• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Wujud Alih Kode, Campur Kode, dan Tingkat Tutur dalam. Adegan Gara-gara Wayang Orang Sriwedari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV ANALISIS DATA. A. Wujud Alih Kode, Campur Kode, dan Tingkat Tutur dalam. Adegan Gara-gara Wayang Orang Sriwedari"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

45

BAB IV

ANALISIS DATA

A. Wujud Alih Kode, Campur Kode, dan Tingkat Tutur dalam Adegan Gara-gara Wayang Orang Sriwedari

Bahasa yang digunakan oleh para pemain mengalami peristiwa-peristiwa kebahasaan dalam sosiolinguistik, seperti alih kode, campur kode, dan tingkat tutur. Peristiwa-peristiwa kebahasaan dimunculkan para pemain dalam setiap lakon pementasan supaya penonton tertarik untuk melihat dan memperhatikan pertunjukan gara-gara wayang orang, dalam hal ini adegan gara-garanya.

1. Alih Kode

Dialog adegan gara-gara wayang orang Sriwedari bersifat informal. Hal itu, dimaksudkan agar para penonton tidak bosan/ jenuh untuk melihat pertunjukan sampai selesai, dan tertarik untuk mengikuti alur cerita yang disampaikan oleh gara-gara. Adapun wujud alih kode yang berupa alih bahasa dalam adegan gara-gara wayang orang Sriwedari ditemukan alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, dan alih kode dari bahasa Jawa ngoko ke dalam bahasa Jawa krama.

a. Alih Kode dari Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia

Peristiwa alih kode dilakukan dengan tujuan mengetahui maksud yang diucapkannya. Oleh karena itu, melakukan alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Peristiwa alih kode dapat diperhatikan pada data sebagai berikut.

(2)

commit to user Data (12) :

(O1) Petruk (O2) Bagong (O1) Petruk

: : :

Arep neng ngendi?

‘Mau kemana?’

Anakku arep nyang renang.

‘Anakku mau renang.’

Gong aku mbok melu utang?

‘Gong aku mau ikut hutang?’

(D1. 64-66/BS/19/02/2010)

Peristiwa alih kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Bagong sebagai mitra tutur (O2). Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yaitu satuan lingual renang ‘renang’. Alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan oleh O2 (Bagong) dengan maksud ketidakmampuan mitra tutur di dalam mencari ungkapan yang tepat dalam bahasa yang dipakai, sehingga perlu memakai kata dari bahasa asing, selain itu O2 juga mempunyai maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia. Situasi tuturan bersifat informal (santai) antara abdi dengan abdi. Dengan lokasi tuturan di pelataran rumah Bagong.

Satuan lingual renang ‘renang’ dalam bahasa Indonesia digunakan oleh O2 untuk memberitahu, selain itu juga O2 mempunyai maksud agar O1 mengerti tentang maksud tersebut.

Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia lainnya sebagai berikut.

Data (13) : (O1) Gareng (O2) Petruk (O1) Gareng (O2) Petruk

: : : :

Ya…ya…ya.

‘Ya…ya…ya.’

Ya? ya.

‘Ya? ya.’

Dimulai kapan?

‘Dimulai kapan?’

Saiki.

(3)

commit to user (O1) Gareng

(O2) Petruk : :

‘Sekarang.’

Ul…siji, loro.

‘(Ul)…satu, dua.’

Telu.

‘Tiga.’

(D2. 63-68 /SA/05/06/2010)

Peristiwa alih kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yaitu satuan lingual dimulai kapan? ‘dimulai kapan?’. Alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan oleh O1 (Gareng) dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai banyak bahasa. Situasi tuturan bersifat informal (santai) antara abdi dengan abdi. Dengan lokasi tuturan di Alas Gandaka. Satuan lingual dimulai kapan? ‘dimulai kapan?’

dalam bahasa Indonesia digunakan oleh O1 untuk bergaya di dalam bertanya.

Bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia lainnya sebagai berikut.

Data (14) : (O1) Petruk

(O2) Gareng (O3) Semar (O2) Gareng

:

: : :

Hoo… kuwi mau kaya dodol awak, kari nari awak.

‘(Hoo)…itu tadi seperti berjualan tenaga, tinggal melihat badan kita.’

Beda i…awak setiap manusia kok, yara?

‘Beda itu…badan setiap manusia (kok), ya tidak?’

Heh...heeee...heh…heeeee.

‘Heh...heeee...heh…heeeee.’

Lho lha iya ta, ngguyu dhewe.

‘(Lho) (lha) ya kan, tertawa sendiri.’

(D3. 7-10/SR/08/06/2010)

Peristiwa alih kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), Gareng sebagai mitra tutur (O2), dan Semar sebagai lawan tutur (O3). Bentuk alih

(4)

commit to user

kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yaitu satuan lingual setiap manusia ‘setiap manusia’. Alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan oleh O2 (Gareng) dengan maksud karena pengaruh hadirnya orang ketiga dikarenakan Bapaknya datang (dalam data lakon Sumitra Rabi yaitu Semar), selain itu O2 juga mempunyai maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai banyak bahasa. Situasi tuturan bersifat informal antara abdi dengan abdi. Dengan lokasi tuturan di Alas Gandaka. Satuan lingual setiap manusia ‘setiap manusia’ dalam bahasa Indonesia digunakan oleh O2 untuk bergaya di dalam menjelaskan sesuatu.

b. Alih Kode dari bahasa Jawa Ngoko ke dalam bahasa Jawa Krama.

Peristiwa alih kode dilakukan oleh penutur dari bahasa Jawa Ngoko ke dalam bahasa Jawa Krama, dengan maksud ingin menginformasikan. Untuk lebih jelasnya perhatikan data sebagai berikut.

Data (15) : (O1) Petruk

(O2,O3)Gareng, Bagong

(O1) Petruk

:

: :

Gangsal wangunan iki saka etan seje, lor karo kidul. Sing lor ki…apa…Kyai Guntur Sari.

‘Lima bangunan ini dari timur dulu, utara sama selatan.

Yang utara itu…apa…Kyai Guntur Sari.’

O…Guntur Sari.

‘(O)... Guntur Sari.’

Sing kidul Kyai Guntur Madu.

‘Yang selatan Kyai Guntur Madu.’

