• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI MENGKET RUMAH MBARU PADA MASYARAKAT KARO: KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK DISERTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TRADISI MENGKET RUMAH MBARU PADA MASYARAKAT KARO: KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK DISERTASI"

Copied!
341
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI MENGKET RUMAH MBARU PADA MASYARAKAT KARO:

KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK

DISERTASI

Oleh:

ALEMINA BR. PERANGIN-ANGIN NIM: 138107002

PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(2)

TRADISI MENGKET RUMAH MBARU PADA MASYARAKAT KARO:

KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor dalam Program Doktor Linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr.

Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. untuk dipertahankan di hadapan sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ALEMINA BR. PERANGIN-ANGIN NIM: 138107002

Program Doktor (S3) Linguistik

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)
(4)

Diuji pada Ujian Disertasi Terbuka (Promosi) Tanggal: 17 Desember 2018

PANITIA PENGUJI DISERTASI Pemimpin Sidang:

Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. (Rektor USU)

Ketua :Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. (USU Medan) Anggota :Prof.Dr.Ikhwanuddin Nasution, M.Si. (USU Medan) Dr.Asmyta Surbakti M.Si. (USU Medan) Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D (USU Medan)

Prof. Dr. Jufrizal, M.Hum. (UNPPadang) Dr. Mulyadi, M.Hum. (USU Medan) Dr. Bahagia Tarigan, M.A. (USU Medan)

(5)
(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Arti rumah bagi masyarakat Karo bukan sekedar tempat tinggal, tapi sebagai simbol kemakmuran dan pencapain seorang individu yang sudah berumah tangga. Rumah memiliki nilai yang tinggi dalam budaya masyarakat Karo. Tradisi memasuki rumah baru disebut Mengket rumah mbaru (MRM). Pelaksanaan tradisi ini sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME juga cara berbagi kepada keluarga. Adapun masalah penelitian ini adalah bagaiaman performansi tradisi MRM dilihat dari struktur teks yang dituturkan selama proses acara berlangsung, ko-teks juga konteksnya, serta kandungan tradisi ini yang terdiri dari komponen makna dan fungsi, nilai dan norma serta kearifan lokal juga model revitalisasi dari tradisi ini. Tujuan penelitian untuk merumusakan dan menjelaskan performansi, teks yang dituturkan pada pelaksanaan acara, ko-teks dan konteks dari tradisiMengket Rumah Mbaru (MRM)yang dilakukan oleh masyarakat Karo,mengungkapkan dan menemukanmakna dan fungsi, nilai dan norma, serta kearifan lokaldari tradisi MRMpada masyarakat Karo dan yang terakhir menemukan model revitalisasi MRMyang sesuai bagi masyarakat Karo. Penelitian ini merupakan penelitian tradisi lisan dengan pendekatan antropolinguistik metode penelitian kualitatif dilakukan untuk meneliti permasalahan disertasi ini.

Pengumpulan data dilaksankan di desa Seberaya Kabupaten Karo, Sumatera Indonesia. Peneliti secara langsung terlibat dalam pelaksanaan tradisi MRM. Data diperoleh dari pelaksanaan tradisi MRM. Pelaku utama tradisi ini merupakan masyarakat atau pelaku budaya Karo yang masih melaksanakan tradisi ini. Mereka yang terlibat dalam pelaksanaan tradisi ini berfungsi sebagai kalimbubu, senina dan anak beru. Tuturan yang mereka sampaikan pada acara ini mengungkapkan jenis tindak tutur juga jenis maksim yang digunakan selama acara berlangsung. Tuturan yang mereka sampaikan pada acara ini didokumentasikan lalu ditraskrip dalam bentuk teks, untuk meneliti tindak tutur apa yang mereka gunakan selama acara berlangsung. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tuturan yang diucapakan selama acara berlansung terdiri dari tuturan memberi salam, berterima kasih, memberkati, memerintah, meminta maaf. Tuturan yang disampaikan mengandung nasihat, doa dan harapan kepada pemilik rumah agar mereka diberikan kehidupan yang lebih baik lagi di rumah yang baru, beberapa proses acara tradisi MRM sudah mulai bergeser karena adanya beberapa proses acara dihilangkan karena anggapan terlalu bertele-tele dan tidak sesuai lagi untuk dilaksanakan pada zaman sekarang namun secara umum kandungan nilai, norma, makna dan fungsi juga kearifan lokal tradisi ini masih dapat dipertahankan keberadaannya.

Kata kunci: mengket rumah mbaru, performansi, norma, nilai, kearifan lokal

(9)

ABSTRACT

The meaning of home for the Karo community is not just a place to live, but as the symbol of prosperity and the achievement of an individual who is married. The house has a high value in the culture of the Karo community. The tradition of entering a new home is called Mengket rumah mbaru (MRM). The implementation of this tradition as a gratitude to God is also a way of sharing with families. The purpose of this study is to express and analyze the performance of the text, co-text and context of the MRM tradition carried out by the Karo community, reveal and find meaning and function, values and norms, as well as local wisdom from the MRM tradition in the Karo community and the latter to find the MRM revitalization model that is appropriate for the Karo community. Qualitative research methods are conducted to examine the problems of this dissertation. Data collection was carried out in the village of Seberaya Karo Regency, Sumatera Indonesia. Researchers are directly involved in implementing the MRM tradition. This research is an oral tradition research with an anthropolinguistic approach. The main perpetrators of this tradition are people or perpetrators of Karo culture, who still carry out this tradition. Data obtained by the MRM ceremony. The main purpose of this tradition is to explain the implementation related to the performance of the MRM tradition seen from the structure of the text, the co-text and the context, also explore the content of this tradition which consists of components of meaning and functions, values and norms and local wisdom to create a revitalizing model of tradition this. The participants of this research were all people involved in implementing this tradition. Their functions as kalimbubu, senina and anak beru. The speech they delivered at this event was used as a source of discussion material related to speech acts as well as the types of maxims used during the event. The speeches they presented at this event were documented and then transcribed in text form, to examine what speech acts they used during the event. The findings of this study can be concluded that some of the MRM tradition process processes have shifted because some event processes were eliminated because the presumption was too wordy and no longer suitable to be carried out today but in general the values, norms, meanings and functions of local traditions its existence can still be maintained.

Keywords: Mengket rumah, performance, norms, values, local wisdom

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. Kerena dengan rahmat dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan disertasi degan judul Tradisi Mengket Rumah Mbaru pada Masyarakat Karo. Penulisan disertasi ini sebagai rangka penyelesaian studi untuk meraih gelar Doktor Linguistik pada Program Studi Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian disertasi ini bukan semata-mata kerja keras penulis sendiri tapi karena rahmat Allah Swt, serta ridhoNya juga bantuan dari berbagai pihak. Dengan itu penulis dengan setulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah turut membantu baik secara langsung dan tidak langsung dalam proses penyelesaian disertasi ini. Ucapakan terimakasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. sebagai promotor dan juga sekaligus sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing penulis dari awal sampai akhir, sehingga disertasi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak yang telah meluangkan waktu dan pikiran disela-sela jadwal Bapak yang begitu padat.

2. Prof.Dr. Ikwanuddin Nasution, M.Si. sebagai co-promotor yang juga telah membimbing penulis dari awal sampai akhir, sehingga disertasi ini dapat terselesaikan, terima kasih atas motivasi Bapak juga kesediaan waktu dan pikiran yang Bapak berikan sehingga penulis sampai pada titik ini.

(11)

3. Dr. Asmytha Surbakti, M.Si. sebagai ko-promotor yang telah membimbing penulis dari awal sampai akhir sehingga disertasi ini terselesaikan. Terima kasih kerena telah menjadi Ibu sekalian teman, teman berbagi tentang semua hal, banyak ilmu yang bermanfaat yang Ibu berikan kepada saya, semoga bisa menjadi bekal dunia dan akhirat.

4. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum.

yang memberikan kesempatan kepada penulis dapat menempuh pendidikan doktor di Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada Ketua ATL, juga Dikti yang telah memberikan beasiswa kepada saya.

6. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara Prof. Dr. Paul Sirait, S.K.M., M.M., M.Kes. Kepada Ketua Yayasan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara Bapak Drs. Asman karo-karo, M.M. yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menempuh program doktor di Universitas Sumatera Utara.

