• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL MELALUI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG TAKSI SILVER DI KOTA SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL MELALUI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG TAKSI SILVER DI KOTA SURABAYA."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 337

MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL MELALUI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG TAKSI SILVER DI KOTA SURABAYA

Fauzul Aliwarman

Dosen Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur

ABSTRAKSI

Penelitian mengenai mewujudkan ketahanan nasional melalui perlindungan hukum bagi penumpang Taksi Silver di Kota surabaya merupakan penelitian yang bersifat yuridis normatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan perspektif perlindungan hukum bagi penumpang taksi sebagai konsumen jasa akibat kecurangan supir dan mengkaji bentuk upaya hukum pelaku usaha dalam memberikan ganti rugi sehungga selaras dengan tujuan Pasal 19 UUPK.

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama penelitian ini. Sedangkan data sekunder digunakan sebagai pendukung data primer. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan menggunakan dua jenis metode pengumpulan data, yaitu metode studi kepustakaan, metode wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan cara teknis analisis kualitatif dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Taksi Silver Surabaya dalam hal ini PT.Para Bathara Surya dalam memberi ganti rugi terhadap penumpang yang merasa dirugikan sudah sesuai dengan Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Konsumen, Ganti Rugi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan beberapa faktor, antara lain keadaan geografis Indonesia sendiri yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang kesemuanya memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal Lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata dan pendidikan.

(2)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 338 masyarakat di perkotaan dengan tarif yang relatif lebih mahal untuk sekali jalan daripada angkutan yang lain, sehingga hal itu membuat konsumen untuk berfikir dua kali untuk menggunakannya. Terlebih lagi masyarakat sekarang ini semakin mudah mendapatkan kendaraan pribadi. Oleh karena itu, banyak sopir taksi yang sepi penumpang dan mengantri. 8

Persoalan lainnya, tarif taksi tidak ditetapkan sesuai tujuan atau jurusan melainkan ditentukan perkilometer dan menurut ketentuan yang berlaku dan sudah menjadi ketetapan yang harus dipatuhi oleh tiap-tiap perusahaan taksi. Namun dapat berubah setiap saat yang dikarenakan oleh faktor tertentu semisal kenaikan BBM yang mengharuskan setorannya juga naik. Masalah barang bawaan penumpang menempati porsi tersendiri dan sangat menarik karena sering kali dijumpai adanya kasus barang bawaan tertinggal dalam taksi dan ini bisa merugikan penumpang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam pembahasan dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi penumpang taksi terhadap kecurangan sopir Taksi Silver Kota Surabaya?

2. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan penumpang taksi sebagai konsumen akibat kecurangan sopir Taksi Silver Kota Surabaya?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengangkutan sangat penting bagi perdagangan. Pengangkutan pada umumnya merupakan suatu perjanjian timbal balik diantara para pihak.9 Defenisi perjanjian pengangkutan menurut Purwo Sucipto adalah sebagai perjanjian timbal balik dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain atau tujuan tertentu dengan selamat. dalam perjanjian pengangkutan muncul adanya hak dan kewajiban diantara para pihak yang bersangkutan10. Apabila perjanjian yang disepakati terjadi pelanggaran, maka dapat diajukan gugatan wanprestasi.11

Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakekatnya sudah diliputi pasal-pasal dari hukum perjanjian dalam BW, akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud untuk kepentingan umum, membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan, yaitu meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengangkut. untuk pengangkutan darat ketentuannya diatur dalam Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan raya nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dijalan-jalan umum. Mengenai tanggung jawab seorang pengangkut. Bahwa seorang pemilik atau pengusaha sebuah kendaraan umum bertanggung jawab untuk tiap kerugian yang diderita oleh seorang penumpang atau kerusakan pada barang yang diangkutnya.

