PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEREDARAN NARKOBA DI LINTAS BATAS PERBATASAN MALAYSIA-INDONESIA
KABUPATEN NUNUKAN KALIMANTAN UTARA (ATUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI NUNUKA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh :
MEGAWATI SYARIF 105431103816
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020
SURAT PERNYATAAN
saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : Megawati Syarif
NIM : 105431103816
Jurusan : Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
Judul Penelitian : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkoba Di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Kabupaten Nunukan).
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan siapapun. Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan tidak benar.
Makassar, September 2020 Yang membuat pernyataan:
SURAT PERJANJIAN
saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Mahasiswa : Megawati Syarif
NIM : 105431103816
Jurusan : Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan
Judul Penelitian : Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkoba Di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Kabupaten Nunukan).
Dengan ini menyatakan Perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari menyusun proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).
2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam menyusun skripsi apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, September, 2020 Yang membuat pernyataan:
Megawati syarif NIM.105431103816 Mengetahui
Ketua Jurusan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
ABSTRAK
Megawati Syarif. 2020. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkoba Di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara. Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I A.Rahim, Pembimbing II Muhajir.
Masalah utama dalam penelitian ini adalah peneliti ingin mengungkap bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana peredaran narkoba di perbatasan serta apa saja yang menjadi faktor utama yang menjadi penghalang para penegak hukum di perbatasan dalam memberantas kuat arus peredaran narkoba dilintas batas perbatasan Malaysia-indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui secara menyeluruh hal-hal yang menjadikan kabupaten nunukan sebagai sentral utama dari penangkapan kasus narkoba setiap tahunya. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penegakan hukum terkusus Undang-undang NO. 35 tahun 2009 tentang Narkotika di perbatasan dianggap telah berjalan sesuai dengan undang-undang yang berlaku terhadap para tersangka pidana narkoba di meja persidangan, jaksa penuntut umum bersama Hakim Pengadilan Negeri Nunukan telah mengupayakan agar Undang-undang narkotika dan tersangka tepat sasaran. Hanya saja yang menjadi penyebab utama peredaran narkoba di Perbatasan tidak akan pernah punah ketika keamanan di daerah perbatasan tidak di tingkatkan dan mendapat perhatian lebih oleh Pemerintah Pusat.
ABSTRAC
Megawati Syarif. 2020. Law Enforcement Against the Crime of Narcotics Circulation Across the Malaysia-Indonesia Border, Nunukan Regency, North Kalimantan. Pancasila and Citizenship Education Study Program, Teacher Training and Education Faculty, Muhammadiyah University of Makassar. Advisior I A.Rahim, Advisior II Muhajir.
The main problem in this study is that the researcher wants to reveal how law enforcement against perpetrators of criminal trafficking of drugs at the border and what are the main factors that become barriers for law enforcers at the border in eradicating the strong flow of drug trafficking across the Malaysia-Indonesia border. This type of research is descriptive qualitative research which aims to thoroughly determine the things that make Nunukan district the main center of annual drug case arrests, data collection techniques in this study were interviews, observation and documentation.
The results of this study indicate that law enforcement in line with law Number. 35 of 2009 on narcotics at the border is deemed to have run in accordance with the law that applies to drug criminal suspects at the court table, the public prosecutor and district court judges have tried to ensure that the law is enforced. - Narcotics invitations and suspects right on target. It's just that the main cause of drug trafficking at the border will never disappear when security in border areas is not improved and gets more attention by the central government.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puja dan puji syukur penulis penjatkan atas kehadirat ilahi robbi yang atas segala nikmat–nya kita dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari, kepadanya kita memohon ampunan, kepadanya pula kita memohon perlindungan, Shalawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat pejuang islam dijalan Allah yang senantiasa Istiqomah hingga akhir zaman.