7. Koordinator Kopertis Wilayah 1 yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menempuh program doktor di Universirtas Sumatera Utara.

8. Ketua Program Studi Linguistik, Dr. Eddy Setia, M.Ed TESP yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Terima kasih atas motivasi juga waktu yang Bapak berikan kepada kami mahasiswa Bapak. Mengenal Bapak sejak kuliah di bangku S-1di USU merupakan suatu keberuntungan karena ilmu yang bermanfaat juga gaya mengajar Bapak yang tidak pernah membosankan, penuh ilmu tetapi tetap santai

9. Seketaris Program Studi Doktor Linguistik Sumatera Utara Dr. Mulyadi, M.Hum. sebagai seketaris prodi juga sebagai penguji yang telah banyak memberikan

(12)

masukan juga motivasi untuk menyelesaikan disertasi ini.Kepada Bapak terima kasih atas motivasi juga semangat yang meluap-luap. Motivasi Bapak membuat kami bergegas untuk segera menyelesaiakn studi ini, tanpa Bapak mungkin kami masih berlama-lama tertidur dan terlarut pada zona nyaman tapi Bapak tak pernah jenuh memberikan motivasi juga masukan yang luar biasa, juga tetap meluangkan waktu untuk perbaikan disertasi ini agar lebih baik lagi, walaupan kami menyadari disertasi yang kami buat masih jauh dari kata sempurna. Terima kasih Pak sudah memberikan semua kemudahan dan ilmu yang bermafaat buat kami Pak. Bapak selamanya akan ada di hati mahasiswa.

10. Prof. T.Silvana Sinar, M.A., Ph.D., Dr. Bahagia Tarigan, M.A., Prof. Dr.

Jufrizal, M.Hum. sebagai penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk kesempurnaan disertasi ini. Terimakasih secara khusus kepada Prof. Dr. Jufrizal, M.Hum, karena sudah meluangkan waktu dan kesempatan walaupun jarak yang tidak dekat tapi masih memberikan ilmu juga kesempatan waktu agar disertasi saya menjadi lebih baik lagi. Kepada Prof. T.Silvana Sinar, M.A., Ph.D, terimakasih karena menjadi tokoh inspiratif sejak saya mengenal Ibu di bangku S-1, semangat yang tinggi juga banyak ilmu yang Ibu telah bagi dan yang teristimewa kepada Bapak saya Dr. Bahagia Tarigan, M.A.terima kasih atas motivasi, dukungan juga telah menjadi teman yang baik, mengenal Bapak sebagai pembimbing skripsi di S-1, sekalian menjadi pimpinan saya di Pusat Bahasa Usu, sampai pada sebagai penguji disertasi saya merupakan hal yang sangat istimewa buat saya.

11. Seluruh dosen-dosen pengajar juga pegawai administrasi Program Studi Doktor Linguistik USU juga staf administrasi Sekolah Pasca sarjana Universitas

(13)

Sumatera Utara, kak Nila Sakura yang selalu memberikan semangat dan bantuan informasi untuk menyelesaikan masalah studi juga semua tugas selama perkuliahan sampai penyelesaian disertasi ini, Adik Tirta yang senantiasa memberikan informasi kapan saja dibutuhkan yang berkaitan dengan penyelesain studi ini, Kak Kar yang sabar dan tidak pernah jemu membantu selama perkuliahan sampai penyelesaian studi ini. Adik Hasan Sibarani, kak Wiwik yang selalu memberikan kemudahan juga informasi selama proses perkuliahan sampai penyelesian disertasi. Terima kasih atas waktu, tenaga dan kesediaan teman-teman, semoga silaturahmi tetap terjalin .

12. Kedua orang tua tercinta P.Perangin-angin dan R. Br. Sembiring juga suami tercinta M.Ardiansyah Sembiring Milala, anak-anak tersayang Aulia Salsabila Br.

Sembiring Milala, Alma Audreya Br. Sembiring Milala, adik-adik Riswan Perangin- angin, Sri Mulyati Br. Perangin-angin. Kalian semua adalah semangat saya dan tujuan saya sehingga saya sampai pada penyelesaian studi ini.

13. Teman-teman seperjuangan, sahabat-sahabat yang luar biasa Tasnim Lubis, Achdial Farhan Abus, Sri Maharani, Juriati, Esron Ambarita, Abib, Sitasi Zagoto, Lulu, Pak Jumat Barus. Terima kasih sudah menjadi sahabat seperjuangan. Telah menjadi teman rasa saudara, semoga silaturahmi tetap terjalin

14. Dr. Bahagia Tarigan, M.A. sebagai Kepala Pusat Bahasa USU, staf Pusat Bahasa USU sebagai kolega, teman-teman, sekaligus sahabat. Teristimewa buat adik saya Ratih Maulidina Syahriani sahabat juga saudara terbaiku yang selalu ada ketika hidup penuh warna, juga Sari, Lely,Yudi, Kak Mala, Bang Yanto dan Dini, Izul, Maya, Dian. Terima kasih, atas motivasi, semangat juga bantuan yang tidak mampu saya sebut satu per satu, kalian adalah keluarga saya, sekaligus sebagai rumah kedua.

(14)

Semoga disertasi ini dapat memberikan banyak sumbangsih kepada pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2018

Alemina Br. Perangin-angin

(15)

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar) Alemina Br. Perangin-angin, S.S., M.Hum.

2 Jenis kelamin Perempuan

3 Jabatan Fungsional Lektor

4 NIP/NIK/No.Identitas lainya

5 NIDN 0131018001

6 Tempat tanggal lahir Laubuluh, 31 Januari 1980

7 e-mail aleminaperanginangin@gmail.com

8 Nomor Telepon 081361439125

9 Nama Bapak P. Perangin-angin

11 Nama Ibu R. Br. Sembiring

12 Nama Suami Muhammad Ardiansyah Sembiring

13 Nama Anak Aulia Salsabila Br. Sembiring dan Alma Audreya Br. Sembiring

14 Lulusan yang telah dihasilan S-1= 300 orang, S-2=, S3=

15 Mata kuliah yang diampu Translation, Speaking, writing, Reading, Bahasa Inggris untuk Keperawatan, Bahasa untuk Inggris Kebidanan, Bahasa Inggris untuk kesahatan Masyarakat

B. Riwayat pendidikan

S1 S2 S3

Nama PT USU UNIMED USU

Bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Inggris

Linguistik Terapan Bahasa Inggris

Program Linguistik/Ka jian Tradisi Lisan

Tahun Masuk-Lulus 1999-2003 2006-2008 2013-2018

Judul

Skripsi/Thesis/Disertasi

An Analysis of Linking Verb in the Students‟ Theses English Department Faculty of Letters University of Sumatera Utara

Logical Relations in Cosmopolitan magazine Advertisements

Tradisi Mengket Rumah Mbaru pada Masyarakat Karo

Nama Pembimbing/

Promotor

Dra. Hayati Chalil, M.Hum

Prof.Amrin Saragih ,M.A., Ph.D.

Prof. Dr.

Robert Sibarani, M.S.

(16)

C. Pengalaman Penelitian 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, dan Disertasi)

No. Tahun Judul Jenis Peran

1 2017 Tradisi Mengket Rumah Mbaru pada Masyarakat Karo

Penelitian Disertasi Doktor

Ketua

D. Publikasi Ilmiah dalam Jurnal 5 Tahun Terakhir

No. Jurnal Artikel Ilmiah Nama Jurnal Vol./No./Halaman 1 The Effect of Learning Motivation on

Chinese Language Learning Achievement at STBA-PIA College Student

Jurnal Vision pada Fakultas Tarbiyah Departement Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri (UIN) Medan

Vol.1, No 1, Agustus 2016

2 Teori Duranti Dalam Tradisi Mengket Rumah Mbaru Pada Masyarakat Karo

Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah

Vol.2 No.1 November 2016 3 Struktur Ko-Teks Tradisi Lisan

Mengket Rumah Mbaru pada Masyarakat Karo (Kajian Linguistik Antropologi)

Jurnal TIFA Program Pascasarjana S2 Pendidikan Bahasa Indonesia UMN al Washliyah

Vol.9 N0.1 Edisi Januari 2017

4 Pengaruh Permainan Make Match terhadap Penguasaan Kosa Kata Murid Maitreyawira

Jurnal Penelitian Pendidikan Sosial Humaniora UMN al Washliyah

Vol.2 Edisi Mei 2018

5 Values and Local Wisdom of karonese Mengket Rumah Mbaru Tradition in North Sumatera

International Journal of Multidiciplinary Research and Development

Vol.5 April 2018

6 Perbandingan Makna pada Peribahasa Mandarin dan Peribahasa Indonesia yang Menggunakan Kata Air

Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra

UMNAW.

