PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BERPIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
T E S I S
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
FRIDA M.A.SIMORANGKIR NIM : 809715007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN BERFIKIR KRITIS SISWA YANG DIAJAR DENGAN
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
T E S I S
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
FRIDA M.A.SIMORANGKIR NIM : 809715007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
i ABSTRAK
FRIDA M. A. SIMORANGKIR. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Berpikir Kritis Siswa yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional. Tesis. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan : (1) kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional, (2) kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional, (3) untuk melihat ada tidaknya interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, (4) untuk melihat ada tidaknya interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA 1 Salapian. Sampel yang dipilih adalah kelas XI IPA-1 (kelas eksperimen), kelas yang diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan siswa kelas XI IPA-2 sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemecahan masalah dan tes berpikir kritis. Analisis data dilakukan dengan ANAKOVA dan ANAVA dua jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional, (2) terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional, (3) terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa (4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
ii ABSTRACT
FRIDA M. A. SIMORANGKIR. The Analysis differences of Ability in Mathematics Problem Solving and Critical Thinking between Students Given Problem Based Learning and Conventional Learning. Thesis. Medan : Mathematics Education Study Program Postgraduate School of University of Medan, 2013.
This study was aimed: (1) to determine the differences the ability of math problem solving ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning, (2) to determine the differences critical thinking ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning, (3) to find out the interaction between model of study and students mathematics ability level towards students problem solving ability, (4) to find out the interaction between model of study and students mathematics ability level towards students critical thinking ability. This study was a quasi-experimental research. The population of study was the students of SMAN 1 Salapian. Random sample selection is done by randomizing the class. Sample that chosen class XI IPA-1 (experiment class), class that given study treatment based on problem and class student XI IPA-2 as control class that given study treatment usually. instrument that used to consist of: trouble-shooting ability test and critical thinking test. data analysis is done with ANAKOVA and two way ANAVA. Principal result from this watchfulness: (1) there is a difference of problem solving ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning. (2) there is a difference of mathematics critical thinking ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning, (3) not found interaction between model of study and students mathematics ability level towards students troubel-shooting ability, (4) there is an interaction between model of study and students mathematics ability level towards students mathematics critical thinking ability.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa
melimpahkan kasih dan rahmatNya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis dan Berpikir Kritis Siswa yang Diajar dengan
Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional.”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Yth. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan
Yth. Bapak Dr. Waminton Rajagukguk, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II,
ditengah-tengah kesibukannya telah memberikan bimbingan, arahan dan
memberikan motivasi sangat berarti bagi penulis sehingga terselesaikannya
tesis ini.
2. Yth. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd,
selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana dan
Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED.
3. Yth. Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S dan
Bapak Dr. KMS. M. Amin Fauzi, M.Pd selaku narasumber sekaligus penguji
yang telah memberikan arahan dan kritik yang membangun untuk menjadikan
tesis ini menjadi lebih baik.
4. Bapak Dapot Tua Manullang, SE, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan
Matematika Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan semangat dan
iv
5. Bapak Drs. Sahren Karo-Karo selaku Kepala SMAN 1 Salapian Kabupaten
Langkat dan Ibu Yusfiatini S.Si, M.Pd beserta seluruh dewan guru yang telah
memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melalukan penelitian.
6. Teristimewa kepada Ayahanda S.M. Simorangkir dan Ibunda M. br.
Hutagalung, BA; kakakku Naomi Taruli Simorangkir, Amd; abangku Simon
Sorimuda Simorangkir, ST dan kakak iparku Devi Hutagalung, SE; serta
keponakanku Samuel Reynard Edsel Simorangkir yang selalu memberikan
doa dan dukungan yang besar selama dalam pendidikan hingga
terselesaikannya tesis ini.
7. Sahabat seperjuangan angkatan V Prodi Pendidikan Matematika yang telah
memberikan dorongan, semangat, serta bantuan lainnya kepada penulis.
8. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta arahan
dalam penyelesaian tesis ini yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.
