas bahan hukum primer terdiri atas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Teknik analisa dengan metode deduktif dari peraturan perundang-undangan yang dikaji dalam penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian telah memperoleh temuan bahwa Pemerintah Kota Bandung telah menjalankan undang-undang lalu lintas jalan tersebut, tetapi masih terkendala dengan perbedaan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi, serta kepentingan operasional BUMN terhadap sarana dan prasarana lalu lintas jalan. Pemerintah Kota Bandung telah bertanggungjawab terhadap korban kecelakaan yaitu dengan memberikan jaminan pertolongan dan perawatan, serta memberikan ganti kerugian sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2)

ABSTRACT

Responsibility Government Of Town of Bandung In Is Ready of Facilities And Basic Facilities Traffic Road;Street Relate To Accident Of Traffic Walke Related to Law

Number 22 Year 2009 About Traffic and Transportation Road. Tresa Telfia

1087031

Prevention of road traffic accidents faced by the City of Bandung is the unavailability of facilities and infrastructure of road traffic less precise and complete. It is marked by a traffic accident during the last 3 years appears from the weight increase accident victims in 2011 there were 6 people, there are 5 people in 2012, and in 2013 there were 7 people who died. Even the number of accidents are minor and many more. Factors causing the accident may be subject to the human factor, vehicle condition, road damage, and the environment. Provision of facilities and infrastructure of road traffic is an obligation for all governance structures. Central Government is responsible for the national road. The Provincial Government is responsible for provincial roads, and Regency / City Government is responsible for the district / city roads including rural roads that are within their authority. Changes in the laws on road traffic have been several times and the last is Law No. 22 of 2009 on Road Traffic and Road Transportation. But these laws in practice yet fully to ensure legal protection for victims of road traffic accidents in the city of Bandung.

The research method used is the method of normative research to study the nature of descriptive analytical. The data used in the form of secondary data consists of primary legal materials consisting of Code of Civil Law (Burgerlijk Wetboek), Act No. 22 of 2009 on Road Traffic and Road Transportation. Analysis techniques with deductive method of legislation that were examined in the normative study. The results have been gained finding that the City of Bandung has run the traffic laws of the road, but still hampered by differences in the Central Government and the Provincial Government, as well as the operational interests of SOEs towards infrastructure road traffic. Bandung City Government has been responsible for the crash victims by providing relief and maintenance guarantees, as well as provide compensation in accordance with the provisions of Law No. 22 of 2009 on Road Traffic and Road Transportation.

(3)

Halaman

Pernyataan……… i

Pengesahan Pembimbing...………. ii

Persetujuan Panitia Sidang Ujian………. iii

Abstrak……….. v

Kata Pengantar……… vi

Daftar Isi……… viii

Daftar Lampiran……… ix

Daftar Singkatan……….. x

Daftar Tabel……….. xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….. 1

B. Identifikasi Masalah……….. 13

C. Tujuan Penelitian……….. 13

D. Kegunaan Penelitian………. 14

E. Kerangka Pemikiran………. 15

F. Metode Penelitian……… 24

G. Sistematika Penulisan……….. 28

BAB II PERAN PEMERINTAH DALAM MEMFASILITASI SARANA DAN PRASARANA BAGI KEHIDUPAN BERNEGARA DAN PENYELENGGARAAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MASYARAKAT A. Pemerintah dan Pemerintah Daerah………... 30

1. Pemerintah dan Pemerintahan……… 33

2. Pemerintah Daerah……… 37

(4)

………..

1. Sarana Lalu Lintas Jalan……….. 63

2. Peran Pemerintah Dalam Menjaga Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan………. 70 C. Tanggung Jawab dan Kewenangan Pemerintah Dalam Pengelolaan Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan……… 73 1. Tanggung jawab Pemerintah Dalam Pengelolaan Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan……… 77 2. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Sarana dan Prasarana Jalan……….. 80 3. Tanggung Jawab Pemerintah Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Jalan………. 83 4. Sarana dan Prasarana Yang Tdak Terakomodasi oleh Pemerintah………... 85 BAB III TATA KELOLA PEMERINTAHAN A. Konsep Umum Good Governance………. 89

1. Good Governance……… 89

2. Implementasi Good Governance……… 94

3. Prinsip-prinsip Good Governance……….. 98

B. Pengelolaan Pemerintah Yang Baik……….. 100

1. Ketentuan Hukum Bagi Penyelengara Pemerintahan…… 102

2. Kepastian Hukum Good Governance Dalam Pemerintahan……… 105 3. Tujuan dan Manfaat Good Governance Dalam Pemerintahan……… 110 4. Implementasi Good Governance Dalam Pemerintahan 114 C. Perlindungan Hukum Dalam Implementasi Good Governance……… 117 1. Perlindungan Hukum Dalam Pemerintahan………. 117

(5)

PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA LALU LINTAS JALAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

A. Penyediaan Sarana dan Prasarana LaluLintas Jalan Oleh

Pemerintah Kota Bandung………..

140

1. Kondisi Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan di Kota

Bandung……….

141

2. Program Penyediaan Sarana dan Prasarana Lalu Lintas

Jalan………

144

3. Realisasi Penyediaan Sarana dan Prasarana Lalu Lintas

Jalan………

155

B. Pertanggungjawaban Pemeintah Kota Bandung Terhadap Korban Kecelakaan Lalu Lintas Jalan……….

172

1. Jenis Kecelakaan Lalu Lintas Jalan……… 174

2. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas

Jalan……….

176

3. Dampak Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di Kota Bandung 179

4. Upaya Pemerintah Kota Bandung Dalam

Penanggulangan Risiko Kecelakaan Lalu Lintas Jalan…...

185

C. Perlindungan Hukum Oleh Pemerintah Kota Bandung Bagi Pengguna Lalu Lintas Jalan Yang Mengalami Kecelakaan

Lalu Lintas Jalan……….

192

1. Perlindungan Hukum Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas

Jalan di Kota Bandung………..

195

2. Prosedur Untuk Memperoleh Hak Korban Kecelakaan Lalu LintasJalan di Kota Bandung………...

(6)

Daftar Pustaka……….. 227

(7)

1

Laju pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara tidak dapat

dilepaskan dari peran infrastruktur sebagai komponen penunjang dalam

mewujudkan sasaran pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Infrastruktur merupakan prasyarat mutlak bagi terlaksananya pembangunan

suatu Negara. Kondisi infrastruktur di suatu negara akan berbandung lurus

dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan suatu Negara.

Alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1956 menyatakan

bahwa tujuan negara Indonesia sebagai berikut:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”1

Guna mencapai tujuan Negara tersebut, maka ketersediaan infrastruktur

yang mampu menunjang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan

1

(8)

masyarakat merupakan prasayarat mutlak yang menjadi tanggung jawab

negara. Pelaksanaan tanggungjawab negara tersebut dilaksanakan oleh

pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daetah sesuai dengan

pembagian kewenangan yangtelah ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan.Jalan merupakan salah satu infrastruktur yang sangat penting dan

mennetukan bagi keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok

dan fungsinya.

Penyelenggaraan jalan sebagai prasarana transportasi dalam kehidupan

bangsa, kedudukan dan peranan jaringan jalan pada hakekatnya menyangkut

hajat hidup orang banyak serta mengandalikan struktur pengembangan wilayah

pada tingkat nasional, terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan

yang seimbang dan pemerataan hasil pembangunan, serta peningkatan

pertahanan dan keamanan negara, dalam rangka mewujudkan rencana

pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah

menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

dan Undang-undang Dasar 1945.