(D1. 142-144/BS/19/02/2010)

Peristiwa alih kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), Gareng sebagai mitra tutur (O2), dan Bagong sebagai lawan tutur (O3). Bentuk alih kode dari bahasa Jawa Ngoko ke dalam bahasa Jawa Krama yaitu satuan lingual gangsal wangunan ‘lima bangunan’. Alih kode dari bahasa Jawa Ngoko

(5)

commit to user

ke dalam bahasa Jawa Krama dilakukan oleh O1(Petruk) dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai banyak bahasa. Situasi tuturan bersifat informal (santai) antara abdi dengan abdi. Dengan lokasi tuturan di pelataran rumah Bagong. Satuan lingual gangsal wangunan ‘lima bangunan’

dalam bahasa Jawa Krama digunakan oleh O1 untuk menginformasikan kepada O2, selain itu juga supaya O2mengerti.

2. Campur Kode

Adapun campur kode yang ditemukan adalah campur kode kata, campur kode perulangan kata, dan campur kode ungkapan atau idiom.

a. Campur Kode Kata

Adapun contoh data dalam tuturan gara-gara wayang orang Sriwedari sebagai berikut.

Data (16) : (O1) Gareng

(O2) Bagong (O1) Gareng (O2) Bagong (O1) Gareng

:

: : : :

Ngene lho Gong, suk Minggu ki anakku ana acara metu meh mlaku-mlaku.

‘Begini (lho) Gong, besok Minggu itu anakku ada acara keluar jalan-jalan.’

Kon mlaku-mlaku, lha ya mlaku-mlaku kana no.

Disuruh jalan-jalan, (lha) ya jalan-jalan sanalah.’

Mlaku-mlaku ki karo kanca-kancane sekolah.

‘Jalan-jalan bersama teman-temannya sekolah.’

O..ra nduwe sangu?

‘(O).. tidak punya uang saku?’

Ora nduwe sangu.

‘Tidak mempunyai uang saku.’

(D1. 11-15/ BS/19/02/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1) dan Bagong sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Gareng (O1) sedang mengutarakan kegiatan anaknya yang mau pergi jalan-jalan,

(6)

commit to user

akan tetapi sama Bagong (O2) dibantah. Lokasi tuturannya di pelataran rumah Bagong, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur sedang mengutarakan kegiatan anaknya yang mau pergi jalan- jalan, akan tetapi sama mitra tutur dibantah. Terdapat 2 campur kode kata, yaitu kata acara ‘acara’, dan sekolah ‘sekolah’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi adicara ‘acara’, dan pawiyatan ‘sekolah’, tetapi untuk kata sekolah ‘sekolah’ umumnya penutur orang Jawa terbiasa menggunakan kata sekolah daripada pawiyatan (formal).

Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ketidakmampuan penutur di dalam mencari ungkapan yang tepat dalam bahasa yang dipakai, sehingga perlu memakai kata dari bahasa asing.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (17) : (O1) Gareng

(O2) Bagong (O1) Gareng (O2) Bagong

(O1) Gareng (O2) Bagong

:

: : :

: :

Ya nek kowe nduwe aku nyilih kowe wae, timbangane aku goleki Petruk.

‘Ya kalau kamu punya aku pinjam kamu saja, daripada aku mencari Petruk.’

Lha ya dhuwit ki ya...nganggo dhuwit iki, dhuwit panas.

‘(Lha) ya uang itu ya….pakai uang ini, uang panas.’

Panas ki apa?

‘Panas itu apa?’

Ora…kandhane wong-wong ki dhuwit panas, nek umpamane sewu ki mengko nganaki ngono lho.

‘Tidak…katanya orang-orang itu uang panas, semisal seribu itu nanti membungai begitu (lho).’

O…manak ngono ta?

‘(O)...membungai begitu ya?’

Dhuwit kok manak, yara…dhuwit panas ngono wae.

Umpamane sepuluh ewu dadi nyaure sewelas ewu ngono ya sepuluh persen.

‘Uang (kok) berbunga, ya tidak…uang panas begitu saja.

(7)

commit to user (O1) Gareng :

Semisal sepuluh ribu mengembalikan menjadi sebelas ribu begitu ya sepuluh persen.’

Yawis aku arep nyilih sepuluh ewu wae.

‘Ya sudah aku mau pinjam sepuluh ribu saja.’

(D1. 18-24/BS/19/02/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Bagong sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Bagong (O2) memberikan penjelasan tentang uang hutangan. Lokasi tuturannya di pelataran rumah Bagong, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mitra tutur memberikan penjelasan tentang uang hutangan. Terdapat 2 campur kode kata, yaitu kata panas ‘panas’, dan persen ‘persen ‘merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi manak ‘berbunga’, sedangkan untuk kata persen ‘persen’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya,yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (18) :

(O1) Gareng : Ya pas sepuluh ewu, yawis…Gong mbalekne sewelas ewu ta?

‘Ya pas sepuluh ribu, ya sudah…Gong mengembalikan sebelas ribu kan?’

(8)

commit to user (O2) Bagong

(O1) Gareng :

:

Hoh o…gandheng kuwi kowe sesuk timbang taktagih lunga, kuwi Mboke takjaluke sik wae…kowe sesuk dadi kepenak, dadi kan isa nyaur.

‘(Hoh o)...berhubung itu kamu besok aku tagih pergi, itu pokoknya aku minta dulu saja...kamu besok menjadi enak, jadi kan bisa mengembalikan.’

Gen aku entheng ngono ta?..ngono ya? aku mau nyilih sepuluh ta, iki berarti pira siji, loro, telu…ya sepuluh ewu no. Dadi ijik utang sewune ta? ya ki takbalekne.

‘Biar aku ringan begitu ya?..begitu ya? aku tadi pinjam sepuluh kan? ini berarti berapa satu, dua, tiga..ya sepuluh ribu. Jadi masih hutang seribu kan? Ya ini aku kembalikan.’

(D1. 36-38/BS/19/02/2010)

Peristiwa campur kode di atas, Gareng sebagai penutur (O1), dan Bagong sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Bagong (O2) memberikan saran kepada Gareng (O1) yang berhutang kepadanya. Lokasi tuturannya di pelataran rumah Bagong, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mitra tutur memberikan saran kepada penutur yang berhutang kepadanya. Terdapat 2 campur kode kata, yaitu kata tagih ‘tagih’, dan berarti ‘berarti’. Untuk kata tagih ‘tagih’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya, sedangkan untuk kata berarti ‘berarti’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi dadi ‘berarti’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1, dan

(9)

commit to user

O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena keduanya bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (19) : (O1) Gareng (O2) Petruk (O1) Gareng

: : :

Lhoh, ning adimu lho.

‘(Lhoh), tapi adik kamu (lho).’

Iya…kowe kuwi isa introspeksi diri pora?

‘Ya…kamu itu bisa introspeksi diri tidak?’

