CARIOS BABAD AWAK SALIRA: EDISI TEKS
DAN TELAAH KANDUNGAN ISI
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra
Oleh
Zainal Arifin Nugraha 0902425
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
CARIOS BABAD AWAK SALIRA: EDISI TEKS
DAN TELAAH KANDUNGAN ISI
Oleh
Zainal Arifin Nugraha
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Zainal Arifin Nugraha 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
CARIOS BABAD AWAK SALIRA: EDISI TEKS DAN TELAAH KANDUNGAN
ISI
Oleh
Zainal Arifin Nugraha
0902425
disetujui dan disahkan oleh:
Pembimbing I,
Dr. Tedi Permadi, M.Hum
NIP. 19700624 200604 1 001
Pembimbing II,
Drs. Memen Durachman, M.Hum
NIP. 19630608 198803 1 002
diketahui oleh,
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
Universitas Pendidikan Indonesia,
Dr. Dadang S. Anshori, M.Si.
ABSTRACT
This research is based by the fact that Indonesia is a country with abundant presence of ancient manuscripts. The manuscript is an ancient cultural heritage that contains about all sorts of things about life in the past. Research on a manuscript aims to determine the history and culture of a nation and then find the relevance with lives we live today, and furthermore we can use it for life in the future.
Carios Babad Awak Salira is one of the manuscript collections of the museum Prabu Geusan Ulun that has not been studied. This text using Pegon script, a script form that is rarely used at this time, so people who do not understand Pegon script can not access the information contained in the CBAS text. The language used in this script is Sundanese, and the text is shaped wawacan. CBAS manuscript found in a wide variety of writing errors that occur when copying this text either intentionally or not. Based on these facts, it is necessary to have a manuscript editing and translation of the CBAS manuscript to obtain clean of errors and a wide variety of information in it can be accessed by the general public.
In analyzing the CBAS text, researcher used the descriptive analytical method, and the method of assessment Philology used standard edition single script. In the philological study of the manuscript CBAS do textual criticism process that includes process emendasi (replacement), addition (addition), and omission (reduction). After that process, it is obtained the manuscript text edition CBAS clean of errors. In terms of content, this paper describes about Sufism light delivered by the Sundanese community life examples.
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa Indonesia termasuk negara dengan keberadaan naskah kuno yang melimpah. Naskah adalah peninggalan budaya kuno yang berisikan tentang berbagai macam hal tentang kehidupan di masa lampau. Penelitian terhadap sebuah naskah bertujuan untuk mengetahui sejarah dan kebudayaan suatu bangsa lalu mencari letak relevansinya dengan kehidupan yang kita jalani sekarang, dan lebih jauh lagi kita dapat memanfaatkannya untuk kehidupan di masa yang akan datang.
Carios Babad Awak Salira merupakan salah satu naskah koleksi museum Prabu Geusan Ulun yang belum diteliti. Naskah ini menggunakan aksara Pegon, suatu bentuk aksara yang sudah jarang digunakan lagi saat ini, sehingga orang-orang yang tidak memahami aksara Pegon tidak dapat mengakses informasi yang terdapat di dalam naskah CBAS. Bahasa yang digunakan dalam naskah CBAS adalah Sunda, dan teksnya berbentuk wawacan. Dalam naskah CBAS ditemukan berbagai macam kesalahan penulisan yang terjadi sewaktu penyalinan baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka diperlukan adanya sebuah penyuntingan dan penerjemahan terhadap naskah CBAS sehingga didapatkan naskah yang bersih dari kesalahan dan berbagai macam informasi di dalamnya dapat diakses oleh khalayak umum.
Dalam menganalisis naskah CBAS, peneliti menggunakan metode deskriptif analitik, dan metode kajian Filologi naskah tunggal edisi standar. Dalam kajian filologis terhadap naskah CBAS dilakukan proses kritik teks yang meliputi proses emendasi (penggantian), adisi (penambahan), dan omisi (pengurangan). Setelah dilakukan proses tersebut, maka diperolehlah edisi teks naskah CBAS yang bersih dari kesalahan.
Penerjemahan teks naskah CBAS dilakukan dengan cara setengah bebas, supaya diperoleh hasil terjemahan yang mudah dimengerti namun tidak menghilangkan istilah-istilah khusus dan peribahasa penting di dalamnya. Dari segi isi, naskah ini menjelaskan tentang ajaran Tasawuf yang disampaikan secara ringan berdasarkan contoh kehidupan masyarakat Sunda.
DAFTAR ISI
2.1 Naskah Sebagai Objek Kajian Filologi……….. 2.2 Kritik Teks………..
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1Objek Penelitian………..