Semoga Tuhan membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta
saudara/i, kirannya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dari tesis ini, penulis berharap
semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan
dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Medan, Maret 2013
Penulis
v A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 19
B. Kemampuan Berpikir Kritis ... 24
C. Aktivitas Belajar Siswa ... 28
D. Interaksi Belajar Mengajar ... 32
E. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 36
F. Pembelajaran Konvensional ... 45
G. Teori Belajar yang melandasi Pembelajaran Berbasis Masalah ... 48
H. Hasil Penelitian yang Relevan dengan PBM ... 54
D. Mekanisme dan Rancangan Penelitian ... 68
1. Rancangan Penelitian ... 68
2. Mekanisme Penelitian ... 80
E. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 80
F. Teknik Pengumpulan Data ... 82
1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 82
2. Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 85
3. Lembar Pengamatan Aktivitas Aktif Siswa ... 87
G. Teknik Analisis Data ... 92
vi
2. Analisis Statistik Inferensial ... 95
H. Prosedur Penelitian ... 106
BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 109
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 109
1. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Pemecahan Masalah ... 109
a. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah ... 109
b. Rata-Rata Skor Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 118
2. Analisis Statistik Inferensial Hasil Penelitian ... 120
a. Uji Normalitas ... 120
b. Uji Homogenitas Data ... 122
c. Model Regresi Linier... 123
d. Uji Independensi dan Uji Linieritas ... 123
e. Uji Kesamaan Dua Model Regresi ... 128
f. Uji Kesejajaran Dua Model Regresi Linier ... 130
g. Analisis Kovarians dengan Modifikasi Anava ... 131
3. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Berpikir Kritis ... 134
a. Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis ... 134
b. Rata-Rata Skor Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 142
4. Analisis Statistik Inferensial Hasil Penelitian ... 144
a. Uji Normalitas ... 144
b. Uji Homogenitas Data ... 146
c. Model Regresi Linier... 147
d. Uji Independensi dan Uji Linieritas ... 147
e. Uji Kesamaan Dua Model Regresi ... 153
f. Uji Kesejajaran Dua Model Regresi Linier ... 155
g. Analisis Kovarians dengan Modifikasi Anava ... 155
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 41
Tabel 2.2 Peran Guru, Siswa dan Masalah dalam PBM ... 42
Tabel 2.3 Penerapan Pembelajaran Konvensional ... 47
Tabel 2.4 Teori perkembangan kognitif Piaget ... 53
Tabel 3.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 71
Tabel 3.2 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 72
Tabel 3.3 Hasil Validasi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 73
Tabel 3.4 Rancangan Uji Coba ... 74
Tabel 3.5 Hasil Analisis Validasi Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Berpikir Kritis ... 76
Tabel 3.6 Interval Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah ... 78
Tabel 3.7 Interval Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis ... 78
Tabel 3.8 Rancangan Penelitian ... 79
Tabel 3.9 Tabel Weiner tentang Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Kontrol ... 79
Tabel 3.10 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 83
Tabel 3.11 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 84
Tabel 3.12 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 85
Tabel 3.13 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 86
Tabel 3.14 Kategori Aktivitas Siswa pada Kelas Eksperimen... 88
Tabel 3.15 Persentase Waktu Ideal untuk Aktivitas Siswa ... 91
Tabel 3.16 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah ... 93
Tabel 3.17 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Berpikir Kritis ... 94
Tabel 3.18 Rancangan Analisis Data untuk ANAKOVA ... 95
Tabel 3.20 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji, dan Uji Statistik ... 105
Tabel 4.1 Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen Secara Kuantitatif ... 109
Tabel 4.2 Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol Secara Kuantitatif ... 110
Tabel 4.3 Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen Secara Kuantitatif ... 111
Tabel 4.4 Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol Secara Kuantitatif ... 112
Tabel 4.5 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 118
Tabel 4.6 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 119
Tabel 4.7 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 119
Tabel 4.8 Deskripsi Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 121
viii
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 121 Tabel 4.10 Tabel Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Kemampuan
Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 123 Tabel 4.11 Uji Homogenitas Varians Postes Kemampuan Berpikir
Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 123 Tabel 4.12 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Kelas Kontrol ... 124 Tabel 4.13 Koefesien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol ... 125 Tabel 4.14 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Kelas Kontrol ... 125 Tabel 4.15 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Kelas Eksperimen ... 126 Tabel 4.16 Koefesien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen... 127 Tabel 4.17 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Kelas Eksperimen ... 128 Tabel 4.18 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 129 Tabel 4.19 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (SPSS 17) ... 129 Tabel 4.20 Koefesien Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis (SPSS 17) ... 129 Tabel 4.21 Analisis Kovarians Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
untuk Kesejajaran Model Regresi ... 130 Tabel 4.22 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis ... 132 Tabel 4.23 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis (SPSS 17) ... 133 Tabel 4.24 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis ... 134 Tabel 4.25 Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Secara
Kuantitatif ... 134 Tabel 4.26 Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol Secara
Kuantitatif ... 135 Tabel 4.27 Postes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Secara