Ya, isa no.

‘Ya bisalah’

(D1. 52-54/BS/19/02/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O2) mengarahkan kepada Gareng (O1) bahwa dia ditipu. Lokasi tuturannya di pelataran rumah Bagong, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mitra tutur mengarahkan kepada penutur bahwa dia ditipu. Terdapat campur kode kata, yaitu satuan lingual introspeksi diri

‘introspeksi diri’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi mikir ‘introspeksi diri’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

(10)

commit to user

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (20) : (O1) Petruk (O2)Bagong (O1) Petruk

: : :

Heh?

‘Heh.?’

Ora sudi no, aku mbok akali kok

‘Tidak maulah, aku kamu akali (kok).’

Lho akal-akalan piye?

‘(Lho) akal-akalan bagaimana?’

(D1. 102-104/BS/19/02/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Bagong sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Bagong (O1) tidak terima dengan semuanya, karena dia merasa ditipu. Lokasi tuturannya di pelataran rumah Bagong, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur tidak terima dengan semuanya, karena dia merasa ditipu. Terdapat campur kode kata, yaitu kata akali ‘akali’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi pokili ‘akali’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (21) :

(O1) Gareng : Iki mau aku arep nonton Sekaten apa-apa padu, anane wong ya padu. Mosok copet ngerti nek ana kontak pit montor meneng wae.

‘Ini tadi aku ingin melihat Sekaten apa-apa bertengkar, adanya orang ya bertengkar. Masak copet mengetahui kalau ada kontak sepeda motor diam saja.’

(11)

commit to user (O2) Petruk

(O1) Gareng

(O2) Petruk (O1) Gareng (O2) Petruk (O1) Gareng

: :

: : : :

Copet ki…..kok kendhel men?

‘Copet itu...(kok) berani amat?’

Nyopet nek ana pit montor copete mlayu kok kuncine meneng wae, lha ya bodho banget ta?

‘Mencuri sepeda motor pencopetnya lari (kok) kuncinya diam saja, (lha) ya bodoh banget ya?’

Apane?

‘Apanya?’

Kunci.

‘Kunci.’

Taruh mana? lha kok isa meneng wae.

‘Taruh mana? (lha) (kok) bisa diam saja.’

Lha kuncine nganthol nek kathok kok

‘(Lha) kuncinya tergantung di celana (kok).’

(D1. 124-130/BS/19/02/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Gareng (O1) menceritakan kejadian pencopetan kepada Petruk (O2) yang ia lihat di Acara Sekaten Surakarta. Lokasi tuturannya di pelataran rumah Bagong, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia.

Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur menceritakan kejadian pencopetan kepada mitra tutur yang ia lihat di Acara Sekaten Surakarta. Terdapat 3 campur kode kata, yaitu satuan lingual copet

‘copet’, kontak ‘kontak’, dan taruh mana ‘taruh mana’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi maling ‘copet’, dan kunci ‘kontak’, dan deleh ngendi ‘taruh mana’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1, dan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena keduanya bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

(12)

commit to user

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (22) : (O1) Bagong (O2) Petruk (O1) Bagong (O2) Petruk (O3) Gareng (O2) Petruk

(O1) Bagong (O3) Gareng

: : : : : :

: :

Kowe bar ka ngendi Truk?

‘Kamu habis dari mana Truk?’

Sekatenan, mau ndherekne Kagungan Dalem Bapa Sekaten.

‘Sekatenan, tadi menghantarkan Kagungan Dalem Bapa Sekaten.’

Oh…iki Gamelane wis medhun ta Truk?

‘(Oh)…ini Gamelannya sudah turun kan Truk?’

Miyos.

‘Keluar.’

Sampun miyos.

‘Sudah keluar.’

Kagungan Dalem miyos trus digunakake dipapanake ana ing cacah gangsal wangunan.

‘Kagungan Dalem keluar terus digunakan diletakkan ada di jumlah lima bangunan.’

O…

‘(O)...’

Nggih…nggih.

‘Ya..ya.’

(D1. 134-141/BS/19/02/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Bagong sebagai penutur (O1), Petruk sebagai mitra tutur (O2), dan Gareng sebagai mitra tutur (O3).

Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O2) menginformasikan bahwa Gamelan Sekaten sudah keluar untuk diletakkan di Acara Sekaten tersebut. Lokasi tuturannya di pelataran rumah Bagong, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Jawa Krama. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mitra tutur menginformasikan bahwa Gamelan Sekaten sudah keluar untuk diletakkan di Acara Sekaten tersebut. Terdapat 6 campur kode kata, yaitu satuan lingual ndherekne Kagungan Dalem Bapa

‘menghantarkan Kagungan Dalem Bapa’, miyos ’keluar’, sampun miyos ‘sudah

(13)

commit to user

keluar’, papanake ‘letakkan’, cacah gangsal wangunan ‘jumlah lima bangunan’, dan nggih...nggih ‘ya…ya’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Jawa Krama, apabila diganti dengan bahasa Jawa Ngoko menjadi ngeterne Kagungan Dalem Bapa ‘menghantarkan Kagungan Dalem Bapa’, medhun ’keluar’, wis medhun ‘sudah keluar’, gonake ‘letakkan’, jumlah lima bangunan ‘jumlah lima bangunan’, dan ya..ya ‘ya ya’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa Ngoko ke dalam bahasa Jawa Krama dilakukan O2, dan O3 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena keduanya bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Jawa Krama.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (23) : (O1) Petruk

(O2) Gareng (O1) Petruk

(O2) Gareng (O1) Petruk

:

: :

: :

Lha ya wis limang atusan luwih. Kamangka iku, Majapahit taun kuna, Majapahit iku wis antara taun kuwi.

‘(Lha) ya sudah lima ratusan lebih. Oleh karena itu, Majapahit tahun kuno, Majapahit itu di antara tahun itu.’

O…antara taun kuwi…ya…ya….siji wae apa Truk?

‘(O)…antara tahun itu…ya..ya…satu saja apa Truk?’

Sekaten kuwi ana loro, Kraton Kasunanan Surakarta karo Kasultanan Ngayogyakarta. Jan-jane Cirebon ya ana, sakdurunge ana Kasultanan Kasunanan, Demak kuwi ana Cirebon. Sunan…eeee..Sunan Cirebon kuwi Sunan Gunung Jati utawa Sunan Lerean ing Cirebon kana, kuwi ya nduwe Gamelan Sekaten, ning cara badhan kana…kabeh kuwi dadi Budaya, dadi aset.