3.2 Metode Penelitian……… 3.3Teknik dan Prosedur Penelitian………...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1Ikhtisar Teks Naskah CBAS……… 4.2 Kritik Teks………
4.2.1 Analisis Kuantitatif………... 4.2.1.1 Perbaikan Padalisan……….. 4.2.1.2 Penyimpangan Guru Wilangan………. 4.2.2 Analisis kualitatif………... 4.2.2.1 Pemakaian dan Penamaan Pupuh……….. 4.2.2.2 Penyimpangan Guru Lagu……….
4.3 Edisi Teks dan Terjemahan……… 4.3.1 Pengantar Edisi Teks CBAS……….. 4.3.2 Edisi Teks Naskah CBAS………..
4.3.3 Pengantar Terjemahan………
4.3.4 Terjemahan teks CBAS……….. 4.4 Telaah Isi Kandungan Teks………
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kaidah Pupuh………...
Tabel 4.1 Emendasi Pupuh Dangdanggula... Tabel 4.2 Emendasi Pupuh Sinom I………. Tabel 4.3 Emendasi Pupuh Asmarandana………... Tabel 4.4 Emendasi Pupuh Kinanti I………... Tabel 4.5 Emendasi Pupuh Sinom II……… Tabel 4.6 Emendasi Pupuh Kinanti II……….. Tabel 4.7 Adisi Fonem Pupuh Dangdanggula………. Tabel 4.8 Adisi Fonem Pupuh Sinom I………. Tabel 4.9 Adisi Fonem Pupuh Asmarandana... Tabel 4.10 Adisi Fonem Pupuh Kinanti I………. Tabel 4.11 Adisi Fonem Pupuh Sinom II………. Tabel 4.12 Adisi Suku Kata Pupuh Dangdanggula……….. Tabel 4.13 Adisi Suku Kata Pupuh Sinom I………. Tabel 4.14 Adisi Suku Kata Pupuh Asmarandan………. Tabel 4.15 Adisi Suku Kata Pupuh Kinanti I………... Tabel 4.16 Adisi Suku Kata Pupuh Sinom II……… Tabel 4.17 Adisi Kata Pupuh Dangdanggula………... Tabel 4.18 Adisi Kata Pupuh Sinom I………... Tabel 4.19 Adisi Kata Pupuh Asmarandana………. Tabel 4.20 Adisi Kata Pupuh Kinanti I………. Tabel 4.21 Adisi Kata Pupuh Sinom II………. Tabel 4.22 Adisi Frasa Pupuh Sinom II... Tabel 4.23 Omisi Fonem Pupuh Dangdanggula……….. Tabel 4.24 Omisi Fonem Pupuh Kinanti I……… Tabel 4.25 Omisi Fonem Pupuh Sinom II………
Tabel 4.26 Omisi Suku Kata Pupuh Dangdanggula... Tabel 4.27 Omisi Suku Kata Pupuh Sinom I……… Tabel 4.28 Omisi Suku Kata Pupuh Asmarandana... Tabel 4.29 Omisi Suku Kata Pupuh Kinanti I……….. Tabel 4.30 Omisi Suku Kata Pupuh Sinom II………... Tabel 4.31 Omisi Suku Kata Pupuh Kinanti II………. Tabel 4.32 Omisi Kata Pupuh Dangdanggula……….. Tabel 4.33 Omisi Kata Pupuh Sinom I………. Tabel 4.34 Omisi Kata Pupuh Asmarandana………... Tabel 4.35 Omisi Kata Pupuh Kinanti I………... Tabel 4.36 Omisi Kata Pupuh Kinanti II……….. Tabel 4.37 Omisi Frasa Pupuh Dangdanggula………. Tabel 4.38 Pedoman Transliterasi Bunyi Vokal Huruf Pegon... Tabel 4.39 Pedoman Transliterasi Bunyi Konsonan Huruf Pegon... Tabel 4.40 Daftar Penyesuaian Kata Berdasarkan Tinjauan Kamus…………
DAFTAR LAMPIRAN
1. Gambar Naskah halaman awal, tengah, dan akhir. 2. Deskripsi Kaidah Pupuh
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Naskah kuno merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang tak ternilai harganya. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang ingin disampaikan oleh nenek
moyang kita secara turun temurun, dari generasi ke generasi, hingga pada akhirnya nilai tersebut akan tetap abadi.
Naskah sebagai tinggalan budaya, dapat dinyatakan juga sebagai dokumen masa lampau, suatu jenis dokumen yang berisikan berbagai macam informasi tentang kehidupan pada masa lampau (Wolters dalam Baried. 1985: 38). Bahkan di Indonesia keberadaan naskah-naskah ini menjadi sumber rujukan untuk sejarah perkembangan
kerajaan-kerajaan yang berada di nusantara. Contohnya kitab Nagarakretagama yang
menceritakan tentang kerajaan Majapahit dan teks Carita Parahiyangan yang menceritakan tentang kerajaan Sunda (Darsa, 2012: 6).
