• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH DI DESA KARABAN KECAMATAN GABUS KABUPATEN PATI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH DI DESA KARABAN KECAMATAN GABUS KABUPATEN PATI JAWA TENGAH"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA REMAJA PUTUS SEKOLAH DI DESA KARABAN KECAMATAN GABUS KABUPATEN PATI JAWA

TENGAH

OLEH

BANGKIT MAHARDIKA

8020140180

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

(2)

2

(3)

3

(4)

4

(5)

i ABSTRAK

Penelitian ini tujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well-being pada remaja putus sekolah di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah. Populasi pada penelitian ini adalah remaja putus sekolah di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah. Populasi sebanyak 32 orang di gunakan subjek penelitian. Teknik Sempling menggunakan purposive sampling. Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Data dukungan sosial yang disusun peneliti mengacu teori Robert Weiss (dalam Cutrona, 1994) dengan nilai α = 0.946 yang berarti sangat reliable. Data psychological well-being yang di susun peneliti mengacu teori Ryff & Keyes (1995) dengan nilai α = 0.948 yang berarti sangat reliable. Dari hasil analisa data yang di peroleh r = 0,609 dengan nilai sign= 0.000 (p < 0.05), yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial terhadap psychological well-being.

Artinya hipotesis penelitian ini diterima, bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial terhadap psychological well-being remaja putus sekolah.

Kata Kunci : Psychological well-being, dukungan sosial, remaja putus sekolah.

(6)

ii

ABSTRACT

This study aims to determine the relationship between social support and psychological well-being in school dropouts in Karaban Village, Gabus District, Pati, Central Java. The population in this study were teenagers who dropped out of school in Karaban Village, Gabus District, Pati Regency, Central Java. A population of 32 people were used as research subjects. Sempling technique uses purposive sampling. The method used is quantitative. Social support data compiled by researchers refers to Robert Weiss's theory (in Cutrona, 1994) with a value of α = 0.946 which means it is very reliable. The psychological well-being data compiled by researchers refers to the Ryff & Keyes (1995) theory with a value of α = 0.948 which means it is very reliable. From the analysis of the data obtained r = 0.609 with a sign value of 0.000 (p <0.05), which means there is a significant positive relationship between social support for psychological well- being. This means that the research hypothesis is accepted, that there is a positive relationship between social support for psychological well-being teenagers dropping out of school.

Keywords: Psychological well-being, social support, teenagers dropping out of school.

(7)

1

PENDAHULUAN

Remaja atau istilah lainnya adolescene berasal dari kata adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” yang berada pada usia 12 – 18 tahun. Istilah ini mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2011). Menurut Piaget, masa remaja secara psikologis adalah usia di mana individu menjadi berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Usia anak tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (dalam Hurlock, 2011).

Menurut Erikson (dalam Yusuf, 2007), masa remaja merupakan tahapan penting dalam siklus kehidupan. Masa remaja berkaitan erat dengan perkembangan perasaan atau kesadaran akan jati dirinya. Remaja dihadapkan pada berbagai pertanyaan yang menyangkut keberadaan dirinya, dan masa depannya nanti, serta peran-peran sosialnya dalam keluarga dan masyarakat.

Masa remaja merupakan masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada masa remaja mengalami perubahan besar mengenai fungsi rohaniah dan jasmaniah. Perubahan yang sangat menonjol dalam periode ini adalah kesadaran yang mendalam mengenai diri sendiri, remaja mulai meyakini kemampuannya, potensi dan cita-citanya sendiri. Selain itu remaja merupakan sumber daya manusia yang ke depannya memegang peranan penting dalam perkembangan nasional. Secara berproses remaja belajar dan berkembang untuk mencapai hal tersebut. Remaja juga memiliki banyak tugas perkembangan.

Dengan kesadaran dan tugas perkembangan tersebut remaja berusaha menemukan

(8)

2

jalan hidupnya dan mulai mencari nilai-nilai tertentu, seperti kebaikan, keluhuran, kebijaksanaan, dan keindahan (Kartono, 1990).

Berbicara mengenai putus sekolah berarti kita sedang membicarakan tentang individu yang sudah tidak lagi melanjutkan pendidikannya, seperti yang dikemukakan Suyanto (dalam Arpa, 2013) putus sekolah adalah anak atau individu yang sudah tidak lagi melanjutkan pendidikan di jenjang pendidikan.

Gunawan (2010), menyatakan putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya.

Burhannudin (dalam Prihatin, 2011), menyatakan bahwa setidaknya ada enam faktor yang menyebabkan terjadinya putus sekolah khususnya pada jenjang pendidikan dasar yaitu faktor ekonomi, minat untuk bersekolah rendah, perhatian orang tua yang kurang, fasilitas belajar yang kurang mendukung, faktor budaya dan lokasi atau jarak sekolah. Menurut Beebey (1982), putus sekolah lebih merupakan masalah sosial-ekonomi dari pada masalah pendidikan, karena mayoritas penyebab umum terjadinya putus sekolah adalah kemiskinan atau kesulitan ekonomi. Selain kemiskinan, terdapat juga beberapa alasan yang melatarbelakangi seorang siswa untuk berhenti melanjutkan sekolahnya.

