ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai orientasi masa depan bidang pernikahan pada narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung. Penelitian ini menggunakan studi metode deskriptif dengan teknik survey. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan ”X” Kota Bandung. Jumlah narapidana yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 68 orang.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang disusun oleh Nurmi, 1989. Kuesioner orientasi masa depan bidang pernikahan terdiri atas 18 item, yang mewakili tiga tahapan orientasi masa depan yaitu motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Uji validitas diukur dengan content validity, yaitu memastikan alat ukur berisi item-item yang mewakili keseluruhan ide atau konsep dari definisi variabel yang diukur. Pengolahan datanya menggunakan teknik analisis deskriptif dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Dari data penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar narapidana yang diteliti, memiliki Orientasi Masa Depan bidang Pernikahan yang tidak jelas(70.6%), dan terdapat narapidana yang memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas (29.4%), adanya keterkaitan orientasi masa depan bidang pernikahan dengan self-esteem dan pengaruh lingkungan sosial (keluarga dan teman).
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengajukan saran bagi pengembangan ilmu, sebagai landasan penelitian lanjutan tentang keterkaitan orientasi masa depan bidang pernikahan dengan data penunjang yaitu self-esteem dan pengaruh lingkungan sosial (keluarga dan teman). Disarankan kepada para narapidana agar dapat mengenali proses motivasi, mengarahkan perencanaan dan mempunyai evaluasi yang akurat. Disarankan juga untuk bagian bimbingan kemasyarakatan agar memberikan konseling kepada narapidana yang memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang tidak jelas. Dengan konseling yang diberikan diharapkan narapidana dapat mengetahui minat dan tujuannya dan dapat mendorong pemahaman dan penghayatan narapidana yang positif terhadap orientasi masa depan terutama bidang pernikahan sebagai suatu program mengembalikan narapidana yang bertanggung jawab serta dapat mengarahkan pemikiran mengenai kehidupan berumah tangga yang sehat pada diri para narapidana ketika kembali ke lingkungan masyarakat.
iv
Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
This research is doing to find out the idea of the clarity of future orientation of marriage on adult inmates early who are not married of their punishment in Penitentiary “X” Bandung city. This researcher uses the descriptive method with survey as the technique to gathed the data. The aimed population of this research is adult inmates early who are not married of their punishment in Penitentiary “X” Bandung city. The numbers of respondents in this research is 68 persons.
The measuring instruments in this research are the questionnaires which have been made based on Nurmi’s research, 1989. The questionnaires of future orientation of marriage have 18 items, which represent three stages of future orientation; motivation, planning and evaluation. Test the validity of measuring instruments tested using content validity, ensure measuring instrument contains items which representing the whole idea or concept of the definition variables measured. The researcher uses descriptive analysis technique to process the data and uses frequency distribution to present it.
From the research, it is shown that the result majority of respondents who do not have a clear future orientation of marriage (70.6%), and respondents who have a clear future orientation of marriage (29.4%). There is an connection Future Orientation Of Marriage on Self Esteem and the influence of social environment (family and peers).
Based on result of research, the researcher suggests for the advancement for the science, as the basis for other research the self esteem and the influence of social environment (family and peers) must be used as a subsidiary data. It is suggested for the inmates to known their own motivation, planning, and accurate evaluation. It is suggested for the Corrective Institution to gives conseling for the inmates with unclear Future Orientation. With the counseling, the inmates can know his own goals, enrich ther own positive knowledge, to enrich the positive future orientation, as a corrective effort. It considered as a basic effort to makes sure the inmates can adjust well int he society in the future.
DAFTAR ISI
Halaman judul ... i
Lembar pengesahan ... ii
Abstrak ... iii
Abstract ... iv
Kata pengantar ... v
Daftar isi ... viii
Daftar Tabel ... xii
Daftar Bagan ... xiii
Daftar Lampiran ………...xiv
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Identifikasi Masalah ... 12
1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12
1.3.1. Maksud Penelitian ... 12
1.3.2. Tujuan Penelitian ... 12
1.4.Kegunaan Penelitian ... 12
1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 12
ix
Universitas Kristen Maranatha
1.5.Kerangka Pemikiran ... 13
1.6.Asumsi ... 25
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ... 27
2. 2.1.Orientasi Masa depan ... 27
2.1.1. Definisi Orientasi Masa Depan ... 27
2.1.2. Proses-proses Orientasi Masa Depan... 27
2.1.3. Orientasi Masa Depan sebagai sebuah sistem ... 34
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Orientasi Masa Depan ... 34
2.2. Perkembangan Dewasa Awal ... 36
2.2.1. Karakteristik Dewasa Awal ... 36
2.2.2. Perkembangan kognitif masa Dewasa Awal ... 39
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 41
3. 3.1.Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 41
3.2.Bagan Prosedur Penelitian ... 41
3.3.Variabel Penelitian dan Definsi ... 42
3.3.1. Variabel Penelitian ... 42
3.3.2. Definisi Operasional ... 42
3.4.Alat Ukur Penelitian ... 42
3.4.1.1.Sistem penilaian alat ukur ... 44
3.4.2. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 50
3.4.3. Validitas dan Reliabilitas alat ukur ... 50
3.4.3.1.Validitas alat ukur ... 50
3.4.3.2.Reliabilitas Alat Ukur ... 51
3.5.Populasi dan Karakteristik Populasi ... 52
3.5.1. Populasi Sasaran ... 52
3.5.2. Karakterisitik Populasi ... 52
3.6.Teknik Analisis Data ... 53
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54
4. 4.1.Hasil Penelitian ... 54
4.1.1. Hasil Penelitian Berdasakan Gambaran Umum Responden …………54
4.2.Hasil penelitian berdasarkan OMD ... 56
4.3.Pembahasan ... 58
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
5. 5.1.Kesimpulan ... 64
5.2.Saran ... 65
5.2.1. Saran Teoritis ... 65
xi
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA ... 68
DAFTAR TABEL
TABEL 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur ...43
TABEL 3.2 Kategori skor item 16………...48
TABEL 3.3 Kategori Skor Item 18………..49
TABEL 3.4 Kriteria Penilaian……….….49
TABEL 4.1 Tabel Frekuensi Gambaran Umum Responden……….……..54
TABEL 4.2 Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan………..56
xiii
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Kerangka Pikir ...24
Bagan 2.1. Orientasi Masa Depan Berdasarkan Ketiga Tahapan…….…....29
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Dan Data Penunjang Orientasi Masa Depan Dalam
Bidang Pernikahan
Lampiran 2 Data Mentah Hasil Penelitian
Lampiran 3 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur
Lampiran 4 Tabulasi Silang Antara Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan
1
Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan memiliki aturan norma
sosial dan norma hukum yang berlaku untuk setiap warga negara, aturan norma
adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan prilaku dalam suatu kelompok
masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma sosial akan berkembang seiring
dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut
peraturan sosial. Norma sosial disusun agar hubungan di antara masyarakat dapat
berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Norma hukum adalah aturan
sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga
dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berprilaku sesuai
dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Norma hukum akan melahirkan
undang – undang yang tertulis dan berlaku bagi setiap warga Negara. Undang –
undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur
kekuasaan pemerintah, hak – hak rakyat, dan hubungan diantara keduanya.