‘Sekaten itu ada dua, Kraton Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Sebenarnya Cirebon ya ada, sebelum ada Kasultanan Kasunanan, Demak itu ada di Cirebon.

Sunan…eeee…Sunan Cirebon itu Sunan Gunung Jati atau Sunan Lerean di Cirebon sana, itu ya punya Gamelan Sekaten, tetapi cara adat sana….semua itu menjadi Budaya, jadi aset.’

O…dadi aset.

‘(O)…menjadi aset.’

Ya…iki kanggo mengeti Maulid Nabi, kita nembang….tamba…aaaa…ti.

‘Ya….ini untuk memperingati Maulid Nabi, kita bernyanyi..tamba…aaaa…ti.’

(14)

commit to user (D1. 155-159/BS/19/02/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Gareng sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O1) menjelaskan tentang Budaya Sekaten yang asal muasalnya dari sejarah Kerajaan Majapahit. Lokasi tuturannya di pelataran rumah Bagong, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur menjelaskan tentang Budaya Sekaten yang asal muasalnya dari sejarah Kerajaan Majapahit. Terdapat 3 campur kode kata, yaitu kata antara ‘antara’, aset ‘aset’, dan mengeti

‘memperingati’. Untuk kata antara ‘antara’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi sekitar

‘antara’, terus untuk kata aset ‘aset’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya, sedangkan untuk kata mengeti

‘memperingati’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Jawa Krama, apabila diganti dengan bahasa Jawa Ngoko menjadi ngenang ‘memperingati’.

Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa Krama dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Jawa Krama, selain itu juga O1 mempunyai maksud untuk menghormati Budaya Sekaten karena sejarah Kerajaan kita Kerajaan Majapahit.

(15)

commit to user

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (24) : (O1) Petruk

(O2) Gareng :

:

O…ya iki sing jenenge Budaya ya ngene iki. Budaya iku anggen-anggen kang ambabar marang kaendahan. Mula yen endah kuwi klebu, iku Budaya. Jadi konteksnya Budaya itu karena dalam konteksnya.

‘(O)…ya ini yang disebut dengan Budaya ya seperti ini. Budaya itu pikiran-pikiran yang mengandung sesuatu akan keindahan.

Maka yang indah itu termasuk, itu Budaya. Jadi keseluruhan Budaya itu karena dalam konteksnya.’

O…ngono ta?

‘(O)…begitu ya?’

(D2. 8,9/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Gareng mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O1) menjelaskan tentang Budaya kepada Gareng (O2). Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur menjelaskan tentang Budaya kepada mitra tutur. Terdapat campur kode kata, yaitu satuan lingual jadi konteksnya Budaya itu karena dalam konteksnya

‘jadi konteksnya Budaya itu karena dalam konteksnya’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi dadi babagane Budaya iku merga saka gon-gonane ‘jadi konteksnya Budaya itu karena dalam konteksnya’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

(16)

commit to user

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (25) : (O1) Petruk

(O2) Gareng :

:

O…iya, anggen-anggen kang ambabar marang kaendahan, sigit endah kuwi klebu, iku Budaya. Budaya maling kuwi dudu Budaya. Budaya kok ngospek lho, Budaya goblok-goblok kuwi dudu Budaya.

‘(O)…ya, pikiran-pikiran yang mengandung sesuatu akan keindahan, bagus indah itu termasuk, itu Budaya. Budaya mencuri itu bukan Budaya. Budaya (kok) mengospek (lho), budaya bodoh-bodoh itu bukan Budaya.’

Hah…haa.

‘Hah…haa.’

(D2. 10,11/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Gareng mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O1) menjelaskan tentang hal-hal yang termasuk dalam Budaya kepada Gareng (O2).

Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur menjelaskan tentang hal-hal yang termasuk dalam Budaya kepada mitra tutur. Terdapat campur kode kata, yaitu kata ngospek

‘mengospek’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

(17)

commit to user

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (26) : (O1) Gareng

(O2) Petruk :

:

Ning ngene, kira-kira neng alas ki ana wong dodol wedang ora ya?

‘Tapi begini, kira-kira di hutan itu ada orang jualan minuman tidak ya?’

Kowe ki ra nggenah, lha wong alas kok. Alas ki anane mung flora dan fauna, satwa dan taru. Satwa kuwi kewan, taru kuwi pepohonan. Dadi ya ra enek bakul gedhe, bakul kintel, bakul arta ki ra ana. Tur ya ngene kakanda.

‘Kamu itu bercanda, (lha) hutan (kok). Hutan itu adanya hanya tumbuh-tumbuhan dan binatang, satwa dan taru. Satwa itu hewan, taru itu pepohonan. Jadi ya tidak ada pedagang besar, pedagang katak, pedagang uang itu juga tidak ada. Tetapi ya begini kakanda.’

(D2. 21,22/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O2) menjelaskan kehidupan bagaimana di Hutan kepada Gareng (O1). Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai).

Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia, campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Inggris, dan campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Jawa Krama.

Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mitra tutur menjelaskan kehidupan bagaimana di Hutan kepada penutur. Terdapat 4 campur kode dari bahasa Indonesia yaitu satuan lingual dan ‘dan’, satwa ‘satwa’, taru

‘taru’ dan pepohonan ‘pepohonan’, merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi karo ‘dan, kewan ‘satwa’, wit-witan ‘taru’, dan wit-witan ‘pepohonan’, 2 campur kode dari bahasa Inggris yaitu satuan lingual flora ‘tumbuh-tumbuhan’, dan fauna ‘binatang’, merupakan

(18)

commit to user

campur kode dari kosakata bahasa Inggris, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi wit-witan ‘tumbuh-tumbuhan’, kewan ‘binatang’, sedangkan 1 campur kode dari bahasa Jawa Krama yaitu kata kakanda ‘kakanda’, merupakan campur kode dari kosakata bahasa Jawa Krama, apabila diganti dengan bahasa Jawa Ngoko (kembali kepada bahasa aslinya) menjadi mas ‘kakanda’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Jawa Krama dilakukan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Jawa Krama.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (27) : (O1) Gareng (O2) Petruk

(O1) Gareng : :

:

Lha ya mula kuwi.

‘(Lha) ya maka dari itu.’

Wiwit saka dalem tuwa nganti neng kene, urip neng alas kangen HIK diliwati ana bakul soto diliwati.

‘Mulai dari rumah sampai di sini, hidup di hutan rindu HIK dilewati ada pedagang soto dilewati.’

Kamangka ya tanggal enom ya?

‘Sebetulnya ya tanggal muda ya?’