Vol.3 Juli 2018

E. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presenter) dalam 5 Tahun Terakhir No. Nama Temu Ilmiah/ Seminar Judul Artikel Tempat dan

(17)

Waktu 1 Prosiding Konferensi Nasional

Pascasarjana Program Studi Linguistik ke-1 Universitas Sumatera Utara (USU)

Analisi Multimodal Iklan lazada pada Prosiding

Gedung Pusat Bahasa USU

2 The International Proceeding of Teaching and Linguistics creating Excellent Learning Outcomes

Duranti‟s Theory

(Perfomance, Indexicality, Paricipation) on the Tradition of Entering a New House Mengket Rumah Mbaru in Karonise

Fakultas Ilmu Keguruan Universitas HKBP Nomensen Medan Indonesia.

3 Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Program Studi Linguistik ke-1 Universitas Sumatera Utara (USU)

Analisi Multimodal Iklan lazada pada Prosiding

Gedung Pusat Bahasa USU 1016

4 Internasional Confrence on Language and Literature (ICLL)

Interpersonal Meaning In Mengket Rumah Mbaru Tradition

Hotel Madani Medan 2018

5 International Conference on Natural Resources and Sustainable Development

The Value of Localwisdom in the Materials Used in Mengket Rumah Mbaru Tradition in Karonese Society

Grand Inna Hotel Medan 2018

(18)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...

ABSTRACT………...

PRAKATA………...

RIWAYAT HIDUP………

DAFTAR ISI………...

DAFTAR GAMBAR……….

DAFTAR BAGAN………...

DAFTAR LAMPIRAN………..

BAB I PENDAHULUAN………...

1.1 Latar Belakang………

1.2 Rumusan Permasalahan……….

1.3 Tujuan Penelitian………

1.4 Manfaat Penelitian……….

1.4.1 Manfaat Teoritis………...

1.4.2 Manfaat Praktis………

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN………

2.1 Pengantar………..

2.2 KajianPustaka………..

2.3 Landasan Teori .……….

2.3.1 Antropolinguistik………...

2.3.1.1 Performansi………...

2.3.1.1.1 Teks………...

2.3.1.1.2 Ko-teks………

2.3.1.1.3 Konteks………

2.3.1.2Indeksikalitas ………

2.3.1.3Partisipasi ………..

2.3.2 Tindak tutur………

2.4 Konsep………...

2.4.1 Tradisi Lisan……….……….

2.4.2 Makna dan Fungsi………...

2.4.3 Nilai dan Norma……….

2.4.4 Kearifan Lokal………

2.4.5 Revitalisasi……….

2.4.6 Mengket Rumah Mbaru………

2.5 KerangkaTeori……….

BAB III METODE PENELITIAN………..

3.1 Rancangan Penelitian……...

3.2 Lokasi Penelitian……….

i ii iii vi x xiii

xv xvi

1 1 12 13 13 13 14

15 15 16 28 29 41 54 55 57 58 69 75 82 83 90 93 95 97 105 107 109 110 111

(19)

3.3 Data dan Sumber Data….………...

3.4 Paradigma Penelitian………..

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data………

BAB IV GAMBARAN UMUM MASYARKAT KARO……….

4.1 Letak Geografis Kabupaten Karo………...

4.2 Sistem Kekerabatan MasyarakatKaro…...………

4.3 Hari-hari Baik Menurut Kepercayaan Masyarakat Karo………

BAB V PERFORMANSI, TEKS, KOTEKS, KONTEKS………

5.1 Pelaksanaan Tradisi MRM ………

5.2 Perfomansi Tradisi MRM………..

5.2.1 Partisipan Tradisi MRM……….

5.2.2 Teks………..

5.2.3Ko-teks………...

5.3.3.1 Kinesis (Gerak Isyarat)………

5.3.3.2 Proksemik (Jarak)………..

5.3.3.3 Materi………

5.3.4Konteks……….

5.3.4.1 Konteks Situasi………

5.3.4.2 Konteks Sosial……….

5.3.4.3 Konteks Budaya………

5.3.4.4Konteks Idiologi………..

BAB VI ISI TRADISI MRM………...

6.1 Isi MRM………

6.1.1Makna Tradisi MRM………..

6.1.2 Fungsi Tradisi MRM………

6.1.3 Nilai dan Norma……….

6.1.4 Kearifan Lokal………

BAB VII REVITALISASI MRM...

7.1Revitalisasi………...

7.1.1 Pengaktifan Kembali ………

7.1.2 Pengelolaan ………

7. 1.3 Metode Pewarisan………..

7.1.4 Model Revitalisasi……….

BAB VIIIKESIMPULAN DAN SARAN………..

8.1 Kesimpulan……….

8.2 Saran………...

DAFTAR PUSTAKA………...

LAMPIRAN………...

114 114 116 133 134 134 138 142 142 190 190 192 226 225 228 229 237 237 239 240 240 242 243 242 251 254 258 265 265 265 267 268 270 271 270 276 278 282

(20)

DAFTAR GAMBAR

NO Judul Halaman

3.1 Peta Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo 114

3.2 3.3

Peta Kabupaten Karo

Analisis Domain Dengan Hungan Semantik jenis Analisis Taksonomi Tradisi MRM

131 126 129 4.1

5.1

Peta Kabupaten Karo Runggu Sangkep Nggeluh

134 146 5.2 Anakberu Membentangkang Tikar Untuk tempat Duduk 150

5.3 Menyajikan Pisang Emas dan Cimpalepat 161

5.4 Ngampeken Ose 165

5.5 Anak beru Si Majekken Daliken 166

5.6 Memberikan Upah Tukang 170

5.7 5.8 5.9

Kata pengalo-ngalo dan beserta penyerahan luah Nduduri belo (Membagikan sirih)

Memberikan Manok Sangkepen

179 180 182 5.10 Anak Beru Mempersiapkan Makan Siang (Ngelai) 185

5.11 Pola Acara tradisi MRM 188

5.13 Sangkep Nggeluh 227

5.14 Pihak Kalimbubu Menggunakan Pelantang 227

5.14 Prosemik Pihak Sukut Ditengah Sangkep Nggeluh 228 5.15 Lambe sebagai tanda adanya acara Mengket Rumah Mbaru 229 5.16 Pakaian adat karo pria dan wanita sebagai pakain kebesaran tuan

rumah

230

(21)

5.17 Beberapa Jenis makanan pada Tradisi MRB 231 5.18 Kampil, sirih, Pinang, gambir dan tembakau 232

5.19 Manok Sangkep dengan Manok raja mulia 233

5.20 Ius arinteneng, Pinggan pasu, Amak cur, dan Belo bujur 234

5.21 Daliken atau Tungku untuk Memasak 235

5.22 Luah Kalimbubu 236

(22)

DAFTAR BAGAN

No Judul Halaman

2.1 Jenis-jenis Kearifan Lokal 97

2.2 Model Revitalisasi 104

2.5 Kerangka Teori MRM 107

3.3 Bagan Penelitian MRM 129

5.2. Pola Acara Tradisi Mengket Rumah Mbaru 188 5.12 Tindak Tutur Ilokusi Tradisi MRM 225

5.4 Kearifan lokal tradisi MRM 263

6.1 Pemaknaan Tradisi MRM 241

6.2 Kearifan Lokal MRM 263

7.1 Model Revitalisasi MRM 269

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

NO JUDUL HALAMAN

1 Pemberian Kata-kata Nasihat atau Pedah-pedah dari Pihak

Kalimbubu, Senina, Anakbery, dan Sangkep Nggeluh

282

2 Pedoman Wawancara Tradisi MRM 317

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengket rumah mbaru„memasuki rumah baru‟ (MRM),adalah tradisi yang hadir dalam bentuk ujaran-ujaran yang mengandung dan mengekspresikan nasehat- nasehat, doa-doa dan harapan agar pemilik rumah baru diberi limpahan rezeki dan kesehatan di rumah baru. Tradisi lisan ini menggunakan bahasa (seni bertutur) yang dikombinasikan dengan menghadirkan unsur-unsur material mengungkapkan pesan yang hendak mereka sampaikan.

