• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI BAKTERI DAN CENDAWAN YANG TERSELEKSI SERTA PARASIT PADA IKAN ARWANA SUPER RED Scleropages formosus YANG SAKIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI BAKTERI DAN CENDAWAN YANG TERSELEKSI SERTA PARASIT PADA IKAN ARWANA SUPER RED Scleropages formosus YANG SAKIT"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI

BAKTERI DAN CENDAWAN YANG TERSELEKSI SERTA PARASIT PADA IKAN ARWANA SUPER RED

Scleropages formosus YANG SAKIT

SUHENDI

SKRIPSI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI BAKTERI DAN CENDAWAN YANG TERSELEKSI SERTA PARASIT PADA IKAN ARWANA SUPER RED Scleropages formosus YANG SAKIT

Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, April 2009

SUHENDI C14104056

(3)

RINGKASAN

SUHENDI. Identifikasi dan Prevalensi Bakteri dan Cendawan yang Terseleksi serta Parasit pada Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus yang Sakit.

Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan IRZAL EFFENDI.

Ikan arwana super red Scleropages formosus merupakan salah satu ikan hias bernilai ekonomis tinggi. Harga ikan ini dengan panjang tubuh 15 cm adalah Rp 6-7 juta per ekor dan yang berukuran 25 cm Rp 25 juta (Apin, 2004).

Budidaya ikan arwana super red dihadapkan pada kendala penyakit yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, cendawan dan parasit). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai mikroorganisme tersebut pada ikan arwana super red dan lingkungannya.

Penelitian dilakukan pada April hingga Juni 2008. Isolasi dan identifikasi mikroorganisme dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel bakteri dan cendawan dilakukan dengan cara aseptik.

Sampel tersebut diambil dari lendir kulit, insang, daging, ginjal, hati dan usus ikan serta media pemeliharaan ikan arwana super red. Bakteri ditumbuhkan pada media TSA sedangkan cendawan pada media GYA. Pada penelitian parasit, organ yang diperiksa adalah permukaan tubuh (lendir pada sirip dan kulit), insang, mata, rongga perut, saluran pencernaan dan daging. Prevalensi mikroorganisme dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan yang terinfeksi mikroorganisme (bakteri, cendawan dan parasit) dengan jumlah ikan yang diperiksa.

Setelah isolasi, dilakukan pemurnian bakteri dan cendawan, jenis-jenis koloni yang berbeda dipisahkan dan diidentifikasi. Pada bakteri dilakukan uji pewarnaan Gram, SIM, oksidase, katalase, gelatinase dan oksidatif/fermentatif (O/F). Berdasarkan hasil uji tersebut, dilakukan identifikasi genus bakteri dengan menggunakan Manual for the Identification of Medical Bacteria (Cowan, 1974).

Identifikasi cendawan dilakukan dengan melakukan pengamatan morfologi dan sporulasi (Sari, 2003 ; Alderman, 1982). Jenis parasit yang ditemukan diidentifikasi dengan menggunakan petunjuk dari Hoffman (1967), Kabata (1985) dan Lom (1995). Data yang diperoleh dari hasil identifikasi bakteri, cendawan dan parasit dianalisis secara deskriptif.

Dari 5 sampel ikan arwana super red diperoleh 7 genus bakteri yaitu Listeria sp., dengan prevalensi sebesar 100% (Listeria sp. ditemukan pada 5 sampel ikan arwana super red yang diperiksa), Enterobacteria sp. (100%), Kurthia sp.

(100%), Bacillus sp. (100%), Corynebacterium sp. (60%), Staphylococcus sp.

(60%) dan Aeromonas sp. (40%). Cendawan yang diperoleh yaitu Aphanomyces sp. dengan prevalensi 60% dan Saprolegnia sp. (40%). Parasit yang ditemukan adalah Myxospora sp. dengan prevalensi 80%, Gyrodactylus sp. (60%), Trichodina sp. (60%), Dactylogyrus sp. (40%), Learnea sp. (40%) dan Metasercaria sp. (20%).

(4)

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI

BAKTERI DAN CENDAWAN YANG TERSELEKSI SERTA PARASIT PADA IKAN ARWANA SUPER RED

Scleropages formosus YANG SAKIT

SUHENDI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(5)

SKRIPSI

Judul Skripsi : Identifikasi dan Prevalensi Bakteri dan Cendawan yang Terseleksi serta Parasit pada Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus yang Sakit.

Nama Mahasiswa : Suhendi Nomor Pokok : C14104056

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Dinamella Wahjuningrum Irzal Effendi, M.Si NIP. 132 234 940 NIP. 131 841 732

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(6)

KATA PENGANTAR

Subhanallah walhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi sebagai tugas akhir pada Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dinamella Wahjuningrum dan Ir. Irzal Effendi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan, arahan maupun masukan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan Skripsi.

2. Dr. Sukenda selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan masukan dalam perbaikan Skripsi dan wawasan Penulis.

3. PT. Inti Kapuas Arowana, Tbk. yang telah membantu menyediakan sampel ikan arwana super red.

4. Ayah, Ibu, keluarga, saudara serta semua sahabat yang telah memberikan dukungan dan doa.

5. Pak Ranta (Laboratorium Kesehatan Ikan), Ibu Yuli (Sekretariat BDP) dan Ibu Dessy (Perpustakaan BDP) yang telah membantu dalam penelitian.

6. Yanto dan Indra (Teknisi Laboratorium Sistem dan Teknologi Akuakultur).

Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan Teknologi budidaya ikan arwana super red.

Bogor, April 2009

Suhendi

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok, 11 Juni 1984 dari Ayah Djamali dan Ibu Sumarni. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui Penulis adalah SDN Mekarjaya XXX Depok lulus pada 1997, SLTPN 1 Depok pada 2000, SMUN 1 Cibinong pada 2003.

Pada 2004 Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis melakukan Praktek Lapangan mengenai pembenihan ikan nila merah (Oreochromis sp.), nila hitam (Oreochromis sp.) dan lele dumbo (Clarias sp.) di Central Protein Prima, Subang, Jawa Barat pada 2005. Pada 2007 Penulis melakukan Praktek Lapangan mengenai pembesaran dan pembenihan di Surya Windu Kartika, Banyuwangi, Jawa Timur dan di PT. CPB Rembang, Jawa Tengah. Penulis pernah beberapa kali menjadi Asisten Mata Kuliah: Fisiologi Hewan Air (2006-2008), Dasar-Dasar Mikrobiologi Akuatik (2007-2008), Penyakit Ikan (2008-2009). Selain itu Penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2005-2006, Ketua Koordinasi Tingkat Kelembagaan Dewan Perwakilan Mahasiswa Perikanan (DPM-C), Pengurus Forum Keluarga Muslim Perikanan (FKM-C) periode 2005-2006 dan Ketua Forum Mahasiswa Islam BDP (Formasi) periode 2005.

Untuk menyelesaikan studi ini, Penulis melakukan penelitian yang berjudul

“Identifikasi dan Prevalensi Bakteri dan Cendawan yang Terseleksi serta Parasit pada Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus yang Sakit”.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Ikan Arwana Super Red Scleropagus formosus ... 3

2.2 Bakteri ... 7

2.3 Cendawan ... 11

2.4 Parasit... ... 14

III. BAHAN DAN METODE ... 18

3.1 Waktu dan Tempat... 18

3.2 Pemeliharaan Ikan Arwana Super Red... 18

3.3 Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme ... 19

3.3.1 Bakteri ... 19

3.3.2 Cendawan ... 20

3.3.3 Parasit ... 20

3.3.3.1 Ektoparasit ... 21

3.3.3.2 Endoparasit... 21

3.4 Perhitungan Prevalensi Mikroorganisme... 22

3.5 Analisis Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Bakteri ... 23

4.2 Cendawan ... 30

4.3 Parasit ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 48

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kisaran kualitas air optimum untuk ikan arwana super red Scleropagus formosus di akuarium (Machmud dan Hartono, 2005 ; Nirmala, 2004).... 6 2. Parameter yang diamati pada proses identifikasi cendawan ikan arwana

super red Scleropagus formosus (Sari, 2003 ; Alderman, 1982) ... 30

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Peta penyebaran berbagai ikan arwana di seluruh dunia ... 3 2. Ikan arwana super red Scleropages formosus (www.photomedia.com) .... 4 3. Ikan arwana super red Scleropages formosus punggung unta

dan garis lurus (Tiew Lung) ... 5 4. Interaksi antara penyakit, patogen, inang atau ikan dan Lingkungan

(Kordi, 2004) ... 6 5. Penyakit kembang sisik pada ikan arwana super red

Scleropages formosus ... 11 6. Penyakit gigit ekor pada ikan arwana super red Scleropages formosus .... 15 7. Akuarium pemeliharaan ikan arwana super red Scleropagus formosus .... 18 8. Ikan arwana super red Scleropagus formosus yang telah dibedah... 20 9. Prevalensi bakteri pada ikan arwana super red Scleropagus formosus... 23 10. Bakteri gram positif (warna ungu) dan gram negatif (warna merah)

pada ikan arwana super red Scleropagus formosus... 24 11. Ikan arwana super red Scleropagus formosus yang terserang penyakit

dropsy... 27 12. Proses sporulasi cendawan Saprolegnia sp. (Sharma, 1989)... 31 13. Proses sporulasi cendawan Aphanomyces sp. (Sharma, 1989) ... 31 14. Prevalensi cendawan pada ikan arwana super red Scleropagus formosus. 32 15. Cendawan yang ditemukan pada ikan arwana super red

