• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGESERAN FUNGSI TARI JA’I DARI RITUAL KE PROFAN DI KOTA KUPANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERGESERAN FUNGSI TARI JA’I DARI RITUAL KE PROFAN DI KOTA KUPANG."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

i

PERGESERAN FUNGSI TARI

JA’I

DARI RITUAL

KE PROFAN DI KOTA KUPANG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Seni Konsentrasi Pendidikan Seni Tari

Oleh:

Margaret P. E. Djokaho, S.Sn 1101233

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ii

Pergeseran Fungsi Tari

Ja’i

Dari Ritual

Ke Profan Di Kota Kupang

Oleh

Margaret Pula Elisabeth Djokaho

S.Sn Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2006

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia

© Margaret P.E. Djokaho 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(4)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini dengan judul “PERGESERAN

FUNGSI TARI JA’IDARI RITUAL KE PROFAN DI KOTA KUPANG” ini beserta segala isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuann yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 29 Juli 2013 Yang membuat pernyataa,

(5)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan di Kota Kupang ”, merupakan kajian teks dan konteks yang berhubungan dengan seni budaya Nusa Tenggara Timur. Lokasi penelitian adalah Kampung Adat Guru Sina, Desa Watumanu, Kabupaten Ngada Bajawa dan Kota Kupang. Permasalahan penelitian berkaitan dengan: 1) Bagaimana bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i ritual di Bajawa- Ngada? 2) Bagaimana bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i profan di Kota Kupang? Dan 3) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pergesaran fungsi? Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bentuk dan struktur penyajian Ja’i ritual dan profan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran fungsi.

Penelitian ini mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnokoreologi oleh karena, peneliti ingin mengkaji tari Ja’i yang memiliki karakteristik khas dari etnik Ngada Bajawa. Sebagai analisis tari digunakan notasi laban, analisis perubahan menggunakan pendekatan sinkronis serta pendekatan antropologi budaya untuk mengkaji budaya dan tingkah laku masyarakat dalam ritual Sa’o Ngaza (syukuran rumah adat). Bentuk dan struktur penyajian Ja’i dalam ritual Sa’o Ngaza berfungsi sebagai wujud syukur kepada Yang Maha Kuasa dan para leluhur yang dilaksanakan secara kolektif. Hasil penelitian terdapat perubahan dari bentuk ritual menuju profan. Bentuk ritual terdapat pada ritus Sa’o Ngaza di Ngada Bajawa. Adapun perubahan secara profan terjadi pada,

Ja’i inkulturasi dengan bentuk pseudo ritual tradisional art, Ja’i pergaulan dengan bentuk ritual tradisional art, Ja’i hari-hari besar dengan bentuk tradisional art, dan

Ja’i festival dengan Bentuk pop art. Perubahan sosial budaya terjadi berdasarkan aspek; 1) manusia melalui praktisi tari/seniman dan masyarakat penggunanya berdampak pada aspek ekonomi, 2) pendidikan para praktisi tari/seniman, 3) sarana transportasi yang terpenuhi memberikan kesempatan untuk kontak dengan budaya lainnya, dan 4) pemanfaatan teknologi komunikasi oleh seniman sebagai media memperkenalkan/mempromosikan karya seninya.

Berdasarkan analisis karakteristik gerak, ciri khas utama dalam gerak Ja’i adalah penggunaan unsur ruang, dengan langkah volume gerak yang kecil dalam bentuk lintasan (Pathway) dan dilakukan berulang-ulang (Rezilient). Analisis ini sebagai rekomendasi dalam mengembangkan tari yang bersumber dari Ja’i ritual.

(6)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Research that titled “Shift Function Dance Ja’i Of Ritual To Profane In The

City Of Kupang”, is a study of text and the context of dealing with cultural East Nusa Tenggara. The research is kampung customary Teacher Sina, village Watumanu, and the city district Ngada Bajawa and Kupang. Problems research relating to: 1 ) How form and structure serving dance Ja’i ritual in Bajawa- Ngada? 2 ) How form and structure serving tari Ja’i profane in the city of Kupang? and 3 ) What factors that affects shift function? The aim of this research is to understand the form and structure of the presentation of Ja’ i rituals and profane as well as factors affecting shift function.

This research using qualitative methods with etnokoreologi because of the approach, the researchers want to study dance Ja’i which has characteristics typical of the ethnic population of Ngada. Analysis of dance notation used as laban, analysis of changes using the synchronous approach as well as the approach to cultural anthropology to study the culture and behavior of the community in ritual Sa’o Ngaza (prenatal custom homes). The form and structure of presentation of Ja’i in ritual Sa’o Ngaza serves as a form of gratitude to the Almighty and his ancestors carried out collectively. Results of the research there is a change of the form of the ritual to the profane. Of ritualistic forms contained in its rites Sa’o

Ngaza in Ngada Bajawa. The change by profane happening at, Ja’i inkulturasi with form pseudo traditional rites art, Ja’i intercourse with form of ritual traditional art, Ja’i major holidays with form traditional art, and Ja’i festival with form pop art. Change socio-culture occurs based on aspect; 1 ) humans by practition dance / artists and society the user impact on economic aspects, 2 ) education practitioners of dance / artists, 3 ) a means of transportation a self-fulfilling give occasion to contact with other culture, and 4 ) utilization of communications technology by artists as media / introduce promote his art.

The motion characteristic, by virtue of analysis typical major in motion Ja’i is the use of space, with a volume of motion being small in the form of a trajectory (pathway) and done repeatedly (rezilient). This analysis as recommendations in developing dance originating from Ja’i ritual.

(7)

viii Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah………..……… 1

B. Rumusan Masalah……….……….. 8

C. Tujuan Penelitian…..……….. 8

D. Manfaat Penelitian……….. 8

E. Defenisi Operasional………... 9

F. Metode Penelitian………... 10

1. Pendekatan dan Metode………... 10

2. Subjek dan Lokasi Penelitian……….……… 12

(8)

ix Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

H. Sistematika Penulisan……… 21

BAB II LANDASAN TEORETIS………. 23

A. Penelitian Terdahulu………... 23

1. Ja’i Dalam Ritual………. 23

2. Fungsi Seni Dalam Masyarakat……… 25

B. Konsep Teoretis………... 32

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian……… 40

B. Bentuk Upacara-Upacara Ritual Dalam Masyarakat……….. 44

1. Upacara Yang Berhubungan Dengan Siklus Hidup Manusia……… 46

2. Upacara Yang Berhubungan Dengan Mempertahankan Kelangsungan Hidup Manusia………. 49

C. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i dalam Upacara Sa’o Ngaza………... 53

1. Ritual Sa’o Ngaza……… 53

2. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i dalam ritual Sa’o Ngaza………. 62

a. Madhi Wasi – Tibo Dhio……… 63

b. Ja’i, Toa Kaba sampai Ka Sa’o………. 63

c. Nenu Ngia Dewa-Jena Sadho Gedha……… 66

3. Deskripsi Gerak Ja’i……… 67

4. Busana dan Rias Ja’i……….. 73

5. Musik Iringan Ja’i……….. 80

D. Ja’idalam Upacara Ritual di Masyarakat……… 83

E. Analisis Gerak Ja’i ………. 90

BAB IV JA’IPROFAN……….. 95

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian………. 95

B. Awal Perkembangan Ja’iProfan Di Kota Kupang………. 101

C. Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i Profan……….... 105

1. Ja’iInkulturasi………... 107

2. Peringatan Hari-hari Besar Nasional……….. 108

3. Festival Ja’i Pada Pameran Pembangunan HUT RI ………... 109

4. Sebagai Tari Pergaulan di Masyarakat……….. 110

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Fungsi……….. 116

(9)

x Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Perubahan Sosial Budaya………... 123

