DAFTAR PUSTAKA
Cai, J.L, dan Jakabcsin, M.S. (1996). The Role of Open-Ended Tasks and Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students’ Mathematical Reasoning and Communication. Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.
Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disestasi Doktor PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan.
Depdiknas. (2003). Kumpulan Pedoman Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning
(CTL)). Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Depdiknas.
Fraenkel, J.R. dan Wallen, N.E.(1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Second Edition. Singapore: Mc-Graw Hill International.
Gani, R.A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Model Alberta terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.
Garcia, G., Higueras, F.J.yR. dan Luisa. (2004). Mathematical Praxeologies of Increasing Complexity: Variation Systems Modelling in Secondary Education.[online].
http://www.cerme4.crm.es/papers%definitius/13/GarciaRuiz.
Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia:
Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Kerangka Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SMP. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.
Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Hudoyo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud.
Hudoyo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.
Kusuma, D. A. (2003). Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa dengan Menggunakan Metode Inkuiri. Tesis. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics. Reston. VA : NCTM.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 SLTP di Kota Bandung. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Pugalee, D.A. (2001). Using Communication to Develop Students’ Mathematical Literacy. Journal Research of Mathematics Education, 6(5). 296-299. [Online]. Tersedia: http://www.nctm.org/ercsources/article-Summary.asp?URI=MTMS2001-01-296&from=B.
Ruseffendi, E. T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: Diktat.
Ruseffendi, E. T. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Cetakan Pertama. Bandung : IKIP Bandung Press.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia; Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Dirjen Dikti. Depdiknas.
Suherman, E. dan Sukjaya, K.Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.
Suherman, et al. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jica UPI.
Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sumarmo, U.(1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.
Suparno, P. (2002). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi. PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi doktor PPS UPI Bandung:tidak dipublikasikan.
Walker, F. (1997). Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta: Yayasan Penerbit UI.
Whidiarso, W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [online]. Tersedia:
http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu_psy/maaio0d2/Membaca_t-tes.pdf
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Oleh karena itu, penguasaan materi matematika bagi siswa menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi di dalam penataan nalar dan pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif pada saat ini. Siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengolah informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerjasama yang efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional (Depdiknas, 2003).
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan pertama (1) dan kedua (2) menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman dan penalaran matematis merupakan dua kemampuan dasar matematik yang harus dikuasai siswa SMP.
Semua kemampuan yang telah dinyatakan di atas, diharapkan dapat dimiliki oleh siswa. Namun tidak dapat terwujud apabila hanya mengandalkan proses pembelajaran yang selama ini terbiasa ada di sekolah kita, seperti mengajarkan dengan diajari teori/definisi/teorema, kemudian diberikan contoh-contoh dan terakhir diberikan latihan soal (Soejadi, 2000). Proses belajar seperti ini tidak membuat anak didik berkembang dan memiliki kemampuan bernalar berdasarkan pemikirannya, tapi justru lebih menerima ilmu secara pasif. Dengan demikian, langkah-langkah dan proses pembelajaran yang selama ini umumnya dilakukan oleh para guru di sekolah adalah kurang tepat, karena justru akan membuat anak didik menjadi pribadi yang pasif.
Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang diberikan tidak membekas tajam dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah lupa dan sering kebingungan dalam memecahkan suatu permasalahan yang berbeda dari yang pernah dicontohkan oleh gurunya.
Terdapat alasan pentingnya kemampuan pemahaman dan penalaran siswa dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Menurut Sumarmo (1987), studi tentang pemahaman dan penalaran matematis adalah penting karena sesuai dengan tujuan instruksional dan pandangan matematika sebagai produk dan proses. Penalaran matematis perlu mendapatkan perhatian khusus dari guru maupun dari penulis buku matematika, karena melalui penalaran yang benar akan diperoleh pengetahuan yang bermakna bagi siswa. Kegiatan bernalar dalam pembelajaran matematika membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam matematika, yaitu dari yang hanya sekedar mengingat fakta, aturan, dan prosedur kepada kemampuan pemahaman
kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak), dan kurang memiliki kemampuan nalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.