Scleropagus formosus ... 32 16. Ikan arwana super red Scleropages formosus yang terinfeksi cendawan .. 33 17. Ikan arwana super red Scleropages formosus yang memiliki gejala

penyakit Aphanomykosis... 34 18. Prevalensi parasit ikan arwana super red Scleropagus formosus... 36

(11)

19. Myxospora sp yang ditemukan pada ikan arwana super red

Scleropages formosus yang sakit ... 37 20. Gyrodactylus sp yang ditemukan pada ikan arwana super red

Scleropages formosus yang sakit ... 38

21. Dactylogyrus sp yang ditemukan pada ikan arwana super red

Scleropages formosus yang sakit ... 38 22. Ikan arwana super red Scleropagus formosus yang terserang

Trichodina sp ... 39 23. Trichodina sp. yang ditemukan pada ikan arwana super red

Scleropages formosus yang sakit. ... 39

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Susunan filter akuarium untuk pemeliharaan ikan arwana super red Scleropages formosus di warehouse Puri Britania PT. Inti Kapuas

Arowana Internasional ... 49

2. Data kualitas air pemeliharaan ikan arwana super red Scleropagus formosus ... 50

3. Riwayat ikan arwana super red Scleropagus formosus yang diperiksa. .... 51

4. Kondisi morfologi dan morfometrik ikan arwana super red Scleropagus formosus yang diperiksa... 52

5. Metode isolasi dan pengenceran bakteri (Hadioetomo, 1993)... 53

6. Bahan yang digunakan serta metode pengujian fisiologis dan biokimia bakteri pada ikan arwana super red Scleropagus formosus dan media pemeliharaannya... 54

7. Skema penggolongan bakteri gram positif (Cowan, 1974)... 58

8. Skema penggolongan bakteri gram negatif (Cowan, 1974)... 59

9. Anatomi organ dalam ikan arwana super red Scleropagus formosus ... 60

10. Komposisi media yang digunakan untuk identifikasi cendawan ... 61

11. Metode isolasi, pemurnian serta pengamatan karakter morfologi dan sporulasi cendawan... 62

12. Karakteristik dan jenis bakteri pada ikan arwana super red Scleropagus formosus ... 63

13. Karakteristik dan jenis bakteri pada media pemeliharaan ikan arwana super red Scleropagus formosus ... 64

14. Asal isolat bakteri pada ikan arwana super red Scleropages formosus... 65

15. Asal isolat bakteri pada media pemeliharaan ikan arwana super red Scleropages formosus ... 66

16. Penyakit yang menyerang ikan arwana super red Scleropagus formosus (Ermansyah, 2008a)... 67

17. Obat-obatan yang digunakan untuk ikan dan cara pemakaiannya (Ermansyah, 2008b) ... 71

(13)

18. Cendawan yang diidentifikasi dari ikan arwana super red

Scleropagus formosus ... 73 19. Cendawan yang diidentifikasi dari air pemeliharaan ikan arwana

super red Scleropagus formosus ... 74 20. Parasit pada ikan arwana super red Scleropagus formosus yang diperiksa 75 21. Pengamatan tubuh bagian luar untuk mendiagnosis penyebab penyakit

(Daelami, 2002) ... 76 22. Pengamatan organ dalam untuk mendiagnosis penyebab penyakit

(Daelami, 2002). ... 78

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki 650 dan 400 spesies ikan hias air laut dan tawar. Salah satu ikan hias air tawar adalah ikan arwana. Ikan arwana terdiri dari beberapa spesies yaitu Arapaima gigas, Osteoglossum bicirrhosum, O. ferrerai, Clupisudis niloticus atau Heterotis niloticus, Scleropages guntheri, S. jardini, S. leichardi dan S. formosus.

S. formosus merupakan yang paling mahal dibandingkan tiga genus Scleropages yang lain karena termasuk dalam kategori langka. IUCN (Organisasi Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dunia) memasukan S. formosus ke dalam Red Data Book sejak 1969. Bahkan, CITES (Convention on Internasional Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) mengategorikan Apendix I yang berarti sudah hampir punah. Strain S. formosus yang hampir punah adalah Golden Red dan Super Red (Machmud dan Perkasa, 2008). Seekor ikan arwana super red dengan panjang tubuh 20 cm berharga Rp 5-7 juta per ekor. Ikan arwana super red yang memiliki bentuk istimewa seperti punggung unta dan tiew lung (garis lurus) harganya bisa mencapai Rp 15 juta per ekor (Susanto, 2007).

Terdapat banyak kendala dalam budidaya ikan arwana super red, antara lain penyakit, baik penyakit non-infeksi maupun infeksi. Penyakit non-infeksi antara lain yaitu: sungut menghadap ke bawah, sungut tumbuh pendek, mata juling, tutup insang melengkung, punggung bengkok, kembang sisik, sirip ekor patah, serta ekor dan sirip tumbuh mengkerut. Penyakit non-infeksi disebabkan oleh lingkungan yang buruk, pakan yang tidak higienis dan faktor genetis (Susanto, 2007). Penyakit infeksi terdiri dari penyakit bakterial, mikotik dan parasitik.

Contoh penyakit bakterial yang menyerang ikan arwana super red yaitu penyakit kembung yang disebabkan bakteri Salmonella sp. dan penyakit sistesemia enterik oleh bakteri Edwarsiella ictaluri, penyakit mikotik oleh Saprolegnia sp. serta penyakit parasitik oleh Learnea sp. dan Trichodina sp. Jika penyakit tersebut tidak segera diatasi dapat membuat ikan arwana super red menjadi cacat bahkan mengalami kematian. Ikan arwana super red yang menderita penyakit dan mengalami kecacatan fisik harga jualnya akan turun sehingga dapat mengurangi keuntungan usaha.

(15)

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai mikroorganisme (bakteri, cendawan dan parasit) pada ikan arwana super red dan media pemeliharaannya, baik jenis maupun prevalensinya. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan tindakan pencegahan dan pengobatan penyakit ikan arwana super red untuk optimalisasi budidaya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi dan menghitung prevalensi bakteri dan cendawan yang terseleksi serta parasit pada ikan arwana super red Scleropages formosus yang sakit.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus

Ikan arwana adalah ikan hias air tawar yang berasal dari daerah tropis.

Daerah penyebaran ikan arwana meliputi Amerika Selatan, Afrika Tengah dan Barat, Asia Tenggara, Papua New Guinea serta Australia bagian utara (Machmud dan Perkasa, 2008). Peta penyebaran berbagai ikan arwana di seluruh dunia dapat dilihat pada Gambar 1.

1

2

3 4

5,6,7

Keterangan: (1) Scleropages formosus, (2) S. jardini, (3) S. leichardi (4) Heterotis niloticus, (5) Arapaima gigas (6) Osteoglossum bicirrhosum, (7) O. ferreirai.

Gambar 1. Peta penyebaran berbagai ikan arwana di seluruh dunia.

Ikan arwana termasuk famili Osteoglossidae dan ordo Osteoglossiformes (Machmud dan Perkasa, 2008). Ikan ini terdiri dari beberapa spesies yaitu Arapaima gigas, Osteoglossum bicirrhosum, O. ferrerai, Clupisudis niloticus atau Heterotis niloticus, Scleropages guntheri, S. jardini, S. leichardi dan S. formosus (Susanto, 2007).

Ikan arwana super red S. formosus menyebar di perairan Sumatera (Jambi, Riau dan Lampung) serta Kalimantan Barat (Sungai Kapuas Hulu, Pontianak).

Lingkungan alami ikan ini adalah sungai berarus sedang dengan dasar tidak berbatu (Machmud dan Hartono, 2005).

Ikan arwana super red merupakan salah satu spesies arwana asli Indonesia yang hampir mengalami kepunahan. Ikan ini sudah masuk Red Data Book volume IV, dalam kategori Depleted Species (spesies rawan) sejak 1969. Pada 1945

(17)

Muller & Schlegel memperkenalkan ikan ini dengan nama ilmiah Osteoglossum formosum. Pada 1913 Weber dan De Beaufort memasukannya ke dalam genus S.

formosus (Susanto, 2007). Berikut ini adalah klasifikasi ikan arwana super red menurut Saanin (1984):

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub filum : Pisces Kelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Osteoglossidae Genus : Scleropages

Spesies : Scleropages formosus

Ikan arwana super red baru matang gonad setelah berumur 7 tahun. Rata- rata jumlah telur yang dihasilkan seekor induk arwana adalah 20-55 butir per tahun dengan persentase telur yang menetas dan hidup menjadi ikan arwana remaja tidak lebih dari 50%. Telur-telur yang dierami oleh induk jantan akan menetas setelah 41 hari sejak proses pembuahan (Machmud dan Hartono, 2005).

Ikan arwana super red Scleropages formosus dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ikan arwana super red Scleropages formosus (www.photomedia.com).