Minimnya dukungan dari keluarga terhadap pendidikan anak, rendahnya minat atau motivasi siswa untuk belajar di sekolah, dan dapat juga disebabkan oleh lingkungan sekolah yang kurang nyaman untuk belajar siswa.

Menurut penelitian dari Farah (2014), berbagai dampak yang ditimbulkan dari remaja yang putus sekolah sendiri dalam kehidupan sosial ialah semakin

(9)

3

banyaknya jumlah kaum pengangguran dan mereka merupakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Masalah pengangguran di Indonesia merupakan masalah yang sudah sedemikian hebatnya, hingga merupakan suatu hal yang harus ditangani lebih serius. Untuk menangani masalah-masalah ini, maka perlu meningkatkan nilai- nilai positif yang ada pada diri remaja putus sekolah ini. Untuk meningkatkan nilai positif ini sama halnya meningkatkan nilai psychological well-being pada diri remaja putus sekolah sendiri.

Psychological Well-Being (PWB) penting untuk diperhatikan karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya membuat seseorang dapat mengidentifikasi apa yang hilang dalam hidupnya (Ryff, dalam Compton, 2005).

Psychological well-being menurut Ryff (1989) adalah sebuah istilah yang dapat digunakan untuk menggambarkan kesehatan psikologis individu sesuai dengan pemenuhan kriteria fungsi psikologi positif. Begitupun Veit dan Ware (1983) menjelaskan psychological well-being merupakan indikator kesehatan mental individu.

Kesejahteraan psikologis psychological well-being sendiri menurut Ryff (dalam Papalia, Olds, & Feldman 2008) individu yang memiliki kesejahteraan psikologis yang positif adalah individu yang memiliki respons positif terhadap dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri (self acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relationship with other), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth).

Bastaman (2007) menggambarkan manusia yang hidupnya bermakna adalah orang-orang yang menerima serta memiliki sikap positif dan tenang dalam

(10)

4

menjalani masa hidupnya. Seseorang yang memiliki psychological well-being yang tinggi akan lebih merasakan kepuasan dan kebahagiaan secara psikologis dalam hidupnya. Penelitian Edward (2006) menjelaskan individu yang memiliki psychological well-being akan memiliki kondisi psikologis yang sehat. Selain itu penelitian Salami (2011) menambahkan bahwa psychological well-being dapat memunculkan emosi positif dan kebahagiaan atau rasa senang. Berdasarkan hal ini, dapat dilihat bahwa psychological well-being membawa individu, salah satunya remaja putus sekolah ke dalam kondisi psikologis yang positif dan sehat.

Remaja putus sekolah yang merasakan bahwa dirinya gagal dalam menggapai sebuah harapan mereka akan merasa putus asa sehingga muncul kekecewaan dan ketidakbahagiaan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada kepala desa Karaban Pati Jawa Tengah pada tanggal 1 Maret 2018 terhadap beberapa remaja putus sekolah. Dari sebagian besar warga Karaban memilih berhenti sekolah karena faktor lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat yang rata-rata penduduknya mengalami kemiskinan, kemiskinan karena tingkat pendidikan orang tua rendah merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan keterlantaran pemenuhan hak anak dalam bidang pendidikan formal sehingga anak mengalami putus sekolah. Banyak sekali faktor yang menjadi penyebab anak mengalami putus sekolah, diantaranya yang berasal dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan karena malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemooh karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah. Ketidakmampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi

(11)

5

anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti playstation sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas, prestasi di sekolah menurun dan malu pergi kembali ke sekolah. Dari hal ini banyak sekali warganya yang akhirnya menganggur dan memilih merantau ke kota yang diantaranya bekerja pada proyek bangunan. Menurut pengakuan dari beberapa warganya, salah satunya B.A dia tidak terima bahwa nasibnya menjadi buruh bangunan, sehingga B.A selalu memikirkan tentang mengapa saya dulu putus sekolah. Selain itu di alami oleh T.P seorang remaja yang putus sekolah karena faktor ekonomi sehingga pada saat ini ia bingung dengan tujuan hidup kedepannya. Dari masa-masa yang dialami subjek di atas, subjek kurang menerima atas nasib hidupnya. Dari permasalahan-permasalahan di atas munculah dampak-dampak negatif anak putus sekolah di antaranya : terbatasnya pengetahuan dan wawasan anak, menciptakan pengangguran, kenakalan remaja dengan di tunjukan adanya anak-anak yang mabuk-mabukan saat mereka harusnya berada di bangku sekolahan, adanya tindak kriminalitas yang terjadi pada sebagian anak yang menjadi anggota komunitas punk, dan timbulnya anak- anak yang harusnya bersekolah tetapi mereka menjadi pengemis dijalan.

Remaja yang mengalami kegagalan dalam sekolahnya rentan terkena stres.