Priatna (2003) mengemukakan bahwa terdapat kesalahan siswa yang berbeda dilihat dari peringkat sekolah dalam melakukan pemahaman dan penalaran matematis antara lain: kesalahan pada pemahaman intrumental paling banyak dialami siswa dari sekolah peringkat rendah, kesalahan pemahaman rasional dari sekolah peringkat rendah dan sedang, kesalahan penalaran induktif dari sekolah peringkat rendah dan penalaran deduktif dari sekolah peringkat rendah dan sedang.
Untuk mengurangi lemahnya kemampuan pemahaman konsep dan penalaran dalam pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna baginya. Hal ini berarti bahwa penting memberikan waktu bagi siswa untuk berdiskusi dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan orang lain dengan argumentasi yang benar dan jelas (Pugalee, 2001).
diperlukan dalam belajar matematika dan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan siswa hari ini dan hari yang akan datang.
Penalaran matematis merupakan bagian dari berpikir matematis tingkat tinggi yang bersifat kompleks. Karena itu pembelajaran yang berfokus pada kemampuan penalaran memerlukan konsep tahapan yang lebih rendah. Artinya kemampuan penalaran matematis siswa tidak ada tanpa kemampuan pemahaman yang baik. Hal ini meliputi materi maupun cara mempelajari atau mengajarkannya. Untuk itu dalam pembelajaran perlu dipertimbangkan tugas matematika serta suasana belajar yang mendukung untuk mendorong kemampuan pemahaman dan penalaran matematis. Pertimbangan ini berhubungan dengan cara-cara pembelajaran di kelas yang dipilih oleh guru.
Salah satu keputusan yang perlu diambil guru adalah tentang pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan. Dalam hal ini kita menyadari bahwa masih banyak guru matematika yang menganut paradigma transfer of knowledge, yang beranggapan bahwa siswa merupakan objek belajar, sehingga guru mendominasi proses pembelajaran.
latihan penyelesaian soal. Dengan proses pembelajaran seperti ini siswa menjadi pasif, karena pengetahuan yang dimiliki merupakan pengetahuan yang ditransfer dari guru.
Agar pelajaran matematika khususnya geometri diserap oleh para siswa, maka siswa harus merasa perlu dan membutuhkan geometri dalam kehidupan sehari-harinya. Pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi dunia nyata siswa disebut sebagai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Dengan kontekstual, proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa belajar dan membangun pengetahuannya dengan ’berbuat’ matematika. ’Berbuat’ matematika maksudnya siswa bekerja (menulis, menggambar, mengerjakan soal, dan aktivitas belajar lainnya) mengenai matematika yang dipelajarinya.
Untuk dapat mencapai standar-standar pembelajaran itu, seorang guru hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang memungkinkan bagi siswa untuk secara aktif belajar dengan mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Karena mengajar matematika tidak sekedar menyusun urutan informasi, tetapi perlu meninjau relevansinya bagi kegunaan dan kepentingan siswa dalam kehidupannya. Dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah, menemukan dan mengkomunikasikan ide-ide yang muncul dalam benak siswa.
pendekatan pembelajaran yang tepat. Ada begitu banyak pendekatan yang ditawarkan para ahli, salah satunya adalah pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen, yaitu; (1) konstruktivisme, (2) menemukan, (3) bertanya, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003).
Kegiatan yang tak kalah pentingnya dalam pembelajaran kontekstual adalah merefleksikan pengetahuan yang telah diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam tahap refleksi, pengetahuan yang telah diperoleh siswa diendapkan dalam struktur pengetahuan yang baru sebagai pengayaan atau perbaikan terhadap pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Untuk mengukur hasil pencapaian yang diperoleh siswa dari serentetan proses belajar perlu dilakukan penilaian. Penilaian dilakukan terhadap semua aspek yang terjadi selama proses belajar-mengajar berlangsung, diantaranya adalah laporan kegiatan, pekerjaan rumah, hasil tes kemampuan, hasil kesimpulan yang diperoleh siswa, maupun kemampuan siswa dalam merepresentasikan temuannya dihadapan teman.
komponennya, diperkirakan dapat memberi kontribusi tehadap peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika.
Dalam penelitian ini siswa dikelasifikasikan berdasarkan kemampuan awal matematik siswa menjadi kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah. Proses penentuan kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah ini adalah dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika sebelumnya (rapor semester ganjil). Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika. Menurut Galton (Ruseffendi, 2006) dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal. Hal ini sejalan dengan temuan Begle (Darhim, 2004) melalui penelitiannya bahwa salah satu prediktor terbaik untuk hasil belajar matematika adalah hasil belajar matematika sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual”.