Kuantitatif ... 136 Tabel 4.28 Postes Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol Secara
Kuantitatif ... 137 Tabel 4.29 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Pretes Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa ... 142 Tabel 4.30 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Postes Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa ... 143 Tabel 4.31 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Kemampuan Berpikir Kritis
ix
Tabel 4.32 Deskripsi Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 145 Tabel 4.33 Deskripsi Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 145 Tabel 4.34 Tabel Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Kemampuan
Berpikir Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 147 Tabel 4.35 Uji Homogenitas Varians Postes Kemampuan Berpikir Kritis
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 147 Tabel 4.36 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir
Kritis Kelas Kontrol ... 148 Tabel 4.37 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir
Kritis Kelas Kontrol (SPSS 17) ... 148 Tabel 4.38 Koefesien Analisis Varians untuk Uji Independensi
Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 149 Tabel 4.39 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Berpikir Kritis Kelas Kontrol ... 150 Tabel 4.40 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir
Kritis Kelas Eksperimen ... 151 Tabel 4.41 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir
Kritis Kelas Eksperimen (SPSS 17) ... 151 Tabel 4.42 Koefesien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 152 Tabel 4.43 Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan
Berpikir Kritis Kelas Eksperimen ... 152 Tabel 4.44 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Berpikir Kritis ... 153 Tabel 4.45 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Berpikir Kritis (SPSS 17) ... 154 Tabel 4.46 Koefesien Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Berpikir Kritis (SPSS 17) ... 154 Tabel 4.47 Analisis Kovarians Kemampuan Berpikir Kritis untuk
Kesejajaran Model Regresi ... 155 Tabel 4.48 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Berpikir Kritis ... 156 Tabel 4.49 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Berpikir Kritis (SPSS 17) ... 157 Tabel 4.50 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan
Pemecahan Berpikir Kritis ... 158 Tabel 4.51 Aktivitas Siswa selama Kegiatan Pembelajaran di Kelas Model
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Proses Jawaban Siswa dalam menyelesaikan masalah ... 6 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ... 108 Gambar 4.1 Tingkat Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 111 Gambar 4.2 Tingkat Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 113 Gambar 4.3 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis
Butir Soal Nomor 1 ... 114 Gambar 4.4 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis
Butir Soal Nomor 2 ... 115 Gambar 4.5 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis
Butir Soal Nomor 3 ... 116 Gambar 4.6 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis
Butir Soal Nomor 4 ... 117 Gambar 4.7 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis
Butir Soal Nomor 5 ... 118 Gambar 4.8 Tingkat Pretes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 136 Gambar 4.9 Tingkat Postes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 138 Gambar 4.14 Kategori Pengamatan Aktivitas Siswa ... 159
Gambar 4.15 Keterkaitan Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 163 Gambar 4.16 Keterkaitan Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis ... 165 Gambar 4.17 Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa
Di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen... 169 Gambar 4.18 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam meningkatkan sumber
daya manusia di Indonesia. Pendidikan merupakan suatu proses yang membantu
manusia dalam belajar karena pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam
membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang
berbudaya dan cerdas. Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.
Oleh karena itu, melalui prosespendidikan diharapkan dapat menghasilkan
lulusan yang mampu bersaing dalam menghadapi perkembangan zaman.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedjadi (1994 : 1) bahwa pendidikan satu
– satunya wadah kegiatan yang dapat dipandang dan seyogianya berfungsi untuk
menciptakan sumber daya manusia yang bermutu tinggi.
Seiring dengan perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
lulusan dituntut untuk bersikap kritis, logis dan sistematis dalam menghadapi dan
2
salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat digunakan untukmembentuk pola
pikir logis, kritis dan kreatif secara efektif. Sebagaimana Soedjadi (2000:18)
mengemukakan bahwa matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek
terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam
penguasaan ilmu dan teknologi.
Matematika merupakan subjek ideal yang mampu mengembangkan proses
berpikir anak dimulai dari usia dini, usia pendidikan kelas awal (pendidikan
dasar), pendidikan menengah, pendidikan lanjutan dan bahkan sampai di bangku
perkuliahan.Dalam Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata
pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006
tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi) telah disebutkan bahwa mata pelajaran
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Dari pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa matematika sebagai
mata pelajaran yang luas cakupannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Karso
(1993:124) bahwa matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang
struktur yang terorganisasikan. Konsep-konsep matematika tersusun secara
hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana
sampai pada konsep yang paling kompleks.
Mengingat pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka
pembelajaran matematika merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Dalam
3
tetapi juga harus membekali peserta didik dalam memecahkan masalah yang
dialami dalam kehidupan sehari – hari serta dapat menumbuhkan daya bernalar
dan melatih pola pikir.
Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dijenjang
pendidikan dasar dan pendidikan menengah menurut KBK 2004 (KTSP 2006) :
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa
ingin tahu, membuat prediksi, dan dugaan, serta mencoba – coba.
3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi antara lain
melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.
Pembelajaran matematika adalah suatu upaya/kegiatan dalam
membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yaitu
belajar bernalar secara matematik, penguasaan konsep dan terampil memecahkan
masalah. Suherman (2003:69) menjelaskan bahwakarakteristik pembelajaran
matematika di sekolah adalah berjenjang, setiap materi pelajaran yang diajarkan
kepada siswa dihubungkan dengan materi sebelumnya disamping itu materi
matematika itu disesuaikan dengan perkembangan intelektual siswa. Piaget
(Arends, 2008: 47) menjelaskan pembelajaran yang baik dimana guru
memberikan berbagai situasi (masalah) sehingga anak dapat bereksperimen,
mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang akan terjadi, memanipulasi
4
jawabannya sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan dan
membandingkannya dengan temuan siswa yang lain.
Dalam.NCTM (National Council of Teacher of Mathematics) (2000)
menyatakan bahwa tujuan umum pembelajaran matematika adalah:
(1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning),
(3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections),
(5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics).
Pada kenyataannya pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini
kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam
mengemukakan ide dan gagasan, yang akan mengarahkan kepada pembentukan
pengetahuan matematika mereka sendiri.Indrawati (2006) menyatakan bahwa ada
dua masalah utama dalam pendidikan matematika di Indonesia yaitu rendahnya
prestasi siswa serta kurangnya minat mereka dalam belajar matematika .
Hal ini mengakibatkan prestasi siswa Indonesia saat ini masih rendah dan
belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil survei TIMSS 2007 menempatkan
Indonesia pada peringkat ke-35 di antara 46 negara peserta, 14 tingkat di bawah
Malaysia.Nilai rata-rata yang didapat siswa Indonesia pun sangat jelek, yakni
hanya 397. Sedangkan rata-rata nilai seluruh negara yang disurvei 452, selain itu,
prestasi siswa secara nasional juga masih rendah. Hal ini sesuai dengan
Mendiknas (2010) dari hasil perolehan nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) juga
5
angka ketidaklulusannya tinggi untuk jurusan IPS (15,11 %) dan Agama (28,17
%).
Rendahnya prestasi siswa juga dapat diketahui dari rata – rata kelas untuk
mata pelajaran matematika, daya serap dan ketuntasan belajar siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 1 Salapian T.A 2011/2012 masih rendah, yaitu 60 untuk rata – rata
kelas, 60% untuk daya serap, dan 65% untuk ketuntasan belajar. Hal ini berarti
hasil belajar matematika siswa belum mencapai tujuan kurikulum yaitu 75 untuk
rata – rata kelas, 75% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar. Di sisi
lain, matematika masih dianggap sebagai suatu pelajaran yang sulit, bersifat
abstrak dan bahkan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa. Sifat abstrak
ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika.
Faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi siswa adalah pembelajaran
yang berlangsung didominasi oleh aktivitas latihan – latihan untuk pencapaian
mathematical basics skillsmengakibatkan pembelajaran tidak bermakna. Shadiq
(2007: 2) menjelaskan bahwa penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak
pada penguasaan ketrampilan dasar (basic skills) namun sedikit atau sama sekali
tidak ada penekanan untuk kehidupan sehari-hari, berkomunikasi secara
matematik dan bernalar secara matematik.
Sebagian besar siswa hanya mampu menghafal materi yang dipelajarinya,
tetapi seringkali tidak memahami materi yang telah dipelajari sebelumnya.Dalam
proses belajar yang diterapkan siswa kurang diberi kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa.
6
belajar siswa masih terbatas kepada aspek berpikir konvergen dan masih kurang
memperhatikan proses berpikir kreatif dalam pembelajarannya.
