• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011 – 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional di bidang kesehatan, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud;

b. bahwa tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan bidang kesehatan di Indonesia;

c. bahwa dalam rangka menghadapi era globalisasi, perlu adanya rencana pengembangan tenaga kesehatan yang menyeluruh yang disusun dengan semangat kemitraan yang melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah secara lintas sektor di pusat dan daerah, masyarakat termasuk swasta, akademisi, profesi, dan pemangku kepentingan lainnya;

d. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam huruf c, perlu menetapkan Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 – 2025 untuk mewujudkan sinergisme dan upaya yang saling mendukung serta melengkapi antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta yang memiliki kepentingan terhadap pengembangan tenaga kesehatan dalam semangat kemitraan;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf, b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011 – 2025;

Mengingat: …

(2)

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

8. Undang-Undang …

(3)

8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

9. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);

11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

13. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah, dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

14. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT TENTANG RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011 - 2025.

PERTAMA : Menetapkan Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011–2025 sebagaimana tercantum dalam Lampiran keputusan ini, merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.

KEDUA: …

(4)

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 September 2013

MENTERI KOORDINATOR

BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AGUNG LAKSONO

Salinan sesuai dengan aslinya

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

ttd.

Sugihartatmo

KEDUA : Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011–2025 sebagaimana dimaksud pada Diktum PERTAMA merupakan pedoman pelaksanaan pengembangan tenaga kesehatan tahun 2011-2025 bagi seluruh pemangku kepentingan.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

(5)

LAMPIRAN RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011 - 2025

BAB HALAMAN

I. PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. MAKSUD DAN TUJUAN 3

C. RUANG LINGKUP DAN BATASAN 3

D. KERANGKA PIKIR 4

II. PERKEMBANGAN DAN MASALAH 6

A. KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN 6

B. PERKEMBANGAN DAN MASALAH PEMBANGUNAN KESEHATAN

7 C. PERKEMBANGAN DAN MASALAH

PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN

11 D. ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN TENAGA

KESEHATAN

22

III. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN STRATEGI 25

A. VISI 25

B. MISI 25

C. TUJUAN 26

D. SASARAN STRATEGIS 26

E. STRATEGI 27

IV. RENCANA KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN 31

A. KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN

BERDASARKAN RASIO TENAGA KESEHATAN TERHADAP PERKEMBANGAN JUMLAH

PENDUDUK

31

B. KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN

BERDASARKAN STANDAR TENAGA KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

32

C. PERMINTAAN TENAGA KESEHATAN DARI LUAR NEGERI

42 D. KETERKAITAN ANTARA PERHITUNGAN

KEBUTUHAN DAN PENGADAAN/PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN JANGKA PANJANG

43

V. RENCANA …

(6)

V. RENCANA PENGADAAN/PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN

48

A. PENYESUAIAN KAPASITAS PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN

48 B. PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TENAGA

KESEHATAN 50

VI. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN 52

A. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN DI DALAM NEGERI

52 B. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN DI LUAR

NEGERI

60 VII. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN MUTU TENAGA

KESEHATAN

61

A. PEMBINAAN TENAGA KESEHATAN 61

B. PENGAWASAN MUTU TENAGA KESEHATAN 62 VIII. PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN TENAGA

KESEHATAN

64

A. PROSES PENYELENGGARAAN RENCANA

PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN 64

B. PENYELENGGARAAN RENCANA PENGEMBANGAN

TENAGA KESEHATAN 67

C. KERJASAMA INTERNASIONAL 70

D. SUMBER DAYA PENGEMBANGAN TENAGA

KESEHATAN 71

IX. KEBUTUHAN PEMBIAYAAN 72

A. PEMBIAYAAN UNTUK PENDAYAGUNAAN TENAGA

KESEHATAN 72

B. PEMBIAYAAN UNTUK PENGADAAN/PENDIDIKAN

TENAGA KESEHATAN 74

C. BIAYA MANAJEMEN/PENGELOLAAN

PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN 77

X. PENUTUP 78

(7)

NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG

RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011 - 2025

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kesehatan adalah merupakan hak asasi manusia. Pada pasal 28 H dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya pada pasal 34 ayat 3 dinyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan yang sakit dan berupaya mempertahankan yang sehat untuk tetap sehat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian kesehatan selain sebagai hak asasi manusia, kesehatan juga merupakan suatu investasi.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 - 2025, dinyatakan bahwa dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli keluarga/masyarakat adalah tiga pilar utama untuk meningkatkan kualitas SDM dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Dalam RPJPN, dinyatakan pula pembangunan nasional di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

diselenggarakan …

(8)

diselenggarakan dengan didasarkan kepada perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus kepada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut dan keluarga miskin. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, juga diperhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi/IPTEK, serta globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan dan kerjasama lintas sektoral.

Untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkeadilan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah mengatur adanya jaminan sosial termasuk kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia (universal health coverage). Guna mengatur pelaksanaannya, telah diberlakukan pula Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Untuk mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, maka diperlukan langkah-langkah dalam (1) Penyiapan Regulasi, (2) Paket Manfaat Dasar, (3) Fasilitas Pelayanan Kesehatan termasuk SDM, serta (4) Kelembagaan.

Berbagai studi menunjukkan bahwa tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menyatakan bahwa tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan. Dalam laporan WHO tahun 2006, Indonesia termasuk salah satu dari 57 negara di dunia yang menghadapi krisis SDM Kesehatan, baik jumlahnya yang kurang maupun distribusinya.

Guna mengatasi krisis termaksud, dan menghadapi era globalisasi, sangat diperlukan adanya suatu Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan (RPTK) yang menyeluruh. RPTK Tahun 2011 – 2025 disusun dengan semangat kemitraan yang melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah secara lintas sektor di pusat dan daerah, masyarakat termasuk swasta, akademisi, profesi, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam penyusunan RPTK ini telah memperoleh pula masukan dari berbagai forum internasional yang membahas SDM Kesehatan.

Di era …

(9)

Di era globalisasi, berarti terbukanya negara-negara di dunia bagi produk- produk baik barang maupun jasa yang datang dari negara manapun dan harus dihadapi. Di bidang kesehatan, Indonesia mengupayakan dalam kepentingan perdagangan internasional jasa melalui World Trade Organization (WTO), China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan perjanjian bilateral, serta “ASEAN Community 2015”. Salah satu modal dalam pasokan perdagangan jasa internasional adalah migrasi SDM. Dalam hubungan ini, melalui Sidang Umum Kesehatan Sedunia Tahun 2010, WHO telah mengadopsi Global Code of Practice on the International Recruitment of

Health Personnel. Walaupun bersifat sukarela, Indonesia sebagai negara anggota WHO, perlu ikut mendukung dan melaksanakan prinsip-prinsip dan rekomendasi Global Code dalam migrasi internasional tenaga kesehatan.

Semua ini perlu dapat diakomodasikan dalam RPTK.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

RPTK Tahun 2011 - 2025 merupakan rencana jangka panjang dengan maksud menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan secara komprehensif dan menyeluruh.

Tujuan RPTK Tahun 2011 - 2025 adalah untuk mewujudkan sinergisme dan upaya yang saling mendukung serta melengkapi antara pemerintah dan masyarakat termasuk swasta yang memiliki kepentingan terhadap pengembangan tenaga kesehatan dalam semangat kemitraan.