Indonesia termasuk negara dengan keberadaan naskah kuno yang melimpah. Soebadio dalam Djamaris (2002:10) menyatakan bahwa Indonesia merupakan khazanah raksasa bagi naskah kuno yang kebanyakan tertulis dalam huruf dan bahasa daerah. Naskah-naskah yang ada di Indonesia, keberadaannya tersebar di berbagai
penjuru daerah. Di pulau Sumatera, naskah-naskah terdapat di beberapa daerah
seperti Aceh, Batak, Minangkabau, Kerinci, Riau (termasuk Kepulauan Lingga dan Singkep), Siak, Palembang, Rejang di Bengkulu, Pasemah, dan Lampung. Di Kalimantan, naskah-naskah berasal dari daerah-daerah Sambas, Pontianak,
Banjarmasin, dan Kutai. Di Jawa, naskah-naskha terdapat di daerah Banten, Jakarta,
Pasundan, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, sepanjang pesisir Pantura (Brebes sampai Gresik), Madura, dan daerah-daerah pegunungan Jawa tengah dan Jawa Timur. Di
Sulawesi, naskah-naskah ditemukan di daerah Bugis, Makasar, Buton, dan kendari.
Ϯ
Sumbawa Besar (Sumbawa, Dompo, dan Bima) dan di daerah kepulauan Indonesia Timur, naskah terdapat di daerah Ternate dan Maluku (Mulyadi, 1994:5).
Naskah-naskah tersebut sangat beragam baik dari segi bahan, bentuk, isi,
bahasa maupun aksara yang digunakannya. Dari segi bahan yang digunakan sebagai alas tulis naskah saja, dapat ditemukan beberapa jenis, diantaranya yang terbuat dari daun lontar, kulit binatang, kulit kayu, buluh, gading, kayu, kertas dan kain, (Mamat dalam Mulyadi, 1994:12 ).
Kandungan isi teks naskah di nusantara juga bervariasi. Pada umumnya isi dari naskah-naskah tersebut sudah mencakup berbagai macam aspek kehidupan
seperti masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan sastra. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai hal seperti konteks sosial budaya setiap daerah, tujuan dari pembuatan naskah itu sendiri, dan semangat zaman.
Dari segi bentuk, naskah-naskah yang ada di Indonesia terbagi dalam
beberapa bentuk seperti prosa, prosa berirama, puisi dan drama (Djamaris, 2002: 5). Dalam masyarakat Sunda, naskah-naskah dengan bentuk karangan berupa puisi
dikenal dengan istilah wawacan. Wawacan menurut istilah masyarakat Sunda adalah suatu bentuk puisi terikat yang berisi syair-syair untuk kemudian
dilantunkan/ditembangkan. Bentuk puisi terikat tersebut, dikenal juga dengan istilah
Pupuh.
Kemudian dari segi bahasa yang digunakan, Naskah nusantara ditulis dalam berbagai bahasa daerah seperti bahasa Jawa, Sunda, Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau, Bugis, Makasar, Banjar, dan Wolio tergantung dari daerah tempat asalh naskah itu ditemukan. Demikian pula halnya dengan aksara yang digunakan, ada aksara Bali, Jawa, Sunda, Jawi (Arab-Melayu), Pegon, Bugis, Makasar, Karo,
Mandailing, Rejang, Toba, Lampung, dan Kerinci.
Dari berbagai bentuk aksara yang dikemukakan, ada bentuk aksara yang merupakan hasil dari asimilasi dengan bentuk aksara luar, yakni aksara Jawi dan Pegon. Naskah-naskah yang menggunakan huruf pegon sendiri banyak di Indonesia,
ϯ
Pengkajian terhadap naskah mempunyai tujuan untuk mengetahui teks sesempurna mungkin untuk kemudian menepatkannya dalam konteks sejarah suatu bangsa (Baried, 1985: 5). Jadi dengan meneliti sebuah naskah kita dapat mengetahui sejarah dan kebuadayaan suatu bangsa lalu mencari letak relevansinya dengan kehidupan yang kita jalani sekarang, dan lebih jauh lagi kita dapat memanfaatkannya untuk kehidupan di masa yang akan datang.
Ilmu yang mempelajari naskah beserta seluk-beluk naskah adalah Filologi.
Filologi merupakan disiplin ilmu yang mengkaji naskah berdasarkan aspek fisik dan isi naskah. Kajian terhadap isi suatu naskah disebut kritik teks (textual criticism) atau tekstologi (textology), sedangkan kajian berdasarkan bahan pada naskah disebut kodikologi (codicology).