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………. 127

A. Kesimpulan………. 127

B. Rekomendasi………... 129

DAFTAR PUSTAKA……… 130

GLOSARIUM………. 134

LAMPIRAN………... 144

Daftar Riwayat Hidup Penulis……… 153

(10)

xi Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

3.1. Jumlah Penduduk dan Tingkat Pendidikan di Desa Watumanu…………. 42

3.2. Peninggalan-peninggalan Budaya……… 45

3.3. Analisis Gerak Ja’iRitual……… 91

4. 1. Bentuk dan struktur penyajian Ja’iProfan……….. 106

4.2. Perubahan Bentuk dan Struktur penyajian Ja’i dari Aspek Tekstual…… 112

4.3. Perubahan Bentuk dan Struktur Penyajian Ja’i Berdasarkan Ciri-ciri Seni

Pertunjukan Ritual (Soedarsono)……….. 114

(11)

xii Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

1.1. Peta Propinsi NTT... 13

1.2. Peta Kabupaten Ngada... 14

1.3. Peta Kota Kupang ………... 15

3.1. Kampung Adat Guru Sina... 41

3.2. Denah Lokasi Rumah Adat……….... 54

3.3. Sa’o Pu’u (Rumah Awal)... 55

3.4. Sa’o Lobo (Rumah Akhir)... 57

3.5. Sa’o Dhoro (Rumah Turunan)... 58

3.6. Watu Lanu……….. 58

3.7. Sa’Ngaza………... 69

3.8. Motif La’a Ro’i-ro’i ... 70

3.9. Motif Pera... ………….. 71

3.10. Motif Were Weo ... 72

3.11. Motif Lea... 72

3.12. Busana dan Properti Penari Laki-laki... 75

3. 13 Busana dan Properti Penari Laki-laki sebagai Ana Doda…………... 76

3.14. Busana dan Properti Penari Perempuan………. 78

(12)

xiii Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. 16. Alat Musik Go…... 81

3. 17. Alat Musik Laba... 82

3. 18. Pemusik Go Laba……….. 83

3.20. Pola Ritme Musik Ja’i (notasi musik tari)……….... 83

3. 21. Ngadhu………. 87

3.22. Bhaga………... 87

4.1. Penari Ja’iProfan……… …… 104

4.2. Ja’iInkulturasi………... 108

4.3. Ja’iPergaulan……… 109

4.4. Ja’i Hari-hari Besar ………. .... 110

4.5. Festival Ja’i………. 111

(13)

xiv Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR BAGAN

1.1. Alur Pelaksanaan Penelitian……… 12

(14)

xv Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

1. Instrumen Penelitian………. 145

2. Surat Ijin Penelitian……….. 149

3. Surat Keterangan Penelitian………. 151

4. Surat Keterangan Penelitian………..……… 153

5. Wawancara Dengan Narasumber……… 155

6. Sesaji Dalam Ritual Proses Wawancara……….. 156

(15)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

ritual kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan siklus hidup manusia dan

mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Hubungannya dengan tingkah

laku, khususnya menandai peralihan tingkatan kehidupan seseorang, baik secara

individu, maupun dalam kelompok masyarakat. Ritual dalam siklus hidup

manusia dilaksanakan sebagai ungkapan syukur, menolak ancaman bahaya gaib,

baik dari luar maupun lingkungan sekitar, dan sebagai pengakuan bahwa yang

bersangkutan telah menjadi warga baru dalam lingkungan sosialnya, misalnya

seperti tarian dalam ritual kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Paparan

di atas sejalan dengan pendapat Soedarsono (2002:123), mengungkapkan bahwa,

sebagai berikut.

Di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sangat kental nilai-nilai kehidupan agrarisnya, sebagian besar seni pertunjukannya memiliki fungsi ritual. Fungsi-fungsi ritual itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa daur hidup yang dianggap penting seperti misalnya kelahiran, potong gigi, potong rambut yang pertama, turun tanah, khitan, pernikahan serta kematian; berbagai kegiatan dianggap penting juga memerlukan seni pertunjukan, seperti misalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai pula persiapan untuk perang.

Ritual yang dilaksanakan secara musiman umumnya ritual yang

berhubungan dengan mempertahankan kelangsungan hidup manusia dibedakan

menurut kurun waktu tertentu, misalnya seperti tarian dalam ritual panen, ritual

tahun baru adat, ritual mendirikan rumah adat, dan ritual memohon hujan pada

musim kemarau. Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk permohonan dan

perlindungan kepada yang maha kuasa, ungkapan syukur, menolak bala, dan

sebagai pewarisan nilai-nilai ritual. Bentuk tariannya cendrung sederhana, baik

dari segi gerak, busana, musik dan jauh dari pengertian "indah". Dikarenakan, seni

(16)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tari yang tercipta dalam suatu ritual merupakan sarana yang digunakan untuk

mengungkapkan berbagai rasa, dalam rangka pencapaian tujuan dilaksanakannya

ritual tersebut. Menurut Soedarsono (2002:124) “pertunjukan yang dilaksanakan untuk kepentingan ritual, penikmatnya merupakan penguasa dunia atas serta dunia

bawah, sedangkan manusia sendiri hanya mementingkan tujuan upacara tersebut

daripada menikmati bentuknya (art of participation)”.

Sejalan dengan perkembangan dan peradaban, budaya dan sistem keyakinan

berubah. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia, seni pertunjukan mengalami

perkembangan hingga saat ini, salah satunya ialah seni tari. Seni gerak ini sedikit

demi sedikit mengalami perubahan bentuk, yakni gerakan-gerakan badan yang

teratur dalam ritme dan ekspresi yang indah, yang mampu menggetarkan perasaan

manusia. Gerak yang indah ialah gerak yang distilir, di dalamnya mengandung

ritme tertentu (Soedarsono, 1985:16). Kreativitas dan konstruksi tari berkembang

dengan menggabungkan berbagai elemen yang dapat menghasilkan sebuah karya

seni yang inovatif dan modern. Hal yang perlu dipahami, bahwa dalam

mengembangkan sebuah karya seni tari, tidak hanya mewujudkan gerak-gerak

atas dasar penggarapan komposisi saja, melainkan perwujudan sesuatu bentuk

yang utuh dari orientasi makna serta simbol-simbol yang telah menjadi bagian

dalam tarian tersebut. Tari dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan

masyarakat, karena itu penggembangan yang dilakukan harus bersifat edukatif.

Artinya dalam proses pengembangan tari yang berdasarkan etnis budaya tertentu,

perlu adanya pemahaman pengetahuan berkaitan dengan tarian tersebut, baik dari

aspek kontekstual maupun tekstualnya. Jika masalah ini mendapat perhatian yang

cukup besar dari praktisi tari, maka penyajian-penyajian tari akan terhindar dari

kedangkalan persepsi dalam gerak, bukan saja keindahan gerak yang menjadi

prioritas tetapi ciri khas dan filosofi yang terkandung dalam tarian tersebut. Letak

nilai keindahan yang lebih dalam adalah di dalam gaya tari (Sedyawati, 1986:

11-12).

Nusa Tenggara Timur memiliki kekayaan serta keanekaragaman seni

(17)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Alor, Timor, Sumba, Sabu dan Rote. Setiap pulau memiliki seni pertunjukan

khususnya berkenaan dengan upacara-upacara ritual. Latar belakang dari

kebudayaan masyarakat NTT, hampir sebagian besar sudah terbiasa dengan

menari dan menyanyikan lagu-lagu saat melaksanakan upacara ritual. Saat ini di

NTT sangat terkenal sebuah tarian yang disebut tari Ja’i. Tarian ini berasal tari

pulau Flores etnis Ngada Bajawa. Posisi antara kabupaten Ngada Bajawa dengan

Kota Kupang dipisahkan oleh bentangan lautan yang luas. Untuk mencapai

kabupaten Ngada menggunakan transportasi laut dan transportasi udara dengan

jadwal penerbangan empat kali dalam seminggu dan pelayaran dilaksanakan dua

kali dalam seminggu. Sebaliknya demikian, untuk mencapai ke kota Kupang dari

Kabupaten Ngada Bajawa. Kedua letak geografis yang berbeda menjadi faktor

perkembangan Ja’i.