C. RUANG LINGKUP DAN BATASAN.

Pengembangan tenaga kesehatan meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan/pendidikan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan.

Tenaga kesehatan di Indonesia dewasa ini sangat banyak jenisnya. Dalam RPTK ini, tenaga kesehatan dibatasi pada 13 (tiga-belas) jenis tenaga, yaitu dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, perawat gigi, apoteker, asisten apoteker, sanitarian, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian medis.

D. KERANGKA …

(10)

D. KERANGKA PIKIR

Dalam penyusunan RPTK ini dipergunakan pendekatan perencanaan dan pelaksanaan yang diawali dengan analisis situasi baik tentang perkembangan dan masalah dalam pembangunan kesehatan, maupun dalam upaya pengembangan tenaga kesehatan. Analisis situasi menghasilkan isu strategis atau masalah pokok yang dihadapi dewasa ini maupun ke depan dalam pengembangan tenaga kesehatan. Hasil analisis situasi selanjutnya dipergunakan dalam tahap perencanaan, baik perencanaan kebijakan maupun perencanaan program. Unsur atau upaya pokok dalam pengembangan tenaga kesehatan meliputi perencanaan kebutuhan, pendidikan/pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan.

Agar RPTK ini dapat dilaksanakan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, perlu pula disusun pokok-pokok penyelenggaraannya. Dalam pelaksanaan pengembangan tenaga kesehatan sangat penting adanya kemitraan antar semua pemangku kepentingan, agar terwujud sinergi dalam penyelenggaraan pengembangan tenaga kesehatan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan termaksud adalah tersedianya tenaga kesehatan yang mencukupi, baik dalam jumlah, jenis, maupun mutunya, serta terdistribusi sesuai kebutuhan pembangunan dan pelayanan kesehatan.

Dalam pelaksanaan RPTK ini perlu pula dilakukan pemantauan dan penilaian secara periodik, yang hasilnya dapat dipergunakan untuk perbaikan pelaksanaannya, maupun dalam melakukan tinjauan kembali terhadap rencana termaksud (“re-planning”). Tinjauan terhadap rencana yang ada dipandang perlu,mengingat RPTK ini merupakan rencana yang berjangka panjang sampai tahun 2025.

Meningkatnya jumlah, jenis dan mutu tenaga kesehatan yang terdistribusi secara merata akan meningkatkan akses penduduk terhadap tenaga kesehatan, yang akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, pengembangan tenaga kesehatan juga dipengaruhi oleh beberapa komponen sistem kesehatan lainnya dan lingkungan strategis lainnya seperti politik, ekonomi, sosial budaya, Hankam, geografi dan demografi.

Secara …

(11)

Secara skematis, kerangka pikir yang dipergunakan dalam penyusunan Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan, seperti terlihat dalam skema di bawah ini:

Komponen Sistem Kesehatan Yang Berpengaruh Terhadap

Pengelolaan Tenaga Kesehatan

Lingkungan Strategis: Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Hankam, Geografi, Demografi

(12)

II. PERKEMBANGAN DAN MASALAH

A. KEADAAN UMUM DAN LINGKUNGAN Geografi dan Demografi

Indonesia terletak di khatulistiwa diantara Benua Asia dan Benua Australia dan diantara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia berbatasan dengan Papua Nugini, Timor Leste, Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina dan Australia. Indonesia terdiri dari 17.508 pulau dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terbentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat dan 1.760 km dari utara ke selatan.

Indonesia merupakan negara nomor empat berpenduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 237 juta jiwa (BPS, 2010) dengan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 1,49%. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 247,6 juta jiwa, tahun 2019 sebanyak 257,5 juta jiwa dan tahun 2025 sebanyak 270,5 juta jiwa (BAPPENAS, 2005). Indonesia juga terdiri dari beberapa suku bangsa, budaya, bahasa dan dialek.

Iklim

Indonesia memiliki 2 (dua) iklim yaitu iklim kemarau dan penghujan. Hujan terjadi dibulan Oktober sampai Februari dan kemarau terjadi dibulan Maret sampai September. Kondisi iklim di Indonesia sejak tahun 1991 mulai terjadi penyimpangan. Hal ini disebabkan pemanasan global. Berbagai prediksi cuaca yang sebelumnya dapat dilakukan saat ini sering gagal. Anomali cuaca dan iklim hampir selalu dikaitkan dengan terjadinya bencana alam banjir dan kekeringan panjang sering terjadi di wilayah Indonesia. Cuaca dan iklim yang ditambah dengan kondisi geografi dan demografi di Indonesia mempengaruhi akses antar pulau.

Politik

Indonesia adalah negara republik dipimpin oleh presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat setiap lima tahun sekali. Demikian pula untuk …

(13)

untuk pemilihan gubernur dan bupati/walikota. Oleh karena itu, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara dan sudah menerapkan sistem desentralisasi sejak tahun 1999. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial dan multi partai. Anggota perwakilan rakyat juga dipilih langsung oleh rakyat.

Perkembangan Ekonomi

Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998. Tetapi sejak tahun 2004, ekonomi nasional telah membaik dan mengalami pertumbuhan yang cukup cepat. Dewasa ini, ekonomi makro di Indonesia cukup stabil, dan produk domestik bruto (PDB/GDP) per kapita telah menunjukkan peningkatan dimana pada tahun 2004 sebesar Rp 10.610.060,9 menjadi Rp 24.261.805,2 pada tahun 2009.

B. PERKEMBANGAN DAN MASALAH PEMBANGUNAN KESEHATAN

Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan telah menunjukkan perbaikan berbagai indikator kesehatan masyarakat. Namun demikian, upaya percepatan pencapaian indikator kesehatan dalam lingkungan strategis baru, harus terus diupayakan dengan menyelenggarakan pembangunan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional.

1. Status Kesehatan

Dalam pencapaian target MDG’s diperkirakan Indonesia dapat mencapainya bahkan melampauinya. Namun masih ada beberapa target MDG’s yang kemungkinan besar tidak dapat dicapai, yaitu upaya penurunan angka kematian maternal dan angka kesakitan HIV/AIDS.

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Kinerja sistem kesehatan telah menunjukkan peningkatan, antara lain ditunjukkan dengan peningkatan status kesehatan, yaitu: penurunan angka kematian bayi (AKB) dari 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Angka kematian ibu (AKI) juga mengalami ...

(14)

mengalami penurunan dari 318 per 100.0000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi, umur harapan hidup (UHH) meningkat dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007. Demikian pula telah terjadi penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 29,5% pada akhir tahun 1997 menjadi sebesar 18,4% pada tahun 2007 menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 (Riskesdas 2007), dan 17,9% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010).

Berdasarkan data yang ada dapat dikemukakan bahwa angka kematian anak balita di Indonesia sebesar 41 per 1.000 pada tahun 2010, prevalensi HIV/AIDS sebesar 8,66 per 1.000 pada tahun 2009, penduduk yang memiliki akses terhadap air minum yang aman sebesar 52% pada tahun 2010 (dan penduduk yang memiliki akses terhadap sarana sanitasi yang memenuhi syarat sebesar 80% pada tahun 2010 (WHO, Kemenkes RI, 2011).

Angka penyakit kardio vaskuler 30 % dari angka kematian nasional, penyakit diare 21% dari angka kesakitan nasional, ini merupakan indikasi adanya beban ganda dari penyakit menular dan penyakit tidak menular.