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimah kasih kepada orang tua yang senantiasa memberi dukungan dan tak pernah henti-hentinya berdoa untuk kelancaran studi, Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. H. Rahman Rahim, M.Hum selaku Pembimbing I dan kepada Bapak Dr. Muhajir, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah membantu penulisan Skripsi ini. Serta ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse,M.Ag. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar
2. ErwinAkib,S.Pd.,M.Pd.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
3. Dr, Muhajir,.M,Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan universitas muhammadiyah Makassar
4. Dr. Sugiati,. M. Pd Selaku Penguji pada Ujian Skripsi 5. Suardi, S. Pd., M.pd Selaku penguji pada Ujian Skripsi
6. Auliah Andika Rukman, S.H.,M.H. Selaku penguji pada Ujian Skripsi. Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ‟‟Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkoba di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Nunukan)‟‟ sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana di Universitas Muhammadiyah Makasaar. Dalam proses pembuatan skripsi ini disadari betul bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini tentunya masih belum seperti yang diharapkan oleh kebanyakan penulis lainnya dan dengan ini penulis mengucapkan permohonan maaf dan semoga dalam penulisan selanjutnya penulis dapat lebih baik lagi didalam pembuatan karya ilmiah.
Billahifisabililhaq fastabiqul khairat.
Wassalamualai‟kum wrahmatullahiwabarokatuh Makassar, , November 2020 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i ix
HALAMAN PENGESAHAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
SURAT PERNYATAAN iv
SURAT PERJANJIAN v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN vi
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR i x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 7
B. Kerangka Pikir ... 31
BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan ... 34
B. Waktu&Tempat Penelitian ... 34 xi
C. Jenis Data dan Sumber Data ... 35
D. Informan Penelitian ... 35
E. Instrumen Penelitian ... 35
F. Teknik Pengumpulan Data ... 36
G. Teknik Aanalisis Data ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN A. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 45
B. INFORMAN PENELITIAN ... 50 C. HASIL PENELITIAN ... 52 D. PEMBAHASAN ... 63 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ... 64 B. SARAN ... 65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
‘’ pintar-pintar menyamankan kesukaan, selaraskan antara keinginan dan kemampuan (jangan lupa berdoa)’’
Kupersembahkan karya ini untuk: Kedua orang tua, keluargaku serta orang-orang yang senantiasa berada di jalan yang sama denganku, yang telah meyakinkan dan mendoakan.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 :Pedoman wawancara
lampiran 2 :pedoman observasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara hukum yang menjamin rasa keamanan dan kenyamanan bagi seluruh rakyat Indonesia dan melindungi seluruh rakyat Indonesia dari seluruh bentuk tindak pidana kejahatan. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945 sebagai konstitusi Negara telah menegaskan bahwa tujuan Negara adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dengan demikian Negara dalam hal ini penegak hukum bertugas penuh dalam menjaga dan melindungi rakyat Indonesia dari segala bentuk tindak pidana kejahatan yang mengancam kenyamanan dan keamanan masyarakat Indonesia.
Lintas batas Kabupaten Nunukan merupakan pintu gerbang pemeriksaan lalu lintas rangka mendukung pemberian pelayanan kepada para pelintas batas antar dua Negara yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara tetangga Malaysia (Nurlela: 2017). Kabupaten Nunukan adalah wilayah paling Utara di provinsi Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga yaitu Tawau (Sabah, Malaysia) tepatnya pada posisi 3o 30‟ 00‟‟-4o 24 Lintang Utara dan 115o 22‟30‟‟-118o 44‟55‟‟ Bujur Timur, secara administrasi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara dengan Negara Malaysia Timur-Sabah b. Sebelah timur dengan selat Makassar dan laut Sulawesi
c. Sebelah selatan dengan kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau 1
d. Sebelah barat dengan Negara Malaysia Timur –Serawak (Nurlela: 2017).