Pada habitat asalnya ikan ini sangat menyukai pakan hidup (Machmud dan Hartono, 2005). Susanto (2007) menambahkan bahwa ikan ini tergolong karnivora, makanan aslinya adalah ikan kecil, kelabang dan katak. Ikan ini berburu dengan cara menyemprotkan air kearah mangsanya dan menyambarnya seperti yang dilakukan ikan sumpit Toxetes jaculator.

(18)

Ikan arwana super red memiliki harga paling mahal di bandingkan tiga spesies Scleropages yang lain karena kelangkaannya. Ikan arwana super red yang memiliki panjang tubuh 20 cm laku dijual dengan harga Rp 5-7 juta per ekor, sementara yang memiliki bentuk istimewa seperti ikan arwana punggung unta dan tiew lung (garis lurus) harganya bisa mencapai Rp 15 juta per ekor (Susanto, 2007). Ikan arwana punggung unta memiliki bentuk punggung yang meninggi.

Ikan ini unik dan hanya ditemukan sebanyak 5 ekor diantara 50 anak ikan arwana.

Ikan arwana tiew lung mempunyai ciri pada sisik kelima dan keenam dari kepalanya tidak terpecah. Pada ikan arwana biasa sisik kelima atau keenam dari kepalanya terdapat dua sisik sehingga barisan sisik tampak terbagi dua atau pecah.

Ikan arwana punggung unta dan tiew lung (ikan ke-4 dari atas) dapat dilihat pada Gambar 3.

A B

4

Gambar 3. Ikan arwana punggung unta (A) dan ikan arwana TiewLung (B).

Ikan arwana super red merupakan organisme poikilotermik (suhu tubuh berfluktuasi sesuai suhu lingkungan) yang proses fisiologisnya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Setiap perubahan lingkungan yang ekstrim seperti suhu dan pH bisa menyebabkan ikan ini stres, keadaan ini berpengaruh pada turunnya status kesehatannya. Ikan ini hidup dalam sistem akuatik yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang berinteraksi satu sama lain. Komponen abiotik terdiri dari faktor fisik dan kimia, sedangkan komponen biotik patogen berperan dalam menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan pada ikan arwana super red. Timbulnya penyakit infeksi pada ikan disebabkan terjadinya ketidakseimbangan hubungan inang, patogen dan lingkungannya. Penyakit non infeksi disebabkan oleh kondisi kesehatan ikan yang menurun atau lingkungan yang kurang mendukung, sehingga ikan mengalami stres. Hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan ikan untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit

(19)

dan akhirnya ikan menjadi sakit (Kordi, 2004). Interaksi antara penyakit (D), patogen (P), inang atau ikan (I) dan lingkungan (L) dapat dilihat pada Gambar 4.

I

L P

D

Gambar 4. Interaksi antara penyakit (D), patogen (P), inang atau ikan (I) dan lingkungan (L) (Kordi, 2004).

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan dan status kesehatan ikan arwana super red.

Berikut ini adalah kisaran kualitas air ikan arwana super red di akuarium.

Tabel 1. Kisaran kualitas air untuk ikan arwana super red, Scleropages formosus di akuarium (Machmud dan Hartono, 2005 ; Nirmala, 2004).

Keterangan: NTU: Netelsons Turbidity unit.

Fisika-Kimia air Kisaran optimum Sumber pustaka

Suhu 26-29 0C Machmud dan Hartono (2005)

pH 6,5-7,5 Machmud dan Hartono (2005)

DO > 5 ppm Machmud dan Hartono (2005)

Kekeruhan < 20 NTU Nirmala (2004) Ammonia < 1 ppm Nirmala (2004)

Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.

Pengaruh suhu terhadap kehidupan organisme perairan yaitu: meningkatkan atau menurunkan laju metabolik (pertumbuhan), menstimulasi pertumbuhan, mempengaruhi pemijahan, penetasan telur dan aktivitas kehidupan (Effendi, 2004). Pada dasarnya ikan arwana hidup di daerah tropis dengan temperatur udara sekitar 26-29 0C. Temperatur yang terlalu tinggi menyebabkan meningkatnya toksisitas kontaminan-kontaminan terlarut serta mendukung perkembangan dan tingkat serangan patogen ikan. Meningkatnya temperatur tubuh dan laju metabolik ikan menyebabkan respon kekebalan tubuh kian meningkat, sedangkan temperatur

(20)

tubuh ikan yang rendah dapat menekan respon kekebalan, menurunkan nafsu makan, aktivitas dan pertumbuhan ikan (Nirmala, 2004). Ikan arwana akan stres jika temperatur airnya terlalu rendah karena nafsu makan hilang dan biasanya ikan akan berdiam diri di sudut akuarium (Perkasa dan Machmud, 2003).

Adanya penyakit ikan berhubungan dengan naik turunnya nilai pH.

Biasanya bakteri akan tumbuh baik pada pH basa (6,5-7,5) sedangkan cendawan tumbuh baik pada pH asam (3,8-5,6) (Lesmana, 2003). Kemasaman dapat mengganggu kesehatan ikan yaitu: mempengaruhi transpor ion pada insang, kegagalan osmoregulasi, meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksius dan kematian (Nirmala, 2004).

Pada ikan oksigen digunakan untuk respirasi dan reaksi-reaksi biokimia bahan organik (feses dan sisa pakan). Pengaruh kandungan O2 air yang rendah terhadap ikan menyebabkan gangguan pada kesehatan ikan. Beberapa pengaruhnya yaitu: anorexia (gejala sakit berupa hilangnya nafsu makan), stres respirasi, hypoxia jaringan, pingsan dan kematian (Nirmala, 2004).

Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, proses pernapasan, daya lihat organisme akuatik serta menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Selain itu, kekeruhan yang disebabkan oleh lumpur akan memperlambat pertumbuhan ikan (Effendi, 2004). Kekeruhan lebih dari 20 NTU dapat mengakibatkan ikan sulit menghindari pemangsaan, mendapatkan makanan, menghambat perkembangan telur selama inkubasi, mengotori insang, stres dan penurunan resistensi terhadap penyakit.

Ammonia berasal dari metabolisme ikan dan perombakan bahan organik nitrogenik (sisa pakan dan feses ikan). Ammonia dalam darah lebih berbahaya dari ammonia dalam lingkungan. Pengaruh ammonia lebih dari 0,02 ppm adalah hypertrophy insang, hyperplasia, separasi lamellar, hemoragi dan lesi necrotic di thymus, serta meningkatkan kerentanan ikan terhadap infeksi (Nirmala, 2004).

2.2 Bakteri

Bakteri merupakan organisme uniseluler, berukuran 0,5–1,5x11,0-3,0 mikrometer, tergolong protista prokariot yang dicirikan dengan tidak adanya

(21)

membran yang memisahkan inti dengan sitoplasma. Secara umum bakteri berbentuk bulat, batang dan spiral dengan sifat Gram positif dan Gram negatif.

Bakteri ada yang berperan sebagai bakteri probiotik, flora normal dan patogen. Probiotik adalah mikroba pengendali biologis yang berperan dalam membatasi atau membunuh hama dan penyakit, memperbaiki kualitas air dan meningkatkan respon imun (Irianto, 2003). Flora normal adalah populasi mikroba yang normal dan sehat yang berasosiasi dengan beberapa sistem organ yang bekerja normal (Vaughn, 1993). Patogen adalah organisme yang mampu menyebabkan penyakit (Irianto, 2005).

Bakteri patogen ikan tergolong mesofilik (bakteri yang tumbuh dengan baik pada suhu 10-30 0C). Umumnya bersifat Gram negatif dan berbentuk batang.

Namun beberapa patogen berbentuk batang atau bulat dan beberapa diantaranya berbentuk batang tahan asam dengan sifat Gram positif (Alifuddin, 2001).

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dapat terlihat pada bagian luar (eksternal) berupa erosi pada kulit. Kolumnaris adalah suatu contoh penyakit infeksi atau peradangan oleh bakteri eksternal, yang dapat disebabkan penanganan yang kasar dan kurang baik (Lesmana, 2003). Selain itu dapat pula ditandai dengan borok dan haemoragik sepanjang dinding badan, di sekitar mata dan mulut. Selain itu juga dapat menyebabkan mata menonjol dan perut membesar yang berisi cairan (Lesmana, 2003). Menurut Richard dan Robert dalam Afrianto dan Liviawati (1992) bakteri yang mampu menyebabkan penyakit pada ikan (patogen) hampir selalu terdapat pada bagian tubuh baik eksternal maupun internal. Semua ikan rentan terhadap infeksi bakteri yang dapat mengakibatkan berjangkitnya penyakit dan tingkat kematian yang tinggi, baik itu pada spesies liar maupun budidaya (Frerichs dan Millar, 1993). Beberapa bakteri yang biasa menyerang ikan adalah Staphylococcus sp., Bacillus sp. dan Aeromonas sp.

(Austin dan Austin, 1993).