Menurut Koentjaraningrat (1981) bahasa bagian dari kebudayaan.Bahasa selain dapat disampaikan secara lisan, juga dapat disampaikan secara tertulis, selanjutnya untuk memahami sebuah tuturan dari seseorang juga perlu mempertimbangkan dan memperhatikan fenomena-fenomena yang ada di luar tataran kebahasaan (konteks).Dalam berbahasa, bahasa tidak terpisahkan dengan faktor sosial dan budaya masyarakat penuturnya. Perwujudan suatu bahasa dipengaruhi oleh faktor latar belakang sosial budaya masyarakat penutur bahasa tersebut. Penggunaan bahasa berkembang dalam lingkup masyarakat yang tidak jauh dari lingkungan yang memiliki adat istiadat terutama dalam upacara-upacara adat yang mereka laksanakan

MRM yaitu suatu acara suka cita yang dilaksankan sebagai wujud syukur kepada Tuhan dan berbagi kebahagiaan dengan keluarga dan kerabat karena keberhasilan seseorang mendirikan rumah baru. Tradisi ini juga sebagai upacara

(25)

mendoakan rumah agar penghuninya terhindar dari kejahata jin dan manusia juga sebagai harapan semua orang yang berdiam dirumah tersebut akan diberikan kelimpahan rezeki dan kesehatan.

Pelaksanaan MRM pada zaman sekarang sebagian mulai mengalami pergeseran karena banyak bagian-bagian dari acara ini mulai ditinggalkan. Banyak masyarakat Karo tidak lagi memahami maknanya. Ada kecenderungan masyarakat Karo mempersingkat pelaksanaan acara MRM (Ginting,1996). Sekarang secara sederhana Mengket Rumah Mbarudilaksakan pada pagi hari dimulai dengan pembukaan kunci rumah dan pembacaan liturgi oleh pendeta bagi yang beragama Nasrani.Bagi yang beragama Muslim cukup dengan pembacaan doa-doa oleh anggota perwiritan dan keluarga atau dengan mengundang anak yatim. Setelah itu dibagikan kue tradisional Karo yang disebutcimpa lepatdisusul dengan makan pagi,dilanjutnya dengan ucapan selamat dari kerabat dan tetanggalalu ditutup dengan doa.

Pada dasarnya tradisi MRMmemiliki beberapa tahapan dan serta tuturan yang berisi harapan dan doa-doa dari pihak anak beru, kalimbubu serta senina juga pelaksanaannya kaya dengan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal. Sebagai contoh unsur materi yang digunakan dalam pelaksnaan acara adalah adalah lauk pauk, dahalu menu wajib yang dihidangkan adalah serangga jangkrik yang ditangkap dari ladang, ikan lele atau ikan emas. Jangkrik dijadikansebgai panganan utama karena jangkrik simbolisasi dari kehidupan yang postif. Dalam bahasa Karojangkrik disebut kurung, karena serangga ini hidup dibawah tanah dan terbiasa bersembunyi atau terkurung di tempatnya yang nyaman. Makna „kurung‟ seperti yang dikutip dari

(26)

(Ginting;1996)adalah kurung tendi rumahartinya rumah memiliki jiwa yang memberikan keselarasan dengan penghuninya juga rumah yang ditempati, tidak akan ada gangguan jin dan manusia, kurung iukurkenna masa depannaserangga jangkrik senantiasamemikirkan masa depannya, maknanya penghuni rumah akan diberi kelimpahan rezeki sehingga tidak akan kekurangan di masa yang akan datang juga menjaga rumahnya hingga dapat terlidung dari terpaan hujan dan matahari. Lauk serangga jangkrik pada acara tradisi MRM pada masa sekarang tidak ditemukan lagi karena lauk digantikan dengan makanan lain yang disajikan dalam berbagai rasa dan bentuk penyajian.

Meneliti bahasa dan komponen-komponen pendukung serta konteksnya pada saat menuturkannya dalam pelaksanaan tradisi MRMmerupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Seorang pembicara dalam adat yang dipilih dari anakberu, atau orang-orang yang terlibat daam pelaksanaan adat dalam hal ini memiliki keahlian sebagai kreatifitasnya dalam berperformansi. Intonasi, gesture, ujaran, dan komponen-komponen lainnya menyatu dalam performansi sebagai hasil akhir (eksekusi) dari suatu kreatifitas dalam penyampaian pesan. Bauman (1977:11) menjelaskan bahwa performansi merupakan moda (sarana) dari penggunaan bahasa, suatu cara dalam berbicara. Perfomansi melibatkan pelaku serta bahasa yang digunakan juga kontek yang menyertainya.

MRMmerupakan aktivitas yang melibatkan kelompokpartisipan.Dalam pelaksanaan acara ini adalah sangkep nggeluh (anak beru, kalimbubu dan senina)bahasa, dan situasi yang menyertai pelaksanannya. Peran anak beru,

(27)

kalimbubu, dan seninatidak dapat digantikan satu sama lain karena mengikuti beberapa aturan dan tahapanan yang harus dilalui selama proses acara berlangsung, pendapat ini sesuai dengan pernyataan Finnegan (2005:95) tentang performansi dapat berada dalam banyak situasi, dari yang terorganisasi (tersusun) dan terencana hingga situasi yang tidak formal.Situasi ini dikarenakan beberapa faktor yaitu; waktu,tempat, dan ruang, model organisasinya, partisipan dan perilakunya serta evaluasi lokal (pemahaman dan pengetahuan mengenai masyarakat penuturnya).

MRMmenarik untuk diteliti karena penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan unsur budaya yang terkandung di dalamnya. Bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi saja tetapi lebih kepada manifestasi pengetahuan yang dimiliki manusia serta dapat memberi kepuasan pada manusia lewat ekspresi-ekspresi. Pendapat Hoijer (1953) bahwa bahasa berada dalam budaya dan bukan hanya menetapkan bahasa dan budaya secara terpisah. Hal ini sesuai dengan Duranti (1997) yang menyatakan bahwa antropologi linguistik adalah interdisipliner antara ilmu antropologi dan linguistik yang meneliti bahasa sebagai sumber budaya dan berbicara sebagai praktik berbudaya (language as cultural resources and speaking as cultural practices).

Bahasa diujarkan mencakup isi (apa yang ingin disampaikan) serta melibatkan prosesnya (bagaimana ujaran tersebut disampaikan). Oswalt dalam Duranti (1997) menyatakan

Suatu budaya dipelajari dan dibagikan melaluikarakterisitik pola perilakunya oleh orang-orang dalam suatu kelompok. Budaya yang anda miliki berasal dari saudara-saudara dan anggota komunitas anda, sama halnya seperti berasal dari bermacam-macam materi seperti dari buku-buku dan program-program televisi. Anda tidak terlahir dengan budaya, akan tetapi dengan kemampuan untuk memperolehnya melalui observasi, meniru, dan dengan uji coba.

(28)

(Oswalt 1986: 25)

Menganalisis tuturan MRM, tidak terlepas dari situasi dan aspek-aspek yang menyebabkan ujaran tersebut hadir atau digunakan. Hal ini disebabkan oleh suatu proses manusia saling berkomunikasi satu sama lainnya. Seperti bagaimana peraturan-peraturan dalam berkomunikasi antara manusia, bagaimana mereka saling menyapa, menasehati, berdoa dan sebagainya. Atau seperti apa mereka berdoa, berorasi, bercanda, berpantunyang berakar dari etika merupakan pertanyaan yang menarik untuk diamati.Pertanyaan tersebut jugadikemukakan oleh Hickerson (1980) seorang ahli antropolog yang mengembangkan ketertarikannya dalam ilmu linguistik.

Ia menyatakan bahwa suatu penelitian bahasa dapat memberikan wawasan dan nilai- nilai unik kedalam sudut pandang budaya bahwa antropologi budaya tidak mampu mempelajari dan mendeskripsikan kehidupan suatu komunitas tanpa memperhitungkan bahasanya (apakah mereka mempelajarinya dengan cara mereka sendiri atau bersandarkan pada pengetahuan yang lainnya).