Remaja tersebut kurang memahami hal yang harus dilakukan dikemudian hari, sehingga sebagian dari remaja putus sekolah akan beralih ke arah yang kurang tepat. Sebagai contoh, seperti mencari rejeki di jalanan dengan cara yang kurang baik dan bahkan dapat terjerumus ke dalam dunia obat-obatan terlarang. Namun, ada juga yang memilih untuk membantu orang tua dengan mencari rejeki untuk

(12)

6

keluarganya dan ada juga yang memilih untuk menikah muda. Bagi remaja putus sekolah yang memilih untuk bekerja pun hanya memiliki sedikit pilihan lapangan pekerjaan. Hal tersebut karena minimnya keterampilan yang dimiliki oleh remaja putus sekolah.

Melihat masalah-masalah yang potensial, seperti yang sudah dipaparkan di atas, maka perlu diperoleh suatu cara untuk mencegah atau mengurangi beban dari masalah tersebut, untuk mempertahankan harapan hidup pada remaja putus sekolah. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh remaja putus sekolah adalah dengan mencapai psychological well-being yang optimal. Menurut Ryff (Hartanti, 2013) psychological well-being adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain, dapat mengambil keputusan sendiri dan mengatur tingkah laku, dapat mengatur dan menciptakan lingkungan yang kompatibel dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup remaja lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. Apabila psychological well-being remaja putus sekolah tinggi, maka remaja putus sekolah akan selalu merasa bahagia dan bersemangat dalam menjalani setiap kegiatan sehari-harinya. Sebaliknya remaja putus sekolah yang memiliki psychological well-being rendah akan mudah stres. Maka dari itu sangat penting peran psychological well-being pada remaja putus sekolah agar dapat terhindar dari dampak-dampak negatifnya seperti stress sehingga remaja putus sekolah dapat melampiaskan pada perilaku negatif seperti miras, obat- obatan terlarang pergaulan bebas.

Psychological well-being dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya : a) demografis, b) kesehatan fisik, c) pendidikan, d) agama dan spiritualitas, e)

(13)

7

dukungan sosial, f) pengalaman emosi, g) kepribadian. Salah satu faktor yang mendukung psychological well-being adalah dukungan sosial (Ryff &Keyes 1995). Dukungan sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan merupakan bagian dari kelompok sosial (Taylor, 2009). Keberadaan keluarga dan jaringan sosial yang memberikan dukungan kepada lansia menunjukkan kontribusi terhadap peningkatan tingkat well-being (Litwin, 2006). Dukungan ini dapat berasal dari berbagai sumber diantaranya orang yang dicintai seperti orang tua, pasangan, anak, teman, dan kontak sosial dengan masyarakat (Taylor, 2009).

Dukungan sosial merupakan keberadaan orang lain yang dapat diandalkan untuk memberi bantuan, semangat, penerimaan, dan perhatian, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan atau kualitas hidup bagi individu yang bersangkutan (Jhonson & Jhonson, 1991). Sarafino (1998) menjelaskan dukungan sosial dapat berasal dari orang-orang di sekitar individu seperti: keluarga, teman dekat, dan rekan atau teman sebaya. Dukungan sosial yang dimaksud yaitu dukungan yang dapat meningkatkan kualitas hidup para remaja putus sekolah, yang meliputi adanya komponen-komponen dari dukungan sosial itu sendiri, seperti kerekatan emosional, integrasi sosial, adanya pengakuan, ketergantungan yang dapat diandalkan. Dukungan sosial dapat diterima dari orang tua, anak, anggota keluarga lain, teman dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Komponen dukungan sosial, diantaranya: a) Reliable Alliance (Ketergantungan yang dapat diandalkan), b) Guidance (Bimbingan), c) Reassurance of Worth (Pengakuan positif), d) Emotional Attachment (Kedekatan emosional), f) Social Integration (

(14)

8

Integrasi sosial), g) Opportunity to Provide Nurturance (Kesempatan untuk mengasuh).

Sebagian besar penelitian terdahulu yang meneliti hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan psychological well-being, menunjukkan hasil yang konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2015) menunjukan bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial dan psychological well being pada remaja korban sexual abuse. Menurut Penelitian Ignatia dan Sari (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan PWB pada caregiver penderita gangguan Skizofrenia. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Septina (2016) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan psychological well-being pada guru honorer daerah.

Namun penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Suprapti (2013) menunjukkan hasil yang berbeda yakni tidak terdapat pengaruh antara dukungan keluarga dengan psychological well-being pada masa pensiun.

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian yang berjudul untuk mengetahui Hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well-being pada remaja putus sekolah di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah. Peneliti mengajukan hipotesis bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial dengan psychological well-being pada remaja putus sekolah di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah.