(D2. 25-27/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O2) menahan rasa laparnya kepada Gareng (O1). Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Jawa Krama. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mitra tutur menahan rasa laparnya kepada penutur. Terdapat campur kode

(19)

commit to user

kata, yaitu kata dalem ‘rumah’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Jawa Krama, apabila diganti dengan bahasa Jawa Ngoko menjadi omah ‘rumah’.

Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa Ngoko ke dalam bahasa Jawa Krama dilakukan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Jawa Krama.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (28) : (O1) Gareng

(O2) Petruk :

:

Ndelok panggananmu apa? Lha wong duwe pangganan kok ra ngomong-omong, endi?

‘Lihat makananmu apa? (Lha) punya makanan (kok) tidak bilang-bilang, mana?’

Ya turahane gaji ya dadi iki.

‘Ya sisanya gaji ya jadi ini.’

(D2. 35,36/ SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O2) menjelaskan tentang makanan yang ia dapat. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mitra tutur menjelaskan dari mana makanan tersebut kepada penutur.

Terdapat campur kode kata, yaitu kata gaji ‘gaji’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O2

(20)

commit to user

dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (29) : (O1) Gareng (O2) Petruk

: :

Silahkan pangganan kekne kene.

‘Silahkan makanan taruh sini.’

Ya karepmu piye?

‘Ya mau kamu bagaimana?’

(D2. 43,44/ SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Gareng (O1) memberikan ajakan kepada Petruk (O2). Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur memberikan ajakan kepada mitra tutur. Terdapat campur kode kata, yaitu kata silahkan ‘silahkan’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi mangga ‘silahkan’.

Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (30) : (O1) Gareng

(O2) Petruk :

:

Ning engko nek aku sing…nek kowe omongan aku oleh mangan.

‘Tapi nanti kalau aku yang…kalau kamu berbicara aku boleh makan.’

Ya…dadi aku batal, iki dadi dadekmu.

(21)

commit to user (O1) Gareng :

‘Ya…jadi aku batal, ini jadi punyamu.’

Neng kene saiki?

‘Di sini sekarang?’

(D2. 59,61/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O2) memberikan sebuah penjelasan aturan mainnya. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mitra tutur memberikan sebuah penjelasan aturan mainnya kepada penutur.

Terdapat campur kode kata, yaitu kata batal ‘batal’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya, sebagai berikut.

Data (31) : (O1) Petruk

(O2) Gareng :

:

Dadi mung maen kode, ya ta? Kowe gedheg aku, manthug omongane mengo pa?

‘Jadi hanya main kode, ya kan? Kamu mengelengkan kepala, aku menganggukan kepala berbicaranya berpaling ya?’

Ya…ya…ya.

‘Ya…ya…ya.’

(D2. 62,63/SA/05/06/2010)

(22)

commit to user

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Gareng sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O1) memberikan arahan tentang aturan mainnya kepada Gareng (O2). Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai).

Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur memberikan arahan tentang aturan mainnya kepada mitra tutur. Terdapat campur kode kata, yaitu kata kode ‘kode’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan.

Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya, sebagai berikut.

Data (32) :

(O1) Bagong : Ki ana pangganan. Tan iki dudu wekmu Tan? iki takpangan enthuk?... hallo…kowe ya ra nesu? takpangan karo anakku ki ya ra pa pa? kene…takpangan ora nesu ya? kita pangan enthuk? kowe ya ra doyan? takkekne anakku ora nesu? kowe ya ra doyan? ora nesu? ora njaluk ra pa pa ya? kowe ya ra doyan? takenthekne kabeh ya? gen digawa anakku ra nesu ya?

iki digawa mulih lho nang…kana…kana dikekne Mboke kana ya?

‘Ini ada makanan. Tan ini bukan punyamu Tan? ini aku makan boleh?...hallo…kamu ya tidak marah? aku makan sama anakku ini ya tidak apa-apa? kini…aku makan tidak marah ya? kita makan boleh? kamu ya tidak mau? aku kasih anakku tidak marah? kamu ya tidak mau? tidak marah? tidak minta tidak apa- apa ya? kamu ya tidak mau? aku habiskan semua ya? biar dibawa anakku tidak marah ya? ini aku bawa pulang (lho) di…sana…sana dikasihkan Ibu sana ya?’

(23)

commit to user (O2) Petruk

(O1) Bagong (O2) Petruk

:

: :

Cut…cut…cut, wis ngrusakne tanian Bagong i, kowe nyapa ta Gong?

‘Berhenti…berhenti…berhenti, sudah merusakkan tanaman Bagong i, kamu mengapa sih Gong?’

Takpangane ya?

‘Aku makan ya?’

Pangganen!

‘Makan sana!’

(D2. 71-74/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas, Bagong sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Bagong (O1) berkata dengan anaknya yang sedang dipanggulnya karena mereka menemukan sebuah makanan sewaktu lewat dan tanpa pikir panjang makan tersebut diambilnya, akan tetapi pemiliknya (dalam data lakon Sirnaning Angkara yaitu Gareng dan Petruk) mengetahui perbuatan tersebut, sehingga pemiliknya marah dan merasa jengkel atas kelakuan Bagong beserta anaknya tersebut. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai).

Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur berkata dengan anaknya yang sedang dipanggulnya karena mereka menemukan sebuah makanan sewaktu lewat dan tanpa pikir panjang makan tersebut diambilnya, akan tetapi pemiliknya (dalam data lakon Sirnaning Angkara yaitu Gareng dan Petruk) mengetahui perbuatan tersebut, sehingga pemiliknya marah dan merasa jengkel atas kelakuan Bagong beserta anaknya tersebut. Terdapat 2 campur kode kata dari bahasa Indonesia yaitu kata hallo ‘hallo’, dan kita ‘kita’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia. Untuk kata hallo ‘hallo’, apabila diganti ke dalam

(24)

commit to user

bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya, sedangkan untuk kata kita ‘kita’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi kitha [?iţO] ‘kita’. 1 campur kode kata dari bahasa Inggris yaitu satuan lingual Cut…cut…cut ‘Berhenti…berhenti…berhenti’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Inggris, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi mandheg...mandheg...mandheg ‘berhenti…berhenti…berhenti’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris dilakukan O1 dan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (33) : (O1) Petruk (O2) Bagong

: :

Bagong...kudune kowe tau, step.

‘Bagong…seharusnya kamu mengerti, bodoh.’

Iki mau, iki mau pangganan apa ki?

‘Ini tadi, ini tadi makanan apa ini?’

(D2. 85,86/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Bagong sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O1) sedang memarahi Bagong karena kelakukannya yang telah membuat jengkel.

Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Inggris (sebuah kata makian). Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur sedang memarahi mitra

(25)

commit to user

tutur karena kelakukannya yang telah membuat jengkel. Terdapat campur kode kata, yaitu kata step ‘bodoh’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Inggris sebuah kata makian, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi pekok

‘bodoh’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Inggris (sebuah kata makian) dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Inggris.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (34):

(O1) Gareng

(O2) Bagong :

:

Sing nduwe kene malah sing lha ya mangan kono, sing maringi sapa? ora aku taktakok sik.

‘Yang punya sini malah yang (lha) yang makan situ, yang memberi siapa? tidak aku bertanya dulu.’

Haduh.

‘Haduh.’

(D2. 89,90/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Bagong sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Gareng (O1) sedang mengintrogasi Bagong (O2) atas kelakuannya. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai).

Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam dari bahasa Jawa Ngoko ke bahasa Jawa Krama. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur sedang mengintrogasi mitra tutur atas kelakuannya. Terdapat campur kode kata, yaitu kata maringi ‘memberi’

merupakan campur kode dari bahasa Jawa Krama, apabila diganti dengan bahasa Jawa Ngoko menjadi keki [kE?i] ‘memberi’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa Ngoko ke dalam bahasa Jawa Krama dilakukan O1 dengan maksud

(26)

commit to user

ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Jawa Krama.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (35) : (O1) Gareng (O2) Bagong

: :

Penyakitmu kuwi marine kapan?

‘Penyakitmu itu sembuhnya kapan?’

Ya bengi ki.

‘Ya malam ini.’

(D2. 94,95/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), dan Bagong sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Gareng (O1) sedang bertanya dengan sedikit nada jengkel atas kelakuannya Bagong (O2). Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur sedang bertanya dengan sedikit nada jengkel atas kelakuannya mitra tutur. Terdapat campur kode kata, yaitu kata penyakit ‘penyakit’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi lara ‘penyakit’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (36) :

(O1) Bagong : Lha ya iki ana, ana pawujudan penonton.

‘(Lha) ya ini ada, ada permintaan penonton.’

(27)

commit to user (O2) Petruk : Ka gone sapa e Le Gong?

‘Dari siapa Gong?’

(D2. 98,99/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Bagong sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Bagong (O1) menginformasikan bahwa ada sebuah permintaan dari penonton.

Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur menginformasikan bahwa ada sebuah permintaan dari penonton. Terdapat campur kode kata, yaitu kata penonton

‘penonton’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi sing ndelok ‘penonton’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (37) : (O1) Semar

(O2) Bagong (O1) Semar

(O2)Bagong (O1) Semar

:

: :

: :

Nhaa…rasah, mengko keri dhewe kowe, nhaa penakne wis.

‘(Nhaa)…tidak usah, nanti paling akhir kamu, (nhaa) dinikmati dulu.’

Kira-kira yen dienteni saiki oleh ora?

‘Kira-kira kalau ditunggu sekarang boleh tidak?’

Enthuk, ra ana sing maido kok nhaa…siap grak… Bagong

‘Boleh, tidak ada yang mencibir (kok) (nhaa)…siap grak…Bagong.’

Oh…aku ra melu-melu kok.

‘(Oh)...aku tidak ikut-ikutan (kok).’

Ora kowe melu.

‘Tidak kamu ikut.’

(28)

commit to user (O2) Bagong

(O1) Semar

(O2) Bagong

(O3) Gareng

(O1) Semar (O2) Bagong (O4) Petruk

: :

:

:

: : :

Melu ngendi?

‘Ikut mana?’

Kowe melu, kowe melu kudu melu, Gareng…hadap kanan grak hadap kanan grak. Nhaa…enthuk pangganan coconut kacang ijo…istirahat di tempat grak. Pangan dhisik…siap grak…nhaa mengko didum adil, Gareng…majuu jalan, nhaa.

‘Kamu ikut, kamu ikut harus ikut, Gareng…hadap kanan grak hadap kanan grak. (Nhaa)…dapat makanan dari biji-bijian kacang hijau…istirahat di tempat grak. Makan dulu…siap grak…(nhaa) nanti dibagi adil, Gareng…majuu jalan, (nhaa).’

Iki wis mentog, nyemplung awake dhewe Truk. Siap grak…istirahat di tempat grak…maju jalan go…heemmm nyam-nyam…kowe ora usah.

‘Ini sudah sampai pada batasnya, jatuh kita nanti Truk. Siap grak…istirahat di tempat grak…maju jalan mulai …heemmm nyam-nyam…kamu tidak usah.’

Siap grak…sing nyiapne aku kok…istirahat di tempat grak.

‘Siap grak…yang meyiapkan aku (kok)…istirahat di tempat grak.’

Heh…heeeee.

‘Heh…heeeee.’

Siap grak…hormat grak.

‘Siap grak…hormat grak.’

Ki ra ndang bar lho, bubar jalan…bubar.

‘Ini tidak akan selesai-selesai (lho), bubar jalan…bubar.’

(D2. 110-122/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), Bagong sebagai mitra tutur (O2), Gareng sebagai mitra tutur (O3), dan Petruk sebagai mitra tutur (O4). Tuturan di atas membicarakan bahwa mereka di sini berebut di dalam memberikan aba-aba baris-berbaris dalam sebuah permainan dengan taruhan sebuah makanan. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia (yang berupa kata di dalam aba-aba baris-berbaris), dan bahasa Inggris. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena mereka di sini berebut di dalam memberikan aba-aba baris-berbaris dalam sebuah permainan dengan taruhan

(29)

commit to user

sebuah makanan penutur mengambil aba-aba untuk memulai sebuah permainan.

Terdapat 7 campur kode kata dari bahasa Indonesia yaitu satuan lingual siap grak

‘siap grak’, hadap kanan grak ‘hadap kanan grak’, adil ‘adil’, majuu jalan

‘majuu jalan’, istirahat di tempat grak ‘istirahat di tempat grak’, hormat grak

‘hormat grak’, bubar jalan ‘bubar jalan’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. 2 campur kode dari bahasa Inggris yaitu kata coconut ‘makanan dari biji-bijian’, go ‘mulai’

merupakan campur kode dari kosakata bahasa Inggris, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris dilakukan O1, O2, dan O4 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena mereka bisa menguasai bahasa, yaitu bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris, selain itu mereka mempunyai maksud menyesuaikan diri dengan lawan bicara.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (38) : (O1) Petruk

(O2) Semar

:

:

Bubar ki tegese artine emm…wis ora terbingkai ngono lho maksute.