Pelaksanaantradisi MRM terdiri dari empat tingakatan ya itu sumalin jabu, mengkah dapur, ngerencit, dan ertukam(Prinst; 2004). Pelaksanaan acara disesuaikan dengan kemampuan ekonomi seseorang,besar kecilnya acara pesta ditentukan oleh jumlah orang-orang yang ikut serta dalam pesta MRM. Bentuk acara, orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya, ekspresi-ekspresi, tuturan-tuturan menasehati, doa- doa dan harapan, juga berbagai macam materi yang ada dalam tradisiMRM mengandung banyak nilai kearifan lokal untuk menyelesaikan permasalahan- permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat di pada jaman sekarang.

(29)

MRMmerupakan bagian tradisi lisan yang diwariskan secara turun-temurun. Sibarani (2015: 72) menyatakan wujud tradisi lisan dapat berupa (1) tradisi berbahasa dan beraksara lokal, (2) tradisi berkesusastraan, (3) tradisi pertunjukan, (4) tradisi upacara adat, (5) tradisi teknologi tradisional, (6) tradisi perlambangan, (7) tradisi seni dan musik rakyat, (8) tradisi pertanian tradisional, (9) tradisi kerajinan tangan, (10) tradisi kuliner, (11) tradisi obat-obatan atau pengobatan tradisional, dan (12) tradisi panorama dan kondisi lokal. Keseluruhan wujud tersebut menyiratkan performansi dalam bentuk kegiatan dan peristiwa.

Tradisi MRMmerupakan salah satu kekayaan warisan masyarakat Karo yang telah diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pelaksanaan tradisi ini terkandung seni bertutur yang kaya akan kearifan lokal, namun pelaksanaannya mulai tergerus akibat kemajuan jaman, karenanya penelitian ini layak untuk dilakukan, penelitian tradisi MRMmerupakan kekayaan dan warisan masyarakat Karo akan menambah inventaris budaya bangsa yang menginformasikan pola dan makna salah satu jajaran budaya bangsa Indonesia yang kaya akan tradisi dan nilai-nilai positif. Kemajuan teknologi dibidang informasi telah banyak mempengaruhi pola pikir dan merubah kebiasaan-kebiasaan (tradisi) dalam menjalankan aktifitas kehidupan sehari-hari. Hal tersebut mengikis rasa persaudaraan dan menimbulkan banyaknya konflik di masyarakat. Pengalaman-pengalaman yang menjadi pengetahuan para pendahulu dituangkan dalam tradisi-tradisi untuk mempertahahankan keberadaan tradisi MRM. Tradisi ini masih dijalankan dan masih berterima di masyarakat Karo.

(30)

Nilai-nilai kekeluargaan, seni bertutur dan kegotongroyongan juga aktifitas- aktifitas dalam tradisi MRMmerupakan bentuk yang diciptakan oleh para pendahulu yang terealisasi dalam kehidupan keseharian masyarakat Karo dan diteruskan merupakan kekayaan, warisan dan kearifan lokal yang hidup serta perlu dipertahankan agar tidak punah.

Perpindahansuatu tradisi dari satu generasi ke generasi berikutnya akan melekat pada budayajuga memori masyarakat pendukungknya. Penelitian tradisi lisan MRMdapat memberikan sumbangan mengenai analisis tradisi lisan yang menggunakan kajian antropolinguistik yang mendefinisikan bahasa sebagai sumber budaya dan berbicara sebagai praktik berbudaya.

Memahami tradisi lisan, melibatkan unsur verbal maupun non-verbal serta konteks dan partisipannya yang mendukung kreatifitas dalam aktifitas tersebut yang dikenal dengan istilah performansi. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sibarani (2015) bahwa struktur dan formula unsur verbal dan non- verbal tradisi lisan dapat dijelaskan melalui pemahaman struktur teks, ko-teks, dan konteksnya dalam suatu performansi sehingga pemahaman bentuk itu juga menjadi pemahaman keseluruhan performansi tradisi lisan. Pernyataan ini juga didukung oleh Seyfeddinipur dan Gullberg (2016: 1) yang menyatakan bahwa penggunaan bahasa secara mendasar adalah multimodal. Ekspresi-ekspresi yang hadir dalam suatu tradisi lisan merupakan performansi merupakan kreatifitas pemilik tradisi. Sejalan dengan itu pernyataan Hymes dalam Duranti (1997:15) performansi adalah kreatifitas yang diwujudkan dan berterima.

(31)

Pendapat tersebut lebih rinci dijelaskan oleh Finnegan (2005:12) yang menyatakan bahwa pengertian performansi terbaru bermula dari ketertarikan pada perbedaan (keunikan) teknik retoris dan estetis dalam menyampaikan serta dalam merincikan performansi maupun audiensinya dengan ide bahwa performansi tidak hanya konteks akan tetapi lebih kepada esensinya. Finnegan (2015: 4) menyatakan bahwa inti dari suatu peristiwa tutur/ekspresi lisan tidak hanya pada teks yang tertulis saja, akan tetapi pada performansinya. Performansi mencakup setting, proses penyampaian, dan tidak pula hanya pada si pembicara utama melainkan keseluruhan para partisipan yang ada.

Melalui konsep performansi yang dikemukakan oleh Duranti, maka akan diperoleh juga pengetahuan secara prosedural yang didapat dari proses observasi mengenai makna dan nilai bagaimana suatu budaya tutur tersebut disampaikan.

Bahasa sebagai media pengantar komunikasi menjadi sumber budaya yang hakiki karena bahasa menunjukkan identitas pengguna.

MRMyang mencakup teks, partisipan, materi pendukung, dan yang lainnya yang terdapat dalamnya juga proses penyampaiannya merupakan komponen- komponen dalam performansi yang harus diperhitungkan keberadaannya karena merupakan kesatuan. Kebudayaan juga budaya tutur yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat merupakan hasil dari kognitif, dapat diteliti karena mengandung nilai-nilai yang juga mencakup pengetahuan setempat (indigeneous knowledge).

MRMsebagai tradisi upacara selamatan yang banyak memiliki nilai dan makna, pelestariannya sangat pentingterutama untuk generasi muda sebagai penerus

(32)

budaya,sehingga suatu saat tradisi ini tidak kehilangan makna dan nilainya serta tetap diingat oleh penerusnya. Goody (dalam Bauman 1991) menyatakan bahwa tradisi lisan memiliki dua kriteria, yaitu (1) proses pewarisannya adalah melalui tatap muka (face to face) (2) sesuai dengan faktanya bahwa sebenarnya proses transformasi yang dilakukan hanyalah berisikan informasi yang sudah dimiliki dalam memori penutur saja maka hal ini rentan akan daya ingat penutur dan pendengar itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan teknik dalam penyampaiannya yang merupakan bentuk revitalisasi dari tradisi ini.

Hal ini berarti bahwa tradisi merupakan aktivitas yang mencakup ide, pikiran, pengalaman dan perwujudannya yang mencakup penggunaan bahasa. Peristiwa dalam MRM merupakan program pemertahanan bahasa yang terkandung didalamnya sekaligus berisikan nilai-nilai dan pengetahuan masyarakat penuturnya.

Pemertahanan tradisi lisan juga berarti pemertahanan bahasa, maka penelitian tradisi lisan perlu dilakukan dalam rangka menyelamatkan budaya yang juga berarti menyelamatkan bahasa.

MRMyang dulunya menjadi bagian dalam melakukan aktifitas berbudayapada jaman sekarang pelaksanaanya mulai berkurang karena dianggap bertele-tele dan membutuhkan banyak waktu. Padahal MRMmerupakan warisan yang mengandung nilai-nilai kegotongroyongan, nilai kekeluargan yang sangat kental yang penting bagi masyarakat Karo. Juga bentuk pelestarian bahasa daerah itu sendiri yang digunakan dalam proses tradisi ini.

Keberadaan bahasa daerah yang dipegaruhi oleh faktor sosial, ekonomi, dan politik dapat menjadi terancam disaat perspektif penutur menganggap bahwa mereka

(33)

harus beralih ke bahasa lain sehingga tidak penting lagi mengajarkan bahasa daerahnya kepada anak-anaknya. Kondisi semakin diperparah dengan kemajuan teknologi yang tidak terbatas dimana generasi muda sudah kurang bahkan ada yang tidak lagi mengenal budaya daerahnya sendiri.