Sebagai contoh jika siswa diberikan soal berikut :
Gambar 1.1. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah
Berdasarkan hasil jawaban siswa di atas, dapat dinyatakan bahwa siswa
belum bisa memahami konsep matematika dengan benar dan hasil dari proses
pembelajaran yang dilakukan selama ini belum sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam menyelesaikan persoalan diatas, siswa harus memahami situasi
dalam soal dengan tepat. Siswa mampu mengidentifikasi kecukupan informasi
atau keterangan pada soal dan melihat apakah keterangan tersebut bisa
dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan di atas. Dapat dinyatakan betapa
permasalahan tentang kemampuan pemecahan masalahmatematikdan berpikir
7
Sudah seharusnya siswa dilatih untuk memahami konsep-konsep yang
sedang dipelajari. Namun hal tersebut belum terlihat karena pembelajaran
matematika di beberapa sekolah di Indonesia sejauh ini masih didominasi
pembelajaran konvensional yang bersifat teacher centered. Siswa pasif dan guru
cenderung mentransfer pengetahuan kepada siswa sehingga konsep, prinsip dan
aturan – aturan dalam matematika sulit dipahami oleh siswa.jika persoalan ini
dibiarkan siswa akan kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep selanjutnya.
Pembelajaran yang biasa dilakukan seperti guru menjelaskan konsep dan
contoh soal, kemudian dilanjutkan dengan siswa mengerjakan soal latihan dan
mengisi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) mengakibatkan siswa kesulitan dalam
memperoleh pemahaman konsep – konsep matematika secara mendalam.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdurrahman (2003) bahwa mereka akan
cenderung memandang matematika sebagai suatu kumpulan aturan-aturan dan
latihan-latihan yang dapat mengundang rasa bosan, karena aktivitas siswa hanya
mengulang prosedur atau menghafal algoritma tanpa diberi peluang lebih banyak
berintekrasi dengan sesama.
Guru tidak yakin bahwa siswa mampu membangun pengetahuan
matematika melalui masalah yang diajukan dan lebih yakin berhasil
membelajarkan siswa berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan
sebelumnya.Bila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka pemahaman
konsep, pemecahan masalah matematik, berpikir kritis siswa dan tujuan
pembelajaran matematika yang lain tidak akan dapat tercapai secara maksimal
8
Hal tersebut juga didukung oleh Sinaga (1991) menyatakan bahwa :
Kebiasaan guru mengajar sangat sulit dirubah, guru tidak yakin bahwa siswa mampu membangun pengetahuan matematika melalui masalah yang diajukan. Guru lebih yakin berhasil membelajarkan siswa berdasarkan pengalaman sebelumnya. Hal ini terbukti dari aktivitas siswa. Siswa sungkan bertanya pada guru dan temannya (khususnya siswa yang lemah) walaupun diberikan dorongan dan motovasi. Siswa yang pintar lebih senang belajar sendiri dan jika mengalami kesulitan langsung bertanya pada guru tanpa melewati diskusi kelompoknya, selain itu guru kurang mampu mengelola pembelajaran disebabkan lemahnya pemahaman guru tentang teori – teori pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivistik.
Pelaksanaan pembelajaran seperti di atas dilakukan setiap hari oleh guru di
dalam kelas, tentu saja kurang sesuai dengan karakteristik dan tujuan
pembelajaran matematika, dimana guru memberikan konsep dan prinsip
matematika secara langsung kepada siswa,tidak berupaya secara maksimal untuk
memampukan siswa memahami berbagai konsep, prinsip matematika,
menunjukkan kegunaan konsep dan prinsip matematika serta memampukan siswa
untuk kemampuan pemecahan masalah matematik dan berpikir kritis siswa.
Dalam hal ini pemecahan masalah yang dimaksud tidak hanya bertujuan
pada penemuan sebuah jawaban yang benar (to find a correct solution), tetapi
bagaimana mengkonstruksikan segala kemungkinan pemecahan yang reasonable,
beserta segala kemungkinan prosedur dan argumentasinya agar jawaban atau
pemecahan masalah tersebut masuk akal (how to construct and to defend various
reasonable solutions). Utari (1997 : 7) menyatakan bahwa pemecahan masalah
sebagai kemampuan dasar merupakan jawaban pertanyaan yang kompleks bahkan
9
Hal ini seperti yang dikemukakan Ruseffendi (1991: 291) bahwa
kemampuan memecahkan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang
dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang
akan menerapkannya baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu agar pemecahan masalah menjadi efektif, perlu
disajikan masalah yang tepat sehingga dapat memicu siswa menggunakan
kemampuan dan segenap keterampilannya secara optimum.
Menurut Bonwell (1991 : 1) dalam belajar siswa harus melakukan sesuatu
yang lebih dari sekedar mendengarkan, untuk bisa terlibat aktif para siswa itu
harus terlibat dalam tugas yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi
(kemampuan berpikir kritis). Sedangkan menurut Krulik dan Rudnik (NCTM,
1999), yang termasuk berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang
menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada
dalam suatu situasi ataupun suatu masalah.