METODE PENELITIAN

Identifikasi Variabel

(15)

9

Indentifikasi variabel ada 2 jenis. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel terikat (Y): Psychological well-being

Variabel bebas (X): Dukungan sosial

Definisi Operasional

Variabel Y: Psychological well-being

Psychological well-being mencakup 1) kemampuan individu untuk menerima dirinya apa adanya (self-acceptance). 2) Membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain (positive relation with others). 3) Memiliki kemandirian dalam menghadapi tekanan sosial (autonomy), 4) mengontrol lingkungan eksternal (environmental mastery), 5) memiliki tujuan dalam hidupnya (purpose in life), serta 6)mampu merealisasikan potensi dirinya secara continue (personal growth) (Ryff, 1989).

Variabel X: Dukungan sosial

Dukungan Sosial adalah suatu bentuk tingkah laku seseorang yang dapat menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain baik individu, kelompok maupun masyarakat luas bersedia memberikan perhatian dan keamanan kepada individu yang bersangkutan. Dalam penelitian ini untuk mengukur variabel dukungan sosial digunakan skala Likert yang dikembangkan dari penulis berdasarkan komponen-komponen dukungan sosial yang dikemukakan oleh Weiss (dalam Cutrona dkk, 1994) yaitu komponen Instrumental Support

(16)

10

yang terdiri dari Reliabel Alliance, Guidance. Komponen Emotional Support yang terdiri dari Reassurance of worth, Attachment, Social integration, dan Opportunity to provide nurturance

Subjek Penelitian & Teknik Sampling

Subyek adalah target populasi yang memiliki karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Subyek dalam penelitian ini adalah remaja yang putus sekolah di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel sebagai sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek sebagai unit analisisnya (Satori

& Komariah, 2014). Adapun kriteria subjek yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

1. Remaja usia 12 – 18 tahun

Menurut Papalia & Olds (dalam Jahja, 2012), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 18 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.

2. Putus sekolah selama 2 – 3 tahun

(17)

11

Burhannudin (dalam Prihatin, 2011), menyatakan bahwa setidaknya ada enam faktor yang menyebabkan terjadinya putus sekolah khususnya pada jenjang pendidikan dasar yaitu faktor ekonomi, minat untuk bersekolah rendah, perhatian orang tua yang kurang, fasilitas belajar yang kurang mendukung, faktor budaya dan lokasi atau jarak sekolah.

Kenapa menentukan 2 – 3 tahun karena menurut Sugianto (2017) menyatakan dalam waktu itu remaja akan benar- benar mengalami dampak negative dan remaja akan terbentuk pola pikir sesuai dengan yang didapat dari lingkungannya. Sedangkan jika mengambil kriteria di bawah itu, pola pikir remaja belum terbentuk secara jelas.

Menurut Arikunto (2012) jika jumlah populasinya kurang dari 100 orang, maka jumlah sampelnya diambil secara keseluruhan, tetapi jika populasinya lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil 10-15% atau 20-25% dari jumlah populasinya. Berdasar hasil wawancara dengan Kepala Desa Karaban dan data resmi kantor kependudukan wilayah desa Karaban diperoleh data sebagai berikut:

Data Penduduk Desa Karaban PENDUDUK JUMLAH (ORANG)

Jumlah Laki-Laki (orang) 4799

Jumlah Perempuan (orang) 4787

Jumlah Total (orang) 9587

Remaja 584

Remaja Putus Sekolah 216

Mengacu pendapat dari Arikunto (2012:104) maka penulis akan mengambil subjek sebanyak 10% dari jumlah populasi remaja yang putus sekolah. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 20 remaja putus sekolah.

Jika dirasa data yang di peroleh belum mencukupi maka peneliti akan

(18)

12

menambahkan 5% dari total populasi, sehingga subjek yang di pakai sebanyak 15% dari total populasi dengan subyek penelitian sebanyak 32 partisipan.

Metode Pengumpulan Data

1. Skala Psychological Well Being

Psychological well-being mencakup 1) kemampuan individu untuk menerima dirinya apa adanya (self-acceptance). 2) Membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain (positive relation with others). 3) Memiliki kemandirian dalam menghadapi tekanan sosial (autonomy), 4) mengontrol lingkungan eksternal (environmental mastery), 5) memiliki tujuan dalam hidupnya (purpose in life), serta 6) mampu merealisasikan potensi dirinya secara continue (personal growth) (Ryff, 1989).

2. Skala Dukungan Sosial

Dukungan Sosial adalah suatu bentuk tingkah laku seseorang yang dapat menumbuhkan perasaan nyaman dan membuat individu percaya bahwa ia dihormati, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain baik individu, kelompok maupun masyarakat luas bersedia memberikan perhatian dan keamanan kepada individu yang bersangkutan. Dalam penelitian ini untuk mengukur variabel dukungan sosial digunakan skala Likert yang dikembangkan dari penulis berdasarkan komponen-komponen dukungan sosial yang dikemukakan oleh Weiss (dalam Cutrona dkk, 1994) yaitu komponen instrumental support yang terdiri dari reliabel alliance, Guidance. Komponen emotional support yang terdiri dari reassurance of worth, attachment, social integration, dan opportunity to provide nurturance.