‘Bubar itu maksudnya artinya emm…sudah tidak terbingkai begitu (lho) maksud.’

Heh?…heeee…wangsulanmu Truk, kowe suk banjur dadi Dewa.

‘Heh?…heeee…jawabanmu Truk, kamu kelak menjadi Dewa.’

(D2. 131,132/SA/05/06/2010)

(30)

commit to user

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Petruk sebagai penutur (O1), dan Semar sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O1) yang sedang memberikan pernyataan untuk menengahi permasalahan.

Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia dan bahasa Jawa Krama. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur yang sedang memberikan pernyataan untuk menengahi permasalahan. Terdapat 2 campur kode kata dari bahasa Indonesia yaitu kata arti ‘arti’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi teges

‘arti’, sedangkan untuk kata terbingkai ‘terbingkai’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. 1 campur kode kata yang berasal dari bahasa Jawa Krama yaitu kata wangsulan ‘jawaban’

merupakan campur kode dari kosakata bahasa Jawa Krama, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi sauran ‘jawaban’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa Krama dilakukan O1, dan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena keduanya bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa Krama.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (39) :

(O1) Bagong : Semar, Gareng, karo Petruk bengi iki ing kalodhangan ana pawujudan.

‘Semar, Gareng, dan Petruk malam ini di kesempatan ini ada permintaan.’

(31)

commit to user (O2) Petruk

(O1) Bagong (O3) Gareng (O1) Bagong (O2) Petruk (O4) Semar (O1) Bagong

(O2,O3,O4) Petruk,

Gareng, Semar : : : : : : :

:

Hayoh.

‘Hayoh.’

Iki pawujudan panjenengan Ibu,

‘Ini permintaan dari Ibu,’

Sapa Gong?

‘Siapa Gong?’

Ibu Sulasih.

‘Ibu Sulasih.’

Ibu Sulasih.

‘Ibu Sulasih.’

Piyantun saka?

‘Orang dari?’

Piyantun saka Sala ngono wae kok, Ibu Sulasih taune nonton wayang orang kene, nhaa…ngersakaken mbesuk nek kagungan damel arep nyewa wayang orang Sriwedari, para yaga lan sindhene sing pinter ngibur ana ing acarane.

‘Orang dari Sala begitu saja (kok), Ibu Sulasih sering melihat wayang orang sini, (nhaa)…meminta nanti kalau Beliau mempunyai acara mau menyewa wayang orang Sriwedari, para penabuh dan penyanyinya yang pandai menghibur di acaranya.’

O…iya…iya…uwis.

‘(O)…ya…ya…sudah.’

(D2. 136-144/SA/05/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Bagong sebagai penutur (O1), Petruk sebagai mitra tutur (O2), Gareng sebagai mitra tutur (O3), dan Semar sebagai mitra tutur (O4). Tuturan di atas membicarakan bahwa Bagong (O1) memberikan informasi tentang sebuah permintaan dari seorang penonton yang bernama Ibu Sulasih dari Sala, yang meminta apabila nanti Beliau punya acara mau menyewa wayang orang Sriwedari. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam dari bahasa Jawa Krama, dan bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur memberikan informasi tentang sebuah permintaan dari seorang

(32)

commit to user

penonton yang bernama Ibu Sulasih dari Sala, yang meminta apabila nanti Beliau punya acara mau menyewa wayang orang Sriwedari. Terdapat 6 campur kode kata dari bahasa Jawa Krama yaitu satuan lingual kalodhangan ‘kesempatan ini’, pawujudan ‘permintaan’, panjenengan ‘kamu’, piyantun ‘orang’, ngersakaken mbesuk meminta nanti’, dan kagungan damel ‘mempunyai acara’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Jawa Krama, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa Ngoko menjadi wektu ‘kesempatan’, panjalukan ‘permintaan’, kowe

‘kamu’, wong ‘orang’, mbutuhke ‘meminta’, sukben ‘nanti’, dan nduwe gawe

‘mempunyai acara’. Dan dalam data tersebut di atas terdapat satu campur kode kata dari bahasa Indonesia yaitu satuan lingual wayang orang ‘wayang orang’

merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi wayang wong ‘wayang orang’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris dilakukan O1, dan O4 dengan maksud ingin menghormati suatu permintaan dari seseorang yang belum dikenal, selain itu O4 juga mempunyai maksud untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (40) : (O1) Petruk (O2) Semar

: :

Larase?

‘Larasnya?’

Larase pelog pakem neman, nhaa…kuwi kulina pathet lamantara…nhaa masuk iki.

‘Larasnya pelog pakeman, (nhaa)…itu terbiasa pathet lamantara…(nhaa) masuk ini.’

(D2. 152,153/SA/05/06/2010)

(33)

commit to user

Peristiwa campur kode di atas, Petruk sebagai penutur (O1), dan Semar sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Petruk (O1) bertanya kepada mitra tutur meminta nada apa dalam lagu tersebut. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai).

Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur bertanya kepada mitra tutur meminta nada apa dalam lagu tersebut. Terdapat campur kode kata, yaitu kata masuk ‘masuk’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi mlebu ‘masuk’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O2 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (41) : (O1) Semar (O2) Petruk (O3)Gareng

: : :

Oug…eheg…eheg….oug…cuh.

‘Oug…ehek…ehek….oug…cuh.’

Ihh...gilanik.

‘Ihh…menjijikan.’

Hi…jijik ih gilanik tenan kuwi.

‘Hi…jijik ih menjijikan beneran itu.’

(D3. 15-17/SR/08/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), Petruk sebagai mitra tutur (O2), sedangkan Gareng sebagai mitra tutur (O3).

Tuturan di atas membicarakan bahwa Gareng (O3) merasa jijik melihat kelakuan Semar (O1) yang meludah sembarangan dan di depannya. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode

(34)

commit to user

yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena lawan tutur merasa jijik melihat O1 yang meludah sembarangan. Terdapat campur kode kata, yaitu kata jijik ‘jijik’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi gilani ‘jijik’.

Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O3 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (42) : (O1) Semar (O2) Petruk (O1) Semar (O2)Petruk (O1) Semar

: : : : :

Petruk?

‘Petruk?’

Apa?

‘Apa?’

Pakaianmu wis ana sing rusak?

‘Pakaian kamu sudah ada yang rusak?’

Durung.

‘Belum.’

Nek suwek guwak, sesuk tuku anyar.

‘Kalau sobek buang, besok beli baru.