Pelanggaran terhadap norma hukum berupa sanksi denda hingga hukuman fisik
yaitu hukuman penjara dan hukuman mati (http://www.wikipedia.org).
Tindakan yang melanggar norma hukum disebut juga tindak kejahatan,
yang berarti segala tindakan yang disengaja atau tidak, telah terjadi atau baru
kehormatan. Pelaku tindak kejahatan tidak terbatas oleh gender atau umur
seseorang, Tindak kejahatan terjadi karena mereka sulit memenuhi kebutuhan
biologis, sosial dan psikologisnya sehingga gagal memenuhi norma-norma yang
ada dalam masyarakatnya dan pada akhirnya gagal menaati aturan-aturan dan
hukum yang berlaku dalam masyarakat. Bagi setiap pelaku tindak kejahatan akan
menjalani proses hukum yang berlaku untuk mempertanggung jawabkan dan atas
tindakan kejahatannya. Seseorang yang terbukti bersalah di pengadilan akan
berstatus sebagai narapidana dan menerima vonis hukuman dari hakim dapat
berupa hukuman kurangan penjara, denda materi, atau hukuman mati sesuai
dengan tindak kejahatan yang dilakukan serta menjalani masa hukumannya yang
ditempatkan di lembaga permasyarakatan (http://www.hukumonline.com)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan, narapidana adalah seseorang yang menjalani pidana
hilang kemerdekaan yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Sistem
pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab
(http://www.hukum.unsrat.ac.id ).
Status sebagai narapidana yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan
tidak hanya mengalami pidana secara fisik misalnya makanan dijatah, tetapi juga
3
Universitas Kristen Maranatha
dari keluarga atau pasangan. Pidana secara psikologis merupakan beban terberat
bagi setiap narapidana. Dampak psikologis dari pidana penjara diakibatkan
peraturan dan tata cara hidup di lapas, hilangnya rasa aman karena narapidana
selalu dalam pengawasan petugas, hilang kemerdekaan, dimana kebebasan untuk
berkomunikasi terhadap siapa pun dibatasi, kehilangan akan pelayanan, kasih
sayang, rasa aman bersama keluarga, kehilangan harga diri, kehilangan rasa
percaya diri, dan hilangnya impian dan cita-cita narapidana. Kehilangan hak
tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dalam kehidupan narapidana
(http://www. http://repository.usu.ac.id/bitstream).
Pada Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung peneliti memperoleh data
terdapat berbagai pelaku tindak pidana kejahatan yang telah di vonis dalam bentuk
pemenjaraaan, dengan rentang waktu masa tahanan antara 5-20 tahun. Para
responden Narapidana, memiliki latar belakang kejahatan yang beragam, yang
menyebabkan mereka menerima hukuman pemenjaraan sebagai akibat dari
tindakan pidana berat yang dilakukan. Di Lembaga Pemasyarakatan “X”
Bandung mempunyai daya tampung (kapasitas) sebanyak 550 sel (kamar hunian),
namun saat ini hanya diisi oleh 499 orang, dibagi menjadi 2 katagori yaitu tindak
pidana umum sebanyak 123 orang, dan tindak pidana korupsi sebanyak 376 orang
yang dibagi ke dalam empat blok, yaitu blok barat, utara, timur dan selatan.
Pembagian blok tersebut tidak berdasarkan oleh tindak pidana ataupun lamanya
masa hukuman.
Peneliti memperoleh informasi dari kepala staff registrasi H.Drs Rangga
membentuk narapidana yang sehat seutuhnya (jasmani dan rohani) sehingga
menjadi manusia pembangunan yang aktif dan produktif dalam menghasilkan
karya. Adapun misi dari Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung salah satunya
adalah melaksanakan pembinaan sekaligus mempersiapkan narapidana agar siap
kembali ke masyarakat dan menjadi manusia yang berperan aktif dalam
pembangunan melalui program pembinaan rohani (mental) dalam agama dan
emosional. Pembinaan yang dilakukan seperti : Pesantren (bagi yang beragama
Islam), dan kebaktian di Gereja (bagi yang beragama Kristen). Misi lainnya
adalah Pembinaan keterampilan (soft skill) yang berbasis kebutuhan di
masyarakat. Pembinaan keterampilan yang diadakan seperti kaligrafi, perkayuan,
percetakan, layangan, pertanian, konveksi, angklung, laundry dan budi daya
jamur. Misi-misi lainnya dalam Lembaga Pemasyarakatan “X” adalah
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) bagi narapidana, menjaga
keamanan bagi masyarakat, petugas dan narapidana maupun menjadi Lapas yang
akuntable dan pelayanan prima bagi publik.