Kata Ja’i dalam bahasa daerah etnis Ngada berarti tarian. Tari ini pada

mulanya menjadi tarian milik etnis Ngada, untuk merayakan sukacita dari

kemuliaan jiwa dan kemerdekaan roh. Tari Ja’i ditampilkan di tengah pelataran

Kampung (Wewa Nua/Kisa Nata) yang dijadikan tempat pemujaan yang sakral.

Di tempat ini juga merupakan ruang bagi para pemusik „gong-gendang‟ (go-laba) memainkan alat musik untuk mengiringi tari Ja’i (Watu Yohanes Vianey, 2008).

Ritual syukur dilaksanakan masyarakat setelah menyelesaikan rumah adat

(Ritus Sa’o Ngaza) terdiri dari suatu unit kampung, yang ditandai dengan Ja’i

sebagai pujaan kepada Yang Maha Kuasa ('Susu Keri Asa Kae'). Musik

dibunyikan dari dalam rumah adat, selanjutnya mereka bergerak ke pelataran

kampung. Menari dilakukan oleh para pemilik rumah yang berkontribusi terhadap

ritual tersebut: orang tua, pemuda, laki-laki maupun perempuan. Semua penari

berpakaian adat lengkap, baik laki-laki maupun perempuan bahkan berbagai harta

benda sebagai warisan dari leluhur dipakai sebagai properti, seperti emas, perak

dan senjata pusaka (Setda NTT, 2005: 60-63).

Musik sebagai partner dalam tari, menjadi keselarasan yang saling mengisi,

melengkapi serta memiliki hubungan yang mengikat antara gerak tari dan musik

(18)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang menggunakan iringan gong gendang terdiri dari lima buah gong dan satu set

(tiga) tambur/gendang. Pola ritme dan tempo, dari bunyi gong gendang terdengar

statis atau monoton dari awal hingga akhir. Terdengar sedikit bervariasi, didukung

oleh musik secara internal dari penari, baik itu melalui teriakan-teriakan maupun

bunyi yang dihasilkan oleh hentakan gerak kaki. Struktur musik iringan tari yang

terdengar monoton serta pola ritme musik tari yang selalu diulang-ulang menjadi

ciri musik yang hadir dalam berbagai upacara ritual. Ciri iringan musik tari ini

berdasarkan ritme dan tempo yang terdengar begitu rancak memperkuat karakter

gerak tari yang digerakan dengan begitu dinamis. Hadirnya hal tersebut

dikarenakan pertimbangan struktur metrikal musik yang akan memperkuat

struktur metrikal tarian atau tempo musik yang berkesesuaian dengan tempo gerak

tarinya. Banyak hadir dalam tari-tarian rakyat, menggunakan iringan tarinya

berdasarkan struktur ritme musik (Murgiyanto, 1986: 131-132).

Pelaksanaan tari Ja’i dalam upacara Sa’o Ngaza sebagai wujud pemersatu,

pengikat hubungan kekeluargaan dalam masyarakat. Makna filosofis dari Sa’o: a).

Perwajahan leluhur turunan/ go weka da dela. b). Sangkar keselamatan/ kodo sua.

c). Selimut Kehangatan/ lawo ine. d). Tempat Kediaman/ gubhu mu kaja maza

(Setda NTT, 2005: 100-102). Masyarakat diajak untuk selalu mengingat suatu

peristiwa yang sudah terjadi di masa lampau dari garis keturunan/hirarki (woe).

Pendirian rumah adat Sa’o telah melembaga dan sangat erat kaitannya dengan

para leluhur ngadhu/ lambang laki-laki dan bhaga/ lambang perempuan serta ahli

waris selanjutnya di masa mendatang.

Rumah yang telah dibuatkan kawa pare atau tempat pelindung berada pada

tingkat suci, disertai dengan tarian Ja’i dan penyembelihan hewan besar sebagai

korban syukur. Peresmian ini juga diakui sebagai pengumuman kepada

masyarakat dan anggota suku-suku yang lainnya (awal pembangunan rumah adat

ditandai dengan bunyi gong gendang). Hiasan lega jara (bulu kuda) pada properti

Kelewang dan tongkat yang digunakan penari kaitannya dengan makna dan

simbol ukiran kuda yang terdapat pada pintu masuk rumah adat, dipercaya untuk

(19)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

terletak pada tendangan kaki kuda sebagai lambang leluhur yang suci dan

berwibawa tinggi. Lega jara (bulu kuda) sebagai lambang kesucian dan

berwibawa tinggi tidak dapat ditundukan oleh segala macam roh jahat yang

hendak menganggu keselamatan jiwa dan raga manusia (Setda NTT, 2005: 110).

Kota Kupang sebagai ibukota propinsi NTT, menjadi tempat perkembangan

Ja’i. Ja’i hadir melalui sanggar-sanggar etnis Bajawa yang didirikan oleh seniman daerah. Sejak tahun 1990-an Ja’i telah menjadi bagian dalam tari penyambutan

untuk menjamu tamu-tamu pemerintahan, bahkan sering juga digunakan dalam

lingkungan Gereja Khatolik sebagai bentuk inkulturasi budaya. Ja’i menjadi

bagian dalam prosesi Liturgi, kebaktian, pada awal prosesi para Romo/Pastur

berjalan masuk ke dalam gereja menuju ke altar diiringi dengan tari Ja’i. Hal ini

dipandang sebagai strategi kreatif, suatu rencana dan upaya agar beberapa unsur

kebuduyaan lokal yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan pandangan dan

ajaran Kristiani atau Gereja, diterima dalam Gereja dan kehidupan Gerejani (Hadi,

2006:44).

Tarian Ja’i diperkenalkan oleh seorang tokoh seniman Bajawa, yakni Niko

Nonowago. Ja’i menjadi tari pergaulan atau massal yang ditarikan oleh berbagai

unsur masyarakat seperti petinggi pemerintahan, orang tua, muda-mudi dan

anak-anak. Pada setiap akhir acara, baik itu dalam pemerintahan maupun lingkungan

masyarakat seperti; menjamu tamu Pemerintahan, HUT RI, kegiatan-kegiatan

instansi pemerintah dan swasta, syukuran pernikahan maupun syukuran lainnya

dalam masyarakat, Ja’i menjadi tarian yang paling ditunggu dan begitu meriah,

karena semua unsur masyarakat secara spontan ikut menari, bahkan tanpa ada

batasan.

Pada kalangan sekolah, pemerintahan, keagamaan, organisasi-organisasi

pemerintahan maupun swasta Ja’i menjadi bentuk tarian yang selalu dipakai

untuk difestivalkan. Busana dan properti yang digunakan juga sangat bervariasi,

dengan pengembangan yang terlihat sangat berbeda jauh dengan aslinya.

Ditambahkan ornamen-ornamen yang terkini seperti tato, riasan-riasan karakter

(20)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gong-gendang tetapi menggunakan lagu pop daerah dari etnis Ngada. Dengan

beragamnya etnis di NTT yang berbaur di Kota kupang, hal tersebut berpengaruh

terhadap bentuk pertunjukan Ja’i. Gerak tari yang hadir hanya sebagai hiburan,

dengan bentuk-bentuk gerak sederhana yang mudah ditirukan dengan iringan lagu

Pop daerah, tempo lagu yang ritmis membangkitkan rasa untuk melakukan gerak.

Menurut Watu Yohanes Vianey, tarian Ja'i pada era posmo dewasa ini

pengembangannya sudah melampaui batas-batas ritual dan akar etnisitasnya.