(9)

sasaran pokok yang dilandasai oleh jiwa pengabdian dan tanggung jawab terhadap bangsa dan Negara.2

Penyelenggaraan jalan oleh pemerintah secara konsepsional dan

menyeluruh perlu melihat jalan sebagai suatu kesatuan sistem jaringan jalan

yang meningkat dan menghubungkan pusat-pusat kegiatan. Hal tersebut

dikenal dengan sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

Setiap sistem jaringan jalan diadakan pengelompokan jalan menurut fungsi,

status, dan kelas jalan. Pengelompokan jalan berdasarkan menurut

memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan jalan

yang mempunyai layanan nasional dan pemerintah daerah untuk

menyelenggarakan jalan di wilayahnya sesuai dengan prinsip otonomi daerah.

“Penegasan tentang hak dankewajiban pemerintah serta masyarakat menunjukkan bahwa wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan jalan dapat melimpahkan dan/atau diserahkan kepada instansi-instansi di daerah atau diserahkan kepada badan usaha atau perorangan. Pelimpahan dan/atau penyerahan wewenang penyelenggaraan jalan tersebut tidak melepaskan tanggung jawab pemerintahan atas penyelengaraan jalan.”3

Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang menyangkut hajat

hidup orang banyak, mempunyai fungsi sosial yang sangat penting, sehingga

wewenang penyelenggaraan jalan wajib dilaksanakan dengan mengutamakan

sebesar-besar kepentingan umum. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi

2

Benny Chatib. Pengusahaan Jalan Terpadu dan Berkesinambungan Dalam Rangka Otonomi Daerah. Seminar Nasional Desentraisasi Pengelolaan Jalan di Indonesia. ITB, 4 September 2013. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 2013. hlm. 3

3

Handono Karyadiningrat. Implementasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

(10)

daerah, maka perlu dicarikan formulasi yang cepat dan tepat tentang bentuk

kelembagaan pengusahaan jalan yang mandiri dan otonomi tersebut terlepas

dari ikatan pengaturan birokrasi. Besaran tantangan kebutuhan jalan diahapkan

kepada keterbatasan luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan

jalan. Salah satu bagian dari infrastruktur yang berperan penting dalam

penyelenggaraan pembangunan adalah tersediannya Lalu Lintas Jalan dan

Agkutan Jalan (LLAJ) yang aman dan nyaman.4 Secara tegas, konsiderans Undang-undahg Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Agkutan Jalan

menyatakan bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis

dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari

upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tanggiung jawab utama

penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas guna mewujudkan lalu lintas jalan

yang aman dan nyaman serta terhindar dari kecelakaan lalu lintas jalan

merupakan tanggung jawab pemerintah.

Pengelolaan jalan secara khusus telah ditetapkan dalam Undang-undang

Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Menegaskan sebagai berikut:

“(1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional.

4

Undang-undang Nomor 22 Tahun2009 Pasal 1 angka (1). “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah salah satu system yang terdiri atas Lalu Lintas , Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutran, Prasarana LaluLintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan,

(11)

(2) Wewenang penyelenggaraan jalan secara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan”.5

Negara Indonesia dengan wilayah yang sangat luas dan sertai aneka

budaya heterogen, maka pengelolaan jalan dilakukan pemerintah berdasarkan

kewenangan wilayahnya telah ditegaskan yaitu “Pengaturan jalansecara umum

meluputi pengaturan jalan secara umum, pengaturanjalan nasional, pengaturan

jalan provinsi, pengaturan jalan kabupaten dan jalan desa, serta pengaturan

jalan kota”.6

Pemerintah telah menaruh perhatian besar untuk mengimplementasikan

undang-undang jalan tersebut.Hal tersebut ditandai dengan telah diterbitan

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Pembagian

wewenang dan tanggung jawab pengaturan jalan diserasikan dengan semangat

otonomi daerah.

“(1) Wewenang penyelenggaraan jalan ada pada pemerintah dan pemerintah Daerah.

(2) Wewenang penyelenggaraan jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyelenggaraan jalan secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional.

(3) Wewenang penyelenggaraan jalan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyelenggaraan jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, dan jalan desa.

(4) Penyelenggaraan jalan secara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan secara makro sesuai dengan kebijakan nasional.

5

Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 14, ayat (1) dan (2). 6

(12)

(5) Penyelenggaraan jalan secara umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa”.7

Pembagian pengaturan jalan tersebut mencerminkan tanggung jawab

atas masing-masing daerah, sehingga ketika terjadi kerusakan jalan di kota,

maka Pemerintah yang bertanggung jawab atas kerusakan jalan tersebut.8 Wewenang dan tanggung jawab pemerintah, baik Pemerintah Pusat,

Pemerintah Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap jalan

meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan.

Pemerintah Kota yang mendapat kritik dalam pengelolaan dan perawatan

jalan adalah Pemerintah Kota Bandung, Propinsi Jawa Barat. Kondisi jalan di

Kota Bandung tergolong ke dalam tingkat darurat.Hal tersebut ditandai dengan

sampai dengan Juni 2013 terdapat 350 titik kerusakan jalan.9 Pemerintah Kota Bandung yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap 1.236 km,

terdapat 383 km atau 31,04% dalam kondisi rusak dengan rincian yaitu 15,91%

rusak ringan dan 15,13% rusak berat. Kendati demikian, sepanjang jalan rusak

tersebut terhitung mulai bulan April 2014 telah diperbaiki 190 km atau 15%.

Sementara dari sisi panjang ruas jalan, total jalan yang menjadi wewenang dan

7

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan Pasal 57, ayat (1) – (5).

8

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan. Pasal 20.

9

350Titik Jalan di Kota Bandung Rusak.

(13)

tanggung jawab Pemerintah Kota Bandung yaitu 1.236km, terdapat 383 km

mengalami rusak yang berbeda-beda.10

Kerusakan jalan di Kota Bandung telah berdampak kepada berbagai

macam permasalahan bagi warga Kota Bandung. Selain permasalahan

kemacetan lalu lintas yang menghambat mobilitas warga Kota Bandung,

terdapat pula masalah yang muncul yaitu kecelakaan lalu lintas

jalan.Kecelakaan lalulintas jalan tersebut telah mengakibatkan kerugian bagi

korban kecelakaan lalu lintas jalan.Kerugian tersebut meiputi luka badan, baik

luka rigan maupun luka berat, kerusakan kendaraan, kehilangan barang,

bahkan sampai kepada kehilangan nyawa.

Kota Bandung merupakan kota dengan jumlah kendaraan terbesar di

Jawa Barat.11 Ditinjau dari jumlah kendaraan bermotor, jumlahkendaraan bermotor di Kota Bandung mencapai 1,5 juta unit dengan laju pertumbuhan

sebesar 11% setiap tahunnya.12 Perkembangan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat di Kota Bandung, tetapi kurang diimbangi dengan

pengelolaan jalan secara tertib dan teratur yaitu penyediaan sarana dan

prasarana yang lengkap dan tepat, maka telah berdampak kepada kurang

keamanan dan kenyamanan, serta kurang mampu mengakomodasi

10

Jalan Rusak Parah, ini Jawaban Walikota. ( http://www.merdekacom/perstiwa/jalan-bandunhg-rusak-parah-ini-jawaban-wali-kota.html), 12 September 2013.

11

Jumlah Kendaraan Banyak Menguntungkan PAD Jabar. ( http://www.pikiran-rakyat.com/node/117536), 30 September 2013.

12

(14)

kepentingan pengguna jalan. Sementara peraturan perundang-undangan telah

menegaskan bahwa Pemeritah Kota Bandung memiliki wewenang dan

tanggung jawab dalam penyediaan sarana dan prasarana yang dapat

mengakomodasi kepentingan pengguna jalan.Tujuannya adalah untuk

menjamin agar pengguna jalan terhindar dari kecelakaan lalu lintas jalan dan

kerugian yahng lebih besar sebagai akibat dari sarana dan prasarana lalu lintas

jalan kurang atau memadai.

Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 24 menegaskan

bahwa penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan

yang rusak agar tidak mengakibatkan kecelakaan lalu lintas jalan. Apabila

belum diperbaiki, maka jalan yang rusak harus diberi tanda atau

rambu.Penyelenggara jalan tersebut menurut pasal 26 ayat (1) huruf c yaitu

Pemerintah Kabupaten/Kota untuk jalan Kabupaten/Kota. Pasal 240 huruf b

menyatakan bahwa korban kecelakaan lalu lintas jalan berhak mendapat

kerugian daripihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu

lintas jalan.

Kecelakaan yang telah berakibat kepada kerugian pengguna jalan

merupakan dampak dari ketersediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan

(15)

mendapat gugatan dari warga Kota Bandung yang mengalalu kecelakaan lalu

lintas jalan dan kerugian di wilayah Kota Bandung.13

Gugatan kepada Pemerintah Kota Bandung dilakukan oleh warga

Bandung melalui dua cara. Pertama, melalui mekanisme citizen law suit.14 Pengertian dari “citizen law suit adalah gugatan warga Negara yang ditujukan

kepada Pemerintah atau negara akibat pelanggaran-pelanggaran hukum yang

dilakukan negara dan dianggap merugikan kepentinan publik”.15 Gugatan citizen law suit merupakan sebuah gugatan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Kedua, melalui gugatan peruatan melawan hukum.16 Pada citizen law suit,

gugatan dilakukan tidak oleh korban kecelakaan lalu lintas jalan yang diduga

diakibatkan karena tidak terakomodasi sarana dan prasarana lalu lintas jalan.17

Gugatan yang diajukan kepada Pemerintah Kota Bandung adalah

gugatan yang diajukan oleh pihak Tim Advokat Pengawal Pemulihan Hak

Warga Kota Bandung.18 Gugatan tersebut diajukan berkaitan dengan kondisi jalan di Kota Bandung yang buruk, sehingga telah mengakibatkan jumlah

kecelakaan yang terjadi di Kota Bandung semakin bertambah banyak.Gugatan

13

14 Warga Gugat Wakikota & Ketua DPRD Bandung Soal Jalan

Rusak.( http://news.detik.com/read/2013/06/25/171903/2283905/486/14-warga-gugat-wali-kota-ketua-dprd-bandung-soal-jalan-rusak), 12 Nopember 2013.

14

LBH Gugat Jalan Rusak di Bandung. (http://www.pikiran –rakyat.com/node/240082, 6 Februari 2014.

15

Henry C. Black,Blacks Law Dictionary. Harvard Publishing. 1989. hlm. 289. 16

Gugatan Korban Jalan Rusak Sebelum Lebaran. (http://www.pikira-rakyat.com/node/242959), 12 Nopember 2013.

17

Ibid.

18

Jalan Rusak Warga Gugat Pemerintah Kota Bandung.

(16)

tersebut diajukan kepada Walikota Bandung, Kepala Dinas Bina Marga,

Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Kota Bandung, dan DPRD Kota

Bandung. Penyampaian gugatan tersebut dilakukan pada tanggal 25 Juni 2013

dengan Nomor perkara 299/PDT/G/2013/PN.BDG.19

Selain Pemerintah Kota Bandung, salah satu kementerian di Indonesia

yang pernah mengalami gugatan yaitu Kementerian Pekerjaan Umum. Gugatan

tersebut bermula ketika adik dari Arik S. Wartono warga Desa Kembangan yang

mengalami kecelakaan yang diakibatkan jalan di Bandjarsari, Gresik rusak.20 Akibat kecelakaan tersebut adik dari Arik S. wartono yang bernama Adi

mengalami gegar otak, sehingga mengajukan gugatan dengan kerugian

material sebesar Rp.47.500,000 (empat puluh tujuh juta lima ratus rupiah) dan

kerugian immaterial sebesar Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).21 Penggugat mengajukan gugatannya melalui Lembaga Advikasi Masyarakat.

Penggugat beralaan bahwa pihak yang digugat merupakan pemegang

tanggung jawab terhadap peyelenggara, perawatan, dan perbaikan jalan

sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, dan Undang-undang Jalan.

19

LBH Gugat Pemerintah Kota Bandung. (http://www.pikiran-rakyat.com/node/240082). 27 Nopember 2013.

20

LBH Gugat Pemerintah Kota Bandung.(http://www.pikiran-rakyat.com/node/240082), 27 Nopember 2013.

21

(17)

Perbedaan antara gugatan yang diajukan di Kota Bandung dan gugatan

yang diajukan di Gresik terdapat pada bentuk gugatannya yaitu gugatan yang

diajukan olehwarga Bandung melalui Tim Advokasi Masyarakat Bandung

merupakan gugatan yang dikategorikan sebagai citizen law suit. Sementara kasus gugatan yang terjadi di Gresik merupakan gugatan perorangan.Adapun

perbedaan pihak yang digugat perkara yang terjadi di Bandung adalah Walikota

Bandung, DPRD Kota Bandung, dan Kementeran Pekerjaan Umum. Sementara

itu dalam kasus gugatan yang terjadidiGresik pihakyang digugat adalah

Kementerian Pekerjaan Umum, Gubernur Jawa Timur,dan Bupati Gresik. Kedua

kasus tersebut memiliki kesamaan lalat belakang yaitu kondisi jalan yang rusak

dan mengakibatkan kecelakaan dan atau kerugian pengguna jalan.Kerusakan

jalan tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah, baik Pemerintah Pusat

dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum maupun Pemerintah Daerah.

Ruang lingkup hukum dapat melihat secara umum bahwa konsep

tanggung jawab hukum (liability) akan merujuk kepada tanggung jawab hukum dalam ranah hukum publik dan tanggung jawab hukum dalam dalam ranah

hukum privat.22 Tanggung jawab hukum dalam rahan hukum publik dapat dilihat dari pendekatan kepada tanggung jawab administrasi negara dan tanggung

jawab hukum pidana, Sedangkan tanggung jawab dalam ranah hukum privat

yaitu tanggung jawab hukum dalam hukum perdata dapat berupa tanggung

22

(18)

jawab berdasarkan wanprestasi dan tanggung jawab berdasarkan perbuatan

melawan hukum.23

Berdasarkan pada rumusan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan pasal 240 huruf b, maka yang menjadi

korban kecelakaan lalu lintas jalan dapat mengajukan gugatan kepada pihak

yang mengakibatkan kerugian. Secara khusus berdasarkan pada rumusan

Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pasal 13 ayat (1) dan (2)

yang behubungan dengan pengusaan jalan umum yaitu pemerintah.

Bertitik tolak KUH Perdata pasal 1365, maka setiap orang yang

mengakibatkan kerugian wajib mengganti kerugian yang diakibatkan oleh

perbuatan penguasaan jalan dan bertanggung jawab atas lalu intas jalan.Hal

tersebut merupakan salah satu bentuk dasar hukum yang dapat dijadikan

tuntutan bagi setiap korban yang mengalami kecelakaan lalu lintas jalan di jalan

karena kondisi jalan yang tidak laik operasi.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut dalam sebuah skripsi dengan judul:

PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA LALU LINTAS JALAN BERKAITAN DENGAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTANJALAN

23

(19)

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan oleh

Pemerintah Kota Bandung?

2. Bagaimana pertanggungjawaban Pemerintah Kota Bandung terhadap

kecelakaan lalu lintas jalan?