Para narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung
semuanya berjenis kelamin laki-laki. Seperti halnya manusia pada umumnya
narapidana memiliki hak dan keinginannya untuk berinteraksi sosial dengan lawan
jenis dan mempunyai tujuan agar dapat membentuk dan membina suatu keluarga
dimasa depan. Narapidana yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal
menuntut mereka untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan, salah satunya
adalah mampu membina relasi dengan lawan jenis dan mempersiapkan
5
Universitas Kristen Maranatha
pada diri individu, dewasa awal adalah masanya bekerja dan jatuh cinta, adanya
saling ketertarikan, relasi yang akrab. Dewasa awal mempunyai tugas
perkembangan salah satunya memilih pasangan hidup, mereka siap melakukan
tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan
jenisnya melalui tahap pernikahan yang sah. Individu dewasa akan berupaya
untuk mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam
perkawinan ataupun untuk membentuk kehidupan rumah tangga (Santrock, 2006).
Namun narapidana telah dibatasi hak-haknya sebagai warga Negara sehingga
mempunyai keterbatasan ruang dan waktu. Dengan demikian sulit untuk
bersosialisasi dan membangun hubungan yang intim dengan lawan jenis hal ini
dapat mempengaruhi orientasi masa depan bidang pernikahan.
Narapidana memiliki harapan untuk dapat kembali ke dalam masyarakat,
membangun sebuah keluarga dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Pada
umumnya masyarakat masih banyak yang mempunyai pandangan negatif terhadap
sosok mantan narapidana. Narapidana oleh masyarakat dianggap sebagai trouble
maker atau pembuat kerusuhan yang selalu meresahkan masyarakat sehingga
masyarakat melakukan penolakan dan mewaspadainya. Sikap penolakan
masyarakat membuat narapidana mengalami kesulitan dalam melakukan
resosialisasi di masyarakat, masih banyak masyarakat yang tidak memperdulikan
dan mengucilkan kehadiran mantan napi untuk dijadikan bagian dari anggota
dalam kehidupan masyarakat. Susahnya bagi mantan napi untuk kembali lagi ke
masyarakat, atau takut akan diperkucilkan dan dihina oleh orang lain. karena
juga manusia yang diciptakan untuk bersosialisai kepada lingkungannya. Karena
manusia sebagai makluk sosial, tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Manusia pasti akan membutuhkan orang lain untuk bisa
berkembang dan saling membutuhkan (http://www. bledhos.wordpress.com, 22
mei 2012 ). Dukungan dari orang-orang terdekat (keluarga,saudara dan
teman-teman) berpengaruh pada kepercayaan diri dari mantan narapidana.
Peneliti memperoleh informasi dari kepala staff bimbingan lembaga
permasyarakatan “X” Bandung, H.Drs Rangga wulung mengatakan bahwa
membina relasi yang sangat dekat dengan lawan jenis dan berorientasi pada
pernikahan tidaklah mudah mengingat mereka sedang diisolasi, lingkungan
pergaulan yang terbatas dan status sebagai narapidana membuat mereka sukar
untuk merencanakan pembentukan keluarga. Narapidana merasa tidak yakin diri
karena label dia sebagai narapidana akan terus melekat pada diri mereka dan
masyarakat pun akan memandang negatif tentang mantan narapidana sehingga
mereka merasa tidak yakin untuk membina relasi dengan lawan jenis dan
mempersiapkan pernikahan. Statusnya sebagai mantan narapidana dianggap
memberikan pengaruh pada masa depannya khususnya pernikahan. Sehingga
narapidana sulit untuk membangun relasi dengan lawan jenis karena keadaannya
yang diisolasi dan terbatas.
Karena itu, dunia pernikahan tetap menjadi hal yang penting bagi para
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan ‘X”, kota Bandung. Sekalipun para
narapidana berada di balik jeruji besi, dengan kesempatan yang sangat terbatas
7
Universitas Kristen Maranatha
hubungan dengan lawan jenis dan memasuki dunia pernikahan kelak, merupakan
harapan yang tetap dimiliki oleh para narapidana.
Di sisi lain, lembaga Pemasyarakatan ‘X”, justru menyediakan adanya
konseling-konseling dan bimbingan untuk hal-hal lain, seperti pekerjaan. Hal ini,
merupakan kebijakan dari pihak Lembaga Pemasyarakatn, untuk dapat
memberikan keahlian dan mengetahuan yang dibutuhkan untuk dapat bertahan
dalam dunia pekerjaan di masa yang akan datang, saat para narapidana bebas dari
lembaga pemasyarakatan. Sayangnya, dari hasil survey yang dilakukan peneliti,
masih belum ada proses bimbingan dan konseling yang diberikan untuk dapat
mempersiapkan para narapidana untuk memasuki bidang pernikahan, Para
narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan “X” perlu memersiapkan
dirinya setelah mereka bebas. Oleh karena itulah, sangat penting bagi narapidana
untuk melakukan suatu tindakan antisipasi untuk menghadapi masa depannya
setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan, khususnya dalam bidang
pernikahan. Antisipasi dalam bidang pernikahan tersebut oleh Nurmi (1989)
disebut sebagai orientasi masa depan dalam bidang pernikahan.
Orientasi masa depan (OMD) adalah cara seseorang memandang masa
depannya yang mencakup motivasi untuk mencapai tujuan, perencanaan, dan
strategi pencapaian tujuan (Nurmi, 1989). Orientasi masa depan dapat dijabarkan
melalui tiga tahap yaitu motivation (motivasi), planning (perencanaan) dan
evaluation (evaluasi). Motivasi mengacu tentang motif, nilai, minat atau
ketertarikan dan tujuan orientasi di masa depan. Perencanaan mengacu pada
dan tujuan yang dimilikinya. Evaluasi berhubungan dengan kemungkinan
terealisasinya tujuan yang telah dibentuk dan rencana-rencana yang telah disusun.