1.2Rumusan Masalah
1. Apakah kemampuan pemahaman matematis siswa SMP yang mendapat pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau:
a. secara keseluruhan;
b. dari tingkat kemampuan awal matematika siswa.
2. Apakah kemampuan penalaran matematis siswa SMP yang mendapat pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau:
a. secara keseluruhan;
b. dari tingkat kemampuan awal matematika siswa.
Untuk lebih jelasnya, rumusan masalah tersebut dinyatakan dalam Tabel 1.1 Tabel 1.1
Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa
diharapkan dalam meningkatkan aspek pemahaman dan aspek penalaran matematis.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau secara keseluruhan dan dari tingkat kemampuan awal matematika siswa.
2. Untuk mengetahui apakah kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pembelajaran kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, ditinjau secara keseluruhan dan dari tingkat kemampuan awal matematika siswa.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang maka hasil penelitian ini bermanfaat:
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan suatu contoh penggunaan pendekatan pembelajaran yang lebih bervariasi bagi guru.
2. Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual akan memberikan pengalaman belajar baru bagi siswa.
4. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran matematika di SMP.
5. Manfaat bagi peneliti sendiri adalah agar peneliti siap menjadi guru yang profesional dan inovatif dalam mengajarkan matematika di kemudian hari.
1.5 Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua kelompok siswa, satu kelompok yang memperoleh pembelajaran kontekstual dan satu kelompok lagi memperoleh pembelajaran konvensional. Pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa akan dapat diketahui dengan membandingkan hasil belajar siswa pada kedua kelompok tersebut. Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat pembelajarannya dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajarannya dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
4. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kemampuan awal tinggi, yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, lebih baik daripada pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa dengan kemampuan awal yang sama, yang mendapat pembelajaran konvensional.
5. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa dengan kemampuan awal sedang, yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, lebih baik daripada pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa dengan kemampuan awal yang sama, yang mendapat pembelajaran konvensional.
6. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kemampuan awal sedang, yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, lebih baik daripada pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa dengan kemampuan awal yang sama, yang mendapat pembelajaran konvensional.
7. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa dengan kemampuan awal rendah, yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, lebih baik daripada pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa dengan kemampuan awal yang sama, yang mendapat pembelajaran konvensional.
dengan kemampuan awal yang sama, yang mendapat pembelajaran konvensional.
1.6 Definisi Operasional
Di dalam penelitian ini penulis menetapkan beberapa definisi operasional yaitu:
1. Pembelajaran kontekstual yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru dalam mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam pembelajarannya melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
2. Kemampuan pemahaman matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman atas konsep matematika yang terdiri dari:
a. Pemahaman instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana.
3. Penalaran matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik kesimpulan. a. Penalaran logis, yaitu kemampuan memberikan alasan (argumentasi)
logis yang diperlukan untuk menyelesaikan soal berdasarkan aturan inferensi.
b. Penalaran generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan pengamatan terhadap contoh-contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan kelompok kontrol yang diberikan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok ini akan diberikan pretest dan posttest dengan menggunakan instrumen yang sama.
Fraenkel et al (1993) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran pendekatan kontekstual, sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Pretest-Posttest Control Group Design”. Desain penelitian ini digunakan karena penelitian ini
menggunakan kelompok kontrol, adanya dua perlakuan yang berbeda, dan pengambilan sampel yang dilakukan secara acak kelas. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu sebelum proses pembelajaran, yang disebut pretes dan sesudah proses pembelajaran, yang disebut postes. Secara singkat, disain penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
O X O
O O
Keterangan :
O = Pretest dan posttest (tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis) X = Perlakuan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
kontekstual
Tabel 3.1
Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol
Kemampuan yang diukur
Kemampuan Pemahaman
Kemampuan Penalaran Pendekatan
Pembelajaran K V K V
Kelompok Siswa
Tinggi(T) PTK PTV NTK NTV Sedang(S) PSK PSV NSK NSV Rendah(R) PRK PRV NRK NRV
Total PK PV NK NV
Keterangan:
K =Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual V = Pembelajaran konvensional
P = Kemampuan pemahaman N = Kemampuan penalaran
Contoh: PTK adalah kemampuan pemahaman siswa kelompok tinggi yang pembelajarannya dengan pendekatan kontekstual.