Bahasa mengandung pengetahuan-pengetahuan yang disampaikan dengan cara-cara yang unik dan khas sesuai budaya setempat. Cara-cara penyampaian mencakup pengetahuan sebelumnya dan merupakan tindakan akhir pada suatu komunikasi. Hymes dalam Duranti (1977) menyatakan bahwa performansi merupakan kegiatan yang kreatif, berwujud dan berterima.

Untuk mendapatkan hasil secara integral dari suatu praktik komunikasi (penggunaan bahasa) dalam suatu kelompok manusia, maka dibutuhkan kajian interdisiplin antara linguistik untuk analisis teks dan antropologi untuk analisis budaya (aktivitas yang menghadirkan teks) dalam suatu kelompok sosial yang mendampingi kehadiran teks tersebut. Sibarani (2015) menyatakan bahwa struktur dan formula unsur verbal dan non-verbal tradisi lisan dapat dijelaskan melalui pemahaman struktur teks, ko-teks, dan konteksnya dalam suatu performansi sehingga pemahaman bentuk itu juga menjadi pemahaman keseluruhan performansi tradisi lisan.

Mendeskripsikan MRM juga sekalian mendeskripsikan bahasanyakarena bahasa merupakan sumber budaya dan berbicara (lisan) merupakan praktek berbudaya, maka dalam sudut pandang kognitif tentang budaya, ada dua hal kompetensi yang terlibat yaitu pengetahuan proposional dan pengetahuan prosedural.

Pengetahuan proposional merujuk kepada ungkapan yang diucapkan penutur asli dan

(34)

para etnografer mencoba mempertanyakan kebenarannya pada penutur asli tersebut.

Tipe ini disebut mengetahui “apa” (know that).

Pengetahuan prosedural adalah mengetahui “bagaimana” (know how) tipe dari informasi yang sering disimpulkan dari pengamatan tentang bagaimana sekelompok orang mengerjakan tugas kesehariannya dan menyelesaikannya dalam satu bentuk pemecahan masalah. Hal ini terkait dengan bahwa seseorang perlu tahu,kapan dan bagaimana, menggunakan informasi tesebut. Disamping hal tersebut, seseorang juga harus mengetahui prosedur yang menunjukkan urutan khusus dari suatu tindakan yang mengandung suatu tujuan, seperti mempercepat atau menghentikan pembicaraan.Kita perlu mengetahui dalam situasi yang bagaimana suatu tindakan dapat dilakukan (lihat Duranti 1997: 27-28). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penelitian bahasa dapat dilakukan dengan menggunakan konsep performansi, indeksikalitas dan partisispasi yang digagas oleh Duranti untuk menemukan pola performansi, kandungan tradisi lisan dan proses revitalisasinya.

Keragaman budaya merupakan kekayaan suatu bangsa. Masing-masing kelompok sosial memiliki budaya yang berbeda sesuai dengan kebutuhan kelompok pemilik budaya tersebut dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya.Kluckhohn (dalam Gazalba, 1989: 10) membagi kebudayaan yang ditemukan pada semua bangsa di dunia dari sistem kebudayaan yang sederhana seperti masyarakat pedesaan hingga sistem kebudayaan yang kompleks seperti masyarakat perkotaan. Ia membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal atau disebut dengan kultural universal. Menurut Koentjaraningrat, istilah universal menunjukkan bahwa unsur- unsur kebudayaan bersifat universal dan dapat ditemukan di dalam kebudayaan

(35)

semua bangsa yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah bahasa, pengetahuan, sistem sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, religi, dan kesenian.

Dalam penelitian ini, peneliti memokuskan untuk menggali makna, fungsi, nilai dan norma dari bahasa dan berbicara pada tradisi MRMuntuk merumuskan model revitalisasi dan pelestariannya. Dari sudut antropolinguistik, semua ragam bahasa menggambarkan cara berpikir masyarakatnya dan berbicara sesuai dengan cara berpikirnya termasuk cara-cara dalam seluk-beluk kebudayaannya (Sibarani, 2004). Peneliti ingin meneliti mengenai MRMdalam suatu komunitas tertentu (masyarakat Karo) yang menjadi tradisi lisan yang diwariskan secara turun menurun yang merupakan kekayaan masyarakat Karo yang mengandung pengetahuan, pengalaman dan media dalam mengekspresikan ide, pikiran dan perasaan.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui teks, ko-teks, konteks, fungsi, nilai, makna dan norma, serta kearifan lokalMengket rumah mbaru, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk performansi,teks, ko-teks dan konteks MRMyang dilakukan oleh masyarakat Karo?

2. Bagaimanakah isi tradisi MRM yang mencakup makna, fungsi, nilai, norma, serta kearifan lokaldari tradisi MRMpada masyarakat Karo.

3. Bagaimanakah revitalisasi dan model revitalisasi dari tradisi MRMyang sesuai bagi masyarakat Karo?

(36)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengungkapkan dan menganalisisperformansi, teks, ko-teks dan konteks dari tradisiMRMyang dilakukan oleh masyarakat Karo.

2. Mengungkapkan dan menemukanmakna dan fungsi, nilai dan norma, serta kearifan lokaldari tradisi MRMpada masyarakat Karo.

3. Menemukan model revitalisasi MRMyang sesuai bagi masyarakat Karo 1.4 Manfaat Penelitian

Kajian ini perlu dan penting dilakukan atas dasar keilmuan untuk menunjukkan bahwa keberadaan kearifan lokal dapat diteliti melalui bahasa yang merupakan praktek budaya yang terangkum dalam budaya tutur masyarakat Karo.

Konsep Duranti yang mencakup performansi, indeksikalitas dan partisipasi akan diaplikasikan dalam penelitian ini dikarenakan terkait dengan meneliti tradisi lisan yang fokus kepada budaya tutur masyarakat Karo, dikarenakanMRMmerupakan praktek berbahasa. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dapat dirinci berikut ini:

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis maanfaat penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan informasi tentang performansi, teks, ko-teks dan konteks tradisi MRM, juga memberikan pengetahuan tentang kearifan lokal, makna dan fungsi, nilai dan juga norma yang terdapat di dalam tradisi MRM sebagai salah satu carauntuk memperkenalkan tradisi MRM sehingga masyakat luas terutama masyarakat Karo dapat memahami dan mendapat informasi tentang tradisi MRM. Degan demikian apa

(37)

yang diperoleh selama penelitian dapat dijadikan sebagai pengembangan teori yang berhubungan dengan performansi tradisi MRM yang menyangkut teks,ko-teks dan konteks, nilai dan norma, makna dan fungsi serta kearifan lokal juga model revitalisasi sabagai tahapan akhir dari penelitian ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, manfaat hasil penelitian tradisiMRM dapat dijadikan sebagai bahan pedoman tertulis pelaksanaan tradisi MRM bagi pelaku budaya juga tokoh budaya Karo, juga sebagai bahan studi tertulis bagi linguis juga peneliti lainnya yang tertarik melakukan penelitian yang serupa karena hanya sedikit penelitian yang dilakukan yang berhubungan tradisi MRM. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran juga pengembangan pengetahuan berkaitan dengan tradisi MRM, menginformasikan keberadaan budaya MRMsebagai salah satu budaya yang hidup dalam masyarakat Karo dan sebagai upaya pelestarian tentang pentingnya menjaga dan melestarikan tradisi MRM, memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bentuk (teks,ko-teks, dan konteks) isi (makna dan fungsi, nilai dan norma, kearifan lokal) yang terkandung di dalam tradisiMRMsebagai upaya untuk menggali kearifan lokal tradisi MRM agardimengerti dan dipahami oleh masyarakat Karo khususnya generasi muda sebagai penerus tradisi ini. Bagi penelitian lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan penelitian yang berhubungan dengan tradisi MRM.