Berdasarkan hasil wawancara di lapas “X” Bandung dengan 12
narapidana (100%) yang barada pada tahap dewasa awal yang belum menikah di
Lapas “X” Bandung, terdapat 4 narapidana (33.3%) yang sudah memiliki
keinginan untuk menikah di masa depan. Dari 4 narapidana di atas (33.3%) 2
narapidana (16.6%) sudah mempunyai pasangan dan 2 narapidana (16.6%) lagi
belum mempunyai pasangan. Mereka menilai pernikahan sebagai hal penting
yang harus dicapai untuk masa depannya. Mereka memiliki tujuan menikah untuk
memiliki pendamping hidup, memiliki sebuah keluarga, saling berbagi dengan
pasangannya dan mendapatkan keturunan. Dalam orientasi masa depan, hal ini
merupakan tahap motivasi,ketika individu memiliki minat, motif, dan nilai untuk
menikah di masa depan.
Dalam mencapai tujuannya untuk menikah, 4 narapidana (33.3%) telah
menentukan langkah-langkah yang mengarah pada pernikahan di masa depan
yaitu mencari informasi mengenai pernikahan dengan cara sharing bagaimana
membangun sebuah keluarga yang baik dengan keluarga, teman dan staff yang
bekerja di lembaga pemasyarakatan, dua narapidana (16.6%) yang telah memiliki
pasangan mulai berdiskusi dengan pasangannya untuk mempersiapkan
pernikahannya setelah bebas nanti, mempersiapkan biaya dan mempersiapkan
mental. 2 narapidana (16.6%) yang belum mempunyai pasangan, mereka berusaha
9
Universitas Kristen Maranatha
mereka melakukan perkenalan dengan lawan jenis pada saat ada acara dilapas.
Inilah yang disebut dengan tahap perencanaan, yaitu ketika individu menyusun
langkah-langkah / strategi yang dapat mengarah pada tercapainya tujuan.
Setelah itu, narapidana akan menilai rencana dan tujuan pernikahannya
apakah dapat diwujudkan atau tidak. Ini disebut dengan tahap evaluasi, ketika
individu menilai perbandingan antara tujuan apakah dapat diwujudkan dengan
rencana yang sudah dibuat. Sebanyak 4 narapidana (33.3%) yakin dengan rencana
dan tujuan pernikahannya dapat terwujud.
Terdapat 8 narapidana (66,6%) yang belum memiliki keinginan untuk
menikah, narapidana menilai pernikahan tidak terlalu penting mengingat status
mereka sebagai narapidana, meraka belum mempunyai perencanaan yang
mengarah pada pernikahan. 4 narapidana (33.3%) menghayati bahwa masyarakat
tidak akan menerima mereka dilingkungannya, mereka akan di hina dan
dikucilkan, mereka malu bersosialisasi dengan lingkungan, keluarga manapun
tidak akan menyetujui anak perempuannya untuk menikah dengan mantan
narapidana. 4 narapidana (33.3%) mengatakan bahwa perempuan akan
memandang negatif dan tidak ingin dekat dengan status nya sebagai mantan
narapidana, narapidana merasa takut dan minder untuk mulai menjalin hubungan
dengan lawan jenis, mereka khawatir jika mempunyai keturunan, anaknya akan
menjadi cemoohan masyarakat karena ayahnya sebagai mantan narapidana.
Dari hasil wawancara diatas, dapat dilihat bahwa keberadaan orientasi
untuk dapat menjalin hubungan pernikahan di kemudian hari. Para narapidana
yang memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas dan memiliki
keyakinan untuk dapat menikah di masa yang akan datang. Karena itu, para
narapidana, diharapkan untuk dapat memiliki hubungan pernikahan yang berhasil
dan memuaskan setelah mereka keluar dari lingkungan lembaga pemasyarkatan.
Dengan dapat memiliki hubungan pernikahan yang baik, mereka diharapkan akan
lebih mampu untuk dapat memiliki masa depan yang lebih baik, dan membangun
keluarga yang harmonis di masa yang akan datang, sebagai salah satu tugas
perkembangan yang harus dilalui oleh individu, selain dalam bidang pekerjaan
kelak.
Di sisi lain, pada saat seorang responden tidak memiliki orientasi masa
depan yang baik dalam bidang pernikahan, maka mereka memiliki hubungan yang
kurang baik, atau tidak memuaskan satu saat nanti, atau justru tidak memiliki
kemampuan untuk dapat menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Hal tersebut,
membuat mereka mengalami kesulitan untuk menjalin hubungan dengan lawan
jenis di kemudian hari. Hal ini disebabkan karena mereka masih belum memiliki
antisipasi pernikahan dimasa depan, yang akan menyebabkan para responden
mengalami kusilitan-kesulitan pada saat mereka memasuki bidang pernikahan,
lebih dari responden yang memiliki antisipasi masa depan yang sudah jelas. Hal
ini akan menyebabkan para responden akan memiliki sikap dan pandangan yang
negatif mengenai masa depan mereka, di bidang pernikahan, yang membuat
mereka merasa segan atau enggan melakukan hal-hal untuk dapat mencapai tujuan
11
Universitas Kristen Maranatha
pernikahan, sebagai suatu bentuk persiapan bagi para narapidanan yang akan
menyelesaikan masa tahanannnya, sehingga mereka dapat menjadi lebih siap
dalam memasuki dunia pernikahan setelah masa tahanannya selesai.
Dengan melihat pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa proses yang dilami
oleh para narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung dalam orientasi masa depan di bidang pernikahan .