3. Bagaimana perlindungan hukum oleh Pemerintah Kota Bandung

terhadap pengguna jalan yang mengalami kecelakaan lalu lintas jalan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk pengumpulan, menginvetarisasi, serta

menyusun dan dan informasi yang memiliki korelasi langsung dengan

penerapan konsep perbuatan melawan hukum oleh Pemerintah Kota Bandung

dalam kasus yang berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas jalan sebagai akibat

dari kondisi jalan yang tidak memadai. Data yang telah terhimpun secara

sistematis akan dianalisis dengan menggunakan dasar teori Hukum Perdata

dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan. Secara khusus, tujuan penelitian ini sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dan memahami mengenai penyediaan sarana dan

prasarana lalu lintas jalan oleh Pemerintah Kota Bandung.

b. Untuk mengetahui dan memahami mengenai pertanggungjawaban

(20)

c. Untuk mengetahui dan memahami mengenai perlindungan hukum oleh

Pemerintah Kota Bandung terhadap pengguna lalu lintas jalan yang

mengalami kecelakaan lalu lintas jalan.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan, baik secara teoritis maupun

praktis sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan

pengetahuan terhadap perkembangan ilmu hukum perdata dengan memberikan

gambaran secara ilmiah dalam bentuk konsep pertanggungjawaban pemerintah

agar dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang sama atau mendekati sama,

terutama yang berkaitan langsung dengan penyediaan sarana dan prasarana

lalu lintas jalan. Bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap keclakaan

lalu lintas jalan.Perlindungan hukum terhadap pengguna lalu lintas jalan yang

mengalami kecelakaan lalu lintas jalan.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan

bagi Pemerintah Kota Bandung dalam mengatasi permasalahan hukum sebagai

(21)

E. Kerangka Pemikiran

Salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat modern

adalah penggunaan hukum secara sadar oleh masyarakat.24 Hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang

terdapat dalam masyarakat, melainkan juga mengarahkannya kepada tujuan

tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandangnya tidak

sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. inilah yang

disebut pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus pada penggunaan

hukum sebagai sebagai suatu instrumen.25

Peran hukum sebagai sarana kontrol sosial terjadi sejak abad ke-16.26 Menurut Roscoe Pound, tugas utama hukum adalah melakukan rekayasa

sosial, dengan fungsi utama antara lain melindungi kepentingan, yaitu

kepentingan umum, kepentingan sosial, dan kepentingan pribadi secara

seimbang.27 Keseimbangan harmonis inilah yang merupakan hakikat keadilan.28 Untuk menentukan kepentingan-kepentingan apakah yang boleh dijamin oleh

hukum, Roscoe Pound memberikan tiga batasan, yaitu (1) keperluan yang

menjadi syarat bagi hukum hanya berurusan dengan perbuatan manusia dan

barang-barang, bukan bagian dalamnya; (2) pembatasan-pembatasan yang

24

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 206. 25

Idem., hlm. 206. 26

Roscoe Pound, Tugas Hukum, dialihbahasakan oleh Muhammad Radjab, Jakarta: Yayasan Dana Buku Indonesia, 1965, hlm. 87.

27

Otje Salman Soemadiningrat, Filsafat Hukum Perkembangan dan Dinamika Masalah, Bandung: Refika Aditama, 2009, hlm. 49.

28

(22)

melekat di dalam sanksi hukum atas paksaan kemauan manusia dengan

kekerasan; dan (3) keperluan yang mensyaratkan hukum untuk menggunakan

badan luar untuk melaksanakan isi dan maksud tujuannya.29 Penggunaan hukum untukmelakukan perubahan-perubahan sosial di masyarakat berkaitan

erat dengan konsep penyelenggaraan sosial ekonomi dalam masyarakat.30 Salah satu instrumen hukum guna melakukan rekayasa sosial adalah

melalui peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2009, Pemerintah dan

DPR menetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan. Pasal 240 huruf b memberikan instrument perlindungan

bagi korban kecelakaan lalu lintas untuk meggugat ganti kerugian kepada pihak

yang bertanggung jawab dalam melakukan penyediaan sarana dan prasarana

lalu lintas melalui mekanisme gugatan atas perbuatan melawan hukum oleh

pemerintah yang merupakan perluasan dari Pasal 1365 KUH Perdata.

Sebelum tahun 1919, ahli hukum begitu pula hakim, menganggap

perbuatan melawan hukum hanyalah perbuatan-perbuatan yang melanggar

undang-undang atau sesuatu hak (subjectief recht) orang lain saja.31 Pandangan ini disebabkan oleh pengaruh aliran legisme yang sangat kuat di

Belanda.32 Legisme berpandangan bahwa tidak ada hukum selain dimuat dalam

29

Roscoe Pound, Tugas…. Op.Cit., hlm. 70. 30

Satjipto Raharjo, Ilmu…… Loc.Cit. 31

R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXXI, Jakarta: Intermasa, 2003, hlm. 133. 32

(23)

undang-undang, sehingga perbuatan melanggar hukum tidak ditafsirkan lain

daripada perbuatan melanggar undang-undang.33

Akan tetapi pandangan legisme tersebut dirasakan sangat tidak

memuaskan sehingga mendapat tantangan keras dari Hamaker, Meijers,

Anema, H. Krabbe dan lain-lain. Molengraf menjadi orang pertama menyatakan

bahwa onrechtmatige daad dalam arti sempit sudah tidak dapat dipertahankan.34 Pada tahun 1919, Hoge Raad telah meninggalkan penafsiran yang sempit itu dengan memberikan pengertian baru tentang onrechtmatige daad dalam putusannya yang terkenal pada tanggal 31 Januari 1919.35 Putusan tersebut menyatakan bahwa onrechtmatige daad tidak hanya perbuatan yang melanggar hukum atau melanggar hak orang lain, tetapi juga tiap perbuatan

yang bertentangan dengan “kepatutan yang harus diindahkan dalam pergaulan

masyarakat terhadap pribadi atau benda orang lain”.36

Pertanggungjawaban berasal dari tanggung jawab, yang berarti keadaan

wajib menanggung segala sesuatunya (jika ada sesuatu hal, dapat dituntut,

dipersalahkan, dan diperkirakan). Tanggung jawab Pemerintahan adalah

kewajiban penataan hukum (compulsory compliance) dari negara atau pemerintah atau pejabat pemerintah atau pejabat lain yang menjalankan fungsi

pemerintahan sebagai akibat adanya suatu keberatan, gugatan, judicial review,

33

Idem., hlm. 262. 34

Idem., hlm. 262 35

Idem., hlm. 262. 36

(24)

yang diajukan oleh seseorang, masyarakat, badan hukum perdata baik melalui

penyelesaian pengadilan atau di luar pengadilan untuk pemenuhan berupa:37 “a. Pembayaran sejumlah uang (subsidi, ganti rugi, tunjangan, dsb);

b. Menerbitkan atau membatalkan/mencabut suatu keputusan atau peraturan, dan;

c. Tindakan-tindakan lain yang merupakan pemenuhan kewajibannya, misalnya untuk melakukan pengawasan yang lebih efektif dan efisien, mencegah adanya bahaya bagi manusia maupun lingkungan, melindungi harta benda warga, mengelola dan memelihara sarana dan prasarana umum, mengenakan sanksi terhadap suatu pelanggaran dan sebagainya”.

Konsep perbuatan melawan hukum terus mengalami perkembangan

sehingga melahirkan konsep perbuatan melawan hukum oleh penguasa

(onrechtmatige overheidsdaad). Berdasarkan sistematika yang dianut oleh KUH Perdata, perbuatan melanggar hukum oleh penguasa dimasukkan dalam

rangkaian hukum perjanjian yang bersumber pada undang-undang akibat

tindakan hukum manusia karena adanya perbuatan yang melanggar hukum.38

Hal ini diawali pada tahun 1924, pada saat H.R. memberi putusan bahwa

badan-badan hukum publik bertanggung jawab secara langsung menurut Pasal

1365 KUH Perdata, apabila penguasa melanggar suatu ketentuan

undang-undang, baik yang bersifat “publiekrechtlijk maupun privaatrechtlijk”.39 Pasal

1365 B.W. adalah Pasal perbatasan antara hukum perdata dan hukum publik

atau dengan bahasa hukum dapat disebut bahwa dalam perkembangannya

37

Mahfud MD, SF Marbun, Hukum Administrasi Negara Indonesia, Lyberty, Yogyakarta, 2006, hlm. 45.