(38)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KONSEP DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Pengantar

Penelitian ini penelian tradisi lisan menggunakan kajianantropolinguistik didasari pada konsep Duranti (1997) dengan cakupan performansi, indeksikalitas dan partisipasi.Berdasarkan tiga pusat perhatian (performansi, indeksikalitas, partisipasi) dan tiga parameter antropolinguistik (keterhubungan, kebernilaian, keberlanjutan) tradisi lisan sebagai penggunaan bahasa yang memadukan keseluruhan ekspresi linguistik bersama dengan aspek-aspek sosio-kultural merupakan objek kajian yang menarik dan bermanfaat dengan pendekatan antropolinguistik. Kajian anropolinguistik seperti ini tidak hanya menjelaskan proses penggunaan bahasa secara liguistik, tetapi juga mengungkapkan nilai budaya tradisi lisan itu secara antropologis (Sibarani, 2015). Pada bab ini penulisan kajian pustaka menjelaskan keterkaitan dan kontribusi penelitian terdahulu. Penelitian ini memuat hasil-hasil penelitian terdahulu dalam bentuk disertasi, artikel dan jurnal baik nasional ataupun internasional sebagai sumber non buku teks. Selanjutnyalandasa teoridiambil dari berbagai macam bukuyang relevan sesuai dengan dengan fokus dan sub-fokus penelitian. Landasan konsep dan juga pendekatanyang melengkapi terdiri dari:

(39)

(1)performansi(2) indeksikalitas (3) partisipasi (4) tradisi lisan (5) Kearifan lokal (6) Revitalisasi dan (7) Mengket rumah mbaru.

2.2 Kajian Pustaka

Untuk menjelaskan fenomena yang diteliti, berikut beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai bahan kajian pustaka. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain adalah;

Penelitian yang pertama adalah Duranti (1997) dalam penelitiannya yang berjudul Indexical Speechb across Samoan Communities bertujuan untuk menganalisis ruang hidup dalam dua komunitas Samoa yang berjauhan. Pertama sekali ia harus menyelesaikan sebuah masalah dalam bahasa yang dialami para antropologis. Berdasarkan stok ungkapan-ungkapan kunci antropologi dari para etnografer sebelumnya seperti yang dikemukakan oleh Geertz tentang leksikon nisba yang menjadi sebuah ungkapan kunci untuk memahami bagaimana (rasanya) bangsa Moroko mengenai orang, suatu fokus sentral dari Geertz mengenai antropologi interpretif.

Duranti menemukannya dalam kalimat direktif seperti “do this”, “go there”,

“bring that”, dan yang lainnya yang dapat ditemukan dalam transkrip dari interaksi di rumah yang direkam oleh Elinor dan Martha. Para ahli analisis grammar dan wacana frustasi untuk mencari klausa resmi transitif (canonical transitive clauses) bahwa ujaran-ujaran dengan agen-agen yang mengungkapkannya dengan lengkap (penuh) seperti “the boy dropped the cup,” “the woman fed the baby”.

(40)

Melalui 18.000 halaman tulisan tangan yang ditranskripnya dari komunitas Samoa Barat, ia melihat ada instruksi yang paling sering diujarkan para orang dewasa kepada anak-anak yaitu nofo i lalo yang berarti duduk (sit down). Duduk dalam bahasa Inggris berarti duduk di kursi, akan tetapi secara konteks, duduk dalam komunitas ini adalah duduk bersila di atas lantai. Penelitian ini sangat dekat dengan fenomena deiksis (deixis) dimana para linguis telah lama tertarik dalam ruang sebagai bagian besar dari seperangkat fenomena. Contoh klasiknya seperti dalam personal pronoun (I, you), demonstratif (this, that), keterangan waktu dan preposisi.

Deiksis bersamaan dengan fenomena umum yang menyertainya dinamakan indeksikalitas. Indeksikalitas harus dihubungkan dengan tempat, identitas, dan komunitas. Deiksis saja tidak bisa menentukan kunci dari interpretasi mereka sendiri.

Dalam penelitian ini, Duranti membedakan istilah deiksis yang digunakan dalam sosiolinguistik dan indeksikalitas yang digunakan dalam antropologi linguistik.

Untuk menemukan makna dan nilai dalam leksikon yang digunakan dalam Mengket rumah mbaru, informasi dari penutur asli dibutuhkan dikarenakan hanya pengguna bahasa tersebut yang mengetahui dengan pasti makna serta nilai tradisi lisan yang dilakukan.

Penelitian Duranti berikut adalah Duranti (2001) dalam penelitiannya yang berjudul Performance and Encoding of Agency in Historical-Natural Languages menjelaskan tentang kerja dari definisi agen dan berargumen tentang dua hal utama yang membedakan dimensi agen yaitu: performansi (performance) dan pengkodean (encoding). Dalam dimensi performansi, ia membedakan antara penegasan agen ego (ego-affirming) dan pembentukan konteks (context-constituting). Pada dimensi

(41)

representasi, Duranti fokus kepada dua prinsip yang berhubungan dan implikasinya yaitu: (1) semua bahasa-bahasa alam memperbolehkan perwujudan dari agen; (2) semua bahasa-bahasa alam memperbolehkan untuk mengurangi agen. Agen disini dipahami sebagai properti dari entitas-entitas berikut (1) yang memiliki derajat kontrol untuk perilaku (2) setiap tindakan di dunia yang mempengaruhi entitas-entitas lainnya (dan terkadang milik komunitas penutur sendiri) dan (3) tindakan-tindakan yang merupakan objek evaluasi.

Performansi merupakan penetapan agen, apa yang dimiliki oleh seseorang yang bersandarkan dan berpengaruh menstimulasi encoding (bagaimana tindakan manusia digambarkan melalui makna linguistik). Performansi lebih kepada kreatifitas penutur dalam berkomunikasi, sedangkan pengkodean lebih menitikberatkan kepada fungsi performatif. Duranti menjelaskan bahwa performansi mempertimbangkan semua tindakan yang dilakukan penutur bersamaaan dengan penggunaan bahasanya.

Agen diperformasikan dalam dalam banyak level. Yang pertama adalah ego- affirmating, yaitu tipe agen yang selalu berterima, meskipun dalam derajat yang berbeda, kapanpun bahasa digunakan. Yang kedua adalah agen pembentukan konteks yang sangat terkait dengan cara penyampaian. Kontribusi penelitian ini bagi penelitian peneliti adalah memperjelas konsep performasi yang meneliti tentang kreatifitas penutur untuk menemukan keunikan MRMdalam masyarakat Karo dan mendapatkan ideologi serta kekuatan dalam bahasanya.

Penelitian selanjutnya adalahBalukh (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Digitalisasi Teks Lisan Bahasa Dhao: Sebuah Metode Dokumentasi dan Revitalisasi Modern Bahasa yang belum memiliki sistem tulis yang berkembang luas

(42)

seperti Dhao mengandalkan tuturan lisan dalam penyebaran dan transmisi bahasa. Hal ini kurang efektif karena tuturan lisan hanya mengandalkan kemahiran penutur, akan tetapi, masyarakat semakin bilingual, bahkan multilingual, karena itu tuturan lisan sangat penting didokumentasikan yang nantinya bermanfaat untuk berbagai tujuan dalam upaya revitalisasi bahasa.

Teks lisan yang dihasilkan melalui perekaman memainkan peranan yang sangat penting dalam revitalisasi bahasa. Teks lisan dapat bermanfaat bagi pengembangan sistem tulis dan bahan bacaan, baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan pendidikan. Teks lisan menghasilkan data yang bervariasi secara alamiah, sehingga dapat diolah untuk menghasilkan berbagai produk, seperti tatabahasa, kamus, dan lain-lain. Akan tetapi, teks lisan mesti disertai berbagai informasi mengenai apapun yang terdapat dalam rekaman tersebut. Inilah yang disebut anotasi. Anotasi bisa ortografis, fonemis, atau fonetis, tergantung pada tujuan dokumentasi tersebut. Hal yang penting dalam anotasi adalah transkripsi, terjemahan bebas, dan anotasi gramatikal.

Agar rekaman yang dihasilkan dapat digunakan untuk berbagai tujuan, maka teknologi memiliki peran yang sangat penting. Dengan teknologi, proses digitalisasi dapat dilakukan dengan kualitas yang baik dan format yang kuat, sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Teknologi yang dimaksud diantaranya adalah teknologi perekaman, anotasi, dan penyuntingan. Hal yang paling penting adalah bahwa rekaman, anotasi, dan penyuntingan yang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ranah dan fungsi bahasa dalam kerangka revitalisasi bahasa Dhao.