Bagi seorang guru bukanlah hal yang mudah untuk mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa. Untuk itu harus
dilakukan inovasi pembelajaran untuk merubah kebiasaan guru dan upaya untuk
mengatasi masalah yang dihadapi siswa. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran
matematika di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ausubel (dalam
Ruseffendi, 1991: 291) menyarankan sebaiknya dalam pembelajaran digunakan
pendekatan yang mengunakan metode pemecahan masalah, inquiri, dan metode
10
Pada intinya pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata disajikan di awal pembelajaran,
diharapkan akan mengubah pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru
(teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered). Dengan
pemberian suatu masalah kepada siswa akan menimbulkan rasa ingin tahunya,
bagaimana cara menyelesaikanya, konsep yang bagaimana yang diperlukan untuk
pemecahannya dan metode apa yang tepat digunakan untuk penyelesaiannya. Hal
tersebut akan mendorong siswa menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki
dan mencari yang perlu diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.
Model pembelajaran berbasis masalah selain menyajikan kepada siswa
masalah yang autentik, bermakna, memberikan kemudahan untuk melakukan
penyelidikan, belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, juga dapat menggunakan masalah tersebut ke dalam bentuk pengganti
dari suatu situasi masalah (model matematika) atau aspek dari suatu situasi
masalah yang digunakan untuk menemukan solusi.
Model pembelajaran ini sesuai dengan perspektif konstruktivisme yang
memiliki prinsip bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara
personal maupun sosial. Pembelajaran berbasis masalah sesuai dengan yang
diharapkan dalam KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) karena dapat
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan juga pencapaian
kompetensi matematik tingkat tinggi yaitu berpikir kritis. Melalui pembelajaran
11
perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga pada
aspek afektif dan psikomotor.
Pada bagian lain, Trianto (2009: 96) menjelaskan bahwa manfaat model
pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah: “...membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, memecahkan masalah,
belajar berperan sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam
pengalaman nyata dan simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri.”
Berdasarkan pendapat diatas, melalui penerapan model pembelajaran
berbasis masalah (PBM), disamping siswa dituntut untuk aktif mengkonstruksi
konsep-konsep matematika dari masalah yang diberikan, juga mampu
menjelaskan konsep-konsep yang sudah diperoleh. Diharapkan dengan munculnya
pemahaman konsep, siswa dapat mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah dan berpikir kritis siswa dengan baik, sehingga memberikan motivasi
belajar matematika dan menumbuhkan rasa percaya diri siswa terhadap potensi
yang dimilikinya serta akan meningkatkan kemampuan matematikanya.
Penelitian dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah telah
diteliti oleh Abbas, dkk (2006 : 1) bahwa : pada siklus I dari 35 orang siswa, ada
26 orang siswa (74,29%) mencapai ketuntasan belajar dan pada siklus II ada 32
orang siswa (91,34%) mencapai ketuntasan belajar dengan menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah dengan penilaian portofolio siswa.
Penelitian dengan pembelajaran berbasis masalah juga telah dilakukan oleh
Tatang Herman (2005) menunjukkan hal-hal yang positif, seperti : (1) kebanyakan
12
masalah, (2) sebagian besar siswa (72,8%) merasa tertantang dalam belajar
matematika melalui pemecahan masalah, (3) mayoritas siswa (90%) berpendapat
bahwa pemecahan masalah perlu dilakukan melalui kerja kelompok, (4) sebagian
besar siswa (72,8%) menyatakan bahwa selalu ada cara lain untuk menyelesaikan
masalah, (5) kebanyakan siswa (82,8%) percaya bahwa dirinya memiliki
kemampuan dalam menyelesaikan masalah, (6) sebagian besar siswa (82,2%)
memandang perlu menghargai pendapat orang lain, (7) mayoritas siswa (86,2%)
berpendapat bahwa belajar matematika melalui pemecahan masalah bermanfaat
untuk kehidupan, (8) lebih dari setengah dari keseluruhan siswa (65,5%)
menyatakan perlunya memikirkan cara lain yang lebih baik dalam menyelesaikan
masalah, (9) kebanyakan siswa (71,7%) menyatakan perlunya mengikuti cara
yang dilakukan teman dalam menyelesaikan masalah, jika cara tersebut lebih baik
dari pada caranya.