Berdasarkan hasil survey awal kepada narapidana dewasa awal yang belum
menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung mengenai orientasi masa
depan dalam bidang pernikahan maka peneliti tertarik untuk meneliti Orientasi
Masa Depan pada narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin mengetahui bagaimana orientasi masa depan bidang
pernikahan pada narapidana dewasa awal yang belim menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
a) Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai
orientasi masa depan bidang pernikahan pada narapidana dewasa awal yang
belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan“X” Bandung.
b)Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran yang lebih
mendalam mengenai orientasi masa depan bidang pernikahan pada
narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan
“X” Bandung melalui tahapan motivasi, perencanaan dan evaluasi.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
a) Memberikan tambahan informasi pada bidang ilmu psikologi
perkembangan mengenai gambaran orientasi masa depan bidang
pernikahan pada narapidana dewasa awal yang belum menikah di
Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung.
b) Untuk memberikan informasi dan memperkaya wawasan peneliti lain yang
13
Universitas Kristen Maranatha
narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung.
1.4.2 Kegunaan Praktis
a) Memberikan informasi kepada petugas di Lembaga Pemasyarakatan “X”
Bandung mengenai orientasi masa depan bidang pernikahan yang dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam rangka memberikan pembinaan dan
konseling kepada narapidana yang belum menikah.
b) Bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung hasil
penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi untuk mengenal
gambaran orientasi masa depan dalam bidang pernikahan sehingga
narapidana yang belum menikah dapat mempersiapkan diri untuk
pernikahannya di masa yang akan datang.
1.5 Kerangka Pikir
Narapida yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal menuntut
mereka untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan. Dalam upaya memenuhi
tugas-tugas perkembangannya narapidana di Lembaga Pemasyarakatan “X”
Bandung melakukan antisipasi dengan cara memikirkan dan membuat
gambaran tentang masa depannya. Gambaran yang dimiliki individu tentang
dirinya dalam konteks masa depan disebut dengan orientasi masa depan
(Nurmi, 1989). Narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung akan memiliki cara pandang yang bervariasi
Melalui orientasi masa depan, narapidana dewasa awal yang belum menikah
akan memiliki keinginan, melakukan perencanaan, dan melakukan evaluasi
terhadap tindakan yang sudah dilakukan untuk mencapai tujuan pernikahan di
masa yang akan datang.
Menurut Nurmi (1989), orientasi masa depan merupakan bentuk antisipasi
yang dimiliki oleh individu, yang terbentuk melalui tiga tahap, yaitu motivasi,
perencanaan, dan evaluasi. Tahap yang pertama adalah tahap motivasi, yaitu
dorongan yang mengarahkan narapidana dewasa awal yang belum menikah di
Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung untuk melakukan tingkah laku [ada
tujuan-tujuan yang ingin mereka capai, salah satunya adalah dalam bidang
pernikahan. Proses motivasi mengacu pada dorongan-dorongan, kebutuhan
(motif), minat-minat/ ketertarikan dalam diri narapidana dewasa awal yang
belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung serta nilai-nilai
umum dalam memenuhi tugas perkembangannya yaitu salah satunya
mengenai keputusan yang akan dibuat untuk masa yang akan datang, salah
satunya dalam relasi dengan lawan jenis dan membentuk keluarga.
Dorongan-dorongan, kebutuhan atau motif yang terdapat dalam diri
narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan
“X” Bandung dapat berupa kebutuhan-kebutuhan untuk membangun relasi
intim dengan lawan jenis, mempunyai keturunan, atau ingin memiliki
keluarga. Minat atau ketertarikan yang terdapat dalam diri narapidana dewasa
awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung dapat
15
Universitas Kristen Maranatha
anak, atau minat untuk memimpin keluarga. Dalam diri narapidana dewasa
awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung terdapat
juga nilai-nilai umum, yaitu bagaimana mereka memandang pentingnya
pernikahan atau membentuk keluarga.
Selanjutnya narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung akan mengeksplorasi pengetahuan sehubungan
dengan motif, minat dan nilai yang dimilikinya. Motif, minat, dan nilai inilah
yang mendasari narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung dalam menentukan tujuan-tujuan di masa yang
akan datang, salah satunya dalam pernikahan. Narapidana dewasa awal yang
belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung menentukan
tujuannya sehubungan dengan pernikahan di masa depan. Mereka menetapkan
kriteria calon pasangan seperti apa yang diharapkan untuk pernikahannya di
masa depan. Dengan memiliki motif dan minat terhadap pernikahan, serta
menilai pernikahan sebagai hal yang penting bagi masa depan, akan
mendorong narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung untuk menetapkan tujuan dan mencapainya.
Hal ini menunjukkan motivasi yang kuat. Sebaliknya, apabila narapidana
dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung
memiliki motif dan nilai terhadap pernikahan tetapi tidak menjadikan
pernikahan sebagai salah satu tujuan yang penting untuk dicapai di masa
depannya, maka akan menjadikan motivasi lemah sehingga melemahkan tahap
Tahap yang kedua adalah perencanaan, Perencanaan merupakan usaha
untuk merealisasikan niat, minat, dan tujuan yang terkait dengan bidang
pernikahan di masa depan. Dalam tahap ini individu mulai menyusun langkah
– langkah atau strategi untuk dapat mencapai tujuan. Dengan menyadari
pentingnya pengetahuan-pengetahuan tersebut akan mendorong narapidana di
dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung
untuk berusaha mendapatkan informasi, memiliki pengetahuan yang
mendalam mengenai masa yang diinginkan, salah satunya dalam bidang
pernikahan. Melalui pengetahuan yang telah dimiliki tentang pernikahan di
masa depannya, narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung mengetahui bahwa sebelum menikah mereka
harus melakukan persiapan.
Dengan pengetahuan inilah narapidana dewasa awal yang belum menikah
di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung mulai menyusun langkah-langkah
atau strategi yang mengarah pada pencapaian tujuannya. Narapidana di
dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung
dapat mempersiapkan diri secara finansial dengan menabung untuk biaya
menikah dan berkeluarga, mendapatkan calon pendamping, dan
mempersiapkan mental atau mencari informasi tentang pernikahan.