Perlu diketahui apabila penipuan terjadi dimana satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat. Pihak yang menipu itu bertindak secara aktif untuk menjerumuskan pihak lawannya.maka, tidak cukuplah kalau orang itu hanya melakukan kebohongan

8

Fajar ariandi, kompas 2006.http://www.wikipedia.com, 07-03-2011, 18-21 WIB 9

Subekti, pokok-pokok hukum perdata, Jakarta:PT Intermasa,1980 h 221 10

H.M.N Purwosutjipto, Hukum Dagang Indonesia 3, Jakarta: Djambatan,1981 h2 11

(3)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 339 mengenai sesuatu hal saja, paling sedikit harus ada suatu rangkaian kebohongan atau suatu perbuatan yang dinamakan tipu muslihat. Sehingga perjanjian tersebut dapat dibatalkan.12

Pengangkutan barang atau jasa juga memerlukan keamanan, keselamatan, keutuhan, kecepatan dan tanpa perubahan bentuk dalam kegiatan pengangkutan itu sendiri. Karena berdasarkan ketentuan pengangkutan pada umumnya menyatakan bahwa tujuan pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau jasa (orang) dari satu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan pengangkutan.13 kalimat tersebut terlihat jelas bahwa barang atau jasa yang dipindahkan tidak boleh berubah saat tiba pada tempat tujuan.

BAB III TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui dan menguraikan perspektif perlindungan hukum bagi penumpang Taksi Silver di Kota Surabaya.

2. Mengetahui dan menguraikan bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan penumpang taksi sebagai konsumen akibat kecurangan sopir Taksi Silver di Kota Surabaya

.

BAB IV METODE PENELITIAN A. Sifat Penelitian

Penelitian mengenai mewujudkan ketahanan nasional melalui perlindungan hukum bagi penumpang Taksi Silver di Kota surabaya adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif. Artinya pendekatan penelitian ini dilakukan dengan melihat peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan hukum yang diterapkan kepada penumpang taksi sebagai pengguna jasa. Di samping itu juga dilakukan pendekatan sosiologis yaitu pendekatan dengan melihat kenyataan dalam praktek, sejauh mana peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah tersebut diterapkan.

Laporan penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan atau melukiskan gambaran secara sistematis, terperinci dan menyeluruh mengenai mewujudkan ketahanan nasional melalui perlindungan hukum bagi penumpang Taksi Silver di Kota surabaya. Analitis karena untuk selanjutnya akan dilakukan analisis guna menjawab beberapa permasalahan yang telah dirumuskan di atas.

B. Jenis Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Hal ini berarti data yang digunakan bersumber dari perundang-undangan atau dari bahan hukum lainnya, baik itu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

1. Bahan hukum, terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, meliputi buku-buku, makalah, berbagai hasil pertemuan ilmiah, jurnal-jurnal hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil simposium mutakhir berbagai hasil penelitian dan artikel yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

12

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 2005, h. 25. 13

(4)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 340 c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. 2. Sarana penelitian

Sarana yang digunakan dalam penelitian kepustakaan ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka, yakni dengan mempelajari bahan-bahan yang merupakan data sekunder, meliputi peraturan perundang-undangan, berbagai tulisan berupa buku, makalah dan artikel yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

C. Analisis Hasil Penelitian

Setelah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan maupun dari penelitian pendalam melalui wawancara sudah terkumpul lengkap, selanjutnya data diolah dan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan memperhatikan fakta yang betul-betul terjadi di lapangan, selanjutnya dibandingkan dengan data sekunder atau norma yang seharusnya berlaku, kemudian diambil kesimpulan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yaitu berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum (yang diaplikasikan) untuk menjelaskan hubungan sebuah data dengan data lainnya. Untuk selanjutnya hasil penelitian akan disusun dalam sebuah laporan akhir penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu sebuah laporan yang memberikan gambaran yang sesungguhnya mengenai model Mewujudkan ketahanan nasional melalui perlindungan hukum bagi penumpang Taksi Silver di Kota surabaya.

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Perlindungan hukum bagi penumpang taksi terhadap kecurangan sopir Taksi Silver di Kota Surabaya.

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Bahkan, di dalam bidang hukum pengangkutan, antara kasus yang satu dan kasus yang lain, prinsip-prinsipnya juga dapat saling berlainan. Dalam menghadapi komplain penumpang bahwa pelaku usaha menggunakan dua prinsip tanggung jawab yaitu:14

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab memebayar ganti kerugian atasa segala kerugian yang timbul dari segala kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian ada di pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHperdata tentang perbuatan melawan hukum.

b. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga

Menurut prinsip ini pengangkut selalu dianggap bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari setiap pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari membayar ganti rugi. Yang dimaksud tidak bersalah adalahtidak melakukan kelalaian, telah mengambil

14

(5)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 341 tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada di pihak pengangkut, bukan ada di pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut.