Terjadinya transformasi hanya sekedar sebagai tarian populer orang NTT dengan

tanpa kewajiban moral untuk melihat filosofi dasar dari tarian Ja’i tersebut. Tari

Ja'i yang diwariskan para leluhur Ngada, sekiranya tidak sekedar menjadi salah

satu tarian modifikasi dan komodifikasi, yang dikoreografikan dengan

pengembangan, baik dari segi gerak, musik maupun kostum, namun, tetap harus

berorientasi pada filosofi dasar dari tarian ja’i tersebut.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kreativitas dan kecintaan terhadap

seni dan budaya NTT, baik di kalangan sekolah, pemerintahan, keagamaan,

organisasi-organisasi, maupun swasta Ja’i menjadi bentuk tari yang selalu dipakai

untuk difestivalkan. Para seniman tari NTT mencoba membuat standarnisasi

penilaian tari Ja’i dengan prosentase 60% gerak otentik dan 40% pengembangan.

Dalam kriteria penilaian ini yang berkaitan dengan gerak otentik ialah standar

gerak yang telah dibuat oleh “mereka” sebagai gerak dasar Ja’i, gerak tersebut akan selalu diulang pada saat akan memulai ragam gerak baru.

Kriteria penilaian dilakukan berdasarkan aspek, orisinalitas gerak otentik,

gerak pengembangan, kreativitas dan penampilan. Gerak pengembangan ialah

gerak yang diciptakan berdasarkan kreativitas masing-masing kelompok,

ditampilkan setiap selesai gerak otentik. Seiring berkembangnya tarian Ja’i justru

pengembangan gerak lebih diprioritaskan ketimbang gerak dasar dari tari Ja’i

tersebut. Semakin banyak pengembangan gerak semakin tinggi nilai yang

diperoleh. Kekhasan gerak Ja’i tidak tampak lagi, yang hadir justru tari kreasi

dengan pengembangan berbagai elemen-elemen tari, baik dari gerak, musik,

(21)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seniman dan budayawan etnis Ngada. Siapakah yang membuat standar otentisitas

tarian itu? sejatinya, tari Ja'i yang Anda pentaskan dan jurikan itu adalah

relevansi gerak diri sejati (tebo weki) yang berakar dalam puisi kehidupan

Bumi-Langit (Role Nitu Sadho Dewa) menurut salah seorang budayawan etnis Ngada,

(Viane Watu, http://kupang.tribunnews.com/read/artikel/37479).

Terjadilah pro dan kontra dari para seniman, budayawan yang berasal dari

etnis Ngada dengan praktisi tari Ja’i di NTT. Menindaklanjuti pelbagai polemik

yang terjadi berkaitan dengan tarian Ja’i, peneliti merasa perlu menganalisis

kembali fungsi tarian Ja’i ritual yang berada di Bajawa Kabupaten Ngada dengan

berbagai elemen yang terkandung di dalamnya serta pergeseran fungsi tari Ja’i

yang terjadi di Kota Kupang. Pertunjukan Ja’i yang berkembang di kota Kupang

telah mengalami pergeseran dan perubahan, baik dari aspek gerak, musik

pengiring tari maupun tampilan berupa rias dan busananya. Fungsi tariannyapun

menjadi berubah. Pergeseran bentuk pertunjukan Ja’i di kota Kupang bervariasi,

dari pertunjukan yang masih terlihat sama dari aspek gerak, musik, dan rias

busana maupun bentuk pertunjukan yang nampak berbeda jauh dari pertunjukan

Ja’i pada ritual Sa’o Ngaza yang ada di Ngada Bajawa.

Pergeseran fungsi seni tari terjadi, dikarenakan berkembangnya kehidupan

sosial budaya suatu masyarakat, berbaur berbagai etnis, baik secara intrinsik

maupun ekstrinsik serta pengaruh globalisasi. Fenomena sosial budaya

masyarakat dari dua latarbelakang etnis yang berbeda, memiliki sifat saling

mempengaruhi. Tumbuh dan berkembangnya Ja’i tidak terlepas dari peran serta

para seniman dalam memperkenalkan tarian tersebut. Menurut Narawati

(2003:198), perkembangan seni pertunjukan di satu wilayah tak pernah lepas dari

adanya kontak budaya dengan seni pertunjukan dari wilayah lain. Pengaruh

eksternal (Boskoff dalam Narawati, 2003: 198) kebudayaan suatu masyarakat di

satu tempat akan berubah bila ada sentuhan dari luar yang memiliki budaya yang

lebih unggul.

Seni pertunjukan Ja’i ritual maupun Ja’i profan, tercipta sebagai sebuah

(22)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

budaya lokal. Seni pertunjukan yang dikreasikan berdasarkan suatu ritual,

hakekatnya menjadi bentuk transformasi budaya yang mempertimbangkan

berbagai aspek laku ritusnya, sehingga seni ritual dalam tradisi lingkungan

masyarakat yang sudah ada sejak zaman dahulu, dapat dilestarikan dengan cara

yang baik. Hasil penelitian ini sebagai bentuk rekonstruksi dan pengetahuan bagi

para praktisi tari serta edukator seni yang ada di Kota Kupang berkaitan dengan

fungsi tari Ja’i serta pemahaman bahwa, mengkreasikan tari yang bersumber dari

ritual tertentu, sebaiknya berpijak pada keaslian tarian tersebut.

B. Rumusan Masalah

Perkembangan Tari Ja’i secara profan terjadi di kota Kupang tanpa melihat

keaslian fungsi tari Ja’i ritual yang berasal dari Bajawa Kabupaten Ngada.

Faktor-faktor eksternal maupun internal mempengaruhi terjadinya pergeseran

fungsi dalam tarian Ja’i, maka rumusan masalah dalam penelitian ini terfokus

pada:

1. Bagaimana bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i ritual di Bajawa- Ngada ?

2. Bagaimana bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i profan di Kota Kupang ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pergesaran fungsi ?

Ja’i menjadi tarian kolektif masyarakat NTT dan tidak hanya Etnis Ngada

-Bajawa sebagai pemilik budaya aslinya, karena tiap kabupaten di NTT sering

melakukan tarian Ja’i sebagai hiburan dan bagian dari festival-festival. Namun

hakekatnya mereka perlu memahami secara kontekstual dan tekstual fungsi tarian

Ja’i tersebut hadir di Etnis Ngada-Bajawa, sehingga tidak terjadi kedangkalan persepsi ketika mengkreasikan tari Ja’i.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian

yang diajukan pada rumusan masalah dengan mendeskripsikan dan menganalisis

masalah, maka tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut.

(23)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Memahami bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i profan di Kota Kupang.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran fungsi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan yang dipakai, dalam

mengembangkan seni tari yang berpijak dari suatu ritual tertentu. Penelitian ini

sebagai bentuk pengembangan ilmu pengetahuan berkaitan dengan dunia seni tari

di NTT. Keanekaragaman seni tari yang ada di NTT menjadi kekayaan yang perlu

dijaga keasliannya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi

semua pihak, diantaranya:

1. Penelitian ini sebagai bentuk pengalaman yang sangat berharga dan

menambah wawasan bagi peneliti berkaitan kebudayaan Ngada, khususnya

fungsi tari Ja’i dalam masyarakat Bajawa-Ngada.

2. Penelitian ini dapat memberi pemahaman kepada masyarakat kota Kupang

tentang tari Ja’i ritual khususnya para praktisi tari sebagai bahan acuan

mengembangkan suatu tarian harus berdasarkan keaslian serta orientasi

filosofi gerak yang terkandung di dalam tarian tersebut.

3. Bagi pemerintah Kabupaten Ngada, menambah bahan referensi berkaitan

dengan kajian budaya khususnya seni tari daerah setempat.

4. Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Pengkajian dan Pengembangan

Kebudayaan Daerah NTT, dalam melihat fenomena pergeseran fungsi Tari

Ja’i yang terjadi di Kota Kupang dengan memperbanyak kajian-kajian tentang seni tari dari berbagai etnis yang ada di NTT, karena masih banyak

kekayaan seni budaya di NTT yang belum mendapat atensi dari Pemerintah.

5. Sebagai acuan bahan ajar bagi para edukator tari di sekolah-sekolah, karena

tarian ini sering dipakai dalam festival-festival antar sekolah, maupun umum.

E. Definisi Operasional

Pergeseran fungsi tari Ja’i merupakan variabel utama yang akan dikaji

(24)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

fungsi primer seni pertunjukan menurut Soedarsono (2002:123), yakni: “1) sebagai sarana ritual; 2) sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya berupa

hiburan pribadi; 3) Sebagai presentasi estetis”. Fungsi adalah hubungan yang

terjadi antara kegunaan satu hal dengan hal lain dalam satu sistem yang

terintegrasi”(Purwanto,2000:143). Ja’i berasal tari pulau Flores etnis Ngada Bajawa NTT, kata Ja’i dalam bahasa daerah etnis Ngada berarti tarian. Ja’i

dilaksanakan masyarakat dalam tahapan akhir (Ka Sa’o) sebagai ungkapan syukur

dalam rangka pengkukuhan rumah adat atau Sa’o Ngaza(Watu Yohanes Vianey,

2009). Secara etimologis, profan memiliki arti tidak bersangkutan dengan agama

atau tujuan keagamaan, tidak termasuk kudus, bersifat duniawi. Dalam konteks ini

berkaitan dengan Perkembangan Ja’i di Kota Kupang.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Metode.

Sasaran penelitian ini adalah untuk menemukan dan menganalisis

pergeseran fungsi tari Ja’i dari ritual ke profan secara kualitatif interaktif.

Penelitian kualitatif interaktif merupakan studi yang mendalam dengan

menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari subjek dalam lingkungan

alamiahnya (Ghony dan Almanshur, 2012: 58). Peneliti sebagai instrumen utama

dalam proses penelitian. Penelitian ini mengkaji secara langsung terhadap Ja’i

ritual yang hidup dalam masyarakat Ngada-Bajawa dengan berbagai nilai

filosofinya dan perkembangan Ja’i profan di Kota Kupang yang mengalami

perubahan bentuk dan struktur penyajiannya.

Studi kualitatif interaktif dibangun berdasarkan beberapa disiplin ilmu yang

bertitik tolak pada pendekatan etnokoreologi dan pendekatan sinkronis.

Pendekatan etnokoreologi menggunakan beberapa teori dan konsep dari berbagai

disiplin ilmu, dengan demikian penelitian ini dapat disebut penelitian dengan

menggunakan pendekatan multidisiplin. Peneliti berusaha mengkaji,

mendeskripsikan dan memahami secara mendasar beragam fenomena sosial

(25)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tindakan dan kreativitas dari diri sendiri dan lingkungannya. Etnokoreologi

sebagai sebuah pendekatan yang dipakai dalam melihat komponen-komponen

sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat menyangkut, fungsi, makna filosofis

serta wujud kebudayaan yang menaungi suatu bentuk karya seni. Penelaahan ini

berlandaskan pada konsep dan teori fungsi serta ritual.

Pendekatankedua yang digunakan adalah pendekatan sinkronis. Pendekatan

yang titik kajiannya pada peristiwa yang terjadi dalam satu kurun masa tertentu,

berdasarkan disiplin ilmu sejarah, antropologi dan sosiologi, menitikberatkan pada

teori profan dan teori perubahan. Penelitian komparatif untuk mencapai

pemahaman terhadap proses perubahan yang terjadi karena berbagai faktor, baik

secara eksternal maupun internal menggunakan suatu penelitian lapangan yang

bersifat sinkronis (Koentjaraningrat, 2010: 4). Tujuan pendekatan ini memberikan

kemungkinan yang sangat luas untuk menampilkan berbagai sumber data, baik itu

di lapangan maupun sumber referensi, yang dengan sendirinya akan menyediakan

data yang akurat di lapangan dengan harapan akan menjawab faktor yang

mempengaruhi perubahan bentuk dan struktur penyajian Ja’i dari ritual ke profan

di masyarakat.

Berdasarkan langkah di atas ada beberapa langkah yang dilakukan dalam

proses penelitian ini, antara lain sebagai berikut: Pertama, melakukan observasi

partisipatif terlibat secara langsung di lapangan dengan masyarakat pemilik Seni

Ja’i yang menjadi bagian penting dalam ritual Sa’o Ngaza dan observasi partisipatif terhadap Ja’i profan yang berkembang di Kota Kupang dengan

berbagai aspek yang mempengaruhi perubahannya. Kedua, Memahami bentuk,

struktur penyajian, gerak, musik, kostum dan makna filosofi dari Ja’i ritual yang

dilaksanakan masyarakat Guru Sina dalam ritual Sa’o Ngaza dan Ja’i profan di

Kota Kupang sesuai dengan pandangan atau pemahaman para pelaku seperti

pemimpin ritual, budayawan lokal dan praktisi seni. Ketiga, berusaha mengetahui

transformasi dan korelasi berbagai data yang sudah ditemukan. Keempat, setelah

data dapat dipahami dengan mengkategorikan serta mengidentifikasi berbagai

(26)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menjawab berbagai masalah penelitian ini. Proses penelitian ini dilakukan secara

berulang dalam rangka menghimpun data dan cara menganalisisnya berjenjang

sampai ditemukan konklusi pemahaman yang lebih baik, sesuai dengan yang ada

di lapangan.

Bagan 1. 1. Alur Pelaksanaan Penelitian

2. Subjek dan Lokasi Penelitian

a. Subjek Penelitian

Fokus dalam penelitian ini ialah: (1). Upacara ritual Sa’o Ngaza, upacara

syukur pengukuhan rumah adat bagi masyarakat Ngada Bajawa, di mana pada

upacara tersebut dilaksanakan Ja’i pada tahapan Ka Sa’o sebagai bentuk

ungkapan syukur: para tua adat, penari dan pemusik berpakian adat lengkap

menari massal mengelilingi pelataran kampung dengan diiringi Gong-Gendang

(go-laba) Bajawa (Setda NTT, 2005: 138): (2). Sanggar Gandrung Flobamora,

Sanggar Lopo Gaharu dan Sanggar Sekolah (SMU) serta praktisi tari di Kota

Kupang yang telah menggarap ulang Ja’i berdasarkan interpretasi mereka.

Tari

Ja’i

Profan

Di Kota

Pergeseran Fungsi

Bentuk dan

struktur

Penyajian

Gerak, Musik,

Kostum

Filosofi

(27)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kedua subjek dengan lokasi yang berbeda ini dipilih sebagai pusat

pengamatan karena,Etnis Ngada Bajawa salah satu etnis yang ada di pulau Flores

NTT merupakan masyarakat pemilik asli seni budaya Ja’i, yang awal hadirnya

Ja’i ritus Sa’o Ngaza.Pulau Flores merupakan salah satu pulau terbesar yang ada

di propinsi NTT. Kabupaten Ngada Bajawa terletak di bagian tengah pulau

Flores. Adapun Kota Kupang, merupakan ibukota propinsi NTT termasuk dalam

gugusan pulau Timor. Kota Kupang menjadi lokasi perkembangan Ja’i profan.

Pengembangan tersebut dilakukan oleh sanggar-sangar seni dan para praktisi tari

yang ada di kota Kupang. Dari kedua pengamatan tersebut peneliti dapat

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Pergeseran fungsi tari tersebut.

Gambar 1.1. Peta Propinsi NTT, penyebaran kabupaten dibeberapa pulau besar, diantaranya pulau Timor, Flores, Alor, Sumba, Sabu dan Rote. Kab.