(43)

Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian peneliti adalah penjelasan pada bagian metodologi yang menggunakan sistem digital untuk melakukan transkripsi dari rekaman yang akan diperoleh. Rekaman dan transkrip MRMdapat dimanfaatkan untuk penelitian linguistik selanjutnya.

Penelitian lebih lanjutpenelitian Ula (2010) berjudul Tradisi Munggah Mulo dalam perspektif Antropolinguistik merupakan penelitian tradisi selamatan yang mengiringi dinaikkannya atap tertinggi rumah yang sedang dibangun. Tradisi ini dilaksanakan masyarakat Pekalongan yang terletak di wilayah pantai utara Jawa.

Tradisi ini sarat dengan makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,serta bentuk-bentuk kebahasaan (simbol-simbol) yang terdapat dalam tradisi tersebut.

Penelitian tersebut berisikan perfomansi tradisi Munggah Mulo. Berdasarkan penelitiannya tradisi ini tidak hanya dilaksanakan oleh etnik Jawa yang berdomisili di Pekalongan tapi dilaksanakan juga oleh etnik Tionghoa dan Arab.

Penelitianmembahas simbol-simbol berupa benda-benda yang disertakan dalam tradisi ini dikaitkan dengan makna serta tradisi tersebut terhadap kehidupan sosial masyarakat Pekalongan.

Penelitian Marks (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Participation Framework and Footing Shifts in an Interpreted Academic Meeting meneliti tentang interpretasi footing dan ciri-ciri manajemen interaksi dalam sebuah pertemuan akademik. Tujuannya adalah untuk menambahkan informasi terhadap penelitian- penelitian yang terbatas yang menguji footing dalam interaksi interpretasi. Penelitian ini adalah pengulangan dari penelitian Metzger dan bertujuan untuk menerapkan kerangka penelitiannya untuk data yang berbeda dan menguji bagaimana

(44)

penemuannya tentang footing yang diaplikasikan dalam seting dan partisipasi yang berbeda. Replikasi ini penting karena akan menambahkan informasi untuk sebuah keutuhan literatur dalam lapangan dan membuktikannya sebagai suatu dasar perbandingan dan kontras dengan penelitian relevan sebelumnya. Teori-teorinya mungkin kuat, cara-cara menganalisis topik mungkin muncul dan pertanyaan- pertanyaan mungkin akan timbul yang memandu penelitian selanjutnya.

Selanjutnya penelitian Salim (2013) berjudul Kontribusi Upacara Adat Mendirikan dan Pindah Rumah Terhadap Nilai Pendidikan Islam menjelaskan bahwa upacara adat mendirikan rumah baru memiliki tata upacara (prosesi) tersendiri yang memiliki pesan pesan moral, khususnya nilai-nilai pendidikan Islam. Dalam kajian ini, Salim membagi kajian ini ke dalam beberapa bagian, yang pertama adalah pengungkapan pengertian mengenai upacara mendirikan rumah dan upacara adat pindah rumah yang kedua adalah pemaparan tentang perlengkapan yang dibutuhkan dalam upacara, yang ketiga makna dari peralatan yang digunakan menurut masyarakat pendukung upacara, dan yang keempat adalah tata urutan berlangsungnya upacara. Setelah itu dilanjutkan dengan memberikan tafsir atas simbol-simbol yang terkandung dalam perlengkapan yang digunakan dalam upacara itu (pendekatan etic). Hal ini dilakukan karena sebagaimana dikatakan oleh Levi Strauss bahwa ada pengetahuan budaya yang tidak disadari oleh pendukung budaya (unconscious meaning) yang disebabkan oleh adanya struktur yang tidak disadari (unconscious structure), dan struktur ini kemudian dicoba untuk ditangkap oleh peneliti dengan cara menafsirkan simbol-simbol yang tampak itu.

(45)

Kekayaan upacara adat menyimpan banyak pesan-pesan moral khususnya nilai-nilai pendidikan Islam perlu untuk digali dan diungkap agar dapat diketahui oleh para pelakunya maupun masyarakat luas. Nilai-nilai pendidikan Islam yang termuat dalam tradisi membuat rumah dan pindahan rumah di kalangan masyarakat Melayu Pontianak adalah: pertama, pemilik rumah harus sudah benar- benar memahami keadaan rumah dan keadaan di sekeliling rumah yang akan didiaminya. Kedua, pemilik rumah harus berusaha menjaga ketersediaan dan kecukupan sandang-pangan untuk kelangsungan hidup berkeluarga. Ketiga, pemilik rumah harus tetap berusaha memelihara hubungan dengan sang pemilik alam dan dengan sesama makhluk-Nya. Keempat, pemilik rumah harus memiliki komitmen menjaga kedamaian, kasih sayang dan kesejahteraan bagi seisi rumah dan orang orang yang berada di sekitarnya.

Penelitian berikut adalah penelitian Mulyana (2014) berjudul Wacana Pidato Upacara dalam Perkawinan Masyarakat Jawa: Wahana Pembentukan Sikap Mental dan Karakter. Penelitian ini berisikan bagaimana kontekspidato menjadi faktor utama perubahanwacana. Bahan penelitiannya bersumber dari tuturan lisan pidato perkawinan yang diselenggarakan oleh masyarakat Jawa di wilayah Jogyakarta.

Dalam penelitiannya dia menjelaskan bagaimana bentuk komunikasi lisan dan non lisan dipengaruhi faktor-faktor yang bersifat sosial seperti usia, pekerjaan, tingkat sosial, latar dan fungsi sosial.

Berkaitan dengan pemilihan wacana dalam suasana dan fungsi tertentu, masyarakat Jawa memiliki dan memelihara salah satu bentuk komunikasi yang bersifat sosial kultural dalam bentuk pidato dalam upacara yang langsung berkaitan

(46)

dengan aktivitas kehidupan masyarkat itu sendiri. Ada tujuh macam wacana yang bisanya digunakan dalam acara seremonial, yaitu wacana naratif, wacana procedural, wacana ekspositori, wacana hortatory, wacana dramatic, wacana epistoleri dan wacana seremonial.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat campur kode dan perubahan tingkat tutur juga terjadi perubahan wacana pidato disebabkan karena perubahan konteks yang melatarbelakangi terkait suasana yang berlangsung dalam upacara. Wacana seremonial dianggap sebagai satu kekhasan jenis wacana dalam bahasa Jawa karena berhubungan dengan penggunaan ragam bahasa Jawa karna yang menggunakan bahasa halus, bersopan santun, sakral, dan cenderung formal. Sementara itu khusus pidato perkawinan disamping banyak menggunakan diksi literer (ragam halus yang terpilih)bahasa yang disampaikan bernada suka cita. selain itu adanya keutuhan struktur, keutuhan makna, dan keutuhan informasi. Secara struktur, teksnya terdiri dari pendahuluan (awal), bagian isi (utama), dan bagian akhir atau (penutup).

Sejumlah hal yang menjadi indikator pembentukan jati diri dan karakter antar lain adalah;pengucapan pidato memiliki disiplin tinggi, menjaga perilaku, menjunjung tinggi sopan santun, menghormati orang lain, memuliakan masyarakat.

Upacara perkawinan dikatan sebagai wacana komunikasi antar orang yang saling menghormati. Dalam situasi tersebut wajar apabila ragam bahasa yang digunakan adalah fomal. Keformalan tersebut menjadi salah satu faktor terbentuk teks yang utuh. Ciri-ciri teks yang utuh tersebut menunjukkan ciri-ciri pemakain bahasa yang indah, tata bahsa yang benar, struktur bahasa yang digunakan panjangng-panjang.

Gambar

Gambar 3.1 Peta Kecataman TigapanahKabupaten Karo
Diagram 3.2 Analisis Domain Dengan Hubungan Semantik Jenis Tindak Tutur a.  Tindak tutur memberi salam b
Gambar Tabel 3.3 Analisi Taksonomi Tradisi MRM
Gambar 3.3 Bagan Penelitian MRM  Hasil  penelitian Masalah Penelitian   Bagaimanakah model revitalisasi MRM?
+7

Referensi

Dokumen terkait

Irfani, Nurfaqih, Revitalisasi Hukum Dasar Perekonomian Nasional Dalam Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.. Pengantar