Staphylococcus sp. memiliki sebaran yang luas pada kulit manusia dan vertebrata lain serta bersifat patogen oportunis (dapat menyerang inang pada kondisi yang cocok). Staphylococcus yang bersifat patogen adalah Staphylococcus auereus (Greenwood et al. 1995), sedangkan Staphylococcus yang bersifat saprofit adalah Staphylococcus citreus (Jordan dan Burrows, 1945). Menurut

(22)

Hadioetomo et al. (1988) adanya luka pada tubuh menjadi gerbang masuk bagi Staphylococcus sp. dan menyebabkan infeksi setempat seperti timbulnya bisul pada permukaan tubuh. Pramono et al. (1982) menambahkan bahwa bakteri Staphylococcus auereus ditemukan pada ikan yang mengalami bercak merah.

Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri yang mudah tumbuh dan berkembang dalam perairan (Greenwood et al. 1995).

Bacillus spp. merupakan bakteri yang bersifat patogen pada ikan. Bakteri ini menyerang berbagai ikan air tawar dan menyebabkan penyakit septisemia (penyakit sistemik yang disebabkan penyerbuan dan perkembangbiakan bakteri patogen di dalam aliran darah) (Irianto, 2007). Bacillus sp. yang bersifat patogen memasuki tubuh inang melalui goresan atau luka pada kulit kemudian menyebar ke seluruh permukaan tubuh melalui sistem peredaran darah (Hadioetomo et al., 1988).

Bakteri Aeromonas sp. diketahui lebih mengganggu kesehatan ikan dibandingkan bakteri lain. Ikan yang terinfeksi menunjukan gejala seperti warna tubuh menjadi lebih gelap, timbul luka dan pendarahan pada kulit kemudian menjadi borok, gerakan menjadi lebih lambat, lemah dan mudah ditangkap, bila dibedah terjadi kerusakan hati, ginjal dan limfa, sering disertai dengan exothalmia (kerusakan pada mata) serta insang menjadi putih. Bakteri Aeromonas sp.

umumnya hidup di perairan tawar yang mengandung bahan organik tinggi.

Penularan Aeromonas sp. dapat berlangsung melalui air, sentuhan langsung atau dari peralatan yang tercemar. Bakteri ini merupakan bakteri patogen yang menyebabkan penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau ”Hemorrhage Septicemia” (Kordi, 2004).

Listeria sp. merupakan bakteri patogen bagi manusia dan hewan (Kwantes dan Isaac, 1975). Salah satu spesies bakteri ini yaitu Listeria monocytogenes yang menyebabkan penyakit Listeriosis. L. monocytogenes ditemukan pada ikan yang hidup di lingkungan yang terkontaminasi oleh polusi dan limbah. Gejala Listeriosis termasuk septisemia (infeksi pada aliran darah), meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada otak dan selaputnya) dan encephalitis (radang otak). L. monocytogenes dapat menyerang epithelium (permukaan dinding) dan saluran pencernaan. Jika bakteri ini memasuki sel darah

(23)

putih (tipe monocyte, macrophage atau polymorphonuclear) akan masuk ke aliran darah (septisemia) dan dapat berkembang biak selain itu keberadaannya dalam sel fagosit memungkinkannya memasuki otak (Gandhipekerjanegara’s.blog.htm).

Menurut Wilson dan Miles (1975) Corynebacterium sp. merupakan bakteri yang terdapat terutama pada kulit dan membran mukus. Corynebacterium yang patogen adalah Corynebacterium ovis dan Corynebacterium equi.

Corynebacterium spp. merupakan penyebab penyakit ginjal pada ikan (Nabib dan Pasaribu, 1989).

Bakteri dari famili Enterobacteriaceae yang bersifat patogen pada ikan yaitu: Edwarsiella ictaluri yang menyebabkan septisemia enterik, E. tarda yang menyebabkan penyakit redpest, edwardsiellosi dan emphysematous putrefactive disease pada catfish (Irianto, 2005). E. ictaluri merupakan bakteri yang menyerang ikan arwana. Gejala yang ditimbulkan adalah luka kecil di kulit dan daging ikan arwana yang disertai pendarahan. Luka tersebut akan menjadi bisul dan mengeluarkan nanah, serangan selanjutnya dapat meyebabkan luka pada hati dan ginjal (Apin, 2004).

Kurthia sp. tidak bersifat patogen dan biasanya terdapat pada lingkungan dan feses hewan (Holt et al., 1994). Selain itu Kurthia sp. pun merupakan flora normal pada perairan ikan salmon Scomberomus sp. (Snow dan Bread, 1939).

Faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit bakterial pada ikan adalah fluktuasi suhu yang tinggi (terjadi perubahan lebih dari 5 0C dari kisaran suhu optimum) yang menyebabkan ikan stres sehingga mudah terserang penyakit, kandungan oksigen yang menurun (<3 ppm), pH dan pencemaran (logam berat), sisa metabolisme ikan dan pakan yang tidak termakan (Lesmana, 2003).

Salah satu contoh penyakit yang menyerang ikan arwana adalah penyakit kembang sisik. Penyakit kembang sisik disebabkan oleh berbagai kuman yang menimbulkan pembengkakan dan peradangan kulit, kualitas air yang jelek (kadar ammonia > 0,02 ppm), suhu > 24 0C karena pada kondisi ini dapat menyebabkan ikan shock sehingga memicu bakteri cepat berkembang biak serta perubahan kualitas air yang drastis (suhu, pH, salinitas dan lain-lain). Penyakit kembang sisik dapat dilihat pada Gambar 5.

(24)

Gambar 5. Penyakit kembang sisik pada ikan arwana super red Scleropages.

2.3 Cendawan

Fungi atau cendawan adalah organisme eukariotik heterotrofik (konsumen bahan organik), tidak berklorofil, bereproduksi dengan membentuk spora secara seksual dan aseksual, biasanya berbentuk benang, berlubang dan bercabang, dinding sel terbuat dari khitin, selulosa atau tanpa selulosa dan bahan organik lainnya.

Cendawan air memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Cendawan yang hidup dari benda organik yang terlarut disebut saprofit, sedangkan cendawan yang mendapatkan kebutuhan esensialnya dari inang disebut parasit. Beberapa cendawan meskipun saprofitik, dapat juga menyerang inang yang hidup lalu tumbuh dengan subur sebagai parasit. Cendawan dapat menimbulkan penyakit pada manusia, tumbuhan dan hewan. Kelompok cendawan air yang sering ditemukan menyerang ikan budidaya adalah Saprolegnia, Achlya dan Aphanomyces (Bruno dan Wood, 1999). Ada tiga bentuk garis pertahanan ikan menghadapi serangan cendawan (Bruno dan Wood, 1999) yaitu:

1. Kulit merupakan tempat kontak pertama terjadinya infeksi. Sekresi lendir akan meningkat mengikuti kontak dengan zoospora sekunder yang bertujuan mengurangi keberadaan cendawan pada permukaan tubuh ikan.

2. Lendir bagian luar yang dapat mencegah miselia tumbuh dari spora.

3. Respon selular yang terdeteksi oleh lendir eksternal. Lapisan lendir berperan utama sebagai penghalang fisik koloni cendawan ataupun agen infeksi lain.

(25)

2.3.1 Saprolegnia sp.

Saprolegnia sp. termasuk dalam filum Phycomycetes, kelas Oomycetes, ordo Saprolegniales, famili Saprolegniaceae dan genus Saprolegnia (Scott, 1961).

Ciri umum genus ini antara lain hidup di daerah tropis dengan suhu > 24 0C, saprofit, mudah menyerang telur ikan, tidak hidup di air laut, hidup pada salinitas rendah, sporangia dan zoospora diproduksi setelah 48 sampai 72 jam (Willoughby, 1994). Saprolegnia juga ditemukan pada daerah subtropis dan menyerang salmon atlantik, trout rainbow, trout coklat, coho salmon dan di Jepang juga menyerang ikan ayu (Brown dan Bruno, 2002). Oleh sebab itu Saprolegnia juga dikenal sebagai winter fungi. Ciri-ciri lain yang dimiliki oleh genus Saprolegnia adalah memiliki sporangium yang berdiameter 100 mikron lebih lebar dari hifanya. Saprolegnia patogen pada ikan yaitu Saprolegnia parasitica (penyebab ulcerative dermal necrosis pada salmon Atlantik), Saprolegnia diclina dan Saprolegnia ferax (Neish dan Hughes, 1980).

Saprolegniasis diteliti sebagai penyakit infeksi cendawan kronis, dengan penampakan seperti tumpukan kapas pada kulit dan insang pada ikan dan telur yang menyebar pada seluruh permukaan tubuh (Neish dan Hughes, 1980). Pada infeksi awal lesi pada kulit berwarna abu-abu atau putih, berbentuk melingkar atau sepeti sabit yang dapat berkembang dengan cepat dan menyebabkan kerusakan pada epidermis. Ikan yang terinfeksi menjadi lesu, kehilangan keseimbangan dan menyebabkan ikan lebih mudah untuk dimangsa (Willoughby, 1994).

2.3.2 Aphanomyces sp.

Aphanomyces sp. termasuk dalam filum Phycomycetes, kelas Oomycetes, Ordo Saprolegniales, famili Saprolegniaceae dan genus Aphanomyces (Scott, 1961). Ciri-ciri biologis Aphanomyces yaitu memiliki miselium berdiameter 5-15 mikron. Hifanya bercabang, tidak bersepta dan berpigmen. Zoospora muncul pada ujung sporangium dalam bentuk memanjang, kemudian menjadi kista di sekitar ujung sporangium. Zoospora dibentuk dari hifa vegetatif dengan diameter sama dan tidak digunakan untuk berkembang biak. Salah satu ciri Aphanomyces parasitik adalah menghasilkan kantung spora lebih dari satu dan keluar dari bagian

(26)

tengah (samping) hifa sedangkan Aphanomyces saprofitik hanya menghasilkan satu cluster spora dan keluar dari bagian terminal/ujung hifa (Alderman, 1982).