Penyusunan langkah-langkah pencapaian tujuan ini mirip dengan proses
pemecahan masalah.
Dalam tahap ini, narapidana dewasa awal yang belum menikah di
17
Universitas Kristen Maranatha
strategi yang telah disusun. Pelaksanaan rencana dan strategi tersebut
dikendalikan dengan cara membandingkan langkah-langkah yang telah
disusun dengan realita, apakah langkah-langkah tersebut dapat diaplikasikan
dalam kenyataan atau tidak. sehingga narapidana dewasa awal yang belum
menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung akan memeriksa
langkah-langkah yang telah disusunnya apakah dapat dilaksanakan atau tidak. Apabila
langkah-langkah tersebut sudah dapat dilaksanakan maka dapat dikatakan
bahwa perencanaannya terarah. Sebaliknya, apabila langkah-langkah yang
disusun tidak dapat dilaksanakan maka perencanaannya tidak terarah sehingga
melemahkan tahap selanjutnya.
Tahap yang ketiga yaitu evaluasi. Tahap evaluasi dilakukan untuk melihat
kemungkinan terwujudnya tujuan yang telah dibentuk dan rencana-rencana
yang telah disusun. Pada tahap ini, narapidana dewasa awal yang belum
menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung menilai kembali sejauh
mana tujuan dan rencana yang sudah disusun sebelumnya dapat terwujud di
masa depan. Mereka akan membandingkan apakah tujuannya untuk masa
depan yang telah direncanakan dan dilakukan, sudah dapat diwujudkan
melalui tindakan yang dilakukan.
Pada tahap evaluasi, causal attributions dan affect memiliki peran yang
besar dalam mengevaluasi kemungkinan terwujudnya tujuan dan rencana
orientasi masa depan. Causal attribution didasarkan oleh evaluasi kognitif
Causal attribution menjelaskan mengenai penyebab timbulnya suatu harapan,
apakah berasal dari dalam diri atau dari lingkungan di luar diri.
Narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung akan menilai kesempatan yang dimilikinya
untuk mengendalikan masa depan pernikahannya. Mereka akan
mempertimbangkan kemampuan, kesempatan dan hambatan yang ada dalam
pelaksanaan rencana. Apabila narapidana dewasa awal yang belum menikah di
Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung menyadari adanya hambatan dari
dalam diri dimana ia sulit bersosialisasi sehingga tidak banyak teman lawan
jenis dan narapidana merasa yakin bahwa dirinya mampu mengatasi hambatan
ini dengan lebih aktif mengikuti kegiatan pembinaan di dalam lapas,
berkomunikasi dengan keluarga, teman di luar dan di dalam lingkungan lapas.
Hal tersebut akan memunculkan affect/ emosi-emosi spesifik seperti perasaan
optimistis, penuh harapan, atau pesimistis dan kuatir. Dengan menilai dirinya
dapat mengendalikan hambatan yang ada, narapidana dewasa awal yang
belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung akan merasa
optimistis bahwa suatu saat tujuannya untuk menikah akan terwujud di masa
depan. Namun apabila mereka menilai dirinya tidak dapat mengatasi
hambatan tersebut maka mereka akan merasa kuatir dengan tujuan yang telah
dibuat. .
Narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung dapat dikatakan evaluasinya akurat apabila
19
Universitas Kristen Maranatha
mencapai tujuan, atau apabila menilai rencana yang telah disusun belum
efisien untuk mewujudkan tujuan sehingga mereka perlu melakukan
perubahan rencana atau bahkan mengubah tujuan. Namun apabila narapidana
dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung
menilai rencana yang disusunnya belum efisien untuk mencapai tujuan tetapi
tidak melakukan perubahan rencana, maka evaluasi dari narapidana tidak
akurat.
Orientasi masa depan bidang pernikahan pada narapidana dewasa awal
yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung dapat
dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang
memengaruhinya adalah self-esteem. Narapidana yang memiliki self esteem
tinggi akan lebih yakin dengan tercapainya pernikahan di masa depan
dibandingkan dengan mereka yang self-esteem-nya rendah. Mereka akan
merasa yakin bahwa dirinya mampu mengatasi permasalahan dalam
kehidupannya di masa depan, dan merasa dirinya layak mencapai tujuan
diharapkan. Dengan pemahaman demikian, narapidana dapat melakukan
evaluasi secara akurat, sehingga berpengaruh terhadap orientasi masa depan
yang dimiliki, salah satunya dalam bidang pernikahan.
Faktor eksternal yang memengaruhi orientasi masa depan bidang
pernikahan pada narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung adalah pengaruh lingkungan sosial, seperti
keluarga dan teman sebaya. Keluarga sangat berpengaruh bagi kehidupan
Pemasyarakatan “X” Bandung. Melalui keluarga, narapidana dewasa awal
yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung mendapatkan
model dari orangtua dalam hal menyelesaikan berbagai tugas perkembangan
yang berbeda-beda. Keluarga menyediakan informasi bagi mereka tentang
bagaimana pernikahan yang berhasil. Hal ini menjadi pengetahuan bagi
mereka untuk membentuk tujuan pernikahannya di masa depan. Keluarga juga
menentukan standar normatif yang diberikan oleh orangtua, sehingga hal ini
memengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan narapidana dewasa awal
yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung. Bagaimana
narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan
“X” Bandung memandang seberapa penting pernikahan, hal ini dipengaruhi
oleh keluarga, khususnya orang tua.