Perusahaan taksi silver ini cukup memenuhi hak-hak konsumen. Yaitu jika ada konsumen yang komplain, pihak perusahaan menerima,mendengar lalu menyelesaikan komplain tersebut dalam waktu 1x24 jam di harapkan masalah tersebut harus selesai. Pelaku usaha juga memenuhi ganti rugi kepada konsumen akibat kesalahan sopir. Jadi, pelaku usaha dan konsumen merasa adil satu sama lain.15 Kerugian dan bentuk ganti rugi yang diberikan kepada penumpang yang terbukti di curangi oleh sopir taksi dapat meliputi:

a. kerugian imateriil / non materiil, yaitu kerugian yang diderita oleh seseorang yang tidak bersifat kebendaan dan tidak dapat dinilai dengan uang. Perusahaan taksi memberikan ganti rugi kepada penumpang berupa surat permohonan maaf, jika perlu diberikan hadiah sebagai ucapan terima kasih terhadap apresiasi penumpang tersebut

b. kerugian materiil, yaitu kerugian yang diderita oleh seseorang, yang dapat dinilai dengan uang. Perusahaan memberikan ganti rugi berupa surat permohonan maaf dilampiri sejumlah uang sebagai pengganti kerugian dari penumpang tersebut. Adapun besarnya kerugian disesuaikan dengan nominal kerugian yang di derita oleh penumpang.16

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur kerugian yang disebabkan karena tidak terpenuhinya sesuatu hal (wanprestasi) dalam Pasal 1243 dan dalam undang-undang perlindungan konsumen, hak konsumen merupakan kewajiban pelaku usaha, dan kewajiban konsumen merupakan hak pelaku usaha. Dan dalam pengangkutan pada umunya serta perusahaan taksi silver ini pada khususnya memberikan ganti rugi kepada konsumen. Ganti rugi adalah salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen.17

Sebagai salah satu contoh Pemenuhan ganti rugi dalam perusahaan taksi ini adalah jika ada barang tertinggal, maka perusahaan dan sopir berkewajiban mengembalikan barang tersebut. Dalam keterangan yang diberikan perusahaan bahwa setiap ada barang penumpang yang tertinggal selalu dikembalikan kepada pemiliknya. Hal itu merupakan komitmen antara sopir dan perusahaan untuk menjaga citra baik nama perusahaan dan taksi di mata masyarakat. Untuk mengetahui sopir sudah melakukan komitmen dengan perusahaan. Berikut ini adalah ringkasan pengembalian barang kepada penumpang berdasarkan wawancara dari pihak perusahaan. maka penumpang melakukan komplain dengan menelpon perusahaan taksi dan memberitahu nomor lambung taksi tersebut. Kemudian pihak perusahaan melakukan pemeriksaan terhadap taksi tersebut. Sopir dimintai keterangan oleh pihak perusahaan, jika terbukti benar ada barang yang tertinggal. Maka sopir akan menyerahkan barang tersebut

15

Hasil wawancara dengan Pak Samsul selaku sekretaris PT. Para Batara Surya , pada tanggal 6 mei 2011, 11.30 WIB

16

Hasil wawancara dengan Pak Samsul selaku sekretaris PT. Para Batara Surya , pada tanggal 6 mei 2011, 11.30 WIB

17

(6)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 342 kepada perusahaan untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Dan perusahaan akan mengirim atau menghubungi penumpang tersebut serta menyampaikan permintaan maaf serta mengembalikan barang yang dimaksud oleh penumpang tersebut. antara pengusaha dan pekerja atau yang umumnya berkenaan dengan segala persyaratan yang seeara timbal balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak selaras dengan hak dan kewajiban mereka satu sama lain.18

Maka penulis melakukan wawancara dengan dua sopir untuk melihat kebenaran dari komitmen perusahaan yang diterapkan oleh sopir. Sopir pertama bernama Pak Didik yang berpangkalan taksi di daerah wiyung. Menurut keterangan Pak Didik jika ada barang tertinggal dalam taksinya, dia diberitahu lewat radio oleh operator. Jika ada barang yang dimaksud, maka dia diminta operator untuk menyerahkan barang tersebut ke kantor.19