Dari beberapa hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya, dapat diketahui
bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah memberi dampak positif dan
kemajuan dalam pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran berbasis
masalah diharapkan dapat mengetahui adanya perbedaan kemampuan pemecahan
masalah matematik dan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran berbasis masalah
dibandingkan dengan menerapkan pembelajaran konvensional. Diharapkan
pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk memperbaiki sistem
13
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Kualitas pendidikan matematika masih rendah
2. Prestasi belajar matematika siswa masih rendah
3. Banyak siswa belum memiliki motivasi dalam belajar matematika
4. Banyak siswa kurang terlibat aktif dalam belajar matematika
5. Banyak siswa kesulitan dalam memecahkan masalah matematik
6. Proses pembelajaran di kelas masih menerapkan paradigma lama yaitu
pembelajaran konvensional yang kurang efektif
7. Proses pembelajaran matematika kurang relevan dengan tujuan
8. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah
9. Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika masih
rendah
C. Batasan Masalah
Mengingat keluasan ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran
matematika seperti yang telah diidentifikasi di atas, maka penelitian ini perlu
dibatasi sehingga lebih terfokus pada permasalahan yang mendasar dan
memberikan dampak yang luas terhadap permasalahan yang dihadapi, maka
masalah yang akan diteliti difokuskan pada :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis rendah, sebagian besar siswa
14
2. Kemampuan berpikir kritis siswa rendah, siswa kurang dilatih
mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada
dalam belajar matematika.
3. Aktivitas aktif siswa dalam belajar matematika kurang terlihat, sebagian
besar siswa masih tidak mau bertanya, menjawab, berkomentar, mencoba,
atau mengemukakan ide.
4. Interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematis.
5. Interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana
perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir kritis siswa
yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran
konvensional, untuk menjawab rumusan masalah ini peneliti membuat rincian
pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional ?
2. Apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh pembelajaran
berbasis masalah lebih tinggi dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
15
3. Bagaimana kadar aktivitas aktif siswa selama proses pembelajaran berbasis
masalah berlangsung ?
4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis?
5. Apakah terdapat interaksi antarapendekatan pembelajaran dengan
kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa?
6. Bagaimana proses jawaban tes pemecahan masalah matematis dan berpikir
kritis siswa di dalam kelas pembelajaran berbasis masalah?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh informasi tentang
penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Adapun tujuan
penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya
adalah :
1. Mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Mengetahui apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang memperoleh
pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Mendeskripsikan aktivitas aktif siswa dalam pembelajaran berbasis
16
4. Untuk melihat interaksi antara pendekatan pembelajaran berbasis masalah
dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa.
5. Untuk melihat interaksi antara pendekatan pembelajaran berbasis masalah
dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan berpikir
kritis siswa.
6. Mendeskripsikan proses menjawab tes pemecahan masalah matematis dan
berpikir kritis siswa di dalam kelas pembelajaran berbasis masalah.
F. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas dapat diperoleh manfaat
penelitian sebagai berikut :
7. Bagi Siswa
1. Dapat memahami konsep – konsep matematika yang ditemukan sendiri
melalui melalui pemecahan masalah yang diberikan.
2. Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan bekerjasama dalam kelompok.
2. Bagi Guru
1. Meningkatkan kemampuan dalam menerapkan pembelajaran yang
berbasis masalah
2. Sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran
3. Meningkatkan peran guru dalam pembelajaran yang mengarah sebagai
17
3. Bagi Peneliti
1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran
berbasis masalah yang efektif dan berguna untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa dan kemampuan pemecahan masalah
oleh siswa.
G. Defenisi Operasional
Berikut ini adalah beberapa istilah yang perlu didefenisikan secara
operasional yang akan digunakan dalam penelitian agar penelitian menjadi lebih
terarah. Beberapa istilah yang akan digunakan dalam penelitian adalah :
1. Model pembelajaran berbasis masalah yang dimaksud adalah model
pembelajaran dengan mengacu pada lima langkah pokok, yaitu :
(1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar, (3)
membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan guru
dalam mengajar matematika, dimana pembelajaran yang lebih banyak
berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa,
metode pembelajaran lebih banyak menggunakan ceramah dan demonstrasi.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika dengan menerapkan proses menemukan
jawaban berdasarkan langkah – langkah pemecahan masalah yaitu : (1)
18
pemecahan/perhitungan, (4) memeriksa kembali kebenaran jawaban yang
diperoleh.