Penelitian filologi belum dapat dilakukan bila belum mendapatkan objek riil berupa naskah. Dari segi kepemilikan, naskah tersebut ada yang masih menjadi koleksi milik pribadi (yang diturunkan secara turun-temurun) yang tersebar
keberadaannya di masyarakat dan adapula yang sudah dikelola dan menjadi koleksi naskah di museum-museum.
Di Jawa Barat, keberadaan naskah-naskah tersebar di berbagai daerah, baik
milik perseorangan maupun yang sudah menjadi koleksi museum. Naskah-naskah
yang sudah menjadi koleksi museum diantaranya terdapat di Museum Negeri Jawa Barat (Museum Sri Baduga) di Bandung, Museum Cigugur di Kuningan, dan yang terakhir di daerah Sumedang tepatnya di Museum Prabu Geusan Ulun (Ekadjati, 1988:1).
ϰ
naskah. Sedangkan yang menjadi bahan penelitian adalah naskah Carios Babad Awak Salira (CBAS).
Naskah CBAS ditulis pada kertas bergaris, tidak terdapatnya watermark atau tanda air pada kertas menyulitkan peneliti dalam mencari tahu umur naskah. Namun penelitian lebih dalam mengenai karakteristik naskah dilihat dari isi kandungan, bahasa dan aksara yang digunakan dapat membantu peneliti dalm meperkirakan umur naskah CBAS.
Naskah CBAS merupakan naskah berbahasa Sunda yang menggunakan aksara pegon. Berdasarkan bentuknya, naskah ini berbentuk wawacan, hal tersebut mengacu pada keterangan penggunaan pupuh di awal teks naskah CBAS. Sedangkan berdasarkan isinya, naskah ini berisikan tentang petuah hidup dan ajaran keTasawufan. Hal tersebut terlihat dari beberapa bait dalam teks naskah yang menjelaskan tentang martabat tujuh dan sifat duapuluh, yang kemudian peneliti ketahui bahwa hal tersebut merujuk pada ajaran Tasawuf.
Penelitian tentang naskah yang berisikan ajaran Tasawuf sudah banyak dilakukan. Salahsatunya adalah jurnal yang ditulis oleh Kalsum (2012:130). Dalam jurnal yang berjudul Simbol Simbol Pemikiran Dalam Naskah Tasawuf Awal Islamisasi, Kalsum menjelaskan bahwa naskah yang ditelitinya memiliki keterkaitan konsep yang pararel dengan naskah-naskah lainnya yang berisikan tentang ajaran
Tasawuf. Perbedaannya hanyalah dalam istilah kebahasaan (2012: 149). Dalam penelitian ini Kalsum lebih menitikberatkan pada simbol-simbol yang terdapat dalam
naskah. Menurutnya simbol-simbol tersebut memiliki koneksi tersembunyi dengan
ungkapan tradisi lainnya yang saling menerangkan (Kalsum, 2012:149).
ϱ
Tasawuf. Berdasarkan penjabaran naskah tersebut ia menyimpulkan bahwa martabat tujuh merupakan bentuk manisfestasi Tuhan dalam alam semesta yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan keabstrakan penciptaan alam semesta (Azzahra, 2008:172).
Sedangkan penelitian kali ini mengenai naskah CBAS akan terfokus pada kajian filologis berupa kritik teks, edisi teks, dan penjabaran isi kandungan dari naskah CBAS. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana konsep ajaran Tasawuf dalam naskah CBAS, mengingat naskah tersebut merupakan naskah berbahasa Sunda yang mempunyai isi teks dengan konteks sosial budaya dan semangat zaman yang berbeda.
1.2Masalah Penelitian
1.2.1 Identifikasi Masalah
1. Naskah CBASadalah naskah yang menggunakan aksara Arab pegon. 2. Berdasarkan bentuknya, naskah CBAS berbentuk wawacan.
3. Naskah ini terdapat satu jilid dengan naskah Pribadi Rasa Pangrasa Sorangan.
4. Belum adanya identifikasi, edisi, dan terjemahan teks yang dapat dijadikan
sumber informasi khalayak banyak mengenai naskah CBAS.
5. Terdapat beberapa istilah ilmu Tasawuf yang tertera dalam teks naskah
CBAS.
6. Terdapat beberapa istilah yang merujuk pada kaidah penulisan dalam
bahasa Arab.
7. Adanya kecenderungan isi naskah CBAS yang berisi ajaran Tasawuf,
sehingga memerlukan pemahaman mengenai ajaran tersebut.
1.2.2 Batasan Masalah
ϲ
Carios Babad Awak Salira x Pribadi Rasa Pangrasa Sorangan. Adapun teks naskah yang akan dibahas berdasarkan kajian filologis kali ini adalah teks pertama yaitu Carios Babad awak Salira (CBAS). Keputusan pengambilan salah-satu sub-judul dimaksudkan agar pembahasan melalui
kajian filologis tidak terlalu meluas. Dengan demikian, penelitian akan lebih terpusat dalam membahas satu obek kajian yaitu teks naskah CBAS.