Sopir kedua bernama Pak Argo yang selalu berpangkalan di daerah salah satu pertokoan di surabaya. Dengan pertanyaan yang sama, beliau menjelaskan bahwa jika ada barang yang tertinggal dalam taksinya. Operator selalu menghubungi beliau melalui radio untuk memastikan ada barang tertinggal atau tidak. Jika ada Pak Argo mengembalikan ke kantor sesuai dengan perintah operator. Setelah operator menerima barang tertinggal. Operator menelpon penumpang pemilik barang tersebut. Operator menawarkan apakah barang tersebut mau di antar ke rumah atau di ambil ke kantor.20

Untuk melihat praktek yang dilakukan pihak perusahaan dan sopir yang dilakukan kepada penumpang. Disini penulis melihat penumpang sudah merasa terpenuhi haknya sebagai penumpang. Maka penulis melakukan wawancara kepada penumpang yang pernah barangnya tertinggal dalam taksi.21

Sebagai contoh pihak konsumen yang dirugikan karena barang yang tertinggal dalam taksi. Dalam hal ini barang tertinggal karena kelalaian penumpang itu sendiri. Dan penumpang meminta pertanggung jawaban atas tertinggalnya barang tersebut. Terkadang barang tersebut raib karena sudah ditemukan dan diambil oleh penumpang selanjutnya tanpa diketahui oleh sang sopir. Namun terkadang juga oleh perbuatan penumpang itu sendiri. Berikut ini adalah wawancara dari dua penumpang yang pernah mengalami barang tertinggal dalam taksi. Dalam kejadian pertama yang dialami oleh Ibu Rahayu yang beralamat tembok dukuh nomor 70A pada sekitar bulan januari 2010 Barang bawaannya berupa kompor listrik tertinggal dalam taksi. Ibu tersebut melakukan komplain dengan menelepon pihak taksi dan menanyakan barangnya. Di karenakan ibu rahayu tidak hafal nomor lambung taksi, maka pihak operator melacak taksi tersebut dengan menggunakan data order lokasi. Setelah ditemukan taksi yang dimaksud maka operator meminta sopir taksi mengantar barang yang dimaksud ke kantor. Setelah itu kantor menelepon bu rahayu serta memberitahu bahwa barangnya masih ada. Pihak taksi menawarkan barangnya mau di antar ke rumah atau di ambil sendiri di kantor.

18

Hasil wawancara dengan Bu Vonny selaku asisten sekretaris PT. Para Batara Surya, pada tanggal 12 April 2011, 11.00 WIB

19

Hasil wawancara dengan Pak Didik sopir taksi silver, pada tanggal 21 mei 2011, 19.15 WIB. 20

Hasil wawancara dengan Pak Argo sopir taksi silver, pasa tanggal 22 mei 2011, 10.00 WIB 21

(7)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 343 Kejadian kedua dialami oleh Ibu Ira yang beralamat di jalan tenggilis mejoyo A1 nomor 27B pada sekitar bulan mei 2010 barang bawaannya berupa kunci lemari tertinggal tertinggal dalam taksi. Bu ira merasa kunci tersebut tertinggal dalam taksi. Namun dia juga yakin kalau kuncinya hilang. Untuk memastikannya Ibu Ira menelepon pihak perusahaan taksi. Ibu Ira juga tidak hafal nomor lambung taksi, sehingga dia mengecek berdasarkan order lokasi. Namun barang yang dimaksud bu ira tidak ada dalam taksi yang dimaksud. Setelah dijelaskan Ibu Ira menyadari bahwa dia yakin kunci yang dimaksud hilang. Setelah itu seminggu kemudian pihak perusahaan mengirim surat permintaan maaf dari perusahaan yang dikirimkan sendiri oleh sopir.22

Dari keterangan perusahaan,sopir dan penumpang dapat diketahui bahwa sopir dan perusahaan sudah menjaga komitmen kenyamanan dan kepuasaan terhadap konsumen yaitu penumpang. Pelaku usaha juga sudah melaksanakan tanggung jawabnya. Dan penumpang sudah merasa mendapat hak kenyamanan sebagai konsumen.