(D3. 29-32/SR/08/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), dan Petruk sebagai mitra tutur (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Semar (O1) menawarkan sesuatu kebaikan kepada O2. Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur ingin menawarkan sesuatu kebaikan kepada mitra tutur. Terdapat

(35)

commit to user

campur kode kata, yaitu kata pakaian ‘pakaian’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi klambi

‘pakaian’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (43) : (O1) Semar (O2) Petruk (O1) Semar (O2) Petruk (O1) Semar (O3) Gareng (O1) Semar

(O2) Petruk : : : : : : :

:

Iki perkarane ya mung Mbok-Mbokmu kuwi.

‘Ini permasalahannya ya hanya Ibu-Ibumu itu.’

O…

‘(O)…’

Mula dadine, kowe ngerti ora riwayate Mbok-Mbokmu kuwi?

‘Maka dari itu, kamu mengerti tidak riwayatnya Ibu-Ibumu itu?’

Riwayate Mboke?

‘Riwayatnya Ibu?’

Mboke Gareng karo Mboke Petruk.

‘Ibunya Gareng dengan Ibunya Petruk.’

Ora, Mboke Gareng karo Mboke Petruk po beda ta?

‘Tidak, Ibunya Gareng dengan Ibunya Petruk apa berbeda ya?’

Beda, nek Mboke Petruk…Wah lomba Ibu-ibu, oh…ayune kekahan loro kiwa tengen, megal-megole iringan.

‘Berbeda, kalau Ibunya Petruk…Wah lomba Ibu-ibu, (oh)…cantiknya bergelung dua kiri kanan, goyang pinggulnya beriringan’

Ibuku kae, Ibuku kae kok.

‘Ibuku itu, itu Ibuku (kok).’

(D3. 50-57/SR/08/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), Petruk sebagai mitra tutur (O2), sedangkan Gareng sebagai mitra tutur (O3).

Tuturan di atas membicarakan bahwa Semar (O1) sedang menjelaskan tentang riwayat dari Ibu keduanya (Petruk (O2) dan Gareng (O3) ) sewaktu dulu bertemu dengan Semar (O1). Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa

(36)

commit to user

campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur sedang menjelaskan tentang riwayat dari Ibu keduanya ( Petruk (O2) dan Gareng (O3) ) sewaktu dulu bertemu dengan penutur. Terdapat 3 campur kode kata, yaitu kata perkara

‘permasalahan’, riwayat ‘riwayat’, lomba ‘lomba’. Untuk kedua kata perkara

‘permasalahan’, dan riwayat ‘riwayat’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi perkara [p|r?OrO]

atau gara-gara [gOrO- gOrO] ‘permasalahan’, cerita ‘riwayat’, sedangkan yang satunya kata lomba ‘lomba’ merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti ke dalam bahasa Jawa tidak ada kata penggantinya, dikarenakan dalam bahasa Jawa juga masih digunakan. Oleh karenanya, tidak ada kata yang artinya sama sebagai penggantinya. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya,yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (44) : (O1) Semar

(O2) Petruk :

:

Lha trus ana aku...Wah sindhene ayu-ayu cekelane mobil kabeh, Mbokmu ora, ngonceng aku.

‘(Lha) terus ada aku… Wah penyanyinya cantik-cantik naik mobil semua Ibumu tidak, membonceng aku.’

Bagiane?

‘Bagiannya?’

(D3. 62,63/SR/08/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Semar sebagai penutur (O1), dan Petruk mitra tutur adalah (O2). Tuturan di atas membicarakan bahwa Semar

(37)

commit to user

(O1) sedang bercerita kepada Petruk (O2). Lokasi tuturannya di Alas Gandaka, dengan situasi tuturan bersifat informal (santai). Campur kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia.

Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa Ngoko, karena penutur sedang bercerita kepada mitra tutur. Terdapat campur kode kata, yaitu kata mobil ‘mobil’

merupakan campur kode dari kosakata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi montor ‘mobil’. Adanya campur kode kata dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dilakukan O1 dengan maksud ingin menyombongkan dirinya, karena ia bisa menguasai bahasa lainnya, yaitu bahasa Indonesia.

Bentuk campur kode kata dalam data lainnya sebagai berikut.

Data (45) : (O1) Gareng

(O2) Petruk (O1) Gareng (O3) Semar

(O1) Gareng (O3) Semar

(O1) Gareng :

: : :

: :

:

O…sing tau nyindhen nunut Syah Putra sing anu kebelet nguyuh?

‘(O)…yang pernah menyanyi membonceng Syah Putra yang kebelet buang air kecil?’

Kumpul sedina utuh?

‘Kumpul sehari penuh?’

Lha ya.

‘(Lha) ya.’

Lha ning sing ora ngopeni aku, ora mesthi mulih.

‘(Lha) tapi kalau tidak yang mengurusi aku, belum tentu pulang.’

O…anu ya?

‘(O)…anu ya?’

Mar, apa cah ayu. Aku kebelet pipis tulung terne aku, ngadeg kene lho.

‘Mar, apa orang cantik. Aku kebelet buang air kecil tolong antar aku, berdiri sini (lho).’

Iku Mbokku.

‘Itu Ibuku.’

(D3. 64-70/SR/08/06/2010)

Peristiwa campur kode di atas terjadi antara Gareng sebagai penutur (O1), Petruk sebagai mitra tutur (O2), dan Semar sebagai mitra tutur (O3).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dalam penelitian ini adalah telah terbangunnya sistem pendukung keputusan untuk pemilihan objek wisata di Kabupaten Pasuruan menggunakan metode Fuzzy Tahani

Penelitian ini lebih memfokuskan pada masalah nilai karakter dan hasil pembelajaran sosiologi di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada khususnya, dan seluruh warga SMA

Respon terhadap aroma asam ikan mujair yang direndam dengan menggunakan asam cuka berbagai konsentrasi dan lama perendaman yang berbeda, diperoleh hasil 80% dari

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) struktur novel Megamendung Kembar (MK); (2) latar belakang sosial budaya ditulisnya novel MK; (3) sosial

Departemen pendidikan Lithuania yang telah mengimplementasikan pendidikan antikorupsi di negaranya sejak 2005 mengatakan bahwa tugas utama dari pendidikan anti

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua masalah, pertama bahasa sebagai instrumen komunikasi yang digunakan anak, dan kedua anak sebagai pengguna dan pemakai

Usaha lain yang dilakukan yaitu dengan mengikutsertakan guru pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). PLPG merupakan program yang untuk sementara ini dapat

aktivitas antioksidan produk olahan jambu biji merah berupa selai yang dibuat dengan variasi suhu dan waktu pemanasan yang berbeda menggunakan metode penangkap