38

Achmad Ichsan, Hukum Perdata I B, Jakarta: Pembimbing Masa, 1969. hlm. 250. 39

(25)

terdapat sifat “perpubliek rechtlijking” dari “privaatrechtlijke rechtsbetreking

sehingga karenanya tidak dapat lagi disebut pasal yang masih murni adanya

dilapangan hukum perdata.40Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa “Tiap perbuatan yang melanggar hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain

mengharuskan orang yang karena kesalahannya itu menimbulkan terjadinya

kerugian, mengganti kerugian dimaksud.”Menurut ketentuan tersebut, maka

terdapat 4 syarat untuk perbuatan melanggar hukum ialah:41 “1. Adanya perbuatan melanggar hukum.

2. Terdapat kesalahan 3. Terdapat kerugian

4. Adanya causalitas antara sebab dan akibat.”

Mengacu kepada Arrest Hoge Raad pada tanggal 31 Januari 1919, maka

yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum memiliki beberapa

ketentuan, yaitu sebagai berikut:42

“a. Unsur perbuatan atau tidak melakukan perbuatan, yang mengurangi hak pihak lain atau yang berlawanan dengan kewajiban pribadi menurut hukum dapat ditemukan dasarnya dalam hukum positif; b. Unsur perbutan yang lenggar adat kesopanan yang baik adalah suatu

perbuatan yang bertentangan dengan hukum tata kesopanan;

c. Unsur perbuatan, yang bertentangan dengan kewajiban bertindak hati-hati, yang berlaku dalam masyarakat ramai terhadap pihak lain atau milik pihak lain adalah suatu perbuatan, yang bertentangan dengan tindak tanduk ketentuan ketentuan saling menghormati, yang menjadi pedoman hidup dari masyarakat dalam pergaulan satu sama lain.”

Agar dapat dimintai pertanggungjawabannya orang yang melakukan

perbuatan melanggar hukum, Pasal 1365 BW mensyaratkan adanya

40

T Boestomi, Hukum Perdata dan Hukum Tata Usaha Negara dalam Teori dan Praktek, Bandung: Alumni, 1994, hlm. 19.

41

Idem., hlm. 251. 42

(26)

kesalahan.43 Terdapat dua teori mengenai kesalahan, yaitu kesalahan dalam arti objektif (objectieve schuld) dan kesalahan dalam arti subjektif (subjectieve schuld). Kesalahan dalam arti objektif, mereka dianggap melakukan pelanggaran hukum karena berbuat kesalahan, apabila ia bertindak lain dari

pada yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang dalam keadaan itu dalam

pergaulan masyarakat itu. Sementara itu, terkait kesalahan dalam arti subjektif,

Achmad Ichsan menyatakan:44

“Kesalahan dalam arti subjektif melihat pada orangnya yang melakukan perbuatan itu, apakah orang itu menurut hukum orang dapat dipertanggungjawabkan artinya orang itu psychis normal atau si pembuat itu masih kanak-kanak.”Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum dapat berupa kerugian materill dan dapat berupa kerugian immaterill (idiil).45

Kerugian materil dapat terdiri dari kerugian yang nyata diderita dan

hilangnya keuntungan yang diharapkan.46 Adapun kerugian immaterill adalah

kerugian berupa pengurangan kesenangan hidup misalnya karena penghinaan

(Pasal 1372 BW), luka atau cacatnya anggota tubuh/badan (Pasal 1371 BW).47

Tujuan dari akibat wanprestasi adalah memberikan penggantian kerugian,

sedangkan dalam hal pelanggaran hukum adalah memulihkan kembali keadaan

seperti semula.48

43

Idem., hlm. 264. 44

Ibid., hlm. 256. 45

Riduan Syahrani, Seluk Beluk… Op.Cit, hlm. 266. 46

Idem., hlm. 266. 47

Idem., hlm. 267. 48

(27)

Berdasarkan pada ketentuan hukum yangberlaku di Indonesia, dalam hal

ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidaklah dapat dituntut

penggantian kerugian, bila kerugian yang diderita itu tidak ada hubungannya

dengan perbuatan melanggar hukum artinya bahwa kerugian itu tidak

disebabkan, karena adanya perbuatan melanggar hukum. Untuk menentukan

fakta mana yang merupakan akibat dan berhubungan dengan perbuatan

melanggar hukum terdapat dua teori:49

“a. Teori “conditio sine qua non” dari Von Buri

Teori ini menyatakan bahwa suatu hal adalah sebab dari suatu akibat, apabila akibat itu tidak akan terjadi, jika sebab itu tidak ada. Dengan ini teori ini mengenal banyak sebab dari suatu akibat.

b. Teori “adequate veroorzaking” (penyebab yang bersifat dapat dikira-kirakan)

Teori ini menyatakan, bahwa suatu hal baru dapat dinamakan sebab dari suatu akibat, apabila menurut pengalaman manusia dapat dikira-kirakan lebih dulu, bahwa sebab itu, mengakibatkan perbuatan itu”.

Penggunaan rumusan perbuatan melawan hukum oleh penguasa

tersebut dapat ditentukankonsep perbuatan melawan hukum yang dilakukan

pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad) dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan penyediaan dan pemeliharaan sarana dan

prasarana lalu lintas, kasus-kasus yang berkaitan dengan kurang tersedianya

sarana dan prasarana di Kota Bandung dapat dikaitkan dengan konsep

perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad), serta perlindungan hukum yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung

berkaitan dengan tidak terakomodasinya sarana dan prasarana lalu lintas yang

49

(28)

terdapat di masyarakat.Di sisi lainpenyelenggaraan negara harus berdasarkan

hukum, penyelenggaraan negara juga harus dijalankan berdasarkan tata kelola

pemerintahan yang baik (good governance). Menurut United Nation Development Program (UNDP), good governance adalah:50“the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all

levels.”

Berdasarkan pengertian di atas, maka terdapat tiga ruang lingkup good governance, yang meliputi:51

“1. Economic governance, meliputi proses pembuatan keputusan (decision making process) yang memfasilitasi terhadap equity, poverty, dan quality of live.

2. Political governance adalah keputusan untuk formulasi kebijakan. 3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses

kebijakan.”

Menurut pendapat Philipus M Hadjon, “Prinsip good government

governance/asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (APPB), adalah asas-asas hukum tidak tertulis, dari mana untuk

keadaan-keadaan tertentu dapat ditarik aturan-aturan hukum yang dapat diterapkan”.52 Masih berdasarkan pendapat dari Phillipus M Hadjon, “Prinsip-prinsip APPB

tersebut yaitu persamaan, kepercayaan, kepastian hukum, kecermatan,

pemberian alasan, larangan penyalahgunaan wewenang, dan larangan

50

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan, Bandung: Mandar Maju, 2003, hlm. 4.

51

Idem., hlm. 4. 52

(29)

bertindak sewenang-wenang”.53 Melihat prinsip-prinsip tersebut, maka salah

satu tujuan ABBB adalah untuk menghindari tindakan pemerintah yang dapat

mengakibatkan kerugian bagi warga negara dalam penyelenggaraan negara.

Penyelenggaraan kehidupan bernegara guna mencapai tujuan negara

menuntut pejabat-pejabat negara berperan aktif dalam setiap komponen yang

bersinggungan dengan kehidupan warga negara. T Boestomi menyatakan:54 “Dalam penyelenggaraan negara tersebut, pejabat negara atau badan -badan hukum publik dapat melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatigd overheidsdaad). Hal meningkatnya perbuatan tersebut tidak lain karena memang situasi dan kondisi negara sedang berkembang yang sedang membangun selalu menuntut terdapatnya pihak Pemerintah yang aktif campur tangan dalam penyelenggaraan pemerintahan umum.”