Dalam masa dewasa awal, lingkungan sosial para responden akan
berkembang juga, dengan melibatkan adanya teman sebaya. Dalam
lingkungan teman sebaya ini, para responden narapidana, akan mendapatkan
berbagai pandangan, informasi, dan berbagai masukan mengenai kehidupan
pernikahan kelak, misalnya dari teman sebaya yang telah menikah. Berbagai
informasi dan pengetahuan yang positif dari teman sebaya, dan dukungan
yang didapatkan oleh responden untuk dapat menikah kelak, menjadi hal yang
dapat mendorong munculnya Orientasi masa depan bidang pernikahan yang
jelas. Sebaliknya, jika teman sebaya lebih banyak mengungkapkan masalah,
21
Universitas Kristen Maranatha
responden narapidana yang memiliki Orientasi masa depan bidang pernikahan
yang tidak jelas.
Tahap motivasi, perencanaan, dan evaluasi tidak berdiri sendiri tapi
merupakan satu kesatuan, setiap tahapnya saling berkaitan satu dengan yang
lain dan membentuk siklus. Ketika narapidana dewasa awal yang belum
menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung melakukan evaluasi,
mereka akan melihat kembali tujuannya untuk menikah, apakah dapat
diwujudkan melalui rencana yang disusun atau tidak. Tujuan dan standar
pribadi menjadi dasar untuk mengevaluasi hasil. Tercapainya tujuan pada
tahap sebelumnya, akan membentuk keyakinan attributional yang internal.
Pengalaman bahwa mereka pernah berhasil dalam mewujudkan tujuannya
akan membuat mereka merasa yakin dengan kemampuannya untuk mencapai
tujuan pernikahannya di masa depan dan yakin bahwa dirinya memiliki
kendali untuk mencapai keberhasilan (attributional yang internal).
Keefektifan rencana yang sudah disusun akan memengaruhi pencapaian
tujuan dan evaluasi diri. Dalam perencanaan, narapidana dewasa awal yang
belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung telah menyusun
rencana. Rencana yang terarah pada tujuan pernikahan selanjutnya akan
dinilai bahwa rencana tersebut dapat dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan,
sehingga narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung melakukan evaluasi secara akurat.
Motivasi yang kuat, perencanaan yang terarah, atau evaluasi yang akurat
Narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan
“X” Bandung yang ingin mebangun sebuah pernikahan memiliki motivasi
yang kuat terhadap pernikahannya di masa depan sehingga mendorongnya
dalam mengumpulkan informasi untuk menambah pengetahuan mengenai
pernikahan dan menyusun langkah-langkah yang dapat mewujudkan
tujuannya tersebut. Melalui evaluasi, ia akan menilai tujuan dan rencananya
secara realistis yang kemudian dapat memengaruhi penetapan tujuan
selanjutnya.
Sedangkan, orientasi masa depan bidang pernikahan yang tidak jelas akan
ditunjukkan dengan motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, dan evaluasi
tidak akurat atau salah satu dari ketiga tahapan tersebut lemah. Narapidana
dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X” Bandung
yang memiliki motif yang lemah untuk mewujudkan pernikahannya akan
berpengaruh dalam pemenuhan tahap selanjutnya, yaitu perencanaan. Dalam
menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan menjadi kurang sistematis
dan terarah. Hal ini akan berpengaruh juga pada tahap evaluasi, sehingga tidak
dapat melakukan penilaian yang akurat terhadap tujuan dan rencananya.
Selain itu narapidana dengan motivasi lemah, perencanaan terarah, evaluasi
tidak akurat, atau yang memiliki motivasi lemah, perencanaan tidak terarah,
evaluasi akurat, dapat juga dikatakan bahwa orientasi masa depan bidang
pernikahannya tidak jelas. Hal ini terjadi karena setiap tahap merupakan suatu
kesatuan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, sehingga apabila
23
Universitas Kristen Maranatha
“X” Bandung belum mencapai tahap tertentu atau tidak baik dalam tahap
tertentu, maka akan berpengaruh pada tahap berikutnya, sehingga dapat
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Narapidana yang belum
menikah pada usia 20-40 tahun yang berada di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung
Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan
Motivation
Planning
Evaluation Narapidana yang belum
menikah pada usia 20-40 tahun yang berada di lembaga pemasyarakatan “X” Bandung
Orientasi Masa Depan Bidang Pernikahan TAHAP Goals Plans Attributions Emotions Motivation Planning Evaluation Jelas Tidak Jelas Faktor Internal : Self Esteem
Faktor Eksternal : lingkungan sosial
Tugas Perkembangan pada masa dewasa awal (Santrock,2006) :
25
Universitas Kristen Maranatha
1.1 Asumsi
Dari data di atas maka dapat diambil asumsi sebagai berikut :
- Narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung yang berada pada tahap perkembangan
dewasa awal dengan rentan usia 20-40 tahun
- Orientasi masa depan bidang pernikahan pada narapidana dewasa awal di
dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan “X”
Bandung dibentuk melalui 3 tahap, yaitu tahap motivasi, perencanaan, dan
evaluasi.
- Narapidana dewasa awal yang belum menikah di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung memiliki orientasi masa depan dalam
bidang pernikahan yang dapat bervariasi yaitu jelas, dan tidak jelas.
- Orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas ditunjukkan dengan
motivasi kuat, perencanaan terarah, dan evaluasi akurat.
- Orientasi masa depan bidang pernikahan yang tidak jelas ditunjukkan
dengan motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi tidak akurat,
atau motivasi lemah, perencanaan terarah, evaluasi tidak akurat, atau
motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, evaluasi akurat.
- Orientasi masa depan bidang pernikahan pada narapidana yang belum
menikah dewasa awal yang belum menikah di Lembaga Pemasyarakatan
“X” Bandung yang berada pada masa dewasa awal dengan rentan usia
20-40 tahun di pengaruhi oleh faktor internal yaitu Self Esteem dan faktor
- Tugas perkembangan dewasa awal pada narapidana di lapas “X” Bandung
yang berusia 20-40 tahun merujuk pada teori santrock tahun 2006 adalah
64
Universitas Kristen Maranatha
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian terhadap 68 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
“X” Bandung dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Sebanyak 70,6% responden yang memiliki orientasi masa depan bidang
pernikahan yang tidak jelas, sedangkan 29,4% responden yang memiliki
orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas. Sebagian besar responden,
di Lembaga Pemasyarakatan “X” kota Bandung belum memiliki pandangan
mengenai pernikahan di masa depan setelah keluar dari lingkungan lembaga
pemasyarakatan.