Ngada-Bajawa terletak di P. Flores dan Kota Kupang terletak di P. Timor (Dokumentasi foto, saripedia.wordpress.com, 2012)

b. Lokasi Penelitian

Kabupaten Ngada Bajawa terletak di bagian tengah pulau Flores. Di sebelah

utara berbatasan dengan laut Flores, disebelah selatan dengan laut Sawu, di

(28)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berbatasan dengan kabupaten Manggarai Timur. Lokasi penelitian di Kampung

Guru Sina, Desa Watumanu, Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, Propinsi

NTT. Untuk mencapai lokasi ini dari kota Kupang menggunakan transportasi laut

yaitu kapal Ferry atau kapal laut jadwal pelayaran dua kali seminggu

Kupang-Aimere PP dengan lamanya perjalanan selama 1 hari setengah (36 jam), dari

dermaga Bolok/Tenau Kupang menuju dermaga Aimere Ngada. Transportasi

udara menggunakan pesawat Cassa milik maskapai Merpati Nusantara Air Lines

dan pesawat jenis Foker milik maskapai Trans Nusa. Penerbangan dilakukan

empat kali dalam seminggu tiap hari selasa, rabu dan jum‟at, dan minggu lamanya

penerbangan 1 jam, dari Bandar Udara Eltari Kupang ke Bandar Udara di

Turelelo-Soa. Perjalanan dari Bandar Udara Turelelo-Soa ke Kota Bajawa

ditempuh dengan jarak 15 km. Setelah tiba di Kota Bajawa untuk menuju lokasi

penelitian berjarak 26 km menggunakan kendaraan umum (truk kayu) atau ojek

motor, perjalanan ditempuh dengan waktu 1 jam 30 menit.

Gambar 1.2. Peta Kabupaten Ngada. Kabupaten Ngada terletak ditengah Pulau Flores, lokasi penelitian di Kec. Jerebuu, Desa Watumanu

(Dokumentasi foto, petantt.com, 2012)

Untuk lokasi penelitian di kota Kupang sanggar seni Gandrung Flobamor

alamatnya: jl. Jend. Soeharto no 56, kelurahan Naikoten II kecamatan Oebobo

(29)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lokasi-lokasi penelitian ini kurang lebih 5 km, untuk mencapai lokasi-lokasi

tersebut, dapat ditempuh dengan kendaraan umum maupun pribadi dengan waktu

kurang lebih 15-20 menit.

Gambar 1.2. Peta Kota Kupang. Kota Kupang terletak dibagian barat Pulau Timor. Lokasi penelitian termasuk dalam wilayah II, Kec. Oebobo.

(Dokumentasi foto, petantt.com, 2012)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif

dilaksanakan secara interaktif, sebagai sebuah tindakan komunikatif untuk

menghasilkan data yang akurat. Dengan teknik observasi, wawancara, studi

dokumentasi dan studi pustaka.

a. Observasi

Pelaksanaan observasi dilakukan di 2 tempat dengan letak geografis yang

(30)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

sampai 20 April 2013, sebanyak 8 kali, dengan lokasi sanggar Seni Gandrung

Flobamora dan Sanggar Seni di Sekolah(SMU). Pengamatan kedua dilakukan

pada Kampung Adat Guru Sina, Desa Watumanu Kecamatan Jerebuu, Kabupaten

Ngada, selama dua minggu dari tanggal 24 April sampai 8 Mei 2013. Untuk

lokasi kedua selama pengamatan, peneliti diperkenankan untuk menginap di

rumah narasumber kunci Aloysius Dopo yang letak rumahnya berdekatan dengan

Kampung adat.

Tahap observasi merupakan teknik pengamatan langsung di lokasi

penelitian (situasi), bertujuan mengamati dan mendengar untuk mencoba

memahami, mencari jawaban, mencari bukti, terhadap fenomena sosial. Observasi

menampilkan data dalam bentuk prilaku, baik disadari maupun kebetulan, yaitu

masalah-masalah yang berada dibalik prilaku yang disadari itu dengan menyajikan

sudut pandang menyeluruh mengenai kehidupan sosial budaya tertentu (Ratna,

2010: 217). Peneliti sebagai instrumen utama menggunakan teknik observasi

partisipatif terlibat langsung melihat keberadaan masyarakat Ngada Bajawa

dengan pola rutinitas berhubungan dengan Upacara ritual Sa’o Ngaza dan proses

melakukan tari Ja’i dalam upacara tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dalam

kampung Adat Guru Sina. Hal yang diobservasi adalah bentuk gerak Ja’i ritual,

busana yang digunakan dalam Ja’i, serta musik pengiring Ja’i. Peneliti menjadi

bagian dalam lingkungan masyarakat, terlibat dalam beberapa proses kesenian

yang dilaksanakan di Kampung tersebut. Segala suasana yang dialami, dilihat dan

didengar menjadi data atau informasi yang dapat dikelola menjadi bagian dalam

laporan penelitian.

Untuk Ja’i profan, peneliti mengamati proses latihan di sanggar Gandrung

Flobamora dan beberapa Sanggar sekolah (SMU) yang ada di Kota kupang

dengan pola dasar penggarapan tari Ja’i yang mereka lakukan. Proses

penggarapan dilakukan secara kolektif oleh anggota sanggar, masing-masing

berkewajiban membuat sebuah motif gerak. Awal gerak dimulai dengan pola

gerak dasar Ja’i 32 hitungan yang berkembang di Kota Kupang, yakni gerak 32

(31)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

% kemudian kembali ke posisi awal diulangi 2 kali) menjadi step/gerak dasar

setiap akan memulai motif gerak baru. Kemudian dilanjutkan dengan gerak-gerak

pengembangan yang mereka kreasikan. Dalam proses ini peneliti mengamati dan

ikut dilatih motif-motif gerak Ja’i yang mereka kreasikan.

Beberapa hal yang menjadi bahan untuk melakukan observasi: Fungsi tari

Ja’i dalam upacara ritual Sa’o Ngaza, Masyarakat Bajawa sebagai pelaku seni (tua adat, penari dan pemusik), terlibat langsung dalam pelaksanaan Upacara Sa’o

Ngaza, bentuk penyajian tari Ja’i dalam upacara ritual Sa’o Ngaza dan bentuk

penyajian tari Ja’i di sanggar-sanggar yang ada di kota Kupang, musik penggiring

tarian yang asli dan perubahan musik penggiring yang dikembangkan, bentuk

busana penari yang asli dan yang sudah dimodifikasi. Dalam tahapan observasi,

peneliti menyiapkan catatan, instrumen penelitian, dan peraralatan elektronik

sebagai media untuk mendokumentasikan semua kegiatan selama observasi

dilakukan (alat perekam audio, foto/gambar dan perekam gambar/video).

b. Wawancara

Wawancara merupakan cara memperoleh data dengan berhadapan langsung

baik antar individu dengan individu maupun individu dengan kelompok

(informan). Wawancara adalah teknik pengambilan data dengan proses tanya

jawab antara peneliti dan informan untuk mematangkan kebenaran formulatif

tentang hal yang ditelti (Moleong, 1981:135). Dalam melakukan wawancara

dengan sendirinya pasti berkaitan dengan observasi, karena dalam observasi tentu

harus melakukan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mendapat informasi

yang diperlukan dalam penelitian. Informasi tersebut didapat dari: Budayawan/

tua adat, Praktisi tari, Pengamat seni, Penari dan pemusik.

Dalam melakukan wawancara terhadap informan, proses ritual dialami oleh

peneliti dalam hal memperoleh informasi berkaitan dengan penelitian dimaksud.