Pembahasan pada penelitian terfokus pada kritik teks terhadap naskah CBAS, yang nantinya diharapkan dapat menghasilkan sebuah edisi teks naskah CBAS yang bersih dari kesalahan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian naskah tunggal edisi standar/biasa.
1.2.3 Rumusan Masalah
Setelah melakukan identifikasi dan pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan masalah yang menjadi fokus penelitian ini. rumusan masalah tersebut sebagai berikut:
1) Kategori kesalahan tulis apa saja yang terdapat dalam naskah CBAS? 2) Bagaimana edisi teks CBAS yang bersih dari kesalahan?
3) Bagaimana terjamahan teks CBASyang mudah dibaca dan dipahami? 4) Bagaimana isi kandungan teks naskah CBAS?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1) Mendeskripsikan kesalahan tulis yang terdapat dalam naskah CBAS. 2) Menyajikan edisi teks naskah CBAS.
3) Menyajikan terjemahan naskah CBAS yang mudah dibaca dan dipahami. 4) Menjabarkanisi kandungan teks naskah CBAS.
1.4Manfaat Penelitian
ϳ
1) Sebagai bentuk inventarisasi kebudayaan,
2) Menjadi bahan studi dokumentasi mengenai nilai-nilai budaya lama, sejarah
dan keagamaan khususnya agama Islam.
3) Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya,
4) Sebagai referensi dan sumbangsih pemikiran untuk Museum Prabu Geusan
Ulun, yang nantinya tulisan ini dapat dibaca oleh khalayak pengunjung museum
1.5Definisi Operasional
Aksara Pegon, aksara Arab yang semula hanya digunakan untuk menulis teks
-teks Arab kemudian direka dengan menambah tanda-tanda diakritik dan dipakai
untuk menulis teks-teks bahasa Jawa atau bahasa daerah.
Babad, kisahan berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura yang berisi peristiwa sejarah; cerita sejarah; riwayat.
Carios, istilah/kosakata sunda yang merujuk pada pengertian sebuah cerita.
Edisi teks, perbaikan teks dari hasil analisis sehingga diperoleh naskah yang mudah dibaca dan bersih dari kesalahan. Dalam tahapan ini dilakukan rekontruksi teks berupa suntingan yang didasarkan pada hasil kritik teks
Kajian filologis, yaitu kajian terhadap naskah dan teks dengan naskah-naskah
kuno sebagai objeknya dengan tujuan memperoleh naskah yang bersih dari kesalahan atau mendekati naskah aslinya
Kritik teks, yaitu perbaikan teks dari hasil analisis sehingga diperoleh naskah yang mudah dibaca dan bersih dari kesalahan.
Naskah, suatu jenis dokumen yang berisikan berbagai macam informasi yang banyak tentang kehidupan pada masa lampau.
Teks Pegon, teks naskah yang ditulis dengan aksara Pegon.
BAB III
OBJEK METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Naskah CBAS merupakan naskah koleksi museum Prabu Geusan Ulun dengan nomor katalogus 175LB. Naskah ini terdapat dalam satu jilid dengan naskah
Pribadi Rasa Pangrasa Sorangan. Naskah CBAS sendiri terdiri dari 64 halaman penuh tulisan. Pemberian halaman dilakukan dengan cara pemberian nomor di kiri dan kanan bagian atas halaman. Penomoran halaman dimulai pada halaman ke empat. Setiap dua halaman diberikan nomor halaman yang sama. Cover luar berwarna coklat, dimensi panjang cover 16,5 cm dan lebar 21 cm. Cover dalam naskah CBAS memiliki dimensi panjang dan lebar yang sama dengan cover luar, hanya saja untuk cover dalam berwarna ungu. Naskah ini menggunakan kertas bergaris dengan dimensi panjang dan lebar yang sama dengan cover. Jumlah baris tiap halamannya terdiri dari
12-13 baris. Jarak antar baris 0,8cm, ukuran pias kiri : 1,8 cm, kanan: 1,1cm, atas :
1,3cm dan bawah : 2,6 cm, dan panjang barisnya 13,9cm tiap baris.
Tinta yang digunakan berwarna hitam. Terdapat goresan-goresan pinsil di
beberapa bagian, hal tersebut diperkirakan karena adanya usaha penomoran halaman
dari pihak museum. Goresan tinta naskah CBAS lebih tipis dari naskah Pribadi Rasa
Pangrasa Sorangan. Pemakaian lembaran naskah untuk tulisan digunakan secara
bolak-balik, yaitu halaman muka dan halaman belakang dijadikan ruang teks. System
penulisannya dilakukan dengan cara penulisan baris naskah secara penuh, tidak beradasarkan baris bait. Naskah tersebut direkatkan/disatukan dengan menggunakan benang. Tidak terdapat kolofon pada naskah ini.