Dan saat ini telah dikembangkan strategi nasional Penanggulangan Penyakit Tidak Menular yang disesuaikan dengan kondisi global dan regional. Adapun tiga komponen yang terintegrasi adalah: surveilans faktor resiko, promosi kesehatan dan reformasi pelayanan kesehatan.

Penyakit yang menjadi penyebab utama kesakitan di Indonesia pada tahun 2010 adalah diare dan gastroenteritis, diikuti oleh penyakit demam berdarah. Sedangkan penyebab utama kematian adalah penyakit kardiovaskuler yang diikuti oleh penyakit dan gizi pada maternal dan perinatal. Pada Tabel 2.1 dapat dilihat penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia.

Tabel 2.1. …

(15)

Table 2.1.

Penyebab Utama Kesakitan Dan Kematian di Indonesia Tahun 2010 PENYEBAB UTAMA

KESAKITAN (%) PENYEBAB UTAMA

KEMATIAN (%)

Diare dan gastroenteritis 21% Penyakit kardio vaskuler

30%

Demam Berdarah 17% Penyakit dan gizi pada maternal, perinatal

28%

Tiphus 12.3% Kanker 13%

Masalah kehamilan 12% Penyakit tidak menular lainnya

10%

Penyakit pencernaan 7.4% Kecelakaan 9%

Kecelakaan 6.5% Infeksi Pernafasan 7%

Hipertensi 5.9% Diabetes 3%

Sumber: Kemenkes, 2011dan WHO, 2011

2. Pelayanan Kesehatan

Sejak tahun 1968 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai pelayanan kesehatan terdepan di setiap kecamatan dibantu oleh beberapa Puskesmas Pembantu, dengan rasio satu Puskesmas untuk 30.000 penduduk. Berdasarkan data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) tahun 2011, jumlah Puskesmas sebanyak 9.188 (Kemenkes, 2011). Untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan maka sejak tahun 2006, di bentuk Desa Siaga dan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dengan pendekatan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) di 70.000 desa di seluruh Indonesia. Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan dasar yang menyeluruh baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Rumah Sakit (RS) terdapat di tingkat kabupaten/kota dan provinsi yang diklasifikasikan menjadi RS Umum dan RS Khusus yang diatur berdasarkan Undang-Undang dan peraturan Menteri Kesehatan, sebagai fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan rujukan.

Pada …

(16)

Pada tahun 2010, terdapat sebanyak 1.765 (Kemenkes, 2010), baik milik Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri, serta milik swasta/BUMN.

Dalam rangka mencapai Jaminan Kesehatan Nasional yang akan dimulai pada 1 Januari 2014, maka jumlah fasilitas pelayanan kesehatan beserta sumber dayanya perlu ditingkatkan agar pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkeadilan dapat diakses oleh masyarakat dimanapun berada di seluruh Indonesia.

3. Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan berasal dari beberapa sumber baik dari pemerintah maupun masyarakat termasuk swasta. Biaya kesehatan per kapita di Indonesia pada tahun 2005 sebesar USD 78, pada tahun 2006 sebesar USD 87 dan meningkat pada tahun 2009 menjadi USD 99. Sejak tahun 2005, Indonesia menetapkan Asuransi Kesehatan bagi masyarakat miskin (Askeskin) yang kemudian menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada tahun 2008 dengan jumlah sasaran penduduk miskin sebanyak 76,4 juta jiwa. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2010 sekitar 59,07% penduduk Indonesia sudah dilindungi oleh asuransi kesehatan. Dari penduduk yang telah terlindungi asuransi tersebut terdiri dari 57,8% Jamkesmas, 20,8% Jamkesda, 12,4% Askes PNS/TNI/POLRI, 3,3% Jamsostek, dan 5,6% asuransi swasta dan lainnya (WHO, Kemenkes RI, 2011).

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN disebutkan bahwa tantangan pembangunan bidang kesehatan jangka panjang yang dihadapi antara lain adalah mengurangi kesenjangan status kesehatan masyarakat dan akses terhadap pelayanan kesehatan antar wilayah, tingkat sosial ekonomi, dan gender; meningkatkan jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan yang kurang memadai; meningkatkan akses terhadap fasilitas kesehatan; dan mengurangi beban ganda penyakit yaitu pola penyakit yang diderita oleh sebagian besar masyarakat adalah penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular serta meningkatnya penyalahgunaan narkotik dan obat-obat terlarang.

Dalam ...

(17)

Dalam kaitannya dengan tantangan tersebut di atas dan mengantisipasi pelaksanaan SKN sebagai pengelolaan kesehatan, isu satrategis yang dihadapi pembangunan kesehatan dewasa ini dan dimasa depan adalah: (1) Dalam perubahan epidemiologis dan demografi, tampak derajat kesehatan masyarakat pada umumnya masih rendah; (2) Mutu, pemerataan dan keterjangkauan upaya kesehatan belum optimal. Perhatian pada masyarakat miskin, rentan, dan beresiko tinggi masih kurang memadai; (3) Penelitian dan pengembangan kesehatan belum sepenuhnya menunjang pembangunan kesehatan; (4) Penggalian pembiayaan masih terbatas dan pengalokasian serta pembelanjaan pembiayaan kesehatan masih kurang tepat; (5) Pemerataan dan mutu SDM Kesehatan belum sepenuhnya menunjang penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Perencanaan, pengadaan, pendayagunaan serta pembinaan dan pengawasan mutu SDM Kesehatan pada umumnya masih terbatas kemampuannya; (6) Ketersediaan, keamanan, manfaat, dan mutu sumber daya obat, serta keterjangkauan, pemerataan, dan mudahnya diakses masyarakat, umumnya masih kurang; (7) Manajemen/administrasi, informasi, dan hukum kesehatan masih kurang memadai; 8) Pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial dalam pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan; dan 9) Berbagai lingkungan strategis yang terkait masih kurang mendukung pembangunan kesehatan.

C. PERKEMBANGAN DAN MASALAH PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN.

1. Keadaan Tenaga Kesehatan.

Pengembangan SDM merupakan salah satu prioritas dari 8 (delapan) fokus prioritas pembangunan kesehatan dalam kurun waktu 2010 – 2014.

Penetapan pengembangan SDM Kesehatan sebagai salah satu prioritas adalah karena Indonesia masih menghadapi masalah tenaga kesehatan, baik jumlah, jenis, kualitas maupun distribusinya.

Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk belum memenuhi target yang ditetapkan sampai dengan tahun 2010. Sampai dengan tahun 2008, rasio tenaga kesehatan untuk dokter spesialis per 100.000 penduduk adalah sebesar 7,73 dibanding target 9; dokter umum 26,3 dibanding target 30; dokter gigi 7,7 dibanding target 11.

Dari …

(18)

Dari pendataan tenaga kesehatan pada tahun 2010, ketersediaan tenaga kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah), telah tersedia 7.336 dokter spesialis, 6.180 dokter umum, 1.660 dokter gigi, 68.835 perawat/bidan, 2.787 S-1 farmasi/apoteker, 1.656 asisten apoteker, 1.956 tenaga kesehatan masyarakat, 4.221 sanitarian, 2.703 tenaga gizi, 1.598 tenaga keterapian fisik, dan 6.680 tenaga keteknisian medis.