NSV adalah kemampuan penalaran siswa kelompok sedang yang pembelajarannya dengan konvensional
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Pemilihan siswa SMP sebagai sampel penelitian didasarkan pada pertimbangan tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih pada tahap peralihan dari operasi konkrit ke operasi formal sehingga ingin dilihat bagaimana penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran kontekstual bagi siswa SMP. Dengan pertimbangan inilah maka dipilih populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa salah satu SMP di Rokan Hulu.
Level sekolah yang akan dipilih adalah level sekolah menengah dikarenakan level ini kemampuan akademik siswanya heterogen, dapat mewakili siswa dari tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Dari informasi yang diperoleh dari kepala sekolah SMP tersebut, sekolah ini termasuk dalam level sekolah menengah sehingga dapat mewakili siswa dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Sampel dalam penelitian ini dipilih siswa kelas delapan SMP yang didasarkan pada pertimbangan, siswa kelas VIII merupakan siswa yang dimungkinkan gaya belajarnya sudah terbentuk sehingga mudah untuk diarahkan.
3.3 Instrumen untuk Penelitian
Instrumen untuk penelitian disusun dalam dua perangkat, yaitu tes kemampuan pemahaman matematis dan tes kemampuan penalaran matematis.
3.3.1 Instrumen Tes Pemahaman Matematis
Soal tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa terdiri dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal tes, diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawaban dan aturan pemberian skor untuk masing-masing butir soal. Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk Soal Tes Kemampuan Pemahaman berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996)
yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Penskoran Perangkat Soal Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
Skor Respon siswa
0 Tidak ada jawaban/salah menginterpretasikan
1 Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan
algoritma belum lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah 3 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penggunaan
algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan
3.3.2 Instrumen Tes Penalaran Matematis
Soal tes penalaran matematis memuat aspek penalaran induktif dengan jenis penalaran logis, penalaran analogi dan generalisasi matematis. Kriteria penilaian untuk setiap butir soal tes kemampuan penalaran matematika yaitu memberikan skor 0 – 3. Jika siswa menjawab benar dan alasannya benar skornya 3 (tiga). Jika siswa menjawab benar dan alasannya salah, maka skornya 2 (dua). Dan jika siswa menjawab benar, tetapi tidak memberikan alasan maka skornya 1 (satu). Sedangkan jawaban yang salah skornya 0 (nol).
Ujicoba Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran matematis bertujuan untuk mengetahui reliabilitas, validitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran tes tersebut. Hasil ini akan dianalisis dengan pedoman analisis sebagai berikut :
3.3.3 Analisis Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis
Sebelum tes dijadikan instrumen penelitian, tes tersebut diukur face validity dan content validity oleh ahli (expert) dalam hal ini dosen pembimbing
dan rekan sesama mahasiswa pascasarjana. Langkah selanjutnya adalah tes diujicobakan untuk memeriksa keterbacaan, validitas item, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Uji coba dilakukan pada beberapa siswa salah satu SMP di Bandung.
3.3.4 Analisis Reliabilitas
Sesuai dengan bentuk soal tesnya yaitu tes bentuk uraian, maka untuk menghitung koefisien reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha (Russefendi, 2005). Rumusnya adalah :
dengan variansi item dan variansi total dihitung dengan rumus:
(
)
2σ = jumlah variansi butir soal
2
t
σ = variansi total
= skor setiap butir soal = skor total
Tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan pemahaman dan penalaran didasarkan pada klasifikasi Guilford (Ruseffendi,1991) sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Besarnya r Tingkat Reliabilitas
0,00 – 0,20 Kecil
0,20 – 0,40 Rendah
0,40 – 0,70 Sedang
0,70 – 0,90 Tinggi
Dalam penelitian ini menggunakan tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan pemahaman dan penalaran didasarkan tabel yang telah peneliti modifikasi sebagai berikut.