(19)

13 Instrumen Pengambilan Data

1. Skala Dukungan Sosial

Variabel dukungan sosial dalam penelitian ini di ukur menggunakan alat ukur ISEL (Interpersonal Support Evaluationt List) yang dikembangkan oleh Cutrona (1994). Di dalam alat ukur terdapat 24 aitem, berdasarkan 6 komponen yaitu komponen Attachment, Social Integration, Reassurance of Worth, Reliable Alliance, Guidance, Opportunity for Nurturance. Alat ukur ini dirancang menggunakan metode Skala Likert dengan 4 kategori pilihan jawabanya yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Uji daya diskriminasi aitem menggunakan standart 0.3 (Azwar, 2009). Berdasarkan hasil uji reliabilitas dan uji diskriminasi melalui 1 kali putaran dengan 2 aitem yang gugur yaitu 11, dan 13 dan di peroleh 22 aitem yang berdaya diskriminasi baik dengan nilai α = 0.946 yang berarti sangat reliabel.

Tabel 1.1 Reliabilitas Dukungan Sosial Cronbach's

Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items

N of Items

.946 .946 22

2. Skala Psychological Well-Being

(20)

14

Sedangkan pada variable Psychological Well-Being diukur dengan alat PWB scale. Alat ukur tersebut berisi 42 aitem yang dari masing- masing aspek yang dikembangkan oleh (Ryff, 1989) berdasarkan aspek- aspek Psychological well-being yaitu 1) kemampuan individu untuk menerima dirinya apa adanya (self-acceptance). 2) Membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain (positive relation with others). 3) Memiliki kemandirian dalam menghadapi tekanan sosial (autonomy), 4) mengontrol lingkungan eksternal (environmental mastery), 5) memiliki tujuan dalam hidupnya (purpose in life), serta 6) mampu merealisasikan potensi dirinya secara continue (personal growth). Skala dirancang menggunakan metode skala Likert dengan 4 kategori pilihan jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Berdasarkan hasil uji reliaabilitas dan uji diskriminasi melalui 1 kali putaran aitem dengan 4 aitem yang gugur yaitu aitem 6, 18, 19, 42 dan diperoleh 38 aitem yang berdaya diskriminasi baik dengan nilai α = 0.948 yang berarti sangat reliabel.

Tabel 2.2 Reliabilitas Psychological Well-Being

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items

N of Items

.948 .947 38

Teknik Analisa Data

(21)

15

Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan psycological well-being pada remaja putus sekolah di Desa Karaban Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah peneliti menggunakan analisis korelasi product moment. Analisis korelasi product moment untuk penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS versi 16.0.

HASIL

Analisis Deskriptif

Kategori dibagi menjadi 4 yaitu sangat tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan skor terendah dan membaginya dengan jumlah kategori.

Dari perhitungan memakai rumus tersebut, maka didapatkan hasil seperti pada tabel di bawah ini:

DUKUNGAN SOSIAL

No. Interval Kategori Frekuensi % Mean Standart Deviasi 1 71.5 ≤ x < 88 Sangat Tinggi 11 28%

63.00 10.35 2 55 ≤ x < 71.5 Tinggi 12 30%

3 38.5 ≤ x< 55 Rendah 9 23%

4 22 ≤ x < 38.5 Sangat Rendah 0 0%

(22)

16

Tabel 2.1 Kategorisasi Dukungan Sosial

Berdasarkan table di atas, dapat dilihatkan bahwa remaja putus sekolah yang memiliki dukungan sosial sangat tinggi 28% mendapatkan dukungan sosial tinggi 30% mendapatkan dukungan sosial rendah 23% sedangkan mendapatkan dukungan sosial sangat rendah 0%.

Tabel 2.2 Kategorisasi Psychological Well-being Psychological Well-being

No. Interval Kategori Frekuensi % Mean

Standart Deviasi

1

123.5 ≤ x <

152

Sangat

Tinggi 15 38%

119.34 16.00 2

95 ≤ x <

123.5 Tinggi 13 33%

3 66.5 ≤ x< 95 Rendah 4 10%

4

38 ≤ x <

66.5

Sangat

Rendah 0 0%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihatkan bahwa remaja putus sekolah yang memiliki Psychological Well-being sangat tinggi sebanyak 38%

mendapatkan Psychological Well-being tinggi sebanyak 33% mendapatkan Psychological Well-being rendah sebanyak 10% sedangkan mendapatkan Psychological Well-Being sangat rendah 0%.

(23)

17 Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Pada tabel di bawah terdapat hasil uji normalitas dengan Kolmogorov- Smirnov Test. Pada variabel dukungan sosial menunjukkan nilai K-S-Z sebesar 0,877 dengan nilai sign = 0,425 (p > 0.05) sedangkan variabel psychocogical well-being menunjukkan nilai K-S-Z sebesar 0,980 dengan nilai sign = 0,293 (p > 0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data dari semua dimensi dukungan sosial dengan psychological well-being berdistribusi normal.