Dengan memperhatikan standar ketenagaan rumah sakit yang berlaku, maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan di rumah sakit milik pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah), sejumlah 2.098 dokter spesialis, 902 dokter umum, 443 dokter gigi, 6.677 perawat/bidan, 84 orang S-1 farmasi/apoteker, 979 asisten apoteker, 149 tenaga kesehatan masyarakat, 243 sanitarian, 194 tenaga gizi, 800 tenaga keterapian fisik, dan 2.654 tenaga keteknisian medis.

Dengan demikian kekurangan tenaga kesehatan di rumah sakit akan lebih besar lagi bila dihitung kebutuhan tenaga kesehatan di RS milik kementerian teknis lainnya, Rumah Sakit/Lembaga Kesehatan TNI dan POLRI serta Rumah Sakit Swasta.

Tabel 2.2.

Ketersediaan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di RS Milik Kemenkes dan Pemda pada tahun 2010

NO JENIS TENAGA KETERSEDIAAN KEKURANGAN

1 Dokter spesialis 7.336 2.098

2 Dokter umum 6.180 902

3 Dokter gigi 1.660 443

4 Perawat/Bidan 68.835 6.677

5 Farmasi 2.787 84

6 Asisten apoteker 1.656 979

7 SKM 1.956 149

8 Sanitarian 4.221 243

9 Gizi 2.703 194

10 Keterapian fisik 1.598 800

11 Keteknisian medic 6.680 2.654

Sumber: Diolah dari data Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes tahun 2011.

(19)

Sedangkan di Puskemas pada tahun 2010 telah tersedia 14.840 dokter umum, 6.125 dokter gigi, 78.675 perawat, 7.704 perawat gigi, 83.000 bidan, 6.351 orang S-1 farmasi/apoteker, 8.601 asisten apoteker, 1.356 tenaga kesehatan masyarakat, 6.031 sanitarian, 7.547 tenaga gizi, dan 2.609 tenaga keteknisian medis. Pada tahun yang sama, di Puskesmas di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) telah tersedia tenaga kesehatan sebanyak 130 dokter umum, 42 dokter gigi, 955 perawat, 53 perawat gigi, 496 bidan, 60 asisten apoteker, 54 tenaga kesehatan masyarakat, 76 sanitarian, 67 tenaga gizi, dan 54 tenaga keteknisian medis.

Dengan memperhatikan standar ketenagaan Puskesmas yang berlaku, maka pada tahun 2010 masih terdapat kekurangan tenaga kesehatan di Puskesmas, sejumlah 149 dokter umum, 2.093 dokter gigi, 280 perawat gigi, 21.797 bidan, 5.045 asisten apoteker, 13.019 tenaga kesehatan masyarakat, 472 sanitarian, 303 tenaga gizi, dan 5.771 tenaga keteknisian medis.

Tabel 2.3.

Ketersediaan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Puskesmas Tahun 2010

NO JENIS TENAGA KETERSEDIAAN KEKURANGAN

1 Dokter umum 14.840 149

2 Dokter gigi 6.125 2.093

3 Perawat 78.675 -

4 Perawat gigi 7.704 280

5 Bidan 83.000 21.797

6 Farmasi 6.351 -

7 Asisten apoteker 8.601 5.045

8 SKM 1.356 13.019

9 Sanitarian 6.031 472

10 Gizi 7.547 303

11 Keteknisan medic 2.609 5.771

Sumber: Diolah dari data Badan PPSDM Kesehatan Kemenkes tahun 2011.

Sedangkan …

(20)

Sedangkan untuk Puskesmas DTPK juga masih dihadapi kekurangan tenaga kesehatan sejumlah 64 dokter umum, 59 dokter gigi, 48 perawat gigi, 35 asisten apoteker, 249 tenaga kesehatan masyarakat, 25 sanitarian, 34 tenaga gizi, dan 47 tenaga keteknisian medis.

Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan untuk daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan tahun demi tahun diupayakan untuk ditingkatkan, namun belum dapat mencapai harapan.

Tabel 2.4.

Ketersediaan dan Kekurangan Tenaga Kesehatan di Puskesmas di DTPK Tahun 2010

2. Pengadaan/Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Pengembangan sistem pendidikan tenaga kesehatan adalah untuk membentuk keahlian dan keterampilan tenaga kesehatan di bidang-bidang teknologi yang strategis serta mengantisipasi timbulnya kesenjangan keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi. Pengembangan sistem pendidikan tenaga kesehatan tidak terlepas dari sistem pendidikan nasional.

Pengembangan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Kementerian Pendidikan Nasional, namun pembinaan teknis pendidikan tenaga kesehatan merupakan kewenangan Kementerian Kesehatan. Dalam upaya pengembangan sistem pendidikan tenaga kesehatan, maka perlu

perpaduan … NO JENIS TENAGA KETERSEDIAAN KEKURANGAN

1 Dokter umum 130 64

2 Dokter gigi 42 59

3 Perawat 955 -

4 Perawat gigi 53 48

5 Bidan 493 -

6 Asisten apoteker 60 41

7 SKM 54 57

8 Sanitarian 76 25

9 Gizi 67 34

10 Keteknisan medic 54 47

(21)

perpaduan antara Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan …

Kesehatan. Pada era otonomi daerah diterbitkan beberapa peraturan antara lain, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No. 234 Tahun 2000 tentang Pedoman Pendidikan Tinggi dan Peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) No. 1192 Tahun 2004 tentang Pendirian Program Studi Diploma Bidang Kesehatan dapat diselenggarakan berdasarkan ijin dari Mendiknas setelah mendapat rekomendasi dari Menkes.

Perkembangan institusi pendidikan tenaga kesehatan cukup tinggi berkisar antara 15%-18% selama kurun waktu 5 tahun. Jenjang pendidikan yang pesat pertumbuhannya adalah jenjang pendidikan D3 dan S1. Berikut ini adalah perkembangan program studi di bidang kesehatan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008.

Grafik 2.1

Perkembangan Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan Berdasarkan Jenjang Pendidikan`Tahun 2004 – 2008

Sumber: Ditjen Dikti, Kementerian Diknas,2009

Berdasarkan …

2004 2005 2006 2007 2008

Sp-2 0 0 0 0 1

Sp-1 172 178 185 198 204

S3 19 19 19 22 23

S2 60 67 72 86 94

Profesi 46 46 50 51 96

S1 359 412 467 551 609

D4 12 19 29 34 50

D3 420 545 684 822 955

D1 1 0 0 0 0

0 500 1000 1500 2000 2500

Sp-2 Sp-1 S3 S2 Profesi S1 D4 D3 D1

(22)

Berdasarkan data Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED) tahun 2010, diketahui bahwa program studi bidan merupakan yang terbanyak dibandingkan program studi tenaga kesehatan lainnya. Kondisi tersebut didorong oleh adanya kebijakan pemerintah tentang penempatan bidan pada setiap desa dalam kerangka Desa Siaga. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 2.5 berikut ini:

Tabel 2.5.