Tabel 3.4
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas yang Dimodifikasi Besarnya r Tingkat Reliabilitas
20
Hasil perhitungan reliabilitas tes untuk kedua kemampuan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.5
Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis
No. Interpretasi Keterangan
1 0,75 Tinggi Pemahaman
2 0,67 Sedang Penalaran
3.3.5 Analisis Validitas
Perhitungan validitas butir soal akan dilakukan dengan rumus Product Momen Data tak Tersusun (Ruseffendi, 1993) yaitu :
Dengan :
r
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y n = banyaknya sampelInterpretasi mengenai besarnya koefisien validitas seperti pada tabel berikut:
Hasil perhitungan validitas dari soal yang telah diujicobakan selengkapnya dapat dilihat pada tabelberikut ini.
Tabel 3.7
Validitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis No. Soal Interpretasi Signifikansi
1 0,554 Cukup signifikan
2 0,587 Cukup signifikan
3 0,799 Tinggi Sangat signifikan
4 0,795 Tinggi Sangat signifikan
5 0,622 Tinggi Sangat signifikan
6 0,638 Tinggi Sangat signifikan
Tabel 3.8
Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis No. Soal Interpretasi Signifikansi
1 0,493 Cukup signifikan
2 0,515 Cukup signifikan
3 0,490 Cukup Signifikan
4 0,828 Tinggi Sangat Signifikan
5 0,784 Tinggi Sangat Signifikan
6 0,707 Tinggi Sangat signifikan
Dari 6 soal kemampuan penalaran matematis yang diujicobakan, terdapat soal yang memiliki validitas tinggi dan cukup dan semua soal sudah memiliki validitas yang baik. Apabila dilihat rataannya 0,636 maka validitas soal tersebut secara keseluruhan memiliki validitas tinggi.
3.3.6 Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda menunjukkan kemampuan soal tersebut membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan yang kurang pandai karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut, sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau sebaliknya buruk semua, tetapi haruslah berdistribusi normal, maksudnya siswa yang mendapat nilai baik dan siswa yang mendapat nilai buruk ada (terwakili) meskipun sedikit, bagian terbesar berada pada hasil cukup.
I Sb Sa
DP= −
Keterangan :
DP = daya pembeda
Sa = jumlah skor kelompok atas
Sb = jumlah skor kelompok bawah
I = jumlah skor ideal (jumlah skor yang diperoleh menjawab semua soal)
Daya pembeda uji coba soal kemampuan pemahaman dan penalaran matematis didasarkan pada klasifikasi berikut ini (Suherman dan Sukjaya, 1990):
Tabel 3.9
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal DP < 0,00 Sangat jelek 0,00 < DP < 0,20 Jelek 0,20 < DP < 0,40 Cukup
0,40 < DP <0,70 Baik 0,70 < DP < 1,00 Sangat baik
Hasil perhitungan daya pembeda menggunakan klasifikasi daya pembeda di atas, secara rinci disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.10
Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman Matematis No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,222 Cukup
2 0,333 Cukup
3 0,694 Baik
4 0,694 Baik
5 0,306 Cukup
Dapat dilihat pada tabel di atas, butir soal memiliki daya pembeda tes kemampuan pemahaman matematis baik dan cukup. Hal ini mencerminkan bahwa soal yang telah dibuat dapat digunakan sebagai instrumen penelitian
Tabel 3.11
Daya Pembeda Tes Kemampuan Penalaran Matematis No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,528 Baik kemampuan penalaran matematis baik dan cukup. Hal ini mencerminkan bahwa soal yang telah dibuat dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
3.3.7 Analisis Tingkat Kesukaran Soal
Kita perlu menganalisis butir soal pada instrumen untuk mengetahui derajat kesukaran dalam butir soal yang kita buat. Butir-butir soal dikatakan baik, jika butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Dengan kata lain derajat kesukarannya sedang atau cukup. Menurut Russefendi (1991), kesukaran suatu butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya siswa yang menjawab butiran soal itu. Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung menggunakan rumus :
ST = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir yang diolah
IT = jumlah skor ideal/maksimum yang diperoleh pada satu soal itu. Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan kriteria tingkat kesukaran butir soal yang dikemukakan Suherman et al (2003) seperti Tabel 3.12 berikut:
Tabel 3.12
Kriteria Tingkat Kesukaran Indeks
Kesukaran Interpretasi
IK = 0,00 Terlalu sukar 0,00 < IK < 0,30 Sukar 0,30 < IK < 0,70 Sedang 0,70 < IK < 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu mudah
Dari hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran untuk tiap butir soal yang rangkumannya dapat dilihat pada Tabel 3.13 di bawah ini.
