• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengembangan kemampuan siswa secara optimal merupakan tanggung jawab besar dari kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan yang bermutu sangat penting untuk pengembangan peserta didik sebagai manusia yang maju, mandiri dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan amanat yang dikehendaki Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu layanan sekolah yang bertugas membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa adalah bimbingan dan konseling (BK). Khususnya para siswa atau anak didik baik permasalahan pribadi, keluarga maupun sosial masyarakat sehingga tercapai tujuan pendidikan. Bimbingan dan Konseling yang berkembang saat ini adalah bimbingan dan konseling perkembangan. Bimbingan dan Konseling

(2)

perkembangan bagi murid adalah upaya pemberian bantuan kepada murid yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga mereka sanggup bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan, keluarga dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya. Bimbingan membantu mereka mencapai tugas perkembangan secara optimal sebagai makhluk Tuhan, social dan pribadi (Nurihsan & Sudianto, 2005).

Untuk dapat membantu siswa dalam mengatasi masalah diatas, peran BK sangat penting. Seperti yang dinyatakan oleh Yusuf & Nurihsan (2008) bahwa program bimbingan dan konseling bertujuan membantu siswa agar berhasil dan mencapai prestasi akademik yang diinginkan. Sukardi & Kusmawati (2008) menambahkan bahwa pelayanan bimbingan tersebut dapat membantu siswa mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. Selanjutnya menurut Surya (dalam Sukardi & Kusmawati, 2008) bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan. Prayitno (dalam Sukardi & Kusmawati, 2008), mengatakan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri.

Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh

(3)

pribadi mandiri, yaitu: (a) mengenal diri sendiri dan lingkungannya, (b) menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, (c) mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri, dan (e) mewujudkan diri.

Menurut Prayitno & Amti (2004) keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 (tentang Pendidikan Menengah) yang menyebutkan bahwa (1) bimbingan dalam rangka menemukan pribadi siswa, dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, (2) bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan untuk membentuk siswa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya, serta alam yang ada, dan (3) bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan, mempersiapkan diri untuk langkah yang dipilihnya setelah tamat belajar pada sekolah menengah serta karier dan masa depannya.

Dalam kenyataannya pelayanan BK belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para siswa. Para siswa belum sepenuhnya percaya pada guru BK dalam menjalankan fungsinya. Seperti yang dinyatakan oleh Eka (2012) bahwa banyak siswa yang merasa enggan untuk melakukan bimbingan dan konseling dengan sukarela. Hal ini dikarenakan kepercayaan siswa terhadap netralitas yang diperankan guru BK menurun dan tidak sedikit siswa beranggapan bahwa sosok guru BK sama saja dengan guru yang lain serta bukan tempat yang nyaman buat para siswa. Hal ini dikarenakan di beberapa sekolah banyak guru BK yang berfungsi ganda dengan memerankan beragam jabatan misalnya, disamping sebagai guru BK dia juga

(4)

menjabat wali kelas dan atau guru piket harian. Akibatnya, dia terlibat dalam penegakan tata tertib sekolah, pemberian hukuman, dan atau tindakan razia yang merupakan tindakan yang dibenci oleh siswa.

Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui bimbingan dan konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui bimbingan dan konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara guru BK dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik (Sudrajat, 2008).

Kinerja bimbingan dan konseling di sekolah sampai saat ini belum sepenuhnya memuaskan. Terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan barometer kinerja bimbingan dan konseling di sekolah. Misalnya, dari hasil penelitian Asrori (1990) ditemukan bahwa keterampilan konseling guru pembimbing belum memenuhi harapan siswa. Studi lain yang dilakukan Juntika (1993) menemukan kurangnya kemampuan guru pembimbing dalam menangani dan menggali masalah yang dihadapi siswa, kurangnya keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah, dan adanya kecenderungan guru pembimbing untuk memaksakan kehendak kepada siswa.

Penelitian Supriadi (1990) memperlihatkan bahwa 38% orang tua siswa belum

(5)

menerima keberadaan program bimbingan dan konseling dengan alasan kurang profesionalnya guru pembimbing dalam menjalankan tugas (Ilfiandra, Agustin, dan Saripah, 2006).