Aphanomyces sp. adalah salah satu cendawan yang dihubungkan sebagai penyebab utama penyakit EUS (Ulcerative Epizootic Syndrome). Hal ini dikarenakan pada 1984 Aphanomyces sp. ditemukan saat terjangkitnya EUS di Kalimantan Timur (Rukyani, 1994). Pada penelitian tentang EUS di Filipina, tim peneliti Fish Health Section of the Bureau Fisheries and Aquatic Resources berhasil mengisolasi cendawan patogen yang diduga Aphanomyces sp. dari luka ikan yang terserang penyakit (Catap dan Paclibare, 1994).

Aphanomyces sp. memiliki tingkat penyebaran yang luas dan jumlah spesies ikan yang diserang pun banyak baik ikan air tawar maupun air payau (Noga, 2000). Aphanomyces sp. yang bersifat patogen dapat menembus organ utama sehingga disebut dermatomycosis atau mycotic dermatomycosis. Penyebab kematian sebenarnya dihubungkan dengan kegagalan osmoregulasi atau kesulitan respirasi ketika infeksi terjadi pada insang (Bruno dan Stamps dalam Bruno dan Wood, 1999). Lesi berawal pada daerah yang berhubungan dengan luka fisik, bersamaan dengan infeksi patogen lain atau perbedaan jenis kelamin inang, kemudian akan dihubungkan dengan perbedaan jumlah sel goblet pada kulit ikan jantan dan betina (Neish dan Hughes, 1980).

2.3.3 Achlya sp.

Achlya sp. termasuk dalam filum Phycomycetes, kelas Oomycetes, Ordo Saprolegniales, famili Saprolegniaceae dan genus Achlya (Scott, 1961). Menurut Mulyani (2006) infeksi Achlya sp. menyebabkan luka kemerahan pada kulit (organ yang pertama kali diserang). Serangan cendawan ini diawali oleh perubahan lingkungan (perubahan suhu secara mendadak >5 0C dari kisaran suhu optimum) yang menyebabkan ikan stres dan lebih mudah terinfeksi.

Menurut Sharma (1989) cendawan ini mirip dengan Saprolegnia sp. hanya saja terdapat perbedaan berupa: sporangiumnya terbentuk di ujung hifa, memiliki tiga tahap zoospora sehingga disebut polyplanetism, dimana zoospora primer yang tidak memiliki flagel keluar secara bergerombol yang sebelumnya mengumpul di mulut zoosporangia, selanjutnya terjadi pembentukan zoospora sekunder dan tersier. Pembentukan siste primer terjadi di mulut sporangium, zoospora primer

(27)

masih bergerombol. Pembentukan sporangium kedua dengan cara membentuk cabang di bawah sporangium pertama yang telah kosong. Zoospora sekunder berbentuk reniform dan memiliki dua flagel, begitu pula zoospora tersier, sedangkan zoospora primer berbentuk seperti pyriform dan tidak memiliki flagel.

Pada reproduksi seksual, setiap oogonia menghasilkan 1-10 oospora.

2.4 Parasit

Parasit adalah organisme yang memperoleh makanannya (kebutuhan- kebutuhan metabolit esensial) dari inangnya (Hadioetomo, 1988). Parasit memiliki ketergantungan berupa kebutuhan kondisi tubuh, lingkungan dan nutrien yang terdapat dalam tubuh inang (Dogiel et al., 1970).

Olsen (1974) menjelaskan bahwa berdasarkan cara hidupnya parasit dibagi menjadi dua, yaitu parasit obligat dan fakultatif. Parasit obligat adalah parasit sejati (hanya dapat hidup pada inang) sedangkan parasit fakultatif adalah parasit yang pada suatu waktu mampu hidup bebas dan di lain waktu dia hidup sebagai parasit. Hubungan spesifik antara inang dengan parasit ditentukan oleh keberhasilan parasit dalam menginfeksi, menempati dan berkembang biak pada tubuh inangnya.

Keberhasilan parasit dalam menginfeksi inang ditentukan oleh keberhasilan parasit dalam menyerang, hidup dan berkembang biak didalam maupun diluar tubuh inang sedangkan keberhasilan parasit menyerang dan hidup pada tubuh inang tergantung pada kemampuan parasit menembus tubuh inang, ketersediaan kebutuhan parasit dalam tubuh inang dan kerentanan parasit.

Disribusi parasit bergantung pada: 1) umur spesies, semakin tua umur parasit semakin lama waktu yang digunakan untuk berpencar, 2) kemungkinan parasit untuk berpencar, 3) kesempatan parasit untuk berpencar. Faktor ini berbeda-beda sesuai dengan kemampuan parasit untuk hidup terpisah dari inangnya. Infeksi parasit ke dalam individu inang pun dipengaruhi oleh spesies lain. Interaksi antar spesies tersebut dapat bersifat sinergis ataupun antagonis (Noble dan Noble, 1989).

Penyebaran parasit ditentukan oleh: musim, lokasi geografis, umur, ukuran dan daya tahan inang,. Setiap parasit yang hidup dalam tubuh inang bisa

(28)

menimbulkan pengaruh yang berbahaya bagi inang. Pengaruh ini dapat menyebabkan perubahan yang luas pada organ maupun jaringan, bahkan dapat mengakibatkan perubahan karakter inang secara umum (Dogiel, 1970).

Fernando et al. (1972) mengemukakan bahwa setiap jenis parasit mempunyai habitat tertentu pada organ inang sebagai tempat hidupnya. Parasit dapat menginfeksi pada bagian luar. Parasit pada bagian kulit dan sirip adalah protozoa, monogenea, copepoda, larva, digenea, glochida dan hirudenea dan pada insang adalah jamur, protozoa, monogenea, copepoda dan glochida. Menurut Sachlan (1978) beberapa parasit ikan yang sering ditemukan pada usaha budidaya ikan hias di Indonesia antara lain: Trichodina sp., Gyrodactylus, Dactylogyrus dan Lernea cyprinaeca L.

Trichodina sp. adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam filum Protozoa, sub filum Ciliophora, ordo Mobilina, famili Urceolariidae dan genus Trichodina (Hoffman, 1967). Trichodina memiliki bentuk bermacam-macam, dari datar sampai berbentuk bel, tetapi permukaan aboralnya lebih cekung (Kabata, 1985). Trichodina terdapat di dalam atau pada ikan. Ujung posterior berupa piringan datar yang dilengkapi dengan lingkaran-lingkaran dari elemen seklet seperti gigi kutikuler. Organela lokomotor terdiri dari membranela posterior;

terdapat “cirri” dan “velum” yang berombak. Hampir semua spesies berupa ektoparasit (Noble dan Noble, 1989). Penyakit gigit ekor yang disebabkan Trichodina sp. dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Penyakit gigit ekor pada ikan arwana Scleropages formosus yang disebabkan Trichodina sp.

Gyrodactylus digolongkan ke dalam famili Gyrodactylidae, sub famili Gyrodactylinae dan genus Gyrodactylus (Hoffman, 1967). Gyrodactylus tidak memiliki dua pasang bintik mata pada bagian anterior dan terlihat sepasang kait

(29)

yang besar dan 16 kait kecil ditepinya, memiliki opisthaptor yang terletak pada posterior. Serangan dari parasit ini dapat menyebabkan iritasi dan infeksi sekunder (Kabata, 1985).

Dactylogyrus digolongkan ke dalam famili Dactylogyridae, sub famili Dactylogyrinae dan genus Dactylogyrus (Hoffman, 1967). Dactylogyrus diidentifikasi berdasarkan dua pasang bintik mata yang terdapat pada bagian anterior, haptor tidak memiliki struktur kutikular; memiliki 16 kait utama dan satu pasang kait yang sangat kecil. Dactylogyrus memiliki 4 tonjolan pada bagian anterior dan terdapat 14 kait marginal (Kabata, 1985).

Learnea memiliki tubuh yang tidak bersegmen, silindris, memanjang dan dilengkapi dengan jangkar yang besar untuk pelekatannya pada inang (Kabata, 1985). Learnea lebih banyak menyerang jenis-jenis ikan air tawar dan lebih sering dijumpai pada musim kemarau karena pada saat itu Learnea melakukan reproduksi. Tergantung spesiesnya, Learnea hidup pada insang, kulit dan mata atau otot-otot ikan (Noga, 2000). Keberadaan parasit lernaeide ini sangat jarang sekali (Untergasser, 1989).

Myxospora adalah jenis parasit yang digolongkan ke dalam filum Myxozoa, yang merupakan endoparasit. Kunci identifikasi yang penting parasit ini adalah sporanya, yang merupakan fase penyebaran resisten dan alat penyebaran populasi.