Naskah CBAS berbentuk puisi atau wawacan, menggunakan huruf arab pegon dan bahasa yang digunakannya adalah bahasa Sunda. Naskah ini terdiri atas 287
pada/bait, 6 kali penggunaan pupuh dari 4 macam pupuh, yaitu pupuh Dangdanggula
1 kali (bait 1-16), pupuh Sinom 2 kali (bait 17-41 dan bait 209-253), pupuh
Asmarandana 1 kali (bait 42-111), dan pupuh Kinanti 2 kali (bait 254-287). Setiap
ϮϬ
penomoran pada kembali lagi ke nomor 101. Hal ini diperkirakan bisa karena faktor
kesengajaan ataupun tidak. Dalam naskah inni tidak dicantumkan nama penulis maupun kolofon, sehingga informasi mengenai hal itu belum dapat dijelaskan.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis, yaitu dengan mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan
analisis (Ratna, 2012: 53). Metode tersebut sesuai karena penelitian yang dilakukan
adalah mendeskripsikan data-data yang terdapat dalam naskah, baru setelah itu
dilakukan analisis berdasarkan data-data yang telah dideskripsikan tersebut.
Sedangkan untuk metode kajian teks menggunakan teknik naskah tunggal edisi standar, yaitu penyuntingan terhadap teks naskah CBAS disertai dengan
perbaikan kesalahan-kesalahan kecil yang terdapat dalam teks tersebut sehingga
mendapatkan teks naskah yang bersih dari kesalahan. Metode standar itu digunakan apabila isi naskah itu dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama dan sejarah, sehingga tidak perlu dilakukan secara khusus atau istimewa.
Menurut Baried (1985:69), Edisi Standar, yaitu menerbitkan naskah dengan
membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidak-sengajaan, sedangkan ejaannya
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Metode ini dilakukan dengan perbaikan kata, perbaikan kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi dan diberikan pula
komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan yang tepat dilakukan atas
dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil perbandingan dengan naskah-naskah
sejenis dan sezaman. Semua perubahan yang diadakan dicatat di tempat yang khusus, agar selalu dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah, sehingga masih memungkinkan penafsiran lain oleh pembaca. Segala usaha perbaikan harus disertai pertanggung jawaban dengan metode rujukan yang tepat.
Langkah-langkah yang digunakan dalam metode edisi naskah standar menurut
Ϯϭ
a) mentransliterasikan teks,
b) membetulkan kesalahan teks,
c) membuat catatan perbaikan/perubahan;
d) memberi komentar, tafsiran (informasi luar teks);
e) membagi teks dalam beberapa bagian; dan
f) menyusun daftar kata sukar (glosari).
3.3 Teknik dan Prosedur Penelitian
Teknik yang digunakan adalah teknik studi dokumentasi. Adapun prosedur penelitian yang ditempuh adalah sebagai berikut :
1. Studi pustaka, yaitu penelusuran data melalui sumber data berupa daftar
naskah yang terdapat di Museum Prabu Geusan Ulun dan membaca katalogus naskah.
2. Inventarisasi naskah yang dilakukan melalui penelitian di Museum Prabu
Geusan Ulun.
3. Identifikasi naskah CBAS yang meliputi aspek-aspek antara lain: judul
naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, keadaan naskah, ukuran naskah, tebal naskah, nama penulis, tempat penulisan, waktu penulisan, bahan naskah, bahasa dan aksara, garis besar isi, dan sebagainya.
4. Penyingkatan atau penyebutan naskah Carios Babad Awak Salira menjadi
CBAS.
5. Transliterasi, yaitu proses penggantian jenis tulisan dari huruf arab pegon ke
huruf latin, dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia.
6. Kritik teks, yaitu penilaian terhadap kandungan teks CBAS untuk
ϮϮ
beberapa kategori seperti subtitusi (penggantian), omisi (penghilangan), adisi
(penambahan), dan emendasi (perubahan).
7. Edisi teks, yaitu perbaikan teks dari hasil analisis sehingga diperoleh naskah
yang mudah dibaca dan bersih dari kesalahan. Dalam tahapan ini dilakukan rekontruksi teks berupa suntingan yang didasarkan pada hasil kritik teks.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Naskah CBAS merupakan naskah koleksi Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang. Naskah ini menggunakan aksara Pegon, berbahasa Sunda, dan teksnya berbentuk wawacan. Teks naskah CBAS ini terdiri atas 1978 padalisan, 287 pada, 6 kali penggunaan pupuh dari 4 macam pupuh di antaranya penggunaan pupuh Dangdanggula sebanyak 1 kali, Sinom sebanyak 2 kali, Asmarandana sebanyak 1
kali, dan Kinanti sebanyak 2 kali.