Tabel 3.13
Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0,766 Mudah
2 0,875 Mudah
3 0,414 Sedang
4 0,492 Sedang
5 0,141 Sukar
6 0,617 Sedang
Tabel 3.14
Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran Matematis No. Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0,781 Mudah
Dari tabel di atas soal penalaran memiliki tingkat kesukaran pada tingkat kesukaran sukar dan hanya masing-masing satu tingkat kesukaran sedang dan mudah. Hal ini tidak berarti bahwa soal yang diberikan memang benar-benar sukar, tetapi lebih dikarenakan jarangnya siswa diberikan soal-soal dengan karakteristik penalaran matematis. Berikut ini disajikan rekapitulasi analisis hasil uji coba tes kemampuan pemahaman matematis.
Tabel 3.15
Tabel 3.16
Rekapitulasi Analisis Tes Kemampuan Penalaran Matematis No.
Setelah dilakukan uji coba serta analisis terhadap tes kemampuan pemahaman dan penalaran diperoleh perangkat tes yang nantinya digunakan sebagai instrumen penelitian. Untuk butir soal tersebut sudah dianggap cukup baik untuk dijadikan perangkat tes, adapun pertimbangan tingkat kesukarannya dikarenakan siswa jarang menerima soal non-rutin seperti soal tes yang diujicobakan.
3.4 Pengembangan Bahan Ajar
Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk bahan ajar/lembar kerja siswa (LKS). Bahan ajar/LKS tersebut dikembangkan dari topik matematika berdasarkan kurikulum yang berlaku di Sekolah Menengah Pertama pada saat ini. Adapun materi yang dipilih adalah berkenaan dengan pokok bahasan Geometri yaitu bangun ruang sisi datar. Semua perangkat pembelajaran untuk kelompok eksperimen dikembangkan dengan mengacu pada tujuh komponen yang harus dipenuhi pada saat pelaksaan pembelajaran kontekstual di kelas, komponen-komponen tersebut adalah konstruktivisme (constructivism), penemuan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).
Dalam penyusunan LKS, materi yang diberikan pada setiap kali pertemuan kegiatan belajar mengajar (KBM), disediakan tiga jenis tugas, yaitu pemahaman konsep, latihan penerapan, serta menyelesaikan soal yang dapat mengungkapkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Langkah-langkah dalam menyusun bahan ajar/LKS adalah sebagai berikut:
a) Menyesuaikan bahan ajar dengan LKS yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan dosen pembimbing.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes, kamera, dan lembar observasi. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa dikumpulkan melalui tes (pretest dan posttest).
3.6 Teknik Pengolahan data
Data yang akan dianalisis adalah data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa. Untuk menguji hipotesis akan dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan rerata dua sampel.
Data yang diperoleh dari pretest dan postest selanjutnya diolah melalui tahap sebagai berikut:
1. Kategori kemampuan matematika siswa: Pengelompokan siswa didasarkan pada kemampuan matematika sebelumnya dan terdiri dari tiga kelompok kategori, yakni kelompok tinggi, sedang dan rendah dengan perbandingan 30%, 40% dan 30% (Dahlan, 2004).
2. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan
3. Membuat tabel skor pretest dan postest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
4. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.17 Klasifikasi Gain (g)
Besarnya Gain (g) Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g < 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
Untuk menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu ditentukan normalitas data dan homogenitas varians dengan menggunakan SPSS 18. 5. Menguji normalitas data skor tes kemampuan pemahaman dan
penalaranmatematis menggunakan uji statistik Kolmogorov Smirnov Z.
6. Menguji homogenitas varians tes pemahaman matematis dan penalaran matematis menggunakan uji statistik Levene’s Test.
7. Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji t menggunakan uji statistik Compare Mean Independent Sample Test.
3.7 Tahap Penelitian
Penelitian akan dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahap persiapan, tahap penelitian dan tahap analisis data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
dilanjutkan dengan menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing, menguji coba instrumen penelitian, mengolah data hasil ujicoba, membuat rencana pembelajaran untuk kelas eksperimen dan menentukan sekolah tempat penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dalam kemampuan pemahaman dan penalaran matematis. Setelah pretest dilakukan, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran kontekstual pada kelas eksperimen dan pembelajaran dengan pendekatan konvensional pada kelas kontrol. Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, akan dilakukan posttest pada kelas eksperiman dan kelas kontrol. Posttest bertujuan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa.