Pertanggungjawaban pelayanan jasa, pengemudi tidak sekadar menyediakan kendaraan besar sebagai alat angkut saja, tetapi lebih dari itu. Seorang pengemudi memikul tanggung jawab yang mencerminkan citra perusahaan setiap kali menemui seorang tamu atau calon pelanggan. Oleh karena itu, dalam rangka mendorong peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum yang mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat secara baik, nyaman, selamat, diperlukan standar kualifikasi atau standar kompetensi sumber daya manusia, dalam hal ini adalah pengemudinya. Untuk lebih menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi angkutan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi, bentuk perlindungan bagi penumpang taksi bisa berdasarkan UUPK nomor 8 tahun 1999. Karena, penumpang termasuk konsumen pengguna jasa. Yang hak dan kewajibannya terdapat dalam pasal 4 dan 5. Perlindungan hukum bagi penumpang dapat berbentuk pemberian ganti rugi pada pasal 19 UUPK. Berikut ini adalah rekapan data yang sebenarnya itu merupakan rahasia perusahaan yang tidak boleh diambil ataupun digandakan sebagai lampiran. Sehingga penulis merangkum rekapan keluhan penumpang menggunakan tabel berdasarkan data dari perusahaan. Inilah rekapan keluhan penumpang selama tahun 2010.23

2. Upaya hukum yang dapat dilakukan penumpang taksi sebagai konsumen akibat kecurangan sopir Taksi Silver di Kota Surabaya.

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam memperlancar berbagai kegiatan pembangunan serta mempengaruhi semua aspek kehidupan. Dalam usaha transportasi melibatkan lebih dari satu pihak dilibatkan, antara lain pengusaha jasa angkutan, pemerintah dan awak angkutan. Tugas awak angkutan adalah mengantar penumpang dengan selamat sampai tujuannya. Oleh karena itu, perusahaan transportasi memerlukan sumber daya manusia yang tidak hanya dapat mengoperasikan angkutan, tetapi juga harus memenuhi berbagai

22

Hasil wawancara dengan Ibu Ira penumpang taksi silver, pada tanggal 22 mei 2011, 16.30 WIB 23

(8)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 344 kualifikasi yang dibutuhkan. Misalnya mempunyai pengalaman kerja, keterampilan dan lisensi mengemudi. Taksi silver memiliki rata-rata jumlah penumpang sebanyak berikut :

Namun terlepas dari itu semua perusahaan transpotrasi pada umumnya tidak lepas dari komplain karena rasa tidak puas dan tidak nyaman yang dirasakan oleh penumpang. Begitu pula yang dialami oleh perusahaan taksi silver yang menerima komplain dari penumpangnya. Perselisihan dan sengketa tersebut dapat timbul karena hal kecil sekalipun. Banyak hal yang menyebabkan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh penumpang antara lain: 24

a. Pendingin udara tidak terasa dingin.

Hal ini dapat disebabkan karena mesinnya memang rusak atau sopir sengaja mengurangi suhunya.

b. Pakaian sopir tidak rapi.

Pada saat itu mungkin sopir menggunakan topi, tidak bersepatu, memakai kaos bebas.

c. Sopir tidak bersikap sopan.

Sopir berbicara kasar pada penumpang, atau sopir bertindak senonoh pada penumpang.

d. Memutar-mutarkan penumpang

Beberapa kasus penumpang mempunyai tujuan ke lokasi A, jarak terdekat ke lokasi A adalah melewati lokasi C-B. Namun sang sopir menempuh jarak terjauh yaitu melewati lokasi D-C-B.

Serta berbagai alasan lainnya yang termasuk komplain ketidaknyamanan. Perlu diketahui semua komplain tersebut diatasi secara langsung oleh PT. Para Batara Surya. Dalam prakteknya tidak ada penumpang yang menuntut pihak perusahaan karena merasa dirugikan dalam hal ketidaknyamanan. Dan yang terjadi perselisihan antara sopir taksi silver dan penumpang tidak sampai diselesaikan secara hukum (melalui pengadilan, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya disingkat BPSK). Sengketa yang terjadi diselesaikan secara damai antara kedua belah pihak. Pada umumnya di perusahaan taksi silver masalah yang timbul antara sopir dan penumpang diselesaikan dalam waktu 1x24jam. PT.Para Batara Surya menyelesaikan sengketa tersebut secara damai.25 Karena jika penyelesaian melalui litigasi (melalui pengadilan) membutuhkan waktu yang lama dan proses yang tidak mudah yang dapat menyita waktu, dana, tenaga.