Tabel 3.1 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test VAR0000

1

VAR0000 2

N 32 32

Normal Parametersa,b

Mean 63.00 119.34

Std.

Deviation

10.355 15.995

Most Extreme Differences

Absolute .155 .173

Positive .095 .098

Negative -.155 -.173

Kolmogorov-Smirnov Z .877 .980

Asymp. Sig. (2-tailed) .425 .293

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

b. Uji Linearitas

(24)

18

Pada tabel di bawah terdapat hasil uji Linearitas pada variabel dukungan sosial dengan psychological well-being menunjukkan nilai F beda 1,145 dengan nilai sign = 0,414 (p > 0.05). Hasil tersebut menunjukan bahwa hubungan kedua variabel antara dukungan sosial dengan psychological well-being sejajar atau linear.

Tabel 3.2 Uji Linearitas ANOVA Table

Sum of Squares

Df Mean Square

F Sig.

VAR00002

*

VAR00001

Between Groups

(Combined) 6094.719 19 320.775 2.096 .096 Linearity 2939.794 1 2939.794 19.209 .001 Deviation

from Linearity

3154.925 18 175.274 1.145 .414

Within Groups 1836.500 12 153.042

Total 7931.219 31

c. Uji Korelasi

Terakhir dilakukan uji korelasi terhadap dukungan sosial dengan psychological well-being. Hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well-being menggunakan uji korelasi product moment- pearson. Hubungan antara dukungan sosial dengan psychological well-

(25)

19

being, diperoleh r = 0,609 dengan nilai sign= 0.000 (p < 0.05, yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial terhadap psychological well-being. Artinya hipotesis penelitian ini diterima, bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial terhadap psychological well-being remaja putus sekolah. Hasil pengujian hipotesis tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.3 Uji Korelasi

PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan hubungan positif antara dukungan sosial dengan psychological well-being remaja putus sekolah Desa Karaban

Correlations

VAR0000 1

VAR0000 2

VAR0000 1

Pearson Correlation

1 .609**

Sig. (1-tailed) .000

N 32 32

VAR0000 2

Pearson Correlation

.609** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 32 32

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1- tailed).

(26)

20

Kecamatan Gabus Kabupaten Pati Jawa Tengah, dengan koofisien korelasi diperoleh r = 0,609 dengan nilai sign.= 0.000 (p < 0.05), yang berarti terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial terhadap psychological well-being. Artinya hipotesis penelitian ini diterima, bahwa terdapat hubungan positif antara dukungan sosial terhadap psychological well-being remaja putus sekolah. Artinya semakin tinggi dukungan sosial yang dimiliki remaja putus sekolah berarti semakin tinggi psychological well-being, dan sebaliknya semakin tinggi psychological well-being yang dimiliki remaja putus sekolah maka semakin tinggi dukungan sosialnya.

Hasil penilitian ini mendukung hasil penelitian Menurut penelitian Suryani dan Novita (2015) pada hubungan dukungan sosial dan psychological well-being menyatakan bahwa remaja putus sekolah, mereka membutuhkan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, di saat seseorang didukung oleh lingkungan di sekitarnya, maka segalanya akan terasa lebih mudah untuk dijalani. Jika individu diterima dan dihargai secara positif, maka individu tersebut cenderung mengembangkan sikap positif terhadap dirinya sendiri dan lebih menerima dan menghargai dirinya sendiri, dan dapat merealisasikan potensi yang ada dalam dirinya sehingga individu tersebut dapat mencapai psychological well-being.

Berdasarkan kategori dukungan sosial remaja putus sekolah, nilai mean dukungan sosial 63.00 angka tersebut termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan partisipan bahwa cenderung dukungan sosial baik. Dengan demikian dukungan sosial baik dengan psychological well-being yang tinggi.

Berdasarkan kategori psychological well-being remaja putus sekolah, nilai mean

(27)

21

psychological well-being 119.34 angka tersebut termasuk kategori tinggi. Hal ini menunjukkan partisipan bahwa psychological well-being baik.

Kondisi psikologis remaja yang putus sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Riyadiningsih dan Astuti (2010) mengungkapkan bahwa remaja putus sekolah menyandarkan harapannya pada orang lain, mereka membutuhkan kondisi lingkungan keluarga yang harmonis dan lingkungan pergaulan yang kondusif.

Bantuan berbentuk dukungan akan meningkatkan motivasi hidup dan akhirnya mengarah ke penyesuaian psikologis yang baik (Hamdan-Mansour dan Dawani, 2008).