Gambaran Bidang dan Jenjang Pendidikan Tenaga Kesehatan Tahun 2010

No Bidang

Jenjang Pendidikan D3

/D 4

S1 S2 S3 Profesi Spesialis

1 Kedokteran - 71 22 11 35 212

2 Kedokteran

gigi 8 25 6 2 12 10

3 Keperawatan 288 308 3 1 0 1

4 Kebidanan 748 2 1 0 0 0

5 Kefarmasian 52 51 8 2 22 0

6 Kegizian 3 24 1 3 0 0

7 Kesehatan

Masyarakat 0 143 24 2 1 0

Sumber: EPSBED, 2010

Institusi pendidikan tenaga kesehatan yang ada saat ini masih belum memenuhi standar kualitas pendidikan. Berdasarkan data yang ada, 67%

institusi pendidikan tenaga kesehatan belum terakreditasi. Bahkan institusi pendidikan untuk perawat mencapai 82% institusi yang belum terakreditasi. Pendirian institusi pendidikan tenaga kesehatan yang belum terencana sesuai dengan standar mutu dapat berdampak terhadap tidak terpenuhinya kompetensi tenaga kesehatan. Pada Tabel 2.6 di bawah ini dapat dilihat jumlah institusi pendidikan (program studi) tenaga kesehatan yang sudah terakreditasi.

Tabel 2.6.

(23)

Tabel 2.6.

Jumlah Institusi Pendidikan (Program Studi)

Tenaga Kesehatan Yang Telah Terakreditasi Tahun 2009

No

Instutitusi Pendidikan

(Prodi)

Jumlah Institusi

(Prodi)

Akredi tasi A

Akredi tasi B

Akredi tasi C

Jumlah Institusi

Pendi- dikan (Prodi) Terakre-

ditasi

% Institusi

Pendi- dikan (Prodi) Terakre -ditasi

1 Dokter 71 16 19 11 46 64,8

2 Dokter Gigi 25 6 6 2 14 56

3 Apoteker*) 61 13 13 22 48 21,3

4 Perawat

D3 288 0 11 39 50 17,4

5 Bidan D3 617 28 133 53 214 34,7

6 Farmasi

D3 62 0 1 3 4 6,5

7 Gizi D3 6 1 0 2 3 50

JUMLAH 1.069 51 180 120 351 32,8

Catatan : - Diolah dari data BANPT dan Pusdiknakes, 2009

*) Sumber data Apoteker: Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI), 2010

3. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam pemerataan tenaga kesehatan. Selanjutnya dalam beberapa tahun kemudian, tenaga kesehatan melaksanakan wajib kerja sarjana sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana. Pada

masa …

(24)

masa itu semua tenaga kesehatan, utamanya dokter, dokter gigi, perawat, bidan, sanitarian, dan ahli gizi diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat) dan ditempatkan untuk jangka waktu tertentu (antara 2 sampai 5 tahun sesuai dengan tingkat kesulitan daerah penempatan) ke daerah yang memerlukan sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 1974.

Dalam perkembangan selanjutnya, ditetapkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana. Sebelum ditetapkan Undang-Undang tersebut, karena situasi dan kondisi tertentu telah ditetapkan Peraturan Menkes Nomor 1540/Menkes/Per/XII/2002 tentang Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa Bakti dan Cara Lain. Dengan kebijakan ini, program penempatan dokter dan dokter gigi sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang semula bersifat wajib menjadi sukarela.

Di satu sisi, kebijakan tersebut di atas mencerminkan penghargaan pemerintah terhadap Hak Asasi Manusia para tenaga kesehatan. Namun disisi lain, Hak Asasi Manusia bagi rakyat terutama di DTPK dan daerah- daerah yang tidak diminati menjadi terabaikan. Hal ini bertentangan dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 4 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan dan pasal 5 menyatakan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.

Tenaga kesehatan dapat didayagunakan di: (1) Instansi pemerintah baik pusat maupun daerah termasuk TNI dan POLRI, (2) Sektor pelayanan kesehatan swasta, (3) Sektor non pelayanan kesehatan termasuk industri, pendidikan dan penelitian baik pemerintah maupun swasta, dan (4) di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia (TKKI).

Tenaga kesehatan yang didayagunakan di instansi pemerintah, utamanya di sektor kesehatan dapat diangkat melalui: 1) formasi PNS baik pusat maupun daerah; 2) Pegawai Tidak Tetap (PTT) pusat maupun daerah; 3) penugasan khusus baik residen maupun tenaga D3-Kesehatan, terutama untuk daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan.

Berikut …

(25)

Berikut adalah grafik perkembangan pengangkatan tenaga kesehatan melalui formasi PNS Pusat tahun 2005 sampai dengan tahun 2009.

Grafik 2.2.

Pengangkatan PNS Pusat untuk pengisian

Kebutuhan Tenaga Kesehatan Milik Kementerian Kesehatan Tahun 2005 – 2009

Sumber : Biro Kepegawaian Setjen, Kemenkes, 2009

Berdasarkan data tersebut, terjadi fluktuasi jumlah PNS pusat yang diangkat pada institusi milik Kementerian Kesehatan. Hal tersebut kemungkinan merupakan implikasi dari Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi PNS. Formasi PNS yang tersedia diutamakan untuk pengangkatan tenaga honorer yang telah memenuhi syarat, sehingga nampak bahwa mayoritas tenaga yang diangkat sebagai PNS adalah justru tenaga non kesehatan.

Pengangkatan tenaga kesehatan melalui formasi PTT pusat tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat dalam grafik berikut:

Grafik 2.3. …

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

2005 2006 2007 2008 2009

Non Kesehatan

Tenaga Keteknisian Medis Tenaga Keterapian Fisik Tenaga Gizi

Tenaga Kesehatan Masyarakat Tenaga Kefarmasian

Tenaga Keperawatan Tenaga Medis

(26)

Grafik 2.3.

Pengangkatan Tenaga Kesehatan Melalui PTT Pusat Tahun 2005 – 2010

Sumber : Biro Kepegawaian Setjen, Kemenkes, 2010.

Pendayagunaan tenaga kesehatan melalui penugasan khusus untuk DTPK tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat dalam Grafik 2.4 berikut:

Grafik 2.4.

Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan di DTPK Tahun 2006 – 2010

Sumber : Badan PPSDMK Kemenkes, 2010

Penugasan …

0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Dokter Dokter Gigi Bidan

0 100 200 300 400 500 600 700 800

2006 2007 2008 2009 2010

Tenaga Kesehatan Lain

Sanitarian

Analis

Gizi

Perawat

(27)

Penugasan khusus tenaga kesehatan ke DTPK dimulai tahun 2006 merupakan uji coba sampai dengan tahun 2007. Pada tahun 2008, penugasan khusus tenaga kesehatan selain dokter spesialis/residen senior ke DTPK tidak dilaksanakan disebabkan kurangnya dukungan anggaran.

Secara bertahap pada tahun 2009 dan tahun 2010, penugasan khusus tenaga kesehatan dilaksanakan dan ditingkatkan target pencapaiannya.

Rekrutmen tenaga dokter dan bidan untuk penugasan khusus ditiadakan namun diakomodasikan dalam penugasan PTT.

4. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Tenaga Kesehatan.

Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga dokter dan dokter gigi telah diatur dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Sebagai implementasi dari Undang-Undang tersebut, pada tahun 2005 telah dibentuk Konsil Kedokteran Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia telah melaksanakan registrasi tenaga dokter dan dokter gigi, dengan menerbitkan Surat Tanda Registrasi (STR). STR dapat diterbitkan setelah dokter dan dokter gigi mengikuti dan dinyatakan lulus dalam uji kompetensi yang dilaksanakan oleh kolegium kedokteran dan kedokteran gigi. Berdasarkan STR, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menerbitkan Surat Izin Praktik (SIP). Untuk menjamin mutu pelayanan kedokteran/kedokteran gigi, seorang dokter/dokter gigi, hanya diperbolehkan praktik maksimal di 3 (tiga) tempat.

Untuk tenaga kesehatan lainnya, pada tahun 2011 telah dibentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), yang melaksanakan registrasi bagi tenaga kesehatan non dokter/dokter gigi. Guna kelancaran tugas MTKI, seluruh provinsi sudah mempunyai Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP). Surat Ijin Praktik (SIP) dan Surat Izin Kerja (SIK), dapat diterbitkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setelah tenaga kesehatan mempunyai STR.

Untuk meningkatkan dan menjamin mutu tenaga kefarmasian dalam melaksanakan pekerjaannya, telah dibentuk Komite Farmasi Nasional (KFN) …

(28)

(KFN) yang mempunyai tugas melaksanakan registrasi, sertifikasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pembinaan dan pengawasan apoteker.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa rumah sakit swasta telah mempekerjakan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (TK-WNA). Sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku, penggunaan TK-WNA diperbolehkan sebagai pemberi pelayanan dan pemberi pelatihan dalam rangka alih teknologi dan ilmu pengetahuan. TK-WNA hanya dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu atas permintaan pengguna TK- WNA dan dilarang berpraktik secara mandiri, termasuk dalam rangka kerja sosial.

Namun pada kenyataannya di lapangan, dijumpai TK-WNA juga berpraktek secara mandiri dalam memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada pasien. Dalam hubungan ini, pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan belum berjalan dengan semestinya.

Ke depan sejalan dengan berlakunya pasar bebas, migrasi TK-WNA ke Indonesia tidak dapat dihindari. Dengan demikian pembinaan dan pengawasan TK-WNA dan dukungan regulasinya perlu ditingkatkan.

D. ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN.

Menilik perkembangan tenaga kesehatan sebagaimana telah diuraikan diatas, dewasa ini dan ke depan masih dihadapi isu strategis atau masalah pokok dalam pengembangan tenaga kesehatan sebagai berikut:

1. Pengembangan tenaga kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan untuk pelayanan/pembangunan kesehatan. Tenaga kesehatan terus membaik dalam jumlah, kualitas dan penyebarannya, namun masih belum mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah terutama pada DTPK. Mutu tenaga kesehatan belum memiliki daya saing dalam memenuhi permintaan tenaga kesehatan dari luar negeri.

2. Regulasi untuk mendukung upaya pengembangan tenaga kesehatan masih terbatas.

3. Perencanaan …

(29)

3. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan masih perlu ditingkatkan dan belum didukung dengan sistem informasi tenaga kesehatan yang memadai.

Rencana kebutuhan tenaga kesehatan yang menyeluruh belum disusun sesuai yang diharapkan, sehingga belum sepenuhnya dapat dipergunakan sebagai acuan dalam pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan, pendayagunaan tenaga kesehatan, serta pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan.

4. Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan/pendidikan berbagai jenis tenaga kesehatan. Kajian jenis tenaga kesehatan yang dibutuhkan tersebut belum dilakukan sebagaimana mestinya. Kualitas hasil pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan pada umumnya masih kurang memadai. Masih banyak institusi pendidikan tenaga kesehatan yang belum terakreditasi dan memenuhi standar. Hal ini akan berdampak terhadap kompetensi dan kualitas lulusan tenaga kesehatan.

Permasalahan pendidikan tenaga kesehatan pada umumnya bersifat sistemik, antara lain terdapat ketidaksesuaian kompetensi lulusan pendidikan dengan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat, lemahnya kerjasama antara pelaku dalam pembangunan kesehatan dan pendidikan tenaga kesehatan, lebih dominannya pendidikan tenaga kesehatan yang berorientasi ke Rumah Sakit dibandingkan dengan Primary Health Care.

5. Dalam pendayagunaan tenaga kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan tenaga kesehatan yang berkualitas masih kurang, utamanya di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, kepulauan dan daerah yang kurang diminati. Hal ini disebabkan oleh disparitas sosial ekonomi, budaya maupun kebijakan pemerintah daerah termasuk kondisi geografis antar daerah mengurangi minat tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah tersebut. Selain itu pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan karir, sistem penghargaan dan sanksi belum dilaksanakan sesuai yag diharapkan. Pengembangan profesi yang berkelanjutan (Continuing Professional Development = CPD), serta Training Need Assesment (TNA) masih perlu dikembangkan.

6. Pembinaan …

(30)

6. Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan. Registrasi dan sertifikasi tenaga kesehatan masih terbatas pada tenaga dokter dan dokter gigi.

Sosialisasi dan penerapan peraturan perundang-perundangan di bidang pengembangan tenaga kesehatan belum dilaksanakan secara memadai.

7. Sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan masih terbatas. Sistem informasi tenaga kesehatan belum sepenuhnya dapat menyediakan data yang akurat, terpercaya dan tepat waktu. Dukungan sumber daya pembiayaan dan lain-lain sumber daya belum memadai.

Dalam upaya menjawab isu strategis atau masalah pokok dalam pengembangan tenaga kesehatan, Indonesia memiliki beberapa modal dasar antara lain:

1. Telah disahkannya beberapa aturan perundang-undangan terkait tenaga kesehatan.

2. Ikut sertanya Indonesia dalam meratifikasi aturan-aturan di tingkat internasional terkait tenaga kesehatan seperti ‘International Code of Practice’.

3. Mulai terbangunnya komitmen diantara pemangku kepentingan terkait pengembangan tenaga kesehatan seperti terbentuknya Tim Koordinasi dan Fasilitasi Pengembangan Tenaga Kesehatan.

4. Kepercayaan dunia internasional semakin meningkat terhadap kualitas tenaga kesehatan Indonesia. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya permintaan tenaga kesehatan Indonesia untuk bekerja di luar negeri.

(31)

III. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN STRATEGI A. VISI

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa kesehatan adalah salah satu dari hak asasi manusia. Guna memenuhi hak dasar tersebut, dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan “Sesuai dengan konstitusi, Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak”. Agar fasilitas pelayanan kesehatan dapat berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, harus didukung dengan sarana dan prasarana, tenaga kesehatan, serta pembiayaan yang memadai. Tenaga kesehatan harus tersedia dan terdistribusi secara merata dalam jumlah dan jenis, serta berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu Visi Pengembangan Tenaga Kesehatan di Indonesia adalah

“Seluruh Penduduk Memperoleh Akses Terhadap Tenaga Kesehatan Yang Berkualitas”

B. MISI

Untuk mewujudkan Visi “Seluruh Penduduk Memperoleh Akses Terhadap Tenaga Kesehatan Yang Berkualitas”, ditetapkan Misi dalam pengembangan tenaga kesehatan sebagai berikut:

1. Menguatkan regulasi dan perencanaan untuk pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan.

2. Meningkatkan pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan guna memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia.

3. Menjamin pendayagunaan tenaga kesehatan yang merata, termanfaatkan sesuai dengan kebutuhan seluruh penduduk Indonesia, dan dikembangkan secara berkeadilan.