Dengan letak geografis tersebut, Kabupaten Nunukan memiliki potensi besar untuk mengembangkan jalinan hubungan internasional dengan dunia luar khususnya Negara Malaysia, Sehingga mampu mencerminkan kemajuan pembangunan di wilayah Republik Indonesia, dan dengan letak geografis yang menunjang tersebut sehingga Kabupaten Nunukan dijadikan sebagai tempat perlintasan yang sangat strategis dengan menggunakan jalur laut, akibatnya Nunukan juga acap kali dijadikan sasaran sebagai tempat perlintasan barang dagangan yang kemudian akan distribusikan ke daerah lainya, Salah satu barang yang sering diseludupkan melintas ialah barang yang diharamkan di Indonesia yaitu narkoba berjenis sabu dan ganja atau yang sering kita kenal dengan istilah narkotika.
Badan narkotika nasional menyebutkan bahwa sebanyak 109 kilogram narkoba berjenis sabu berhasi di sita sepanjang tahun 2019, dari 109 kilogram sabu tersebut sebagian besar berasal dari hasil penangkapan di Kalimantan utara yaitu Kabupaten Nunukan (M.Antaranews.com.2019)
Bahaya narkoba dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi dan yang paling mengkhawatirkan ialah ketika barang haram tersebut sampai ke kalangan remaja dan anak bangsa. Begitu seriusnya semangat pemberantasan tindak pidana narkoba, sehingga Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 2009 tentang, tidak hanya mengatur pemberantasan sanksi pidana bagi penyalahgunaan narkotika saja, tetapi juga bagi
penyalahgunaan precursor narkotika untuk pembuatan narkotika. Perataan sanksi pidana ini diwujudkan dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati yang didasarkan pada golongan, jenis, ukuran jumlah narkotika, dengan harapan adanya pemberatan sanksi pidana ini akan jerah. Sehingga pemberantasan tindak pidana narkotika menjadi efektif serta mencapai hasil maksimal (J. Simonggusong: 2015).
Penanggulangan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan dan pelaku pengedar narkoba merupakan tanggung jawab bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya berada pada pundak penegak hukum ataupun pemerintah saja. Namun seluruh komponen masyarakat diharapkan ikut perperan dalam upaya penanggulangan tersebut. Peredaran narkoba dikabupaten Nunukan bukanlah masalah baru lagi bagi para penegak hukum setiap tahunya selalu mengalami kenaikan, peredaran narkotika sepanjang tahun 2020 mengalami trend peningkatan, hal ini diketahui atas wawancara secara ekslusif wartawa info benuanta (infobenuanta.com) hal ini dibuktikan dengan pemusnahan barang bukti yang diadakan oleh polres dan kejari Nunukan hingga dikeluarkannya undang pidana mati bagi para pelaku tindak pidana narkoba tetap saja undang-undang tersebut di nilai tidak memberikan dampak signifikan terhadap jumlah kasus peredaran narkoba, dimana seharusnya dengan dikeluarkan undang-undang NO. 35 Tahun 2009 dapat mengurangi jumlah kasus peredaran narkoba di Kabupaten Nunukan namun pada kenyataanya kasus-kasus narkotika semakin marak di masyarakat dikutip dalam artikel Antara.News (Iskandar zurkanaen) mengungkapkan bahwa kaltara telah dinyatakan darurat narkoba dimana
penyumbang kasus terbesar adalah Kabupaten Nunukan dalam kurun waktu 2018-2019 tercatat lebih dari 388 kasus.