Spora Myxospora terdiri atas dua valve, yang dibatasi oleh sebuah suture (Kabata, 1965 dan Hoffman, 1967). Pada valve terdapat satu atau dua polar kapsul yang penting untuk identifikasi. Ikan yang terserang parasit jenis ini akan terlihat memiliki bintil pada tubuhnya yang berwarna kemerah-merahan. Bintil ini sebenarnya berisi ribuan spora yang berukuran 0,01 mm-0,02 mm. Spora ini dapat menyebabkan tutup insang selalu terbuka (Hariyadi, 2006).

Metasercaria merupakan salah satu fase kista Digenea. Pada stadia ini Digenea menginfeksi ikan melalui mulut menuju saluran pencernaan dan membentuk stadia pada organ inang (Hariyadi, 2006). Menurut Noble dan Noble (1989) parasit ini ditandai dengan batil isap berbentuk mangkuk, biasanya tanpa kait atau organ-organ lain untuk berpegang, dengan lubang-lubang genital yang biasanya bermuara di bagian ventral antara batil-batil isap serta lubang ekskretoris posteror. Digenea umumnya merupakan endoparasit. Bentuk tubuh pipih

(30)

dorsoventral, tidak bersegmen, biasanya berbentuk oval atau seperti wajik.

Digenea dapat juga berbentuk oval secara melintang (lebar lebih dominan).

Umumnya Digenea mempunyai dua penghisap: penghisap oral, yang terletak di dekat anterior dan penghisap ventral, yang letaknya bervariasi. Identifikasi Digenea dilakukan dengan mengamati organ dalam terutama organ reproduksi (Kabata, 1985).

(31)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada April hingga Juni 2008. Isolasi dan identifikasi bakteri, cendawan serta parasit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Pemeliharaan Ikan Arwana Super Red

Sumber air yang digunakan adalah air sumur dan pegunungan. Air pegunungan terutama digunakan untuk ikan yang sakit dan dalam proses pengobatan. Air tersebut difilter terlebih dahulu sebelum digunakan untuk memelihara ikan arwana super red. Sistem filter terdiri dari filter fisik, kimia dan biologi yaitu: spons yang berfungsi untuk menjernihkan air, karbon aktif untuk menyerap zat toksik dan menjernihkan air, zeolit untuk menyerap ammonia dan biofoam/bioball/ceramic ring sebagai media biologis bagi bakteri nitrifikasi (Lampiran 1).

Setiap akuarium dilengkapi dengan filter up dan dilakukan pergantian air satu kali dalam sehari. Masing-masing akuarium diberi kode sesuai dengan blok dan urutan akuarium. Ikan arwana super red yang digunakan untuk penelitian dipelihara dalam akuarium C-124, E-44, F-46, F-47 dan F-55. Akuarium pemeliharaan ikan arwana super red dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Akuarium pemeliharaan ikan arwana super red Scleropages formosus.

(32)

Kisaran kualitas air selama pemeliharaan yaitu: suhu 29,0 0C-33,3 0C, pH 7,41-8,05, O2 7,25-9,23 ppm, ammonia 0-1,5, nitrat 0-<0,1 dan nitrit <0,1 (Lampiran 2). Sampel ikan arwana super red berasal dari tempat yang berbeda- beda. Ikan C124 dan F46 didatangkan dari Pontianak, sedangkan ikan E44, F47 dan F55 didatangkan dari Showroom Pesanggrahan. Ikan E44, F46, F47 dan F55 pernah diberikan pengobatan menggunakan beberapa antibiotik dan bahan kimia lain sedangkan ikan C124 belum pernah diberi perlakuan menggunakan obat- obatan ketika dipelihara di warehouse Puri Britania PT. Inti Kapuas Arowana Internasional Tbk, Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Lampiran 3).

Sampel ikan arwana memiliki gejala-gejala seperti sungut menjorok ke bawah, ekor dan sirip mengkerut, ekor rusak, sungut tumbuh pendek, tutup insang melengkung, perut membesar, ikan diam di dasar perairan, stres, tidak mau makan dan cenderung mudah kaget (Lampiran 4). Setiap hari dilakukan penyiponan untuk mengeluarkan kotoran ikan dan sisa pakan. Pakan yang diberikan adalah kodok dan jangkrik, dengan metode ad satiation (pakan diberikan hingga kenyang). Pemberian pakan kodok dilakukan setiap Selasa dan Jumat sedangkan jangkrik diberi setiap hari.

3.3 Isolasi dan Identifikasi Mikroorganisme 3.3.1 Bakteri

Sampel bakteri diambil dari luka/lendir kulit, insang, ginjal, hati dan usus ikan kemudian ditumbuhkan pada media TSA dengan metode cawan sebar. Lendir atau jaringan ikan yang telah diambil ditambahkan dengan larutan PBS sebanyak 9 ml (pengenceran 10-1). Selanjutnya dilakukan pengenceran secara seri sampai dengan pengenceran 10-5.Pada pengenceran 10-4 dan 10-5 sampel dituang secara duplo sebanyak 0,1 ml kedalam media TSA dengan metode cawan sebar, lalu diinkubasi selama 24 jam (Lampiran 5).

Identifikasi bakteri dilakukan dengan memisahkan jenis koloni yang tumbuh berdasarkan warna, bentuk, tepian, elevasi dan konsistensi. Jenis-jenis koloni yang berbeda dimurnikan dalam media TSA dengan metode kuadran.

Pemurnian dilakukan terus-menerus hingga dalam media gores hanya terdapat satu jenis koloni yang tumbuh. Setiap jenis koloni yang berbeda selanjutnya diuji

(33)

pewarnaan Gram, SIM, oksidase, katalase, gelatinase dan oksidatif-fermentatif (Lampiran 6). Berdasarkan hasil uji bakteri, dilakukan identifikasi genus bakteri dengan menggunakan Manual for the Identification of Medical Bacteria (Cowan, 1974) (Lampiran 7 dan 8). Anatomi organ dalam ikan arwana super red terdapat pada Lampiran 9. Ikan arwana super red Scleropages formosus yang telah dibedah dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Ikan Arwana Super Red Scleropages formosus (F55) yang telah dibedah.

3.3.2 Cendawan

Sampel cendawan diambil dari luka/lendir kulit, insang, ginjal, hati dan usus kemudian ditumbuhkan dalam media GYA (Lampiran 10). Setelah isolat cendawan berumur 24 jam, dilakukan pengamatan terhadap tumbuh atau tidaknya cendawan. Apabila cendawan tumbuh maka dilakukan pemurnian isolat dengan menggunakan media GYA tanpa antibiotik, hifa dipotong sebesar 0,5x0,5 cm lalu dimasukan ke media GY secara aseptik. Morfologi (percabangan, sekat dan ukuran), letak dan bentuk sporangium serta proses sporulasinya (kantung spora dan keluarnya spora) diamati dibawah mikroskop mulai dari perbesaran 40x hingga 100x (Lampiran 11).

3.3.3 Parasit

Organ yang diperiksa meliputi bagian tubuh eksternal (ektoparasit) dan internal (endoparasit). Bagian eksternal yang diperiksa yaitu: permukaan tubuh (lendir pada sirip dan kulit), insang dan mata. Bagian internal yang diperiksa yaitu rongga perut, saluran pencernaan dan daging.

(34)

3.3.3.1 Pemeriksaan Ektoparasit

Pemeriksaan ektoparasit dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Seluruh pemeriksaan tubuh diamati secara visual, ektoparasit makro yang ditemukan (seperti Learnea sp.) dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi larutan fisiologis.

2. Selanjutnya lendir pada permukaan tubuh dan sirip dikerik dengan menggunakan scapel dan dibuat preparat ulas pada gelas objek yang kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x.

3. Operkulum dibuka dan seluruh bagian insang dilepas dan dipindahkan ke gelas objek yang telah diberi larutan fisiologis kemudian diamati di bawah mikroskop 40x.

4. Setiap parasit metazoa yang ditemukan segera dipindahkan ke dalam cawan petri berisi larutan fisiologis sebelum dilakukan fiksasi.

3.3.3.2 Pemeriksaan Endoparasit

Pemeriksaan endoparasit dilakukan sebagai berikut:

1. Ikan dibedah mulai dari bagian anus hingga di bawah sirip dada. Rongga perut dan permukaan organ diamati secara visual dengan bantuan kaca pembesar.

2. Organ dalam ikan dilepas dan tiap-tiap organ dimasukan ke dalam cawan petri berisi larutan fisiologis.

3. Organ berongga (lambung, usus dan pyloric caeca) dibuka dan isinya dikeluarkan lalu isi serta dinding organ diamati di bawah mikroskop 40x.

4. Urat daging diambil dan dihancurkan untuk dibuat preparat ulas pada gelas obyek. Kemudian preparat ulas tersebut diamati dibawah mikroskop.

Jenis parasit yang ditemukan diidentifikasi dengan menggunakan petunjuk dari Hoffman (1967), Kabata (1985) dan Lom (1995).

(35)

3.4 Perhitungan Prevalensi Mikroorganisme (Bakteri, Cendawan, parasit) Mikroorganisme yang ditemukan dicatat jenis, jumlah dan tempat organ ditemukan serta dihitung prevalensinya. Perhitungan prevalensi menggunakan rumus (Hariyadi, 2006):

Prevalensi =

diperiksa yang

ikan Jumlah

isme mikroorgan terserang

yang ikan Jumlah

X 100%

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil identifikasi bakteri, cendawan dan parasit dianalisis secara deskriptif dengan bantuan grafik dan tabel.