Sebelum wawancara dimulai dilakukan ritual Vedhi Tua, tujuan ritual ini

mengundang Riwu Dewa (para leluhur) dengan Moke/arak. Moke dituangkan pada

wadah yang terbuat dari tempurung kelapa (se’a tua), seperti didoakan dengan

(32)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

informan kunci). Pada malam berikutnya dilanjutkan dengan ritual Mate Ura

Manu, yakni Ayam Jantan dibakar dan dibersihkan bulunya, kemudian dibelah

untuk melihat Ura Manu/tali perut ayam. Tujuan ritual ini untuk mengetahui

kerestuan dari para leluhur dengan maksud dan tujuan yang akan kita lakukan

berkaitan budaya mereka, serta kelangsungan penelitian tersebut akan berjalan

dengan lancar. Daging ayam tersebut kemudian dimasak dengan tradisi kuliner,

daging tersebut dicampur dengan kelapa parut yang sudah digoreng dan siraman

darah segar dari ayam korban tersebut. Masakan ini dalam budaya setempat

disebut ra’a rete.

Wawancara dilakukan melalui dua cara, yakni pertama, secara langsung

untuk mendapat informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Komunikasi secara

langsung antara peneliti dengan tua adat, budayawan lokal dan praktisi tari.

Narasumber yang diwawancarai; Nikolaus Nonoago (60 th) sebagai budayawan

dan warga asli Ngada yang memperkenalkan Ja’i di Kota Kupang, Aloysius Dopo

(63 th) sebagai tua adat di Kampung Guru Sina, Kletus Wou (71 th) sebagai

penghuni kampung Adat Guru Sina, Arnoldus Meka (35 th) sebagai pegawai

bidang kebudayaan Dinas PKPO Kab. Ngada, Erna Poela Kalla (49 th) sebagai

praktisi tari di Kota Kupang dan Erni Handayani (48 th) sebagai Guru seni tari.

Kedua, melalui media komunikasi telepon. Teknik ini dilakukan dikarenakan

kesibukan narasumber, sehingga untuk mendapatkan data yang dibutuhkan maka

teknik inilah yang dilakukan. Dalam tahap ini wawancara dilakukan terhadap dua

narasumber yakni, Polo Letik (40 th) sebagai pengembang Ja‟i di Kota Kupang,

Ursula Dando (54 th) sebagai penyelenggara festival-festival Ja’i kreasi di Kota

Kupang pada even pameran pembangunan dalam rangka HUT RI. Semua data

yang diperoleh dari narasumber merupakan data-data primer yang berkaitan

dengan permasalahan pergeseran fungsi Ja’i.

c. Studi Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk

(33)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gambar dan lambang seperti foto, video, peta, kondisi alam dan sebagainya.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber dokumentasi penting ialah:

1. Gambaran kehidupan sosial budaya masyarakat Kampung Adat Guru Sina,

dokumentasi berupa tulisan profil desa, dan secara langsung mengamati

gambaran kehidupan masyarakat, foto, peta dan gambar.

2. Gambaran kehidupan sosial budaya masyarakat Kota Kupang, dokumentasi

berupa tulisan tentang profil Kota Kupang, peneliti lebih memahami karena

berdomisili di Kupang. Selain itu didukung juga dengan peta, foto dan

gambar.

3. Pertunjukan tari Ja’i pada upacara ritual Sa’o Ngazadi masyarakat Bajawa

kabupaten Ngada, dokumentasi berupa video, tulisan dan terlibat langsung.

4. Festival-festival Tari Ja’i yang dilaksanakan di Kota Kupang, dokumentasi

berupa video, gambar, foto dan teribat langsung.

5. Instrumen Penelitian, dokumentasi berupa pertanyaan-pertanyaan atau

kuesioner.

6. Studi literatur, dokumentasi tulisan disertasi, buku dan internet.

d. Studi Pustaka

Teknik ini dipakai untuk menemukan data kepustakaan yang tepat, sesuai

dengan variabel dan indikator dalam penelitian ini. Adapun sumber kepustakaan

yang dipakai dalam penelitian ini ialah: Buku, Jurnal, Internet, Laporan Hasil

penelitian, Tesis, dan Disertasi. Data-data yang bersumber dari literatur ini,

menjadikan bahan acuan untuk menginterpretasi dan memperkuat berbagai hasil

temuan yang diperoleh di lapangan dengan fokus pada hasil penelitian yang akan

dicapai.

e. Instrumen Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel meliputi yakni; Pergeseran fungsi,

Tari Ja’i ritual dan tari Ja’i profan. Instrumen yang digunakan dalam

pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini berdasarkan

(34)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

maupun disertasi, berbagai sumber buku, jurnal, dan internet. Observasi

menggunakan teknik observasi partisipatif terlibat langsung dalam penelitian.

Wawancara langsung dengan individu atau kelompok (informan). Studi

dokumentasi dilakukan untuk mengetahui masalah yang berkaitan dengan gambar

dan lambang dalam penelitian.

Pedoman penelitian yang digunakan dalam memperoleh data dari berbagai

subjek dan objek penelitian dengan beberapa alat yang dipakai untuk: a)

menggumpulkan data: daftar pertanyaan, kartu data (primer), kamera foto, alat

rekam, kertas, pensil, b) Analisis data: Peneliti (instrumen kunci), kartu data

(sekunder), komputer, kertas, pensil, c) penyajian hasil analisis data:

menggunakan komputer, OHP atau LCD, hasil penelitian berupa tesis.

f. Teknik Analisis Data

Analisis data penelitian merupakan tahap pengolahan seluruh proses

pengkajian hasil observasi, wawancara, dokumentasi yang telah terkumpul, untuk

melahirkan kedalaman analisis dalam penelitian (Yuliawan, 2010: 66) Analisis

dilakukan secara induktif sekaligus emik, memahami bahwa data tersebut bersifat

interpretatif dan akan dideskripsikan secara kualitatif dengan metode deskriptif

analisis dan penggunaan teori berdasarkan hakikat dari data yang diperoleh. Data

tersebut merupakan interpretatif dari peneliti, kemudian data itu dideskripsikan ke

dalam hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut perlu divalidasi untuk menjawab

masalah yang ada dalam penelitian ini.

Data-data dianalisis dengan menggunakan triangulasi yakni, pengkajian data

dengan cara membandingkan berbagai data yang diperoleh dari beberapa

narasumber, baik yang berkaitan dengan Ja’i ritual di masyarakat Guru Sina

maupun Ja’i Profan di Kota Kupang. Triangulasi adalah usaha memahami data

melalui berbagai sumber, subjek peneliti, cara (teori, metode, tenik) dan waktu.

Analisis data dilakukan sejak pengumpulan data awal, dilanjutkan dengan analisis

data itu sendiri. Data dianalisis dengan memberikan pengkodean (Coding), kode

terbuka (open coding), kode terhubung (axial coding) dan kode terpilih (selective

(35)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Teknik analisis data dilakukan secara bertahap seperti yang diutarakan

Miles dan Huberman (1984) dalam Hadi (2006:79), yaitu mereduksi data,

memaparkan bahan empirik, dan menarik kesimpulan serta memverifikasi.

Mereduksi data berkaitan pengurangan, penyederhanaan dan mentransformasikan

data di lapangan berdasarkan aspek permasalahannya yakni pergeseran fungsi

Ja’i. Hal ini untuk memilah dan memfokuskan data, sehingga dapat terorganisir

data yang sangat diperlukan. Memaparkan berkaitan dengan penyajian data yang

telah direduksi untuk mempermudah pemahaman melalui ringkasan terstruktur

yang disajikan tertulis dalam bentuk laporan penelitian. Cara ini membantu

menyusun analisis sebagai kesimpulan dalam hasil temuan. Tahap penarikan

kesimpulan serta verifikasi disajikan dalam bentuk deskripsi berdasarkan

tahapannya. Penafsiran data dalam penelitian ini meliputi fungsi Ja’i di

masyarakat dan faktor pergeseran fungsi. Kesimpulan tahap akhir perlu ditinjau

kembali atau diverifikasi selama penelitian dilaksanakan. Untuk memahami

analisis tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Bagan 1.2. Analisis Triangulasi Data (Hadi, 2006: 80)

G. Penulisan Hasil Laporan

Pengumpulan Data Di Lapangan

Reduksi Data: Pengurangan, Penyederhanaan

,

Pemaparan atau penyajian data

Penafsiran kesimpulan dan

(36)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penyajian hasil analisis data kualitatif ini akan dideskripsikan dalam bentuk

naratif, dan penyajiannya juga dilakukan dalam bentuk foto, bagan dan tabel.