Proses penyelesaian sengketa yang dilakukan perusahaan taksi tersebut sudah tepat dan berpedoman pada Undang-undang Perlindungan Konsumen pasal 45 angka 2 yang berbunyi:

“Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang

24

Hasil wawancara dengan Bu Vonny selaku sekertaris perusahaan PT.Para Batara Surya, pada tanggal 17 Mei 2011, 10.30 WIB.

25

Hasil wawancara dengan Bu Vonny selaku sekertaris perusahaan PT.Para Batara Surya, pada tanggal 17 Mei 2011, 10.30 WIB.

(9)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 345 bersengketa.Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan dan di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa”

Penyelesaian sengketa secara damai dilakukan oleh para pihak sendiri,konsumen dan pelaku usaha/produsen. Dengan penyelesaian sengketa secara damai dimaksudkan penyelesaian sengketa antara para pihak, dengan atau tanpa kuasa/ pendamping bagi masing-masing pihak, melalui cara-cara damai. Perundingan secara musyawarah dan atau mufakat antar para pihak yang besangkutan. Penyelesaian dengan cara ini disebut pula “penyelesaian secara kekeluargaan”. Dengan cara penyelesaian sengketa secara damai ini, sesungguhnya ingin diusahakan bentuk penyelesaian yang mudah, murah dan relatif lebih cepat.26

Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Perlu diingat, bahwa pola-pola penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dikehendaki Undang-undang perlindungan konsumen, memang merupakan pilihan yang tepat. Karena jalan keluar yang dirumuskan berisikan penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak.yang sedang bersengketa Menurut UUPK, penyelesaian dari permasalahan konsumen dapat dipecahkan melalui jalan peradilan (litigasi) maupun non-peradilan(non litigasi).Mereka yang bermasalah harus memilih jalan untuk memecahkan permasalahan mereka. Penyelesaian dengan cara non-peradilan bisa dilakukan melalui lembaga BPSK, jika pihak yang bersengketa tidak puas dengan putusan dari BPSK, maka dapat mengajukan keberatan ke pengadilan Menurut ketentuan pasal 56 ayat (2) UUPK. Karena putusan BPSK yang bersifat final itu tidak ada upaya banding dan kasasi pada penjelasan pasal 54 ayat (3) UUPK. Pengadilan Negeri yang menerima keberatan penuntut umum memutuskan perkara tersebut (Pasal 58).

Kasus tentang barang yang tertinggal dalam taksi diselesaikan secara kekeluargaan. Ada beberapa langkah damai atau secara kekeluargaan yang ditempuh PT.Para Batara Surya dalam menyelesaikan sengketa antara sopir dan penumpang. Berikut ini adalah prosesnya:

a. Penumpang yang merasa dirugikan oleh sopir taksi silver menghubungi kantor perusahaan taksi tersebut. Penumpang menceritakan apa yang telah dialami sehingga merasa rugi dan kecewa. Menceritakan secara runtut bagaimana barang itu bisa tertinggal dalam taksi.

b. Operator perusahaan menerima komplain dari penumpang tersebut. Operator juga bertanya nomor lambung taksi pada penumpang tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk meminta keterangan dari sopir yang dianggap merugikan penumpang tadi. Jika dalam hal ini penumpang tidak hafal nomor lambung taksi. Maka perusahaan akan melacak sendiri sopir itu sendiri. Jika masih belum juga membuahkan hasil, maka penumpang tersebut dipanggil ke kantor untuk diminta melihat satu per satu foto sopir taksi silver yang bekerja pada rute tersebut.