4. Indikator kemampuan berpikir kritis matematik yang digunakan (1)
Mengidentifikasi adalah kemampuan menjelaskan konsep-konsep yang
digunakan dan memberi alasan dengan benar, (2) Menggeneralisasi adalah
kemampuan menemukan konsep dan menunjukkan bukti pendukung untuk
generalisasi dengan benar, (3) Menganalisis adalah kemampuan menentukan
informasi dari soal yang diberikan, dan bisa memilih informasi yang penting
dan memilih strategi yang benar dalam menyelesaikannya, dan benar
melakukan perhitungan, dan (4) Mengklarifikasi adalah kemampuan
memeriksa algoritma pemecahan masalah, memberi penjelasan, dan
memperbaiki kesalahan.
5. Aktivitas aktif adalah aktivitas yang meliputi :
1. Menulis yang relevan dengan kegiatan pembelajaran
2. Berdiskusi antara siswa
3. Berdiskusi antara siswa dengan guru
4. Membaca : apabila siswa sedang membaca buku siswa, LAS dan sumber
belajar yang relevan.
6. Pretes adalah tes awal yang mencakup materi prasyarat yang diberikan kepada
siswa sebelum diberikan perlakuan.
7. Interaksi merupakan pengaruh antara variabel bebas terhadap salah satu
173
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran
berbasis masalah dengan menekankan pada pemecahan masalah matematik dan
berfikir kritis siswa maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang diajar dengan
pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran
konvensional. Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah
memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar
51,23 sebelumnya 42,08, terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 9,15.
Sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional
memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar
45,98 sebelumnya 38, terjadi peningkatan rata–rata proporsi sebesar 7,98.
2. Kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran
berbasis masalah lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional.
Siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh
rata-rata kemampuan berpikir kritis sebesar 8,35 sebelumnya 6,57, terjadi
peningkatan rata–rata proporsi sebesar 1,78. Sementara siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran konvensional memperoleh rata-rata kemampuan
berpikir kritis sebesar 6,8 sebelumnya 5,85 terjadi peningkatan rata–rata
174
3. Keaktifan siswa dalam pembelajaran berbasis masalah memenuhi batas
toleransi waktu ideal.
4. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan dengan
kemampuan awal siswa (tinggi dan rendah) terhadap peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Hal ini juga diartikan
bahwa interaksi antara pendekatan pembelajaran (pembelajaran berbasis
masalah dan pembelajaran konvensional) dan kemampuan awal matematika
siswa (tinggi dan rendah) memberikan pengaruh secara bersama-sama yang
signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik.
Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan dan
kemampuan awal matematika siswa.
5. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran yang digunakan
dengan kemampuan awal siswa (tinggi, rendah) terhadap peningkatan
kemampuan berfikir kritis siswa. Hal ini juga diartikan bahwa interaksi antara
pendekatan pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran
konvensional) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi dan rendah)
tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap
peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa. Perbedaan peningkatan
kemampuan berfikir kritis siswa disebabkan oleh perbedaan pendekatan
pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika
175
6. Proses penyelesaian jawaban siswa dengan menggunakan pembelajaran
berbasis masalah memiliki kriteria baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban
siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan pemecahan masalah matematik
dan berfikir kritis siswa lebih baik pada kelas pembelajaran berbasis masalah
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
B. SARAN
Penelitian tentang analisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematik dan berfikir kritis siswa adalah merupakan upaya guru dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian ini,
pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah baik diterapkan
pada kegiatan pembelajaran matematika. Untuk itu peneliti menyarankan
beberapa hal berikut :
1. Bagi Guru Matematika
Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang
menekankan kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis
siswa sangat baik sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif khususnya
dalam mengajarkan materi peluang.
Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran
matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan
176
Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk
mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, berani
beragumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan kritis dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat
melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran
biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
2. Kepada Lembaga Terkait
Perlu adanya sosialisasi dalam memperkenalkan pembelajaran berbasis
masalah kepada guru dan siswa sehingga kemampuan yang dimiliki siswa
khususnya kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis dan
berfikir kritis siswa dapat meningkat.
Diharapkan pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah
satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan siswa khususnya
kemampuan pemecahan masalah matematis dan berfikir kritis siswa pada
pokok bahasan peluang sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah
untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk
177
3. Kepada Peneliti Lanjutan
Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis masalah
dalam melihat analisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematis dan berfikir kritis siswa untuk memperoleh hasil penelitian
yang inovatif.
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti perlu bersosialisasi dalam
memperkenalkan tentang pembelajaran berbasis masalah kepada guru dan
siswa sehingga penelitian dapat dilakukan dengan baik.
Rancanglah perangkat pembelajaran dengan efektif, sesuaikan indikator