Hinton (1975) mengatakan bahwa dukungan yang berkualitas yang datang dari lingkungan akan mengubah dampak stress pada individu. Bloom dan Spiegel (1984) juga berpendapat bahwa dukungan dari sekitar akan membantu meningkatkan kesejahteraan psikologis dengan memberi gambaran baru mengenai kehidupan. Dukungan yang diberikan lewat diskusi atau obrolan yang intim akan menjaga suasana hati individu dari waktu ke waktu. Lewat dukungan tersebut, remaja putus sekolah akan menganggap hidupnya lebih bermakna dan memuaskan. Bloom dan Spiegel (1984) mengungkapkan bahwa adanya dukungan sosial menunjukkan adanya aktivitas sosial yang dilakukan oleh individu. Cobb dan Erbe (1978) menyatakan bahwa adanya aktivitas sosial akan memberikan ruang bagi individu untuk saling bertukar masalah dan saling mendukung. Dengan adanya aktivitas sosial, remaja putus sekolah akan melihat masalah yang dihadapi oranglain sehingga mereka mengerti bahwa mereka tidak satu-satunya orang yang bernasib tidak beruntung. Individu yang cenderung introvert dan menarik diri dari

(28)

22

lingkungan akan mempunyai tendensi untuk terkena stress, karena mereka tidak memiliki oranglain untuk berbagi cerita dan masalah (Bloom dan Spiegel, 1984).

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa sumbangan efektif dukungan sosial terhadap psychological well-being pada penelitian ini sebesar 37,89% yang berarti dukungan sosial menyumbangkan psychological well-being memberikan sumbangan 37,89% dengan sisa 62,11% dipengaruhi faktor lainnya.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa dukungan sosial bukan merupakan satu- satunya faktor yang mempengaruhi psychological well-being. Dari 62,11% lain di pengaruhi faktor lain yaitu faktor demografis, Bakare (2013) menyatakan bahwa PWB dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Pada faktor jenis kelamin, diketahui bahwa perempuan memiliki psychological well-being yang lebih baik (Eme dalam Bakare, 2013), faktor kesehatan fisik memainkan peranan penting dalam mendeterminasi distress maupun psychological well-being, faktor pendidikan turut mempengaruhi psychological well-being. Ketika individu menempuh pendidikan pada level atau tingkatan yang lebih tinggi, individu akan mempunyai informasi yang lebih baik, faktor agama dan spiritualitas, faktor pengalaman emosi seperti rasa senang dapat meningkatkan psychological well- being dari pada emosi negatif seperti rasa sedih, faktor kepribadian.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah diuraikan, maka dapat ditari kesimpulan:

(29)

23

1. Terdapat hubungan positif yang signitifkan antara dukungan sosial dengan psychological well-being remaja putus sekolah Desa Karaban Kecamatan Pati Jawa Tengah

2. Sumbangan efektif dukungan sosial terhadap psychological well-being pada penelitian ini sebesar 37,89% yang berarti dukungan sosial menyumbangkan psychological well-being memberikan sumbangan 37,89% dengan sisa 62,11% dipengaruhi faktor lainnya.

Saran

Setelah melakukan dan melihat hasil dari penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Peneliti Selanjutnya

Peneliti masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Bagi peniliti selanjutnya dapat menambah atau meniliti faktor lain seperti usia, jenis kelamin, dll yang dapat mempengaruh variabel psychological well-being.

2. Bagi Subjek Penelitian

Bagi subjek agar dapat menambah aktivitas sosial dan menambah relasi sosial.

(30)

24

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Arpa, Desi. (2013). Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Remaja Putus Sekolah Di Jorong Batang Kariang Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung. Jurnal Eksekutif.

Azwar, Saifuddin. 2009. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bakare, A. O. (2013). Socio-demografic variables as predictors of psychological well-beingamongst the adolescents with hearing impairment in Southwest Nigeria. Ife PsychologIA, 21(1), 245-258

Bastaman, H. D. 2007. Logoterapi psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup bermakna. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Beeby, C.E. 1982. Pendidikan Di Indonesia Penilaian dan Pedoman Perencanaan. Jakarta: LP3ES.

Bloom, J. R., & Spiegel, D. (1984). The relationship of two dimensions of social support to the psychological well-being and social functioning of women with advanced breast cancer. Social Science & Medicine, 19(8), 831–837.

DOI: 10.1016/0277-9536(84)90400-3

(31)

25

Burhannudin, 2008. Penetaan Anak Tidak dan putus Sekolah di Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa Besar Usia 5- 12 Tahun.

http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/30_Burhan udin_Pemetaan.pdf/di akses tanggal 11 februari 2012.

Cobb S. and Erbe C. 1978. Social SUDDOI? for the cancer patient. Forum Med. I, No. 8, 24-29.

Cutrona, C. E, et. Al. (1994). Peceived parental social support and academic achivement: an attachment theory perspective. Journal of Personality and Social Psychology. 66, 369-378. DOI: 10.1037/0022-3514.66.2.369

Eddy, Sugianto. (2017). Faktor penyebab anak putus sekolah tingkat SMP di desa Bukit Lipai Kecamatan Batang Cenaku Kabupaten Inderagiri Hulu. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol:4 No:2 Tahun:2017

Edward, Steve. (2006). Physical exercise and psychological well-being. South African Journal of Psychology, 36(2) 2006, pp.357-373.

Farah, Mutiara. (2014). Faktor Penyebab Putus Sekolah Dan Dampak Negatifnya Bagi Remaja.