Kabupaten Nunukan merupakan Daerah rawan akan kasus penyebaran narkoba hal ini dikarenakan letak geografis yang mendukung sebagai tempat perlintasan antara dua Negara yaitu Indonesia dan Malaysia, selain jalur utama perlintasan yaitu pelabuhan Tonon Taka, Kabupaten Nunukan juga mempunyai jalur-jalur ilegal yang sering kita kenal dengan istilah jalur tikus. Undang-undang NO. 35 Tahun 2009 diharapkan mampu untuk menjadi alat untuk menakuti para bandar yang kiranya berniat untuk melakukan kejahatan tindak pidana narkoba namun pada kenyataannya undang-undang tersebut dianggap kurang maksial dalam penegakanya, hal ini dibuktikan dengan semakin maraknya penggelapan terhadap narkoba. Berbagai modus yang dilakukan oleh para kurir untuk meloloskan barang haram tersebut. Dari berbagai putusan yang dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan Negeri Kabupaten Nunukan diharapkan mampu memutuskan sesuai dengan tuntutan yang ditegaskan oleh tim Jaksa Penuntut Umum sebagai bentuk pertanggung jawaban dari kesalahan yang diperbuat oleh para tersangka namun pada kenyataanya hingga tahun 2020 Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Nunukan belum pernah menjatuhkan hukuman mati terhadap para pelaku yang terbukti bersalah. Dan dengan adanya masalah ini sehingga penulis berniat untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul „‟Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Peredaran Narkoba di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Nunukan)‟‟ guna mengetahui dan memahami bagaimana keefektifisan
Undang-undang NO. 35 Tahun 2009 dalam upaya pemberantasan Narkotika dan apa yang menjadi faktor penyebab peredaran Narkoba di Lintas Batas Perbatasan (Indonesia-Malaysia) kabupaten Nunukan Kalimantan Utara semakin marak seakan tak ada hujungnya dan apakah penerapan sanksi terhadap tindak pidana peredaran Narkoba benar-benar mendapatkan sanksi sesuai dengan apa yang ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi masalah pokok dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah Penegakan Hukum (UU NO. 35 Tahun 2009) terhadap pelaku tindak pidana peradaran Narkoba di lintas batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Nunukan)?
2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat Penegak Hukum dalam memberantas peredaran Narkoba di lintas batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Nunukan)?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana penegakan sanksi terhadap pelaku tindak pidana peredaran narkoba di lintas batas perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan kalimantan Utara.
2. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor apa saja yang menghambat penegak hukum dalam memberantas peredaran narkoba di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis
Penelitian ini di harapkan berguna bagi semua pihak, antara lain :
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi penegak hukum kabupaten Nunukan untuk meningkatkan upaya pemberantasan peredaran narkoba di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara.
2) Memperluas pengetahuan terkait dengan upaya penanggulangan peredaran narkoba di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia kabupaten Nunukan serta bagaimana upaya penegak hukum dalam memberantas narkoba di daerah perbatasan.
3) Agar hasil penelitian ini menjadi perhatian dan dapat digunakan bagi semua pihak yang bekerja dibidang hukum.
2.Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi siapapun terutama Pihak penegak hukum dalam memberantas maraknya peredaran narkoba di daerah kabupaten Nunukan dan juga sebagai bahan kajian untuk mengembangkan wawasan mengenai hukum, khususnya mengenai penerapan sanksi bagi tindak pidana narkoba.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
B. Landasan Teori
1. Narkoba dan Tindak Pidana Narkoba a. Pengertian Narkoba dan Jenisnya
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya yang telah populer beredar dimasyarakat perkotaan maupun di pedesaan, termasuk bagi aparat hukum. Istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan RI adalah narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko yaitu kecanduan (adiksi). Narkoba adalah zat kimia yang dibutuhkan untuk merawat kesehatan, ketika zat tersebut masuk kedalam organ tubuh maka terjadi satu atau lebih perubahan fungsi didalam tubuh. Lalu dilanjutkan lagi ketergantungan secara fisik dan psikis pada tubuh, sehingga bila zat tersebut dihentikan pengkonsumsiannya maka akan terjadi gangguan secara fisik dan psikis (Ghoodse: 2002).
Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi otak. Dalam hal ini, apabila ditinjau dari aspek yuridis maka keberadaan narkotika adalah sah. Undang-undang narkotika hanya
melarang penggunaan narkoba tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Keadaan yang demikian ini dalam tataran empirisnya mengakibatkan narkotika sering disalahgunakan bukan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan, melainkan dijadikan ajang bisnis yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mana kegiatan ini berimbas pada rusaknya fisik maupun psikis mental semua lapisan masyarakat. Dari segi usia, narkoba tidak hanya dinikmati golongan remaja saja, tetapi juga golongan setengah baya maupun golongan usia tua. Penyebaran narkotika tidak lagi terbatas di kota besar, tetapi sudah masuk kota-kota kecil dan merambah ke kecamatan bahkan desa-desa. Adapun jenis-jenis (ruang lingkup) dari narkoba menurut undang-undangya (Nur Ayuni: 2019):
1. Menurut undang-undang NO. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 6, narkotika digolongkan menjadi 3 yaitu:
a. Narkotika golongan I, narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, dan memiliki potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan bagi penggunanya (seperti morfin, heroin, dan kokain).
b. Narkotika golongan II, narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (seperti petidin, metadon).
c. Narkotika golongan III, narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (seperti kodein, doveri).
2. Undang-undang psikotropika Nomor. 5 Tahun 2009 pasal 2 ayat 2 membedakan psikotropika menjadi empat golongan yaitu) :
a. Psikotropika golongan I, psikotropika golongan I adalah Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan Contoh esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
b. Psikotropika golongan II psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
c. Psikotropika golongan III Psikotropika Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sendroma ketergantungan. Contoh: lumibal, buprenorsina, pentobarbital, flunitrezepam. Psikotropika Golongan IV “Psikotropika Golongan IV adalah Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan
atau untuk tujuan ilmu pengetahuan atau penelitian, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan Contoh: nitrazepam, diazepam.
b. Pengertian Tindak Pidana Narkoba
Tindak Pidana Narkotika adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang dan tercela dalam kaitan dengan kegiatan pemakaian dan peredaran atau perdagangan penggunaan obat atau zat kimia yang berfungsi menurunkan tingkat kesadaran ingatan atau fisik bahkan menimbulkan masalah dan gangguan kesehatan kejiwaan seseorang, dalam situasi dan kondisi tertentu yang telah terjadi, karenanya dapat dikenakan sanksi fisik maupun moral bahkan perampasan kekayaan bagi pelakunya.
Penggunaan narkoba yang sering dikaitkan dengan tindak kejahatan, baik narkoba dianggap memiliki pengaruh negatif dengan menyebabkan penggunaannya melakukan kejahatan. Kejahatan sebagai gejala sosial tidak semata-mata tindakan yang melawan hukum, tindakan yang merupakan kelainan biologis maupun kelainan psikologis, tetapi tindakan-tindakan tersebut merugikan dan melanggar norma yang berlaku dimasyarakat, ketika kita mengacu pada rumusan kejahatan sebagaimana yang dijelaskan oleh mustafa, titik tekan menentukan apakah suatu perilaku dianggap kejahatan atau tidak bukanlah menjadi aturan formal sebagai acuan (Mustafa: 2007).
Sebagai kejahatan narkoba yang sejak lama menjadi musuh bangsa, kini narkoba sudah sangat mengkhawatirkan bangsa kita dan seluruh bangsa di
dunia ini, produksi dan peredaran narkoba begitu masif beredar di tengah-tengah masyarakat kita. Peran dari para mafia narkoba seakan seperti tidak terbendung lagi, pengedar dan pemakai narkoba itu sudah tidak bisa dihitung melalui jari lagi, dari kalangan remaja dan berbagai golongan umur bukan menjadi batasan dalam keikutsertaan dalam mengedarkan begitu juga para pemakai. Para mafia narkoba telah meracuni berbagai kalangan tidak terkecuali penegak hukum sekalipun. kesadaran masyarakat dalam memberantas narkoba sekarang ini seperti isapan jempol sahaja, walaupun seluruh bangsa Indonesia memerangi kejahatan ini namun pada kenyataanya tetap saja peredaran narkoba masih meraja lela diberbagai kalangan di Indonesia.
Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 :
(6) menyatakan bahwa peredaran gelap narkotika dan precursor narkotika adaah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hokum yang di tetapkan sebagai tindak pidana narkotika dan precursor narkotika.