Seperti juga halnya yang terjadi di SMA Negeri 4 Medan, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru BK ( Komunikasi Personal, 20 Desember 2012), sekolah ini telah menerapkan kegiatan bimbingan dan konseling sebagai layanan yang dapat membantu siswa dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK, diketahui bahwa SMA Negeri 4 Medan telah lama menerapkan kegiatan bimbingan dan konseling yaitu semenjak tahun 1987. Layanan BK ini belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para siswa, karena masih ada sebagian siswa yang mempersepsikan dan mempunyai kesan yang negatif terhadap guru BK. Misalnya mereka memandang bahwa guru BK sebagai polisi sekolah. Guru BK juga sering mendapat cibiran dari para siswa karena rasa tidak suka, menganggap bahwa guru BK seperti petugas yang memata-matai siswa, memanggil siswa yang mempunyai masalah dan sebagai pemberi hukuman.

Siswa yang mempunyai persepsi negatif terhadap guru BK juga akan memandang rendah dan mengabaikan segala layanan yang diberikan. Sedangkan para siswa yang memandang positif terhadap layanan bimbingan konseling, dapat menjalin hubungan baik dan tidak takut dengan guru BK, sehingga siswa akan menghargai dan memanfaatkan semua layanan yang diberikan. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang siswi SMA Negeri 4 Medan yang berinisial A :

(6)

"….kami takut bang kalo menghadap guru BK karena adanya image negative,..maksudnya gini bang, biasanya guru BK itu suka mengitrogasi kami jika ada siswa yang mempunyai masalah dikelas. Contohnya seperti berantem, gak ngerjai tugas, trus terkadang ada guru BK yang suka memata – matai kami dikantin yang sedang merokok. Kok udah kek gini bg pasti kenak marah, dikasih hukuman, atau mau juga memanggil orang tua. Seharusnyakan jangan langsung manggil orang tua. Maunya sih mereka cukup memberi bimbingan dan pengarahan sama kami ". (Komunikasi personal, 20 Desember 2012).

Sementara itu, Supriadi (2004) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan oleh konselor/ pembimbing kepada konseli agar konseli dapat : (1) memahami dirinya, (2) mengarahkan dirinya, (3) memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, (4) menyesuaikan diri dengan lingkungannya (keluarga, sekolah, masyarakat), (5) mengambil manfaat dari peluang- peluang yang dimilikinya dalam rangka mengembangkan diri sesuai dengan potensi- potensinya, sehingga berguna bagi dirinya dan masyarakatnya.

Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh manusia dan merupakan salah satu komponen dari pendidikan, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya meningkatkan mutu pendidikan. Suatu kegiatan bimbingan dan konseling disebut pelayanan apabila kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran pelayanan yaitu siswa, dan secara langsung berkenaan dengan permasalahan ataupun kepentingan tertentu yang dirasakan oleh siswa. Kegiatan yang merupakan pelayanan tersebut mengemban fungsi tertentu dan pemenuhan fungsi tersebut serta dampak positif pelayanan yang dimaksudkan

(7)

diharapkan dapat secara langsung dirasakan oleh siswa yang mendapatkan pelayanan tersebut (Sukardi & Kusmawati, 2008).

Kenyataan di lapangan juga menunjukkan bahwa tidak sedikit para siswa yang tidak mau datang ke ruang bimbingan dan konseling, bukan karena guru pembimbingnya yang kurang keilmuannya dalam bidang bimbingan, tetapi karena siswa memiliki kesan bahwa pembimbing tersebut bersifat judes atau kurang ramah dalam menangani masalah yang dihadapi siswa (Yusuf dan Nurihsan, 2005).

Hal tersebut didukung juga oleh hasil wawancara peneliti kepada salah seorang guru BK SMA Negeri 4 Medan, sebagai berikut:

“….kalau masalah komunikasi antara siswa dengan guru BK di sekolah ini jarang berkomunikasi karena memang anak-anak di sekolah ini kurang mau bahkan ada anak yang tidak mau berurusan dengan guru BK.

Biasanya kalau disini ada banyak siswa yang datang keruangan BK tuk menyelesaikan problemnya kepada guru BK, dikarenakan mereka memang paham fungsi dari layanan bimbingan dan konseling ini dapat menyelesaikan problemnya. Namun ada juga siswa yang merasa bermasalah jika ia datang keruangan BK, karena memang anak yang tidak mau berurusan dengan guru BK. Masalah yang ditangani guru BK disekolah ini biasanya lebih mengontrol masalah perkembangan siswa yang berhubungan dengan kenakalan dan kemerosotan nilai siswa di sekolah, bimbingan karir, dan pembenahan kepribadiannya ”. (Komunikasi Personal, 20 Desember 2012)

Menurut Prayitno dan Amti (2004) kesalahpahaman di sana sini masih terjadi akan peran dan fungsi layanan bimbingan konseling. Berdasarkan fenomena tersebut dapat dilihat bahwa beberapa siswa-siswi merasa enggan atau takut untuk berhadapan dengan guru BK, sehingga hal tersebut akan membuat siswa-siswi tidak nyaman dan tidak leluasa dalam menceritakan masalahnya kepada guru BK.