26

(10)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 346 c. Jika sopir yang dimaksud sudah ada. Maka pembuktian juga berlaku bagi

sopir kepada perusahaan untuk menunjukkan dia terbukti bersalah atau tidak. Sopir berhak membuktikkan bahwa dia tidak mengambil barang yang dimaksud.

d. Jika sopir terbukti bersalah, dia akan diberi sangsi sesuai kesalahan yang dilakukan.

e. Pihak perusahaan meminta maaf dan memberikan ganti rugi yang sudah ditimbulkan oleh sopir. Jika kerugian non materiil maka perusahaan meminta maaf kepada penumpang dan memberikan hadiah sebagai ucapan terima kasih. Kerugian materiil yang timbul maka pihak perusahaan meminta maaf dengan menghubungi penumpang dan mengganti dengan sejumlah uang sesuai dengan nominal kerugian yang diderita oleh penumpang.27

Proses penyelesaian sengketa secara damai tersebut di atas yang dilakukan oleh PT. Para Batara Surya. Dan setelah proses tersebut selesai secara cepat dan tidak ada pihak yang merasa rugi dengan penyelesaian sengketa secara damai. Uraian di atas adalah upaya penyelesaian sengketa secara damai yang di tempuh oleh PT.Para Batara Surya jika terjadi sengketa antara sopir dan penumpang. Disini pihak perusahaan sebagai pihak yang bertanggungjawab jika terbukti salah satu sopirnya melakukan hal yang merugikan penumpang. Dan perusahaan meminta maaf disertai ganti rugi yang sesuai dan meyakinkan penumpang bahwa kejadian yang serupa tidak akan terjadi lagi. Maka selesai sudah sengketa antara penumpang dan sopir.28

Pasal 45 angka 2 UUPK memberikan pilihan kepada kedua belah pihak yang bersengketa untuk menyelesaikannya melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Dan dalam sengketa yang terjadi dalam perusahaan taksi ini lebih memilih untuk menyelesaikannya di luar pengadilan secara damai.29

Langkah damai ini merupakan penyelesaian di luar pengadilan. Dalam penjelasan pasal 45 angka 2 UUPK ada dua penyelesaian di luar pengadilan yaitu secara damai atau kekeluargaan dan melalui BPSK.

a. Upaya hukum non litigasi

Penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Adalah suatu badan yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan. Prinsip dalam menyelesaikan sengketa dibadan ini, mudah, murah, cepat, dan sederhana. Terdapat tiga cara dalam penyelesaian sengketa konsumen tersebut di antaranya dengan menggunakan cara sebagai berikut:30

1) Konsiliasi.

Penyelesaian yang dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi dengan menunjuk pihak ke tiga yang bertindak pasif sebagai Konsiliator. Sedangkan proses sepenuhnya diserahkan pada pihak

27

Hasil wawancara dengan Bu Vonny selaku asisten sekertaris PT.Para Batara Surya, pada tanggal 17 mei 2011, 10.30 WIB

28

Hasil wawancara dengan Bu Vonny selaku sekertaris PT. Para Batara Surya, pada tanggal 17 mei 2011, 11.00 WIB

29

Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2004, h. 224 30

(11)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 347 yang bersengketa yaitu Pelaku Usaha dan Konsumen baik menangani bentuk atau jumlah ganti ruginya.31

2) Mediasi.

Proses penyelesaian sengketa yang melibatkan ke tiga bersifat netral dengan tujuan membantu penyelesaian sengketa dan tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan.32

3) Arbritase.

Cara penyelesaian sengketa konsumen diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbritase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Putusan BPSK bersifat final dan mengikat, serta pelaksanaan atau penetapan eksekusinya harus meminta penetapan dari pengadilan. BPSK wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu 21 hari kerja setelah gugatan diterima. Isi putusan majelis BPSK tidak berupa penjatuhan sanksi administratif jika ternyata hasil penyelesaian sengketa konsumen, baik dengan cara konsiliasi atau mediasi, telah dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha.33

b. Upaya hukum secara litigasi (peradilan umum)

Penjelasan pasal 54 ayat (3) UUPK bahwa menegaskan kata final itu berarti tidak ada upaya banding dan kasasi. Namun ternyata UUPK mengenal Pengajuan Keberatan Kepada Pengadilan Negeri. Menurut ketentuan pasal 56 ayat (2) UUPK, para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan BPSK. Hal ini karena di dalam pasal 41 ayat (2), menerangkan bahwa konsumen dan pelaku usaha yang bersengeketa wajib menyatakan menerima atau menolak Putusan BPSK. Dengan demikian jika para pihak menolak hasil dari putusan, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke Pengadilan Negeri. Menurut peraturan MA no. 01 Tahun 2006 tentang tata cara pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK maka konsumen atau pelaku usaha yang menolak putusan BPSK dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan dengan cara34 :

1. Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 hari terhitung sejak pelaku usaha/konsumen menerima pemberitahuan putusan BPSK.