Setelah dilakukan anallisis terhadap naskah tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Setelah dilakukan kritik teks terhadap naskah CBAS, diketahui bahwa terdapat beberapa bentuk kesalah yang terbagi ke dalam dua kategori. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif, diketahui bahwa dalam naskah CBAS terdapat 66 kasus penyimpangan padalisan, atau sekitar 3,3% dari keseluruhan 1978 padalisan yang terdapat dalam teks. Bentuk penyimpangan yang terjadi beragam, mulai dari kesalahan dalam penulisan, seperti hilangnya tanda baca yang mengakibatkan bertumpuknya dua padalisan dalam satu padalisan, kemudian kasus selanjutnya adalah kebalikan dari kasus yang pertama yaitu terdapatnya dua padalisan yang merupakan satu kesatuan padalisan dikarenakan kesalahan penempatan tanda baca, lalu ditemukan juga kasus hilangnya satu atau dua padalisan dalam satu pada, dan terakhir, bertambahnya satu atau dua padalisan dalam satu pada. Penyimpangan padalisan ini, pada dasarnya tidak begitu berpengaruh terhadap isi kandungan teks, karena kemungkinan besar hilangnya suatu padalisan disebabkan oleh faktor ketidaksengajaan penyalin (mekanik). Dalam kasus ini penyalin secara tidak sadar melakukan peloncatan baris.
Penyimpangan guru wilangan dalam teks naskah CBAS mendominasi kasus
209
penyimpangan guru wilangan atau sekitar 16,8% dari keseluruhan 1978 larik teks
naskah CBAS. kesalahan tersebut diantaranya ditemukan dalam pupuh
Dangdanggula sebanyak 63 kasus, Asmarandana sebanyak 63 kasus, Sinom I 83 kasus, Kinanti I 10 kasus, Sinom II 114 kasus, dan terakhir Kinanti II 10 kasus.
Sedangkan berdasarkan analisis kualitatif diperoleh hasil bahwaemakaian pupuh dalam teks naskah CBAS Secara keseluruhan telah sesuai dengan kaidah pupuh yang berlaku. Setiap jenis pupuh digunakan untuk mendukung suasana dari teks naskah CBAS sendiri. Karakter-karakter pupuh yang digunakan telah sesuai dengan kaidah yang ditentukan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sepertinya penyalin sudah sangat memahami karakter pupuh, karena hampir keseluruhan gambaran suasana-suasana yang ditonjolkan sesuai dengan karakter pupuh yang sudah ditentukan.
Selanjutnya adalah penyimpangan gurulagu. Penyimpangan guru lagu dalam
teks naskah CBAS bisa terjadi karena kekurang telitian penyalin atau bisa juga disebabkan karena penyalin ingin mempertahankan suatu kata tanpa harus mengubah bunyi vokal akhirnya.
Dalam teks naskah CBAS ditemukan kasus penyimpangan penomoran bait. Pada Kinanti I, penomeran bait setelah nomer 200 kembali berulang ke nomer 101. Hal ini besar kemungkinan bahwa penyalin melakukan kelalaian ketika proses penyalinan (kesalahan mekanik).
Kategori kesalah yang terakhir adalah penyimpangan redaksional. Penyimpangan redaksional yang terdapat dalam naskah CBAS terbagi ke dalam tiga bentuk kesalahan umum yaitu penyimpangan redaksional berupa penggantian /Emandasi, penambahan/adisi (Adisi fonem, suku kata, kata, dan frasa), dan penghilangan/Omisi (omisi fonem, suku kata, kata, dan frasa)..
210
karena pada umumnya karya satra klasik tidak menggunakan tanda baca seperti yang dikenal dan digunakan dalam kaidah kebahasaan bahasa Indonesia.
3. Secara keseluruhan, kandungan isi teks naskah CBAS adalah mengenai
pelajaran/ nasihat hidup dan ajaran tasawuf. Terbagi ke dalam enam bagian pupuh. Pupuh Dangdanggula menjadi pembuka yang menceritakan isi teks naskah CBAS secara keseluruhan yaitu tentang pelajaran-pelajaran hidup yang ditujukan untuk diri pribadi. Teks pada pupuh Dangdanggula berisikan tentang nasihat hidup dan ajaran ketasawufan. Bahwa kita sebagai manusia pada hakikatnya harus menerima keadaan, berserah pada yang maha kuasa dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Dalam pupuh ini juga dijelaskan tentang makna akhirat dan keagungan Tuhan.