3. Tahap Analisis Data
3.8 Jadwal Rencana Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Nopember 2010 sampai dengan Mei 2011. Jadwal rencana kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.7.berikut:
Tabel 3.18
Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei 1. Pembuatan Proposal
2. Seminar Proposal 3. Menyusun Instrumen
Penelitian
4. Pelaksanaan KBM di kelas Eksperimen 5. Pengumpulan Data 6. Pengolahan Data 7. Penulisan
3.9 Prosedur Penelitian
Diagram 3.1 Prosedur Penelitian
Kelas Kontrol Pelaksanaan Pembelajaran
Biasa (Konvensional) Pengembangan & Validasi:
Bahan Ajar, Pendekatan Pembelajaran, Instrumen Penelitian dan Ujicoba
Pemilihan Subjek Penelitian
Pretes
Kelas Eksperimen Pelaksanaan Pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual.
Postes
Pengolahan Data
Analisis Data
Kesimpulan Studi Pendahuluan: Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Studi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai perbedaan peningkatan hasil belajar terhadap kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa, antara siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa secara keseluruhan yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual secara signifikan lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan konvensional.
2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa secara keseluruhan yang mendapat pembelajaran melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
3. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa dengan kemampuan awal matematika tinggi, yang mendapat pembelajaran melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
kontekstual lebih baik daripada pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
5. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa dengan kemampuan awal matematika sedang, yang mendapat pembelajaran melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
6. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kemampuan awal sedang, yang mendapat pembelajaran melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
7. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa dengan kemampuan awal matematika rendah, yang mendapat pembelajaran melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada pencapaian kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
8. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa dengan kemampuan awal matematika rendah, yang mendapat pembelajaran melalui pendekatan kontekstual lebih baik daripada pencapaian kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
5.2 Saran
1. Bagi para guru matematika, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk diimplementasikan dalam pengembangan pembelajaran matematika di kelas, terutama untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa.
2. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual dapat diterapkan untuk kategori siswa tinggi, sedang dan rendah dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).
3. Untuk menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, sebaiknya guru membuat sebuah skenario dan perencanaan yang lebih baik dan dapat mencari benda nyata atau model yang sesuai dengan pokok bahasan yang di ajarkan.
4. Perlu dikembangkan oleh pihak sekolah melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika, soal-soal untuk meningkatkan lima kemampuan matematis siswa, khususnya soal-soal pemahaman dan penalaran, agar siswa terbiasa mengerjakan soal-soal tersebut sehingga dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa.
DAFTAR ISI
halaman
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
1.5 Hipotesis Penelitian ... 11
1.6 Definisi Operasional ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah ... 15
2.2 Pendekatan Kontekstual ... 17
2.3 Kemampuan Pemahaman Matematis ... 24
2.4 Kemampuan Penalaran Matematis ... 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 34
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian... 37
3.3 Instrumen untuk Penelitian ... 38
3.3.1 Instrumen Tes Pemahaman Matematis ... 38
3.3.3 Analisis Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis ... 39
3.3.4 Analisis Reliabilitas ... 40
3.3.5 Analisis Validitas... 41
3.3.6 Analisis Daya Pembeda ... 43
3.3.7 Analisis Tingkat Kesukaran Soal ... 45
3.4 Pengembangan Bahan Ajar ... 48
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 50
3.6 Teknik Pengolahan Data ... 50
3.7 Tahap Penelitian ... 51
3.8 Jadwal Rencana Penelitian ... 53
3.9 Prosedur Penelitian ... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 55
4.1.1 Deskriftif Hasil Pengolahan Data ... 55
` A. Analisis Hasil Pretes ... 59
B. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Secara Keseluruhan ... 62
C. Analisis Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Secara Keseluruhan ... 66
D. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM ... 69
E. Analisis Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan KAM ... 79