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat ditarik sebuah kesimpulan,

“Adalah kewajaran apabila di satu pihak campur tangan negara harus terwujud secara aktif dan menyeluruh sedang dilain pihak makin meningkatnya juga penyelewengan-penyelewengan aparat negara akan menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan sulitnya mencapai suatu ketertiban, sebab justru ketidaktertiban itu datangnya dari pihak yang wajib melaksanakan penertiban, tidak malah memberikan contoh kebalikannya”.55

Guna menghindari penyalagunaan kekuasaan oleh para pejabat

pemerintah yang mengakibatkan kerugian bagi warga negara, maka dalam

berkembang konsep perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa

(onrechtmatige overheidsdaad). Berdasarkan sistematika yang dianut oleh KUH

53

Idem., hlm. 270. 54

T Boestomi, Hukum Perdata dan Hukum Tata Usaha Negara dalam Teori dan Praktek, Bandung: Alumni, 1994, hlm. 19.

55

(30)

Perdata, “Perbuatan melanggar hukum oleh penguasa dimasukkan dalam

rangkaian hukum perjanjian yang bersumber pada undang-undang akibat

tindakan hukum manusia karena adanya perbuatan yang melanggar hukum”.56 Hal ini diawali pada tahun 1924, “Pada saat H.R. (Hoge Raad/Mahkamah Agung Belanda) memberi putusan bahwa badan-badan hukum publik

bertanggung jawab secara langsung menurut Pasal 1365 KUH Perdata, apabila

penguasa melanggar suatu ketentuan undang-undang, baik yang bersifat

publiekrechtlijk maupun privaatrechtlijk”.57

F. Metode Penelitian

Skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif yang dilakukan

dengan yang meneliti data sekunder pada bidang hukum yang ada sebagai data

kepustakaan dengan menggunakan metode berpikir deduktif (dari umum ke

khusus). Data sekunder tersebut diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada penelitian hukum normatif,

hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berprilaku bagi manusia yang dianggap pantas.58

1. Sifat Penelitian

56

Achmad Ichsan, Hukum Perdata I B, Jakarta: Pembimbing Masa, 1969. hlm. 250. 57

Ibid.

58

(31)

Sifat penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif

analitis. Penelitian ini memberikan gambaran seteliti mungkin tentang

pertanggung jawaban pemerintah dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang

berkaitan dengan penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana lalu

lintas, kasus-kasus yang berkaitan dengan kurang tersedianya sarana dan

prasarana di Kota Bandung dapat dikaitkan dengan konsep pertanggung

jawaban oleh pemerintah, serta perlindungan hukum yang harus dilakukan oleh

Pemerintah Kota Bandung berkaitan dengan tidak terakomodasinya sarana dan

prasarana lalu lintas yang terdapat di masyarakat sehingga dapat mempertegas

teori-teori tentang perbuatan melawan hukum yang telah ada.59 2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis

normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan melakukan pengujian

dan pengkajian terhadap data sekunder berupa teori-teori hukum, asas-asas

hukum, dan norma norma hukum yang memiliki korelasi dengan konsep

pertanggung jawaban oleh pemerintah, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta peraturan perundang-undangan

lain yang terkait. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan

sosiologis empiris yang dilakukan dengan melakukan wawancara dengan

59

(32)

Pemerintah Kota Bandung terkait dengan kendala-kendala dalam menyediakan

sarana dan prasarana lalu lintas jalan.

3. Jenis Data

Data yang diteliti dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum

tersier.Bahan hukum primer yang menjadi acuan penulis dalam penyusunan

tugas akhir ini adalah peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia yaitu

Undang-Undang No.22 Tahun 2009 dan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.Sementara bahan hukum sekunder berupa literature mengenai hukum

perikatan, hukum administrasi Negara. Bahan hukum tersier sendiri dalam hal

ini penulis mengacu pada ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan

juga sumber tersier lainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dengan cara sebagai berikut:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya

memiliki autoritas.60 Bahan hukum primer mencakup peraturan perundang-undangan antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

60

(33)

2) Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.61 Bahan hukum sekunder mencakup literature mengenai hukum perikatan, perbuatan melawan

hukum oleh penguasan dan hukum administrasi negara.

3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk

atau penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder.62

Bahan hukum tersier terdiri dari ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, dan Kamus Hukum Indonesia-Belanda.

b. Teknik Analisa Data

Data diperoleh dari berbagai sumber kemudian dikumpulkan. Data

berupa buku, literatur, makalah, dan jurnal baik cetak maupun elektronik.

Setelah dikumpulkan, data dianalisis dengan metode deduktif sehingga dapat

diketahui bagaimana bentuk pertanggung jawaban yang dapat dituntut dari

Pemerintah Kota Bandung atas tidak terakomodasinya sarana dan pra sarana

lalu lintas dapat diterapkan dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan kurang

tersedianya sarana dan prasarana di Kota Bandung dapat dikaitkan dengan

pertanggung jawaban Pemerintah, serta perlindungan hukum yang harus

dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung berkaitan dengan tidak

terakomodasinya sarana dan prasarana lalu lintas yang terdapat di masyarakat.

61

Idem., hlm. 142. 62

(34)

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan dalam menafsirkan dan memahami materi yang

dibahas dalam karya tulis ini, maka diadakan pengorganisasian dalam

pembahasan untuk digunakan sebagai sistematika pembahasan dengan

membagi ke dalam lima bab sebagai berikut:

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang

penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

kerangka penelitian, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.

Bab ke dua menyajikan hasil kajian pustaka yaitu mengenai peran

pemerintah dalam memfasilitasi sarana dan prasarana bagi kehidupan

bernegara dan penyelenggaraan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Yang

meliputi materi teori dasar mengenai pemerintah dan pemerintah daerah, tugas

pemerintah sebagai fasilitator dalam penyelenggaraan sarana dan prasarana

lalu lintas jalan, serta tanggung jawab dan kewenangan pemerintah dalam

pengelolaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan.

Bab ke tiga merupakan bab yang menyajikan materi mengenai tata kelola

pemerintahan yang meliputi uraian tentang konsep umum good governance,

pengelolaan pemerintahan yang baik, serta perlindungan hukum dalam

implementasi good governance.

Bab ke empat merupakan bab yang membahas hasil penelitian

mengenai analisis hukum terhadap tanggung jawab pemerintah Kota Bandung

(35)

Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang

meliputi materi penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan oleh

pemerintah Kota Bandung. Kemudian dibahas juga mengenai

pertanggungjawaban pemerintah Kota Bandung terhadap korban kecelakaan

lalu lintas jalan, serta perlindungan hukum oleh pemerintah Kota Bandung bagi

pengguna lalu lintas jalan yang mengalami kecelakaan lalu lintas jalan.

Bab kelima adalah bab penutup yang akan menampilkan kesimpulan

atas hasil analisis dan memberikan saran terhadap permasalahan yang terjadi

serta memberikan masukan kepada para pihak yang berkompeten dalam

(36)

221

dalam penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan berkaitan dengan

kecelakaan lalu lintas jalan yang lebih fokus pada implementasi Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hasil penelitian

telah diperoleh data dan informasi dengan lengkap dan tepat, sehingga dapat

dianalisis dan dibahas secara cermat. Agar memudahkan memahami materi

bahasan, maka disajikan kesimpulan. Kemudian bagi kepentingan Pemerintah

Kota Bandung dan pihak yang terkait, maka disampaikan saran-saran.