Sinom I menceritakan tentang indahnya kembali ke jalan Allah, menjelaskan bahwa hidup di dunia itu hanya sementara, bahwa Allah itu maha murah, bahwa betapa hidup itu adalah nikmat tak terhingga yang diberikan Allah kepada umat manusia.
Asmarandana berisikan tentang nasihat-nasihat kehidupan dari sang ibu dan penggambaran kasih sayang yang melimpah dari kedua orangtua ketika penulis masih kecil. Dijelaskan pula bahwa hidup itu harus sabar dan tawakal. Buat apa kaya di dunia tapi tidak searah dengan agama, karena kehidupan kekal itu hanya di akhirat nanti. Masih tentang ajaran tasawuf, dalam beberapa bagian baitnya juga dijelaskan agar berhati-hati dalam menerapkan ajaran ma’ripat.
Kinanti I menjelaskan tentang bertawakal kepada Allah. Selain itu, pada pupuh ini juga diterangkan tentang 20 sifat Allah. Kemudian dijelaskan pula tentang empat perkara sifat manusia. Berikutnya diterangkan tentang sikap teladan dari empat sahabat nabi yaitu Abu bakar, Umar, Usman, dan Ali.
211
Dan Kinanti II menjelaskan tentang keagungan tuhan. Dalam pupuh ini juga dibahas tentang esensi penerapan syare’at, tarekat, hakèkat, dan makripat, dan bagaimana caranya menjadi insan kamil yang sejati.
5.2 Saran
Adapun saran dari peneliti berdasarkan hasil analisis teks CBAS sebelumnya antara lain;
1. Teks naskah CBAS mempunyai kandungan isi yang sangat berharga.
Berisikan tentang nasihat-nasihat tentang kehidupan yang tidak menggurui dan dirangkai dengan kata-kata indah. Akan menjadi lebih bermanfaat jika Museum Prabu Geusan Ulun sebagai tempat koleksi naskah ini berada untuk dapat mempublikasikan hasil penelitian supaya naskah CBAS dapat diakses oleh khalayak umum.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat kembali dimanfaatkan menjadi sumber
data oleh cabang ilmu lain, seperti sejarah, agama, dan antrpologi, mengingat isi teks CBAS yang sangat kaya khususnya perihal keagamaan (tasawuf). 3. Dengan adanya penelitian terhadap naskah ini, diharapkan dapat menarik
minat masyarakat luas, maupun akademisi agar mengkaji teks-teks naskah, sebagai bentuk usaha melestarikan peninggalan budaya Nusantara, dalam hal ini tradisi tulis yang berkembang pada masyarakat lampau.
DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti Baroroh, ‘dkk’. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Danasasmita, M. 2001. Wacana Bahasa dan Sastra Sunda Lama. Bandung: STSI
PRESS Bandung.
Darsa, Undang A. 2012 .Sri Baduga Dalam Lintas Tradisi Kepustakaan
Mandala.(makalah) Seminar Bedah Naskah:”Sri Baduga dalam Kajian
Sejarah, Filologi dan Sastra Lisan. Bandung.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Djamaris, Edward. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: CV Manasco.
Ekadjati, Edi.S. 1988. Naskah Sunda. Bandung: Universitas Padjadjaran
Fathimah Azzahra, R. A. 2008. Konsef Martabat Tujuh Dalam Naskah Tasawuf.
(Skripsi). Universitas Indonesia.
Jurusan Basa jeung Sastra Sunda FPBS IKIP Bandung. 1989. Palanggeran Ejahan
Basa Sunda. Bandung : Rahmat Cijulang
Kalsum. 2012. Simbol-Simbol Ungkapan Pemikiran Dalam Naskah Tasawuf Awal
Islamisasi” dalam Jumantara Jurnal Manuskrip NusantaraVol. 3 No. 2
Kutha Ratna, Nyoman. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyadi Rujiati, Sri Wulan. 1994. Kodikologi Melayu Di Indonesia. Depok:
Universitas Indonesia.
Pudjiastuti, Titik. 2006. Naskah dan Studi Naskah. Bogor: AKADEMIA
Permadi, Tedi. 2011. Kodikologi (Sebuah Pengantar Kajian Naskah). Bandung: UPI
Press.
Robson, S. O. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: Rul.
Satjadibrata, R. 1952. Rusiah Tembang Sunda. Jakarta: Balai Pustaka.
Satjadibrata.(1954). Kamus Basa Sunda. Jakarta: Perpustakaan Perguruan
Kementrian P.P. dan K.
Solihin, M. dan Anwar, Rosihan. 2002. Kamus Tasawuf. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Suryani NS, Elis. 2008. Filologi (Teori, Sejarah, Metode, Penerapannya). Bandung:
Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.