2. Responden yang memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang tidak
jelas, 54,2% yang memiliki motivasi lemah, 100% seluruh responden
memiliki perencanaan tidak terarah, dan 68,8% memiliki evaluasi yang tidak
akurat. Dari tiga tahapan yang harus dijalani para responden di Lembaga
Pemasyarakatan “X” kota Bandung, yang menonjol dari gambaran orientasi
masa depan bidang pernikahan ini adalah semua responden tidak memiliki
perencanaan dan lebih banyak responden yang tidak mampu membuat
rencana-rencana yang sudah dibuatnya dalam menjalin keluarga setelah keluar
dari lingkungan lembaga pemasyarakatan, karena saat ini mereka masih ada
dalam proses pemenjaraan.
3. Responden yang memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang jelas
(29,4%), seluruhnya memiliki motivasi kuat, perencanaan terarah dan
memiliki evaluasi akurat.
4. Peneliti menemukan dari data penunjang, faktor yang berkaitan dengan
orientasi masa depan bidang pernikahan adalah self esteem dan dukungan dari
lingkungan sosial, terutama dari keluarga dan teman.
5.2. Saran
5.2.1. Saran Teoritis
1. Bagi pengembangan ilmu, hasil penelitian dapat disarankan sebagai landasan
penelitian lanjutan tentang keterkaitan orientasi masa depan bidang
pernikahan dengan data penunjang seperti self-esteem dan pengaruh
lingkungan sosial (keluarga dan teman).
2. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat membuat
penelitian mengenai hubungan (korelasi) atau pengaruh (kontribusi) antara
orientasi masa depan dengan berbagai anteseden yang dapat muncul dari
orientasi masa depan yang dimiliki oleh individu sebagai hasil dari orientasi
66
Universitas Kristen Maranatha
5.2.2. Saran Praktis.
1. Sebagai informasi kepada narapidana tentang orientasi masa depan bidang
pernikahan sehingga narapidana mengenali proses motivasi, mengarahkan
perencanaan dan mempunyai evaluasi yang akurat.
2. Peneliti menyarankan kepada para staff dan pembimbing di Lembaga
Pemasyarakatan “X” untuk dapat menginformasikan kepada pihak orang tua
dan teman-teman dari para narapidana, untuk membantu dan memberikan
informasi mengenai orientasi masa depan di bidang pernikahan. Dari hasil
penelitian, didapat bahwa sebagian besar responden masih memiliki orentasi
masa depan yang tidak jelas. Diharapkan keluarga dan teman-teman dari
narapidana dapat memberikan informasi mengenai berbagai
pengalaman-pengalaman mereka dalam bidang pernikahan dan memberikan dukungan dari
pihak keluarga dan teman, terutama dilakukan untuk dapat mendorong
munculnya tahapan perencanaan, yang masih rendah pada responden yang
diteliti.
3. Peneliti menyarankan kepada pembina kerohanian dalam lingkungan lembaga
pemasyararakatan “X”, untuk dapat membahas mengenai aktivitas akan
ditemui di luar lingkungan lembaga pemasyarakatan, untuk mempersiapkan
para narapidana untuk memiliki orientasi masa depan bidang pernikahan yang
jelas dalam lingkungan di luar Lembaga Pemasyarakatan, terutama
sehingga mereka dapat merencanakan aktivitas di masa yang akan datang,
baik dalam bidang pernikahan maupun dalam bidang-bidang lain yang terkait.
4. Disarankan untuk bagian bimbingan kemasyarakatan (bimkemas) di Lembaga
Pemasyarakatan “X” Bandung agar memberikan konseling kepada narapidana
agar dapat mengetahui minat dan tujuan para narapidana sehingga bagian
bimbingan kemasyarakatan dapat mendorong pemahaman dan penghayatan
narapidana yang positif terhadap orientasi masa depan terutama bidang
pernikahan sebagai suatu program mengembalikan narapidana yang
bertanggung jawab serta dapat mengarahkan pemikiran mengenai kehidupan
berumah tangga yang sehat pada diri para narapidana ketika kembali ke
68
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
Graziano, Anthony M.2004. Research Method: A Process Inquiry 5th edition. London: Pearson
Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology : a step-by-step guide for beginners. London: Sage Publications.
Margono, Drs.S.2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nazir, Moh. Ph.D.2009.Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurmi, JE. 1987. Age, Sex, Social Class and Quality of Family Interation as Determinants of Adolescence Future Orientation : Developmental Task Interpretation. San Diego: Libra Publisher, Inc.
.1989. Adolescent’s Orientation To The Future. Helsinki: Finnish Society of Sciences and Letters.
.1991. Future Orientation Questionnare. Helsinki: University of Helsinki.
Santrock, John.W. 2003. Life Span Development Jilid 2 Edisi 5. Jakarta: Erlangga.
.2006. Life Span Development 10th ed. Boston: Mc. Graw Hill.
Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non-Parametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
DAFTAR RUJUKAN
http://www.wikipedia.org (diakses pada hari senin, 13 Oktober 2014)
http://www.hukumonline.com (diakses pada hari senin, 13 Oktober 2014)
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_12_95.htm ( diakses pada hari selasa, 14 Oktober 2014)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1614/3/pidana-berlin.pdf.txt (diakses pada hari selasa , 14 Oktober 2014)
http://bledhos.wordpress.com/2012/05/22/kesulitan-mantan-narapidana-untuk-kembali-bersosialisasi-dengan-masyarakat/ ( diakses pada hari senin, 20 November 2014)
Linda. 2012. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Bidang
Pernikahan Pada Individu Dewasa Lajang di Komunitas ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.