A. Kesimpulan

1. Kondisi dan Ketersedian Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan oleh

Pemerintah Kota Bandung.

a. Kondisi sarana dan prasarana lalu lintas jalan di Kota Bandung belum

memenuhi standar berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan beserta peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan penyediaan sarana dan

prasarana lalu lintas jalan laik operasi di Kota Bandung.

b. Program penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan di Kota

Bandung selalu disusun berdasarkan hasil penelitian dan koordinasi

(37)

Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pengelola jalan provinsi Jawa

Barat yang berada di wilayah daerah otonom pemerintahan Kota

Bandung. Namun kematangan program belum mendukung bagi upaya

penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan laik operasi, karena

terdapat perbedaan wewenang dan tanggung jawab diantara unit

organisasi yang berkepentingan.

c. Realisasi penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas jalan di Kota

Bandung selalu didasarkan kepada program dan peraturan pemerintah.

Kendati demikian masih banyak terhambat, karena ada ketidakpastian

sasaran kerja, biaya kerja, jangka waktu kerja, jenis pekerjaan, serta

tenaga kerja ahli yang tersedia.

2. Penyebab-Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan

Pertanggungjawaban Pemerintah Terhadap Korban Kecelakaan Lalu

Lintas Jalan dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Keanekaragaman penyebab kecelakaan lalu lintas jalan di Kota

Bandung telah berdampak kesulitan dalam pengklasifikasian jenis

kekecelakaan lalu lintas jalan yang pada gilirannya sangat menyulitan

dalam mengklasifikasi penanggulangan kecelakaan lalu lintas jalan

dengan tepat dan cepat.

b. Penyebab kecelakaan lalu lintas jalan di Kota Bandung meliputi berbagai

faktor, baik kondisi manusia, kerusakan, rambu lalu lintas, penerangan

(38)

telah menyulitkan ketika penentuan dalam menetapkan kepastian jenis

pertanggungjawaban bagi korban kecelakaan lalu lintas jalan.

c. Kecelakaan lalu lintas jalan di Kota Bandung telah melahirkan sejumlah kepentingan untuk menentukan klasifikasi kecelakaan lalu lintas jalan,

baik ringan, sedang, berat, maupun lainnya. Hal tersebut telah

berdampak kepada kesalahan dan kekeliruan dalam penetapan cara

penanggulangan kecelakaan lalu lintas jalan dengan tepat.

d. Upaya penanggulangan resiko kecelakaan lalu lintas jalan yang telah dilakukan dengan kerjasama melalui nota kesepahaman diantara unit

organisasi terkait serta investigasi kecelakaan lalu lintas jalan yaitu

Polrestabes Kota Bandung. Rumah sakit sebagai pelaksana pertolongan

dan perawatan, serta PT. Jasa Raharja sebagai pelaksana ganti

kerugian. Namun kerjasama dan nota kesepahaman tersebut belum

membuahkan hasil karena sering terjadi perbedaan pendapat mengenai

besaran ganti kerugian.

3. Prosedur melakukan penggantian rugi kepada Pemerintah Kota Bandung

terhadap pengguna jalan yang mengalami kecelakaan lalu lintas jalan.

a. Perlindungan hukum bagi korban kecelakaan lalu lintas jalan di Kota

Bandung telah dilaksanakan sebagai implmentasi dari Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

Prosedur untuk memperoleh hak korban kecelakaan lalu lintas jalan di

(39)

walaupun belum membuahkan hasil yang efektif, Hal tersebut ditandai dengan

masih terdapat masyarakat yang tidak mengetahui, mengerti, dan memahami

mengenai standar prosedur opersasional yang harus ditempuh agar

mendapatkan ganti kerugian. Prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh

santunan kecelakaan lalu lintas jalan sebagai berikut:

a. Menghubungi kantor Jasa Raharja terdekat.

b. Mengisi formulir pengajuan dengan melampirkan:

1) Laporan Polisi tentang kecelakaan Lalu Lintas dari Unit Laka Satlantas

Polres setempat dan atau dari instansi berwenang lainnya.

2) Keterangan kesehatan dari dokter / RS yang merawat.

3) KTP/Identitas korban / ahli waris korban.

4) Formulir pengajuan diberikan Jasa Raharja secara cuma-cuma

b. Kemudian prosedur agar memperoleh dana santunan dapat dilakukan

dengan cara mengisi formulir yang telah teredia secara cuma-cuma

pada PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero)

B. Saran-saran

1. Bagi Akademisi :

Adaya naskah akademik yang dapat dikembangkan lebih lanjut dari

hasil penelitian ini agar dapat memberikan kontribusi sebagai

upaya dalam meningkatkan peran pemerintah untuk mengkaji

(40)

dalam Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Lalu Lintas dan

Angkutan.

2. Bagi Pemerintah :

a. Pemerintah harus lebih tanggap terhadap Kecelakaan Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan sehingga masyarakat mendapatkan

Perlindungan Hukum yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

b. Penyusuan program penyediaan sarana dan prasarana lalu lintas

jalan di Kota Bandung sebaiknya berdasarkan berdasarkan skala

prioritas dengan pertimbangan sasaran kerja, jangka waktu kerja,

kepastian sumber dan besaran biaya, jenis pekerjaa, serta tenaga

ahli dalam bidangnya.

c. Pemerintah mendapatkan masukan bagaimana Penyediaan Sarana

dan Prasarana belum memenuhi kebutuhan Masyarakat sehingga

Pemerintah harus mengupayakan Konsolidasikan kebutuhan

masyarakat atas Sarana dan Prasarana Jalan, Kemudian harus

menganggarankan kembali dalam APBD untuk merealisasikan

Sarana dan Prasarana Lalu Lintas Jalan yang memenuhi Standar

keamanan

3. Bagi Masyarakat :

a. Masyarakat bisa memahami Prosedur mengajukan Ganti Rugi

(41)

b. Masyarakat bisa mengetahui mengenai Hak-hak masyarakat bila

(42)

227

Jakarta: Haji Masagung.

Achmad Ichsan. 1969. Hukum Perdata I B, Jakarta: Pembimbing Masa.

Affandi, Muchtar. 2002. Ilmu-Ilmu Kenegaraan. Suatu Studi Perbandingan. Bandung: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

Amirudin, H. Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Press.

Andi Hanzah. 2011. Korupsi di Indonesia.Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utara.

Astawa, I Gde Pantja dan Suprin Na’a. 2009. Memahami Ilmu Negara dan Teori

Negara, Bandung, Refika Aditama,

Budiardjo, Miriam. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Danim, Sudarwan. 2009. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.

Djajoesman, H. S. 2011. Polisi dan Lalu Lintas. Jakarta: Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.

Effendi, A. Masyrur. 2009. Keududukan Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Hukum Nasional dan Internasional Jakarta: Gahlia Indonesia.

Eryanto. 2012. Paradigma dan Perkembangan Penelitian Hukum. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Kebijakan Publik. (Journal of Social Sciences and Public Policy). Vol. 7. No. 6. Nopember 2012. ISSN 1512-0915. Yoyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Gajah Mada.

Hadjon., Philipus M. 2001. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Edisi Revisi III. Surabaya: Bina Ilmu.

Hans, Dieter Evers, 2000. Analysis Public Policy. Analisis Kebijakan Publik. Hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Dalam Pembangunan. Seri Terjemahan Priyono Ardiwisantoro, Yogyakata: BFPS Gama Press.

Hosking, Minor C.L.: 2011. A Test of the Equality of Clessed-ended and Open Contingent Valuations. American Journal Public Administration.

7(3).7321-332. 2011 December

(43)

Kaho, Josef Riwu. 1996. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Indentifikasi Beberapa Faktor Yang Mempegaruhi Penyelenggaraannya. Jakarta: RajaGrafindo Perada.

Karyawadi, H. dan R. Rm. Sosrohayono. 2012. Tinjauan Umum Terhadap Implementasi Lalu Lintas jalan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penerangan Kepolisian.