4. Meningkatkan pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

C. TUJUAN …

(32)

C. TUJUAN

Tujuan umum pengembangan tenaga kesehatan adalah tersedianya tenaga kesehatan secara merata yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitas, serta termanfaatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.

Tujuan khusus pengembangan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Tersedianya regulasi pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan yang kuat;

2. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan;

3. Tercapainya kesesuaian antara kapasitas pendidikan tenaga kesehatan dengan kebutuhan tenaga kesehatan;

4. Tercapainya pendayagunaan tenaga kesehatan secara optimal sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan; dan

5. Terjaminnya mutu tenaga kesehatan.

D. SASARAN STRATEGIS

Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang tahun 2005-20025 menetapkan Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, yang ditunjukkan oleh indikator dampak yaitu:

1. Meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025.

2. Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5 per kelahiran hidup pada tahun 2025.

3. Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per 100.000kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.

4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26% pada tahun 2005 menjadi 9,5% pada tahun 2025.

Guna …

(33)

Guna mencapai sasaran pembangunan kesehatan, diperlukan SDM kesehatan dalam jumlah, jenis dan mutu yang memadai serta terdistribusi merata.

Sasaran strategis pengembangan tenaga kesehatan sampai dengan tahun 2025, maka ditetapkan sasaran strategis sebagai berikut:

1. Pada tahun 2014 diharapkan ketersediaan tenaga dokter spesialis mencapai 10 per 100.000 penduduk, dokter umum 40 per 100.000 penduduk, dokter gigi 12 per 100.000 penduduk, perawat 158 per 100.000 penduduk, bidan 100 per 100.000 penduduk, sanitarian 15 per 100.000 penduduk, tenaga gizi 10 per 100.000 penduduk.

2. Pada tahun 2019 diharapkan ketersediaan tenaga dokter spesialis mencapai 11 per 100.000 penduduk, dokter umum 45 per 100.000 penduduk, dokter gigi 13 per 100.000 penduduk, perawat 180 per 100.000 penduduk, bidan 120 per 100.000 penduduk, sanitarian 18 per 100.000 penduduk, tenaga gizi 14 per 100.000 penduduk.

3. Pada tahun 2025 diharapkan ketersediaan tenaga dokter spesialis mencapai 12 per 100.000 penduduk, dokter umum 50 per 100.000 penduduk, dokter gigi 14 per 100.000 penduduk, perawat 200 per 100.000 penduduk, bidan 130 per 100.000 penduduk, sanitarian 20 per 100.000 penduduk, tenaga gizi 18 per 100.000 penduduk.

E. STRATEGI

Dalam mewujudkan Visi, mengemban Misi dan guna mencapai tujuan pengembangan tenaga kesehatan dalam tahun 2025, maka ditempuh strategi sebagai berikut:

1. Penguatan regulasi pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan.

Penguatan regulasi untuk mendukung pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan melalui percepatan pelaksanaannya, peningkatan kerjasama lintas sektor dan peningkatan pengelolaannya secara berjenjang di pusat dan daerah.

2. Peningkatan …

(34)

2. Peningkatan Perencanaan Kebutuhan Tenaga Kesehatan.

Kebutuhan tenaga kesehatan guna mendukung pembangunan kesehatan harus disusun secara menyeluruh, baik untuk fasilitas kesehatan milik pemerintah secara lintas sektor termasuk pemerintah daerah dan swasta, serta mengantisipasi keadaan darurat kesehatan dan pasar bebas di era globalisasi.

Di samping itu kebutuhan tenaga kesehatan guna mendukung manajemen kesehatan (administrator dan regulator), pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, perlu pula disusun kebutuhannya.

Pengelolaan perencanaan, sumber daya pendukung dan pengembangan perencanaan penting untuk ditingkatkan.

3. Peningkatan dan Pengembangan Pengadaan/Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan ditingkatkan dan dikembangkan guna memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan, manajemen kesehatan, pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.

Oleh karenanya pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan ditingkatkan melalui pengembangan standar pendidikan tenaga kesehatan guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan dan memenuhi daya saing baik secara nasional maupun internasional.

Pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan dilakukan melalui peningkatan dan pengembangan pendidikan tenaga kesehatan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Peningkatan dan pengembangan pendidikan tenaga kesehatan tersebut ditujukan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas, berdaya saing tinggi, serta profesional, yaitu tenaga kesehatan yang mengikuti perkembangan IPTEK, menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Semua tenaga kesehatan dituntut untuk selalu menjunjung tinggi sumpah dan kode etik profesi.

Peningkatan …

(35)

Peningkatan dan pengembangan pengadaan/pendidikan tenaga kesehatan, dilakukan melalui penambahan jumlah institusi pendidikan tenaga kesehatan tertentu sesuai kebutuhannya, akreditasi institusi pendidikan tenaga kesehatan, serta sertifikasi tenaga pengajar, termasuk peningkatan sarana dan fasilitas belajar mengajar.

Pendidikan tenaga kesehatan perlu ditingkatkan dan disusun secara terarah dan menyeluruh dalam kerangka mewujudkan keterkaitan yang harmonis, efektif dan efisien antara sistem kesehatan dan sistem pendidikan.

4. Peningkatan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan.

Pendayagunaan tenaga kesehatan meliputi penyebaran tenaga kesehatan yang merata dan berkeadilan, pemanfaatan tenaga kesehatan, dan pengembangan tenaga kesehatan termasuk peningkatan karirnya.

Peningkatan pendayagunaan tenaga kesehatan diupayakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kesehatan di semua lini dari daerah sampai pusat secara lintas sektor, termasuk swasta, serta memenuhi kebutuhan pasar dalam menghadapi pasar bebas di era globalisasi.

Pendayagunaan tenaga kesehatan di DTPK dan daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh perhatian khusus. Pendayagunaan tenaga kesehatan untuk manajemen kesehatan, institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, institusi penelitian dan pengembangan kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, juga perlu mendapatkan perhatian yang memadai.

Pengembangan tenaga kesehatan termasuk peningkatan karirnya dilakukan melalui peningkatan motivasi tenaga kesehatan untuk mengembangkan diri, dan mempermudah tenaga kesehatan memperoleh akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan dilakukan melalui pengembangan standar

pelatihan …

(36)

pelatihan tenaga kesehatan guna memenuhi standar kompetensi yang diharapkan oleh pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk Indonesia.

Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan, juga dilakukan melalui akreditasi institusi pelatihan tenaga kesehatan, serta sertifikasi tenaga pelatih.

5. Pembinaan dan Pengawasan Mutu Tenaga Kesehatan.

Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan utamanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kesehatan sesuai kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia.

Pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan tenaga kesehatan serta legislasi yang meliputi antara lain sertifikasi melalui uji kompetensi, registrasi, perizinan (licensing), dan hak-hak tenaga kesehatan.

Hak-hak tenaga kesehatan tersebut antara lain meliputi kesejahteraan dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan karirnya.

6. Penguatan Sumber Daya Pengembangan Tenaga Kesehatan

Penguatan sumber daya dalam mendukung pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dilakukan melalui peningkatan kapasitas SDM Kesehatan, penguatan sistem informasi tenaga kesehatan, serta peningkatan pembiayaan dan fasilitas pendukung lainnya.