Ferry Effendi & Makhfudli. 2009. Keperawatan dan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktek Keperawtan. Penerbit Salemba Medika: Jakarta

Gunawan, A. H. 2010. Sosiologi pendidikan: Suatu analisis sosiologi tentang pelbagai problem pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamdan-Mansour, A., & Dawani, H. (2008). Social support and stress among university students in Jordan. International Journal of Mental Health and Addiction, 6, 442–450.

Hardjo, S & Novita, E. (2014). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Psychological Well Being Pada Remaja Korban Sexual Abuse.

Hinton J. The influence of previous personality on reactions to having terminal cancer. Omega 6, 95-l 11, 1975.

Hurlock, E.B. (2011). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo).

Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ignatia, W., & Sari, D. (2013). Hubungan antara dukungan social dengan Psychological well-being caregiver penderita gangguan skizofrenia.

Skripsi Program Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Komariah, A. & Satori, D. 2014 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:

Alfabeta.

Litwin, H. & Ezra, S. S. (2006). The association between activity and wellbeing in later life: what really matters? Ageing & Society 26, 225–242. DOI:

10.1017/S0144686X05004538

Papalia, D.E., Old, S.W., dan Fieldman, R.D. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan) Jakarta: Kencana.

(32)

26

Ryff, C.D (1989). Happines is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57(6), 1069-1081.

Ryff, C.D. & Keyes, C.L.M. (1995). “The structure of psychological wellbeing revisited”. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 719-727 Salami, Samuel. (2011). Personality and Psychological Well-Being of

Adolescents: The Moderating Role of Emotional Intelligence. Social Behavior and Personality An International Journal, 39(6) 2011, pp. 785- 794.

Santoso, S. 2000. Buku latihan SPSS statistik parametik. Jakarta: Alex Media Komputindo

Sarafino, E.P. 1998. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Third Edition. United States of American: John Wiley & Sonc, Inc.

Sari, D., & Suprapti, V. (2013). Pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap psychological well-being pada masa pensiun. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan 2(3). Vol: 2 No: 1 Tahun: 2013

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryani, H., & Eryanti, N. (2015). Hubungan dukungan sosial dengan

psychological well-being pada remaja sekolah. Program Studi Magister Psikologi, Program Pascasarjana, Universitas Medan Area

Taylor, E., Shelley, Dkk, Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas, Jakarta: Kencana, 2009.

Vanis, W, I., & Dewi, S, K. (2013). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Psychological Well Being Caregiver Penderita Gangguan Skizofrenia.

Veit, C.T. and Ware, J.E. (1983).The Structure of Psychological Distress and Well-Being in General Populations. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 51, 730-742. DOI: 10.1037/0022-006X.51.5.730

Gambar

Tabel 1.1 Reliabilitas Dukungan Sosial  Cronbach's  Alpha  Cronbach's  Alpha Based  on  Standardized  Items  N of  Items  .946  .946  22
Tabel 2.2 Reliabilitas Psychological  Well-Being  Cronbach's  Alpha  Cronbach's  Alpha Based  on  Standardized  Items  N of  Items  .948  .947  38
Tabel 2.1 Kategorisasi Dukungan Sosial
Tabel 3.2 Uji Linearitas  ANOVA Table  Sum of  Squares  Df  Mean  Square  F  Sig.  VAR00002  *  VAR00001  Between Groups  (Combined)  6094.719  19  320.775  2.096  .096 Linearity 2939.794  1  2939.794  19.209  .001 Deviation from Linearity 3154.925  18 175
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Administrasi dan Teknis Nomor : 02/17/91.04/PPBJ- NF/DJB/DBB/2012 tanggal 27 Agustus Juli 2012, pekerjaan Pembekalan

Hampir seluruh ahli ekonomi Islam, termasuk al-Māwardi, berpandangan bahwa mekanisme pasar yang benar diajarkan Rasulullah adalah mekanisme pasar bebas, tidak ada

Penulisan Skripsi yang berjudul: Pelaksanaan Peraturan Daerah (Qanun) Aceh No. Aica Mugi Indonesia, Langsa) adalah untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar

Dengan penjelasan yang terda- pat di dalam dokumen UKL-UPL mengenai kegiatan usaha dan dampak yang ditimbul- kan, maka pencemaran dan bahaya yang muncul terhadap

Fokus penelitian tesis ini adalah Strategi Kontra Radikalisme Di Kalangan Kaum Muda Muslim Dalam Program Positive &amp; Peace Cyber Activism, yang mana penelitian

Metode yang digunakan yaitu menggunakan metode uji aktivitas daya hambat dan pengaplikasian langsung pada jagung dengan parameter penilaian yaitu pH, total plate count

Praktik Mura&gt;bah}ah bil Waka&gt;lah pada pembiayaan Mitra Amanah Syariah di BPRS Magetan menurut hukum Islam akadnya fasid, karena ada sebagian rukun yang tidak

Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe stad (student team achievement division) yang dimodifikasi dengan tutor sebaya dalam pembelajaran matematika pada pokok