(36)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bakteri

Dari 5 sampel ikan arwana super red dan air pemeliharaannya diperoleh 7 genus bakteri yaitu Kurthia sp., Bacillus sp., Listeria sp., Enterobacteria sp., Corynebacterium sp., Staphylococcus sp. dan Aeromonas sp (Lampiran 12 dan 13). Kurthia sp. mempunyai prevalensi paling besar yaitu 100% pada ikan dan 80% pada air, Bacillus sp. mempunyai prevalensi 100% pada ikan dan 60% pada air, Listeria sp. mempunyai prevalensi 100% pada ikan dan 40% pada air, Enterobacteria sp. mempunyai prevalensi 100% pada ikan, Corynebacterium sp.

mempunyai prevalensi 60% pada ikan dan air, Staphylococcus sp. mempunyai prevalensi 60% pada ikan dan 80% pada air, sedangkan Aeromonas sp.

mempunyai prevalensi yang paling kecil yaitu sebesar 40% pada ikan. Prevalensi bakteri ikan arwana super red dan air pemeliharaannya dapat dilihat pada Gambar 9.

100 100 100 100

60 60

40 80

60

40

60

0 20 40 60 80 100

Kur thia

Bacillus

Listeria Enteroba

cteria

Corynebacterium

Staphylococcu s

Aerom onas

PREVALENSI (%)

Ikan Air

Gambar 9. Prevalensi bakteri pada ikan arwana super red Scleropages formosus dan air pemeliharaannya.

Bakteri yang ditemukan pada ikan ada yang bersifat Gram positif dan Gram negatif. Bakteri yang bersifat Gram positif yaitu Kurthia sp., Bacillus sp., Listeria sp., Corynebacterium sp. dan Staphylococcus sp., sedangkan bakteri yang bersifat Gram negatif yaitu: Enterobacteria sp. dan Aeromonas sp. Bakteri Gram positif dan Gram negatif pada ikan arwana super red Scleropages formosus dapat dilihat pada Gambar 10.

(37)

Keterangan: A : Bakteri Gram positif dan B Bakteri Gram negatif

Gambar 10. Bakteri Gram positif dan Gram negatif pada ikan arwana super red Scleropages formosus.

Melalui Gambar 9 dapat terlihat bahwa bakteri lebih sering ditemukan pada ikan dibandingkan air pemeliharaan, karena bakteri lebih sering melekat pada membran epitelium ikan dan jarang ditemukan mengambang bebas di permukaan air (Irianto, 2007). Bakteri Enterobacteria sp., Staphylococcus sp. dan Aeromonas sp. hanya ditemukan pada ikan karena bakteri patogen tidak dapat tumbuh di luar sel inangnya (Irianto, 2005).

Kurthia sp. ditemukan pada insang, hati, ginjal dan usus ikan arwana super red serta air akuarium C-124, F-55, F-46 dan F-47 (Lampiran 14 dan 15). Kurthia sp. mempunyai prevalensi yang besar karena biasanya bakteri ini terdapat di lingkungan serta feses hewan (Holt et al., 1994). Kurthia sp. tidak bersifat patogen dan merupakan flora normal pada perairan ikan salmon Scomberomus sp.

(Snow dan Bread, 1939).

Bacillus sp. ditemukan pada kulit, hati, ginjal dan usus ikan arwana super red serta air akuarium F-46, F-47 dan E-44. Pada umumnya bakteri patogen hanya ditemukan pada ikan arwana super red. Namun Bacillus sp. ditemukan pada ikan dan air karena bakteri ini ada yang bersifat patogen namun ada pula yang bersifat probiotik. Bacillus sp. yang bersifat patogen yaitu: Bacillus spp. yang menyerang berbagai ikan air tawar dan menyebabkan penyakit septisemia, suatu penyakit sistemik yang disebabkan penyerbuan dan perkembangbiakan bakteri patogen di dalam aliran darah (Irianto, 2007). B. cereus yang menyerang berbagai ikan air tawar dan menyebabkan penyakit nekrosis brankhial, penyakit yang menyerang organ pernapasan. B. subtilis penyebab penyakit ulserasi/borok. Bacillus sp.

patogen dapat memasuki tubuh inang karena adanya goresan atau luka pada kulit

(38)

kemudian menyebar ke seluruh permukaan tubuh melalui sistem peredaran darah (Hadioetomo et al., 1988). Bacillus sp. yang berperan sebagai probiotik yaitu B.

coagulans dan B. firmus yang mampu menekan Aeromonas spp. (Adriani, 2006).

Menurut Irianto (2003) bakteri probiotik mampu menekan populasi mikroba melalui kompetisi nutrisi dan tempat pelekatan, memproduksi senyawa-senyawa antimikroba, merubah metabolisme mikrobial dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim serta menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi atau aktifitas makrofag.

Listeria sp. ditemukan pada kulit, insang, hati, ginjal dan usus ikan arwana super red serta air akuarium F-47 dan E-44. Kadar nitrat akuarium E-44 mencapai 5 ppm sedangkan kadar nitrat yang diperbolehkan untuk pemeliharaan ikan adalah

<1 ppm (Nirmala, 2004). Tingginya kadar nitrat akuarium tersebut memungkinkan Listeria sp. tumbuh dan berkembang karena bakteri ini ditemukan pada ikan yang hidup di lingkungan yang terkontaminasi oleh polusi dan limbah.

Listeria sp. merupakan bakteri patogen bagi manusia dan hewan (Kwantes dan Isaac, 1975). Salah satu spesies patogen yaitu Listeria monocytogenes yang menyebabkan penyakit Listeriosis. Salah satu gejala listeriosis adalah septisemia, infeksi pada aliran darah (Gandhipekerjanegara’s.blog.htm).

Corynebacterium sp. ditemukan pada kulit, hati, ginjal dan usus ikan arwana super red serta air akuarium C-124, F-55 dan F-46. Menurut Wilson dan Miles (1975), Corynebacterium sp. merupakan bakteri yang terdapat terutama pada kulit dan membran mukus. Nabib dan Pasaribu (1989) menambahkan bahwa Corynebacterium spp. merupakan penyebab penyakit ginjal pada ikan.

Enterobacteria sp. ditemukan pada kulit ikan arwana super red.

Enterobacteria sp. merupakan bakteri patogen karena hanya ditemukan pada ikan arwana super red (tidak ditemukan pada air pemeliharaan). Bakteri dari famili Enterobacteriaceae yang bersifat patogen pada ikan yaitu: Edwarsiella ictaluri yang menyebabkan penyakit septisemia enterik, E. tarda yang menyebabkan penyakit Redpest, edwardsiellosi dan emphysematous putrefactive disease pada catfish (Irianto, 2005). E. ictaluri merupakan salah satu bakteri yang menyerang ikan arwana. Gejala yang ditimbulkan adalah luka kecil di kulit dan daging ikan arwana yang disertai pendarahan. Luka tersebut akan menjadi bisul dan

(39)

mengeluarkan nanah, serangan selanjutnya dapat menyebabkan luka pada hati dan ginjal (Apin, 2004).

Staphylococcus sp. ditemukan pada kulit ikan F-46 dan E-44.

Staphylococcus sp. memiliki prevalensi yang lebih besar dari Aeromonas sp.

karena bakteri ini mudah tumbuh dan berkembang dalam perairan (Greenwood et al. 1995). Selain itu Staphylococcus sp. memiliki sebaran yang luas pada kulit serta bersifat patogen oportunistik, pada keadaan biasa bakteri ini ada pada lingkungan perairan atau tubuh ikan tanpa menimbulkan penyakit tetapi akan menimbulkan penyakit bahkan kematian ketika terjadi stres atau daya tahan tubuh ikan menurun (Irianto, 2005). Staphylococcus yang bersifat patogen adalah Staphylococcus auereus (Greenwood et al. 1995), sedangkan Staphylococcus yang bersifat saprofit adalah Staphylococcus citreus (Jordan dan Burrows, 1945).

Adanya luka pada tubuh menjadi pintu masuk bagi Staphylococcus sp. dan menyebabkan infeksi setempat seperti timbulnya bisul pada permukaan tubuh (Hadioetomo et al., 1988). Staphylococcus auereus ditemukan pada ikan yang mengalami bercak merah (Pramono et al., 1982).

Aeromonas sp. ditemukan pada insang, hati, ginjal dan usus ikan F-46 dan F-47. Ikan arwana yang terinfeksi Aeromonas sp. bisa disebabkan penggunaan peralatan yang tercemar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi (2004) bahwa penularan Aeromonas sp. dapat berlangsung melalui peralatan yang tercemar.

Kadar ammonia akuarium F-46 mencapai 1,5 ppm. Kondisi tersebut memungkinkan Aeromonas sp. untuk hidup karena bakteri ini hidup di perairan tawar yang mengandung bahan organik tinggi. Gerakan ikan F-46 dan F-47 tidak terlalu aktif. Menurut Kordi (2004) ikan yang terinfeksi Aeromonas sp.

gerakannya menjadi lebih lambat, lemah dan mudah ditangkap. Aeromonas sp.

merupakan bakteri patogen yang menyebabkan penyakit Motil Aeromonas Septicemia (MAS) atau ”Hemorrhage Septicemia”. Bakteri ini lebih mengganggu kesehatan ikan dibandingkan bakteri lain.