(8)

Seharusnya guru BK di SMA Negeri 4 Medan memiliki kemampuan dan skill yang dibutuhkan dalam bimbingan dan konseling, bersikap terbuka, bersedia membantu mengatasi masalah siswa, memberikan informasi atau pengetahuan seputar dunia remaja dan permasalahannya, bekerja sama dengan orang tua siswa dalam membantu mengatasi masalah siswa, membantu siswa dalam melaksanakan keputusan. Hal ini dipandang positif oleh siswa, sehingga siswa percaya pada guru BK dapat membuat tujuan atau keinginan siswa tercapai, dapat membantu mengatasi masalah yang sedang dihadapi siswa, dapat menjaga kerahasiaan atau masalah yang dihadapi siswa tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan, dan akan menggunakan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki untuk mewujudkan keinginan atau kepentingan siswa. Hal sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Mayer (1995), bahwa ada dua unsur yang harus ada pada diri trustor (pemberi Kepercayaan) agar trustor mau memberikan kepercayaan (trust) kepada trustee., unsur tersebut yaitu,: Ability adalah kemampuan mengetahui apakah trustee memiliki skill dan kemampuan yang dapat membuat tujuan atau keingninan trustor tercapai dan Benevolence adalah kemampuan mempersepsikan bahwa trustee akan menggunakan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki untuk mewujudkan keinginan atau kepentingan trustor.

Upaya yang telah dilakukan oleh guru BK SMA Negeri 4 Medan dalam membangun kepercayaan (trust) terhadap siswa dengan melakukan komunikasi kepada para siswa sehingga terbentuknya hubungan interpersonal yang menghasilkan terpeliharanya dan terkembangnya berbagai potensi dan kondisi yang positif,

(9)

membangun hubungan saling percaya dan efektivitas secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Moran & Hoy (2000), menunjukkan bahwa kepercayaan memfasilitasi kerjasama dan meningkatkan kohesivitas kelompok, kepemimpinan sekolah yang efektif, dan prestasi siswa. Selain itu, kepercayaan dibangun secara dinamis yang berubah dari waktu ke waktu dan adanya hubungan saling percaya serta berkontribusi pada iklim sekolah yang positif, komunikasi yang produktif, peningkatan belajar siswa, dan efektivitas sekolah secara keseluruhan.

Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pada hakikatnya adalah memberi bimbingan kepada individu atau sekelompok individu agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Prayitno (dalam Sukardi &

Kusmawati, 2008) menyatakan bahwa bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan dan interpretasi, pilihan, penyesuaian dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.

Kegiatan bimbingan dan konseling memiliki beberapa asas, salah satunya adalah asas keterbukaan. Asas ini ditinjau dari dua arah, dari pihak siswa diharapkan mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh guru BK dan mau membuka diri dalam menerima saran dan masukan lainnya dari guru BK. Keterbukaan (openness) merupakan salah satu aspek dari kepercayaan (trust) dan dalam proses bimbingan dan konseling sangat dituntut terciptanya kepercayaan (trust) antara guru BK dan siswa (Priyatno, 1999).

(10)

Pentingnya aspek kepercayaan (trust) dalam kegiatan bimbingan dan konseling ini juga tampak dari pernyataan yang diutarakan langsung oleh salah seorang siswi SMA 4 Medan berinisial M, yang berhasil diwawancarai oleh peneliti:

"....ya maunya sih bang guru BK itu menanyakan dulu masalahnya apa sebelum marah-marah, kemudian saling terbuka waktu sedang konseling dan harapannya melakukan pendekatan dulu pada siswa dan juga terrbuka kepada siswa-siswa, agar mereka dapat menanggapi positif kepada guru BK dalam membimbing juga untuk pengarahan dan dapat dipercaya dalam menyelesaikan masalah…..". (Komunikasi Personal, 20 desember 2012).