Penyajian hasil penelitian dideskripsikan ke dalam lima bab.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini berdasarkan Pedoman Penulisan Karya

ilmiah yang dikeluarkan oleh UPI. Penelitian ini terdiri dari lima bab yang

menjelaskan sebagai berikut.

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi uraian tentang latar belakang penelitian, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, defenisi operasional, metode

penelitian yaitu: Pendekatan Penelitian, Subjek Penelitian, Pertanyaan Penelitian,

Instrumen penelitian, Teknik pengumpulan data, Teknik analisis data dan menulis

laporan penelitian. Pada bagian akhir bab ini mengulas tentang sistematika

penulisan.

BAB II. LANDASAN TEORETIS

Landasan teori mempunyai peranan yang penting. Landasan teori berfungsi

sebagai landasan teoretis dalam penyusunan pertanyaan penelitian dan tujuan

penelitian. Bab ini membahas hasil penelitian terdahulu dan berbagai teori-teori

yang mendukung penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teori fungsi seni pertunjukan, dan teori perubahan. Teori pendukung substansi

penelitian yaitu Antropologi Budaya dan Sosiologi Budaya. Grand Theory yang

digunakan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini adalah performance studies.

BAB III. JA’I RITUAL

Bab ini menjabarkan hal-hal yang rinci berkaitan dengan bentuk dan

struktur penyajian Ja’i ritual di Ngada-Bajawa. Aspek-aspek yang dibahas dalam

bab ini meliputi: latar belakang wilayah penelitian, bentuk upacara-upacara ritual

dalam masyarakat, bentuk dan struktur penyajian tari Ja’i ritual pada upacara Sa’o

Ngaza di Bajawa-Ngada dan analisis gerak Ja’i ritual.

(37)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Deskripsi hasil penelitian yang didasarkan atas jawaban pertanyaan

penelitian dan pembahasan yang meliputi analisis hasil penelitian. Aspek yang

tercakup dalam bab ini meliputi; gambaran umum lokasi penelitian, bentuk dan

struktur penyajian tari Ja’i profan di kota Kupang, dan faktor-foktor yang

mempengaruhi pergeseran fungsi tari Ja’i dari ritual ke profan.

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisi uraian atas temuan dari jawaban pertanyaan penelitian atau

rumusan masalah. Hasil penelitian dapat direkomendasikan sebagai bahan

pembelajaran di sekolah atau perguruan tinggi dan bagi praktisi tari, selanjutnya

dapat diaplikasikan lebih lanjut. Dilengkapi dengan daftar kepustakaan, daftar

(38)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III JA’I RITUAL

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Kabupaten Ngada merupakan salah satu dari 20 kabupaten dan kota yang

berada di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Terletak diantara 8° - 9° lintang selatan

dan 120° 45° – 121° 50° bujur timur. Pada bagian utara berbatasan dengan laut

Flores, bagian selatan berbatasan dengan laut Sawu, bagian timur berbatasan

dengan kabupaten Nagekeo dan bagian barat berbatasan dengan kabupaten

Manggarai Timur. Persebaran wilayah kabupaten Ngada terdiri atas 12

kecamatan, diantaranya; Kecamatan Bajawa, Kecamatan Golewa, Kecamatan

Bajawa Utara, Kecamatan Aimere, Kecamatan Soa, Kecamatan Riung,

Kecamatan Riung Barat, Kecamatan Wolomeze, Kecamatan Golewa Selatan,

Kecamatan Golewa Barat, Kecamatan Inerie dan Kecamatan Jerebuu. Topografi

persebaran budaya Ngada, pada umumnya berada pada bagian selatan kabupaten

Ngada, berada pada dataran rendah yang curam dengan kemiringan rata-rata

0-60% menurun dari arah utara ke selatan dan timur ke barat.

Kecamatan Jerebuu sebagai salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten

Ngada memiliki potensi budaya yang sangat beragam, salah satunya yakni;

kampung Adat yang masih asli (dilihat dari bentuk bangunan rumah adat yang

ada) seperti; Kampung Bena dan Kampung Guru Sina. Kampung adat ini

merupakan potensi budaya pariwisata yang menjadi salah satu andalan Kabupaten

Ngada dan Provinsi NTT. Disamping itu potensi alam juga sangat bervariasi dan

mempesona seperti; keindahan gunung Inerie, air terjun Waeroa, dan air panas

alam Mala. Daya tarik lainnya adalah area perkebunan yang memproduksi

berbagai hasil pertanian yang terkenal seperti, fanili, cengkeh, kemiri, kakao, pala,

marica, dan kelapa. Aspek sarana dan prasarana sangat minim dalam mendukung

berbagai aktivitas dan pengunjungan ke lokasi-lokasi tersebut. Garis besar

topografi daerahnya merupakan pengunungan yang hijau dengan deretan

perkebunan rakyat. Kecamatan Jerebuu terdiri dari 6 desa yang terletak pada

(39)

Margaret Pula Elisabeth Djokaho, 2013

Pergeseran Fungsi Tari Ja’i Dari Ritual Ke Profan Di Kota Lampung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

cekungan di bawah kaki Gunung Inerie, diantaranya; Desa Tiworiwu, Desa

Watumanu, Desa Nenowea, Desa Dariwali, Desa Manubhara dan Desa Nenowea.

Berdasarkan topografi tersebut, keasrian alam yang ada di Kampung Guru

Sina masih terjaga dengan baik. Perkampungan yang dikelilingi dengan

pemandangan pengunungan membuat kampung tersebut menjadi lebih eksotis.

Akses ke lokasi tersebut cukup sulit, memerlukan waktu yang lebih dalam

perjalanan dan sarana umum yang dipandang masih sangat minim. Untuk

memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, masih banyak yang memanfaatkan hasil

kebun untuk memenuhi kebutuhan pangan. Secara alamiah alam di Kampung

Guru Sina masih sangat terkonservasi dengan baik, hal ini berdampak juga pada

seni budaya yang bersifat ritual, masih tetap dilestarikan hingga saat ini. Untuk

dapat terjadi kontak budaya secara langsung dimungkinkan agak sulit, tetapi

dampak dari globalisasi khususnya teknologi, baik berupa alat komunikasi

maupun televisi, dirasakan cukup berpengaruh terhadap perkembangan di Desa

ini.

Gambar 3. 1. Kampung Adat Guru Sina, terdapat di desa Watumanu Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada NTT. Masih sangat asri, dikelilingi oleh

pegunungan. (Dokumentasi foto, Djokaho, April 2013).

Desa Watumanu sebagai wilayah penelitian dengan ibu Kota Desa di

Gambar

Gambar 1.1. Peta Propinsi NTT, penyebaran kabupaten dibeberapa pulau besar, diantaranya pulau Timor, Flores, Alor, Sumba, Sabu dan Rote
Gambar 1.2. Peta Kabupaten Ngada. Kabupaten Ngada terletak ditengah Pulau Flores, lokasi penelitian di Kec
Gambar 1.2. Peta Kota Kupang. Kota Kupang terletak dibagian barat Pulau
gambaran kehidupan masyarakat, foto, peta dan gambar.
+7

Referensi

Dokumen terkait

penulis angkat yaitu “Kebijakan Pemerintah Berbasis Budaya (Analisis Terhadap Kebijakan Politik Budaya Bupati Dedi Mulyadi Di Purwakarta) Tahun 2008- 2015”, yaitu penulis