Labolo, Muhadam. 2008. Memahami Ilmu Pemerintahan: Suatu Kajian, Konsep, Teori, dan Pengembangannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mardiasmo. 2012. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Good Governance. Democratizaion Local Government Financial Management. Transparancy Public Policy. Reinventing Government. Accountability ProbityValue for Money. Participatory Developmnent. Yogyakarta: Andy Yogyakarta.

Moenir, M. 2005. Manajemen Pelayanan Umum di Indoensia. Jakarta: Bumi Aksara.

Nigro and Nigro. 2010. Administrasi Negara Dalam Pemerintahan. Seri Terjemahan. Agus Martono. Edisi IV. Jakarta: Bina Aksara.

Ndraha, Taliziduhu. 2002. Kybernology. (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta: Rineka Cipta.

Notonegoro, Arisman. 2009. Motivasi, Partisipasi, dan Pembangunan. Tinjauan Pembangunan Oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Andy Yogya.

Otje Salman Soemadiningrat. 2009. Filsafat Hukum Perkembangan dan Dinamika Masalah, Bandung: Refika Aditama

Pamudji, S. 2007. Pembinaan Perkotaan di Indonesia. Tinjauan dari Aspek Administrasi Pemerintahan. Jakarta: Inchtiar Baru – Van Hoeve.

Payne, M. K. dan Mubyarto. 2009. Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal. Yaoyakarta: Media Aditya.

Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana,

Philipus M Hadjon (et.al). 1993. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

R. Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXXI, Jakarta: Intermasa,

Rasyid, Riyaas. 2006. Memahami Ilmu Pemerintahan: Suatu Kajian, Konsep, Teori, dan Pengembangannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

(44)

Raymond E. Rizt. 2010. Penuntun Dinas Polisi Lalu Lintas. Jakarta: Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat Lalu Lintas Jalan.

Riduan Syahrani. 2006. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni.

Roesmidi dan Riza Risyanti. 2008. Pemberdayaan Masyarakat. Jatinangor: Alfaprint Jatinangor. Cakrawala Baru Dunia Buku.

Rogers, E.M. dan Adhikarya. 2008. Communication and Inequitable Development: Narrowing The Socio-Economic Benefits Gap. Jakarta: Media Asia.

Roscoe Pound. 1965. Tugas Hukum, dialihbahasakan oleh Muhammad Radjab, Jakarta: Yayasan Dana Buku Indonesia.

Saifullah, A. Djadja. 2011. Konsep dan Metode Pelayanan Umum. Bandung: Padjadjaran University Press. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume Nomor 1, Oktober 2011.

Santoso, Amir. 2011. Kebijakan Publik. Reformasi Administrasi Negara. Jakarta: UI Press.

Satjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan, Bandung: Mandar Maju.

Siagian, Sondang P.. 2009. Manajemen Dalam Pemerintahan. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara,

Sinabung, Pulungan. 2011. Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan Fasilitas Jalan. Tinjauan Kriminologi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soedarsono. 2010. Reformasi Birokrasi. Pelayanan Publik. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume 7 Nomor 2 Oktober 2010. ISSN 1411-219x. Yogyakarta: BPFS Gama.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2006.

Suradinata, Ermaya. 2006. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Haji Masagung,

Surbakti, Ramlan. 2002. Memahami Komunikasi Poliltik dan Kebijakan Publik. Jakarta: Gramedia Indonesia.

T. Boestomi. 1994. Hukum Perdata dan Hukum Tata Usaha Negara dalam Teori dan Praktek, Bandung: Alumni.

(45)

Wasistiono, Sadu. 2011. Managemen Birokrasi Dalam Era Globalisasi. Bandung: Publik. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume Nomor 1, Oktober 2011.

William, Victor Prybutoctly. 2010. Expectation and Norms in Model of Customer Satisfication. NY: American Marketing Association. Journal American.

Yagfironi, Fauzi Yahya. 2012. Manajemen Pemerintahan Dalam Pembangunan. Jakarta: Intermedia.

Yolder, Wayne Mondy. 2010. Employee Benefit News. New York: A Willey by http://www.ol.gov./elaws/aso/drugfree/drugs.screen.asp. March, 2010. Diakses 19 Juli 2012.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Udang Dasar 1945,

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan..

Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Program Kerja Operasional 2014. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor Km 61 Tahun 1993 Tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas Di Jalan.

Peraturan Menteri Keuangan RI No 36/PMK.010/2008 tanggal 26 Februari 2008 tentang Besar Santunan dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 05 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Bandung.

(46)

Lain-lain

Harian Umum Pikiran Rakyat. Tepatlah Sudah Julukan Bagi Bandung Kota Wisata dan Kota Modis. Terbit Minnggu , 22 Desember 2013. Hlm. 14

http://regional.kompas.com/read/2011/09/08/

7190730/Kecelakaan.Lalulintas.Naik.1.111.Kasus diakses tanggal 19 juli 2014

Pukul 11.55 WIB

http://www.dishub.co.id/jr-bandung-polrestabes-bandung-rs-siloam-menandatangani-kerjasama,144129.html diakses tanggal 19 Juli 2014 Pukul

12.50 WIB

http://www.dishub.co.id/jr-bandung-polrestabes-bandung-rs-siloam-menandatangani-kerjasama,144129.html diakses tanggal 19 Juli 2014 Pukul

12.50 WIB

Polrestabes Bandung, Kepala Bagian Pengendalian Kecelakaan Lalu Lintas. Nota Kesepahaman Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Bandung.

http://www.jasaraharja.co.id/jr-bandung-polrestabes-pemdabandung-RSHS&RSMS-menandatangani-kerjasama,144129.html diakses tanggal 2

Agustus 2014 Pukul 16.35 WIB

Pemerintah Kota Bandung Bertanggungjawab Atas Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

http://metro.news.viva.co.id/news/read/282242-janji-pemda-Kotabandung-ke-korban- -maut diakses tanggal 2 Angustus 2014 Pukul 16.58

WIB.

Bencana Tamansari. Civic Tertimpa Pohon Tua. Dinas Tata Kota Ganti Rugi Korban Kecelakaan. http://www.transjakarta.co.id/ news.php?id=319 diakses tanggal 2 Agustus 2014 Pukul 17.46 WIB

Implementasi Rencana Pembangunan Jangka Pendek Kota Bandung. Program Kerja Operasional Dinas Pekerjaan Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

dalam analisis ini didapatkan dari frekuensi data curah hujan yang tersedia dengan menggunakan metode partial duration seriesi atau pemilihan data curah hujan dengan nilai

ةباتكلا طاشن اذ ةرثكلا ةرمثلا كا و .ةباتكلا نأش ىإ ةركفلا ربعتب اضيأ ةباتكلا تفّرع عاطتساام ذيماتلا. ذخأ.. بوصأ ديفتسي

Adapun kekurangan yang dimiliki perusahaan adalah perusahaan tidak melakukan survey konsumen, tidak menyelesaikan pesanan tepat waktu, tidak membuat formulir permohonan

Hal ini dapat diartikan bahwa kekuatan transversa plat resin akrilik heat cured yang direndam dalam 0,4% eugenol minyak kayu manis menunjukkan perbedaan yang

For all students of SMAN Englishindo, we announce English Speech Contest.. Time : Saturday, 22

sosiologi, siswa, dan guru teman sejawat variasi gaya mengajar guru dalam meningkatkan minat belajar siswa sudah cukup baik, hal ini terbukti dari hasil tiga kali

Menurut penuturan juru kunci dari makam Mbah Djomotersebut, bahwa beberapa tahun yang lalu terjadi sebuah peristiwa yakni keluarnya ikan gabus dari makam Mbah Djomopada saat

Secara keseluruhan hasil pe- nilaian tentang aspek keterbacaan, konstruksi dan keterpakaian produk oleh guru menunjukkan bahwa pe- ngembangan instrumen asesmen