Ditambah juga dengan pernyataan seorang guru yang menjadi salah satu guru BK (bimbingan dan konseling) di SMA N 4, berinisial S:

....untuk siswa-siswa di sini gak mau datang keruangan BK itu, karena mereka belum merasa perlu dan ada dari mereka meragukan kemampuan kami sebagai konselor dalam menyelesaikan problemnya mereka. Tapi jika siswa percaya dengan dengan kami, maka ia akan datang sendiri jika ia merasa perlu masalahnya untuk diselesaikan….”. (Komunikasi Personal, 20 desember 2012).

Menurut Sukardi (2002), konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, human (manusiawi) yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan BK dapat berjalan dengan baik dan lancar serta sesuai dengan tujuan jika tercipta kepercayaan (trust) antara konselor dengan klien. Apabila kepercayaan (trust) tidak

(11)

terbangun, proses BK akan sia-sia dan akan merugikan pihak klien karena permasalahan yang dihadapinya tidak akan dapat terselesaikan.

Sekolah ini telah menerapkan kegiatan bimbingan dan konseling sebagai salah satu program yang dapat membantu siswa dalam permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK, diketahui bahwa SMA Negeri 4 Medan telah lama menerapkan kegiatan bimbingan dan konseling yaitu dilakukan sekitar tahun 1987. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti Gambaran kepercayaan (trust) siswa terhadap guru BK di SMA Negeri 4 Medan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah gambaran kepercayaan (trust) siswa terhadap guru BK di SMA Negeri 4 Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Tujuan utama, yaitu untuk mengetahui gambaran kepercayaan (trust) siswa terhadap guru BK di SMA Negeri 4 Medan. Melalui gambaran tersebut akan diketahui apakah kegiatan bimbingan dan konseling sudah berjalan dengan baik atau tidak.

(12)

2. Tujuan tambahan, yaitu untuk mengetahui gambaran kepercayaan (trust) siswa terhadap guru BK di SMA Negeri 4 Medan berdasarkan jenis kelamin, keikutsertaan dalam bimbingan dan konseling, dan kelas.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran untuk mengembangkan ilmu psikologi pendidikan, khususnya tentang psikologi sekolah, terutama yang berkaitan dengan kepercayaan (trust) siswa terhadap guru BK.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya literatur dalam bidang Psikologi Pendidikan, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran kepercayaan (trust) yang terjalin antara guru BK dan siswa, yang diharapkan berguna dalam rangka pembinaan siswa serta pembinaan terhadap guru BK.

(13)

b. Bagi guru BK

Hasil penelitian ini dapat memberi informasi bagi guru BK tentang sejauh mana kepercayaan (trust) siswa terhadap guru BK. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil tinggi atau rendahnya gambaran kepercayaan (trust) yang diperoleh. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi guru BK dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada para siswa.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah : Bab I Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Berisi teori - teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti, yaitu Kepercayaan (trust), bimbingan dan konseling, guru BK, dan gambaran dinamika variabel kepercayaan (trust).

Bab III Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel, defenisi operasional dari masing-masing variabel, sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, prosedur penelitian serta metode analisa data.

(14)

Bab IV Analisis Data Dan Pembahasan

Terdiri dari analisis data dan pembahasan yang berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan.

Bab V Kesimpulan Dan Saran

Merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan jalur pipa PG-0123-D-2” menggunakan metode manual mendapatkan nilai yang jauh dibawah tekanan desain dan juga hasil penghitungan dengan RSTRENG yaitu hanya

Variables Removed Method 1 Kepuasan Pelanggan, Kualitas Pelayanan, Servicescape a.. All requested

(2) Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing- masing dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pengendalian

Auksokrom adalah suatu substituen (biasanya gugus jenuh) yang bila terikat pada kromofor akan mengubah panjang gelombang dan intensitas dari serapan maksimum. Contohnya : -OH,

Secara umum dengan penggunaan kos- metika anti aging wajah berpengaruh terhadap perubahan tekstur, yaitu Permukaan kulit (dapat dilihat dan diraba) permukaan pada kulit yang

Dalam satu semester, pada suatu program studi harus berlangsung rapat dosen lengkap, kegiatan pembelajaran, kegiatan evaluasi hasil proses pembelajaran setiap

Kedadalan dapat terjadi melalui perpecahan ikatan. Karena E yang cukup kuat Æ e- dapat lepas dari ikatan kovalennya. Pasangan hole dan e- yang baru timbul memperbesar arus balik

Kegiatan penelitian tentang Korelasi antara Pergeseran Perilaku Masyarakat dalam Pengembangan dan Pembangunan Permukiman Swadaya terhadap Upaya Konservasi Bangunan Cagar