Melalui Gambar 9 dapat terlihat bahwa Listeria sp., Bacillus sp., Corynebacterium sp. dan Kurthia sp. ditemukan pada ikan arwana super red dan air pemeliharaannya. Kurthia sp. lebih sering ditemukan pada ikan dan air pemeliharaan dibandingkan bakteri lain. Menurut Pelczar et al. (1993) bakteri

(40)

yang selalu ada dalam lingkungan budidaya dapat dikelompokan sebagai flora normal. Peran flora normal bagi suatu organisme adalah berkontribusi dalam perkembangan organ pencernaan, menyediakan vitamin, menstimulasi sistem pertahanan tubuh dan bersifat antagonis bagi bakteri patogen (Dustman, 2000).

Ikan arwana super red C-124 mempunyai perut yang membesar. Menurut Lesmana (2003) penyakit bakterial pada ikan biasanya ditandai dengan perut yang membesar karena berisi cairan. Ermansyah (2008a) menambahkan bahwa perut ikan arwana super red yang membesar disebabkan oleh infeksi bakteri yang masuk ke dalam tubuh (saluran pencernaan) (Lampiran 16). Ikan arwana super red yang perutnya membesar ada pada Gambar 11.

Gambar 11. Ikan arwana super red Scleropages formosus yang terserang penyakit dropsy.

Beberapa bakteri sepeti Listeria sp., Enterobacteria sp., Bacillus sp. dan Aeromonas sp. ditemukan di bagian internal dan eksternal ikan arwana super red.

Menurut Richard dan Robert dalam Afrianto dan Liviawati (1992) bakteri yang mampu menyebabkan penyakit pada ikan (patogen) hampir selalu terdapat pada bagian tubuh baik eksternal maupun internal.

Penyakit pada ikan bisa disebabkan penanganan yang kasar dan kurang baik (Lesmana, 2003). Selain itu bakteri bisa berasal dari ikan arwana lain yang telah terkena penyakit karena semua jenis ikan rentan terhadap infeksi bakteri yang dapat mengakibatkan berjangkitnya penyakit dan tingkat kematian yang tinggi (Frerichs dan Millar, 1993).

(41)

Sebelumnya air yang akan digunakan untuk pemeliharaan ikan arwana super red telah disterilisasi menggunakan UV agar bakteri patogen yang terdapat di dalam air dapat diminimalisir. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan dapat diketahui bahwa pada media pemeliharaan masih ditemukan bakteri patogen sekalipun air tersebut telah disterilisasi karena dalam keadaan yang kurang baik, bakteri akan membentuk spora yang tahan lama dan akan aktif kembali bila lingkungannya sesuai, bakteri umumnya amat kuat, dan masih tetap hidup dalam panas, dingin, kering dan kadang tidak dapat mati oleh desinfektan (Lesmana, 2003). Selain itu bakteri yang ditemukan pada ikan arwana super red bisa berasal dari udara, manusia dan pakan yang diberikan karena bakteri terdapat pada udara, manusia dan pakan (Austin dan Austin, 1993).

Kemampuan suatu bakteri menyebabkan penyakit tidak hanya bergantung pada kelimpahan saja tetapi juga kepada kemampuan: 1) bakteri untuk hidup bersimbiosis dengan inang, 2) masuk (penetrate to) dalam tubuh inang, 3) mengambil nutrisi makanan dan bertahan hidup dalam tubuh inang, 4) berkembang biak dan 5) bertahan dari sistem pertahanan tubuh inang (Hendriansyah, 2007). Salyers (2008) menambahkan bahwa komposisi suatu bakteri pun dapat berpengaruh terhadap status kesehatan.

Kualitas air pun berpengaruh terhadap keberadaan bakteri dan status kesehatan ikan arwana super red. Berikut ini adalah kualitas air pada media pemeliharaan: suhu 29,0-33,3oC, pH 7,41-8,05, O2 7,25-9,23, amoniak 0-1,5 dan nitrit <0,1. Suhu optimum untuk ikan arwana super red adalah 26-29 0C (Machmud dan Hartono, 2005), namun suhu media pemeliharaan mencapai ≥ 30

0C. Suhu turut menentukan popolasi bakteri dalam air, Suhu 30≥ oC baik sekali bagi kehidupan bakteri patogen (Dwidjoseputro, 2005). Lesmana (2003) pun menambahkan bahwa fluktuasi suhu yang tinggi dapat menyebabkan ikan stres dan terkena penyakit.

pH optimum untuk ikan arwana super red adalah 6,5-7,5 (Machmud dan Hartono, 2005), namun pH air pemeliharaan mencapai >7,5. Adanya penyakit ikan berhubungan dengan naik turunnya nilai pH, karena pH air berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri pada ikan. Biasanya bakteri akan tumbuh baik pada

(42)

pH 6,5-7,5 (Pelczar et al., 1993). Nirmala (2004) menambahkan bahwa pH pun dapat meningkatkan kerentanan ikan terhadap timbulnya penyakit infeksius.

Menurut Ermansyah (2008b) penyakit yang disebabkan infeksi bakteri dapat diiobati dengan Oxytetracycline/Tetracyline dengan metode Long bath (direndam dalam waktu yang relatif lama) dengan dosis 0,5-2 gram/100 L air selama 3 hari, setelah itu pengobatan diulangi selama 3 hari secara oral dengan dosis 55-100 mg/kg bobot ikan/hari selama 6 hari (Lampiran 17).

(43)

4.2 Cendawan

Dalam mengidentifikasi cendawan hal yang sangat menentukan adalah bentuk kantung spora (sporangium) dan proses keluarnya spora. Karakteristik cendawan yang terdapat pada ikan arwana super red Scleropages formosus dan air pemeliharaannya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Parameter yang diamati dalam proses identifikasi cendawanSaprolegnia sp. dan Aphanomyces sp.

Parameter Saprolegnia sp. Aphanomyces sp.

Hasil Identifikasi (Sari, 2003) Hasil Identifikasi

(Alderman, 1982) Diameter

hifa

25-29 µm < 30 µm 6-13.5 µm 5-15 µm

Ukuran sporangium

400-495 µm 700 µm 6-15 µm 5-15 µm

Bentuk sporangium

Menggembung, batas hifa dan sporangium

terlihat jelas

Menggembung, batas hifa dan sporangium terlihat jelas

Sama dengan hifa

Sama dengan hifa

Tipe sporulasi

Spora memadati sporangium,

keluar melalui ujung sporangium

Keluar dengan memecah ujung sporangium, zoospore primer tidak mengkista

Spora membentuk kista berupa bola yang berubah

bentuk,

keluar dari samping hifa

Spora membentuk kista berupa bola di mulut sporangium

Daerah infeksi

Pada lapisan epidermis

(eksternal)

Pada lapisan epidermis (eksternal)

Eksternal dan internal

Eksternal dan internal Sifat spora Motil dan

menyebar

Motil dan menyebar

Motil dan menyebar

Motil dan menyebar Ukuran

spora

3-5 µm 5 µm 6.5-12 µm 6-15 µm

Saprolegnia sp. memiliki memiliki hifa berdiameter 25-29 µm.

Sporangiumnya berbentuk memanjang dan menggembung yang merupakan diferensiasi dari hifa vegetatif. Spora berkembang memadati sporangium dan bergerak dari arah hifa menuju sporangium. Menurut Sharma (1989) pada saat spora lepas, ujung sporangium (protuberant tip) pecah, spora keluar dalam keadaan terbalik (didahului oleh posterior yang bertekstur kasar) dan keluar tanpa membentuk kista di ujung sporangium (langsung menyebar). Setelah semua spora lepas, sporangium segera memperbarui diri dan berkembang menjadi sporangium

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian tindakan kelas ini untuk meningkatkan kreativitas siswa pada mata pelajaran Geografi kelas X 4 di SMA Ya BAKII 02 Gandrungmangu menggunakan

Mencari nilai eigen vector 1 (Kriteria), untuk mendapatkan nilai eigen vector ini, hasil jumlah dari normalisasi kriteria tiap elemen dibagi dengan jumlah kriteria yang

Bermula pada ketidakberhasilan Taman Nasional untuk mengembangkan potensi pariwisata yang ada di Pulau Kapota, Dinas Pariwisata mulai mendekati Pak Suhairi, yang

[r]

Proses terakhir setelah data direduksi dan disajikan, yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi dari hasil penelitian bimbingan keagamaan dengan pendekatan behavioral

Hasil prog- ram tersebut akan memberikan nilai bagi kelompok usaha nata de coco, syrup, kecap, dan gula nira di Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang dalam

Krim penghalang dapat membantu melindungi area kulit yang terbuka, namun tidak Pelindung mata yang memenuhi standar yang diakui harus digunakan jika hasil evaluasi risiko

Pada tahap ini, edukasi dengan contoh-contoh penderita kanker karena rokok, hamil di luar nikah, sangatlah penting, mengingat remaja biasanya merasa bahwa ia adalah orang kuat