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 89
4.2.1 Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan... 94 5.2 Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Siswa... 9
Tabel 3.1 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol ... 36
Tabel 3.2 Penskoran untuk Perangkat Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 38
Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 40
Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas yang Dimodifikasi ... 41
Tabel 3.5 Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman dan Penalaran ... 41
Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Validitas ... 42
Tabel 3.7 Validitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis... 42
Tabel 3.8 Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 43
Tabel 3.9 Klasifikasi Daya Pembeda ... 44
Tabel 3.10 Daya Pembeda Tes Pemahaman Matematis ... 44
Tabel 3.11 Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis ... 45
Tabel 3.12 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 46
Tabel 3.13 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 46
Tabel 3.14 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 47
Tabel 3.15 Rekapitulasi Analisis Kemampuan Tes Pemahaman Matematis .. 47
Tabel 3.16 Rekapitulasi Analisis Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 48
Tabel 3.17 Klasifikasi Gain Ternormalisasi... 51
Tabel 3.18 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 53
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Pemahaman Matematis .... 56
Tabel 4.2 Rataan Pretes, Postes dan Gain Kemampuan Pemahaman ... 57
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Kemampuan Penalaran Matematis ... 57
Tabel 4.4 Rataan Pretes, Postes dan Gain Kemampuan Penalaran ... 58
Tabel 4.5 Uji Normalitas Skor Pretes ... 60
Tabel 4.6 Uji Homogenitas Skor Pretes ... 60
Tabel 4.7 Uji Kesamaan Rataan Skor Pretes ... 61
Tabel 4.8 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Pemahaman ... 63
Tabel 4.10 Uji Perbedaan rataan Gain Ternormalisasi Pemahaman ... 65
Tabel 4.11 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Penalaran ... 66
Tabel 4.12 Uji Homogenitas Varian Gain Ternormalisasi Penalaran ... 67
Tabel 4.13 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Penalaran ... 69
Tabel 4.14 Rataan Gain Kemampuan Pemahaman Matematis Berdasarkan KAM Siswa ... 70
Tabel 4.15 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Pemahaman Menurut KAM Siswa ... 71
Tabel 4.16 Uji Homogenitas Varian Gain Ternormalisasi Pemahaman KAM Tinggi ... 72
Tabel 4.17 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Pemahaman ... 74
Tabel 4.18 Uji Homogenitas Varian Gain Ternormalisasi Pemahaman KAM Sedang ... 75
Tabel 4.19 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Pemahaman KAM Sedang ... 77
Tabel 4.20 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Pemahaman KAM Rendah ... 78
Tabel 4.21 Rataan Gain Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan KAM Siswa ... 79
Tabel 4.22 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Penalaran Menurut KAM Siswa ... 80
Tabel 4.23 Uji Homogenitas Varian Gain Ternormalisasi Penalaran KAM Tinggi ... 81
Tabel 4.24 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Penalaran KAM Tinggi ... 83
Tabel 4.25 Uji Homogenitas Varian Gain Ternormalisasi Penalaran KAM Sedang ... 84
Tabel 4.26 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Penalaran KAM Sedang ... 86
Tabel 4.28 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Penalaran KAM
Rendah ... 88 Tabel 4.29 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Penelitian ... 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 54 Gambar 4.1 Diagram Batang Perbandingan Rataan Pretes dan Postes
Kemampuan Pemahaman Matematis ... 57 Gambar 4.2 Diagram Batang Perbandingan Rataan Pretes dan Postes
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 101
A.1 RPP dan LKS Kelas Eksperimen ... 102
A.2 RPP Kelas Kontrol ... 172
A.3 Kisi-kisi Soal dan Tes untuk Mengukur Kemampuan Pemahaman Matematis ... 186
A.4 Kisi-kisi Soal dan Tes untuk Mengukur Kemampuan Penalaran Matematis ... 190
LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA 195 B.1 Tabel Skor Uji Coba Tes Pemahaman Matematis... 196
B.2 Tabel Skor Uji Coba Tes Penalaran Matematis ... 197
B.3 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Pemahaman Matematika dengan Microsoft Office Excel 2007 ... 198
B.4 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Penalaran Matematika dengan Microsoft Office Excel 2007 ... 198
LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 199
C.1 Kategori Kemampuan Siswa ... 200
C.2 Data Hasil Pretes ... 202
C.3 Data Hasil Postes ... 206
C.4 Data Gain Ternormalisasi ... 210
C.5 Perhitungan Data dan Uji Statistik ... 214
LAMPIRAN D: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 223
D.1 Jadwal Penelitian ... 224
D.2 Foto-foto Penelitian ... 226