2. keberatan diajukan melalui kepaniteraan pengadilan negeri sesuai dengan prosedur pendaftaran perkara.

3. keberatan yang dimaksud diajukan dalam 6 rangkap yang identik untuk dikirim oleh panitera kepada pihak yang berkepentingan termasuk BPSK. Pengajuan keberatan yang diajukan oleh konsumen atau pelaku usaha, kemudian akan di keluarkannya putusan (vonis) oleh pengadilan Negeri dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak sejak diterimanya keberatan. Atas putusan Pengadilan Negeri tersebut, tentunya para pihak baik konsumen atau pelaku usaha yang nantinya keberatan atas

31

Ibid ,h 254 32

Ibid ,h 254 33

Gunawan Widjaja, op.cit., h 80 34

(12)

Call For Paper dan Seminar Nasional Fakultas Hukum UPNV. Jatim 28 Juni 2011 348 putusan (Vonis) yang dikelaurkan oleh Pengadilan Negeri, maka para pihak dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari. Mahkamah Agung Republik Indonesi wajib mengeluarkan Putusan (Vonis) dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan Kasasi.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Kitab Undang-undang Hukum Perdata; Buku III tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung.

________, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung.

Hay, Abdul Marhainis, 1982, Hukum Dagang I , Keluarga UPN Veteran, Jakarta. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen,

Rajawali Pers, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono, 1981, Azas-azas Hukum Perjanjian, PT. Bale Bandung, Jakarta.

Satrio, J., 1992, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

________, 2001, Hukum Perikatan; Perikatan yang Lahir dari Perjanjian-Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sidharta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo, Jakarta. Sjahdeni, Sutan Remi, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang

Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta.

Soekardono, 1991, Hukum Dagang Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta Soerjatin, R, 1981, Hukum Ikatan, Pradya Paramita, Jakarta.

Subekti, R., 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

B. Makalah

Badrulzaman, Mariam Darus, 1980, Perjanjian Baku (standar) Perkembanganya di Indonesia, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum USU, tanggal 30 Agustus 1980.

Sudikno Mertokusumo, 1990, Perkembangan Hukum Perjanjian, Makalah Seminar Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Perdata/Dagang, Yogyakarta.

C. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas jalan dan Angkutan Jalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 Tentang Angkutan jalan

D. Kamus

Partanto, Pius A., M. Dahlan Al Barry, 1994, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya.

Simorangkir, JCT, dkk, 2002, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Sriwijaya lndonesia ABSTRACT The 13th Malrysia Indonesia Internalional Conference on Economics, Management andAccounting (MIICEMA) 2012. MIICEMA

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayahnya maka peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Manajemen Sumber Daya Manusia

Dari presentase pada table yang berisikan kuesioner pertanyaan yang di berikan kepada koresponden, banyak sekali yang perlu diperhatikan dan dapat dilihat dari rata-

Dalam prakteknya, implementasi ISO 50001:2011 di perusahaan akan lebih efektif dengan mengintegrasikannya dengan sistem manajemen yang telah diterapkan diperusahaan.. Agar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Karakteristik mahasiswa FKIP-UT di UPBJJ-UT Banda Aceh, yaitu: rataan umur 37,5 tahun, rataan lama pendidikan 10,3 tahun, rataan

Frekuensi dukungan penilaian suami pada pemeriksaan inspeksi visual asam asetat lebih banyak adalah kategori baik yakni 18 responden (51,4%).. Frekuensi dukungan instrumental

Kesadaran bayar energi dibangun dengan menampilkan semua informasi konsumsi daya beban dari konsumen seperti: tegangan, arus, faktor daya, sifat beban, jenis beban, daya,

Sedangkan menurut Stuart Mill (1806-1873), induksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan budi, di mana kita menyimpulkan bahwa apa yang kita ketahui benar di dalam suatu