(18) Permufakatan jahat adalah perbuatan jahat dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyusuh, menganjurkan, menfasilitasi, member konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan narkotika atau mengorganisasikan suatu tindak pidana narkotika
(20) kejahatan terorganisasi adaah kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas (tiga) orang atau lebih yang telah
ada untuk suatu waktu tertentudan bertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana narkotika.
Kejahatan narkoba adalah suatu kejahatan yang sangat berdampak besar dan multi dimensional terhadap sosial, budaya, ekonomi dan politik serta begitu dahsyatnya dampak negatif yang diakibatkan oleh kejahatan ini. Untuk itu perlu adanya penanganan yang sangat serius untuk bentuk kejahatan ini, serta kesadaran hukum yang harus dipertegas terhadap para pengedar dan pemakai juga harus lebih digenjot lagi. Pasal 7 undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika yaitu „‟narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengtahuan dan teknologi„‟ tetapi banyak masyarakat disalahgunakan pemakaiannya.
Di daerah kabupaten Nunukan itu sendiri masalah kejahatan peredaran narkoba bukan masalah baru lagi bagi para pihak penegak hukum, pasalnya pembekukan para kurir sabu serta barang bukti sabu (narkoba) sangat sering dijumpai dimana titik terbesar yang ditemukan ialah di Lintas Batas atau di Pelabuhan tempat perlintasan masyarakat yang baru tiba dari Negeri jiran malaysia kendati demikian penegak hukum terhadap tindak pidana narkoba di kabupaten Nunukan telah banyak dilakukan pengamanan oleh aparat penegak hukum dan para tersangka yang terbukti bersalah dalam mengedarkan narkoba telah banyak mendapatkan putusan hakim. Penegak hukum seharusnya diharapkan menjadi faktor penangkal terhadap meningkatnya perdagangan gelap serta peredaran narkoba, tetapi dalam kenyataanya apapun yang dilakukakan oleh aparat kepolisisan dan putusan apapun yang diputuskan oleh
hakim terhadap tindak pidana narkoba tetap saja peredaran narkoba di perbatasan kabupaten Nunukan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, bahkan hingga dikeluarkan hukuman mati terhadap para pengedar narkoba yang membawa narkoba diatas 1 kg tetap saja belum menimbulkan efek jerah dan terputusya jaringan peredaran narkoba terebut.
2. Lintas Batas Kabupaten Nunukan
a. Pengertian Lintas Batas Daerah Nunukan
Definisi kawasan perbatasan berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 angka 6 undang-undang No. 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara (UU wilayah negara) yaitu bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan Negara lain, dalam hal batas wilayah Negara di darat, kawasan perbatasan berada di Kecamatan. sebagai Negara Kepulauan, Indonesia memiliki kawasan perbatasan dengan beberapa negara baik darat, laut maupun udara sebagaimana ketentuan pasal 6 ayat (1) UU wilayah negara, bahwa di wilayah darat Indonesia berbatasan dengan negara Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor Leste. Sedangkan perbatasan Indonesia di wilayah udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut dan batas dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional (MG. Dirgantara: 2017).
Perbatasan di negara-negara asia merupakan warisan pemerintah colonial melalui perjanjian internasional yang tidak melibatkan subjek yang dijajah. Penentuan batas negara antara RI-Malaysia merujuk pada perjanjian-perjanjian antara Inggris dan Belanda, yakni traktat London mengenai
batas-batas wilayah koloni yang ditandatangani pada tanggal 17 maret 1824. Perjanjian ini meneyebutkan bahwa wilayah kepulauan Melayu, Singapura, dikuasai oleh Inggris dan kawasan disebelah selatannya dikuasai oleh Belanda. Batas antar kedua daerah koloni didasarkan pada pemisahan aliran sungai atau gunung, daerah gunung, batas alam dalam bentuk punggung pegunungan sebagai tanda pemisah (MG. Dirgantara: 2017).