(37)

IV. RENCANA KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN

Rencana kebutuhan tenaga kesehatan dibatasi hanya pada 13 (tiga belas) jenis tenaga kesehatan, yaitu dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, perawat gigi, apoteker, asisten apoteker, sanitarian, tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian medis.

Gambaran kebutuhan tenaga kesehatan secara nasional dihitung dengan menggunakan metode rasio tenaga kesehatan terhadap nilai tertentu, yaitu sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk.

Dalam rencana kebutuhan tenaga kesehatan ini juga dikemukakan kebutuhan di fasilitas pelayanan kesehatan yang dihitung dengan menggunakan metode perencanaan tenaga kesehatan dengan nilai tertentu, yaitu Daftar Susunan Pegawai (DSP)/ Standar Ketenagaan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

A. KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN BERDASARKAN RASIO TENAGA KESEHATAN TERHADAP PERKEMBANGAN JUMLAH PENDUDUK

Sebagaimana laporan WHO tahun 2006, rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk digunakan sebagai indikator untuk mengukur ketersediaan tenaga kesehatan untuk mencapai target pembangunan kesehatan tertentu.

Ambang batas rasio jumlah dokter, perawat dan bidan adalah 2,3 per 1000 penduduk.

Dalam Tabel 4.1 dapat dilihat target kebutuhan tenaga kesehatan secara nasional yang dihitung berdasarkan rasio terhadap perkembangan jumlah penduduk dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan tenaga kesehatan saat ini dan kapasitas produksi tenaga kesehatan:

Tabel 4.1.

(38)

Tabel 4.1.

Kebutuhan Tenaga Kesehatan Berdasarkan Target Rasio Tenaga Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk di Indonesia

Tahun 2014, 2019, dan 2025

No Jenis Tenaga

Tahun 2014 (per 100.000 penduduk)

Tahun 2019 (per 100.000 penduduk)

Tahun 2025 (per 100.000 penduduk)

1 Dokter Spesialis 10 11 12

2 Dokter Umum 40 45 50

3 Dokter Gigi 12 13 14

4 Perawat 158 180 200

5 Bidan 100 120 130

6 Perawat Gigi 15 18 21

7 Apoteker 9 12 15

8 Tenaga Teknis

Kefarmasian 18 24 30

9 SKM 13 15 18

10 Sanitarian 15 18 20

11 Gizi 10 14 18

12 Keterapian Fisik 4 5 6

13 Keteknisian Medis 14 16 18

B. KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN BERDASARKAN STANDAR TENAGA KESEHATAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN.

Perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan terbatas pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah milik Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, TNI dan POLRI, serta rumah sakit milik swasta. Fasilitas pelayanan kesehatan milik Kementerian Kesehatan terbatas pada rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan. Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Daerah hanya pada rumah sakit umum daerah, rumah sakit khusus daerah dan Puskesmas.

Kebutuhan …

(39)

Kebutuhan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan ini dapat dipergunakan sebagai dasar dalam memperhitungkan kebutuhan tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan dalam rangka mendukung pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

1. Kebutuhan Tenaga Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas.

Perhitungan tenaga kesehatan di rumah sakit didasarkan pada target rasio tempat tidur terhadap penduduk. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), mensyaratkan rasio tempat tidur dengan penduduk adalah sebesar 2,7 : 1.000. Dewasa ini rasio tempat tidur terhadap penduduk di Indonesia baru mencapai 0,6 : 1.000. Oleh karena itu target rasio tempat tidur terhadap penduduk ditetapkan 1 : 1.000 untuk tahun 2014 dan 1,5 : 1.000 untuk tahun 2019.

Dari target tersebut dapat diperkirakan perkembangan rumah sakit dan Puskesmas serta kebutuhan tenaga kesehatannya di Indonesia sebagai berikut :

a. Rumah Sakit Umum.

Perkiraan perkembangan rumah sakit pada tahun 2014 dan 2019 dapat dilihat pada Tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2.

Perkiraan Jumlah Rumah Sakit Umum Menurut Kepemilikan Tahun 2014 dan 2019*)

NO PEMILIK RS

RUMAH SAKIT UMUM

2014 2019

A B C D A B C D PRA

TAMA 1 KEMENKES 10 4 1 0 10 4 1 0

2 PEMDA 5 127 267 130 15 131 272 141 187

3 TNI 3 12 28 69 4 14 34 57

4 POLRI 1 4 11 29 1 7 11 29

5 BUMN 0 5 18 12 0 5 18 12

6 SWAS

TA 5 29 66 85 5 29 66 85

Catatan: *) Data tidak termasuk RSU yang masih dalam status Non Kelas (NK)

Sumber data: Ditjen BUK Kemenkes RI, Pusdokkes POLRI, Puskes TNI

Dari …

(40)

Dari perkiraan perkembangan Rumah Sakit Umum seperti pada tabel di atas, dan berdasarkan standar ketenagaan RS sesuai Permenkes No.

340 Tahun 2010 dengan penyesuaian, dapat dihitung kebutuhan tenaga kesehatannya sebagai berikut:

Tabel 4.3

Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Rumah Sakit Umum Menurut Kepemilikan Tahun 2014

NO JENIS TENAGA

KEMEN

KES PEMDA TNI POLRI BUM

N SWASTA 1 Dokter

Spesialis 1,201 15,019 1,289 460 447 2,706 2 Dokter

Umum 237 4,537 726 281 270 1,372

3 Dokter Gigi

Spesialis 83 683 85 30 33 188

4 Dokter Gigi 54 1,065 173 67 63 324 5 Perawat 4,987 42,788 6,962 2,594 2,232 13,342 6 Bidan 880 7,551 1,229 458 394 2,355

7 Apoteker 98 1,212 197 75 68 373

8 Asisten

Apoteker 490 6,060 985 375 340 1,865

9 SKM 44 1,060 170 66 63 319

10 Sanitarian 98 1,212 197 75 68 373

11 Gizi 98 1,212 197 75 68 373

12 Keterapian

Fisik 123 2,659 458 179 161 833

13 Keteknisian

Medis 367 8,251 1,686 671 528 2,842

Tabel 4.4. …

Referensi

Dokumen terkait

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN (Lanjutan) Untuk Periode Berakhir pada 31 Maret 2009 dan 2008. (Dalam

4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringan tangan dengan tissue atau handuk

melakukan perubahan penentuan tata letak peralatan di bridge deck, untuk kapal baru dan existing kapal di Indonesia agar sesuai dengan rules ergonomik berdasarkan antropometri

Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian pada wanita saat ini.Faktor prognosis yang berhubungan dengan biologis kanker payudara adalah subtipe

Terdapat perbedaan dan persamaan konsep kemampuan pemahaman dengan metode inkuiri dari kedua skripsi dan satu jurnal, yaitu persamaan dalam penggunaan metode

Perbedaan Warna Koloni Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa pada Media Ekstrak Daging Sapi dan Sari Kacang Hijau yang Ditambah Sitrat dan Bromthymol Blue The Colour

Hal ini terlihat dari 54 dari 62 masinis memiliki skor total dengan kategori favorable, dengan kata lain mayoritas masinis PT.KAI Daop II Bandung memiliki persepsi bahwa

Ukuran dispersi atau ukuran variasi atau ukuran penyimpangan adalah ukuran yang menyatakan seberapa jauh penyimpangan nilai-nilai data dari nilai- nilai pusatnya