Konvensi Inggris-Belanda 1891 kemudian mengatur prosedur penentuan batas-batas koloni. Kesepakatan antar kedua negara colonial tersebut ditandatangani pada 17 Februari 1913 di Tawau oleh J.H.G Schepers dan E.A. Vreede yang mewakili Belanda dan H.W.I Bunbury dan G.ST.V. Keddel yang mewakili Inggris. Selanjutnya kesepakatan tersebut disahkan kedua pemerintah di London pada 28 September 1915. Berdasarkan perjanjian ini, batas RI-Malaysia di camar wulan melengkung seperti tapal kuda, namun berganti menjadi garis lurus setelah adanya MOU di kota Kinabalu, Malaysia Pada tahun 1974 dan di Semarang, jawa tengah pada tahun 1978 yang diratifikasi pada 6 Agustus 1930. konvensi tersebut menyebutkan bahwa batas antara kedua wilayah diantara gunung api dan gunung raya sebagaimana disebutkan pada konvensi 1891 (MG. Dirgantara: 2017)
Kabupaten Nunukan merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga yaitu Tawau (Sabah, Malaysia), kabupaten Nunukan juga merupakan gerbang masuk bagi orang-orang yang ingin berkunjung ke Indonesia dengan menggunakan alat transportasi air yaitu kapal speedboat yang berkapasitas penumpang 1-150 orang, lalu berlabuh di
pelabuhan internsional Tunon Taka Nunukan, sebelum memasuki wilayah Indonesia WNA/WNI harus melengkapi dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan untuk melintas yang berupa Pasport ataupun pas lintas batas begitu juga sebaliknya ketika warga Indonesia ingin melintas juga wajib melengkapi dokumen tersebut, tidak hanya melengkapi dokumen passport dan pas lintas batas setibanya di pelabuhan tujuan WNA/WNI juga melewati proses pemeriksaan oleh tim bea cukai masing-masing Negara, bea cukai tersebut bertugas memeriksa barang yang dibawa oleh penumpang yang baru tiba dari negara tetangga guna sebagai bentuk antisipasi adanya barang bawaan yang kiranya tidak memenuhi standar atau barang bawaaan yang kiranya di larang keras untuk didistribusikan .
Tawau (sabah, Malaysia) merupakan daerah yang sangat mudah dijangkau oleh masyarakat perbatasan Nunukan, Tawau juga biasa dijadikan sebagai pasar bagi penduduk perbatasan karena produk yang ditawarkan yang beranekaragam dengan kualitas yang sangat baik, yang jika diperbandingkan dengan produk Indonesia terkadang dipandang sebelah mata. Sehingga dalam aktivitas perdagangan antardua negara tersebut sangat padat setiap harinya bea cukai Nunukan sibuk dalam mengurus proses pemeriksaan bahan dagangan penduduk warga negara Indonesia dimana barang dagangan tersebut diambil dari negeri Jiran untuk didistribusikan di daerah Sulawesi dan sekitarnya, namun akhir-akhir ini seringkali dijumpai barang dagangan yang diharamkan untuk diperjual belikan maupun dikomsumsi oleh masyarakat, barang tersebut adalah narkoba barang haram tersebut dibawa langsung oleh kurir dengan
menggunakan taktik yang serupa dengan kemasan para pedagang yang sering melintas, taktik tersebut digunakan untuk mengelabui para petugas bea cukai dan kepolisian.
Fungsi utama direktorat jenderal bea dan cukai (DJBC) adalah menjaga perbatasan dari penyelundupan dan perdagangan ilegal. Dengan meningkatnya kasus penyelundupan yang terjadi maka diperlukan peningkatan pengawasan dan bea cukai. Untuk itu, ada 4 tema yang diusung oleh DJBC agar berjalan sesuai target. Yakni, penguatan integritas, budaya organisasi dan kelembagaan, optimalisasi penerimaan, penguatan fasilitasi, serta efisiensi pelayanan dan efektivitas pengawasan. Keempat tema tersebut diwujudkan dalam 19 inisiatif strategis.
Salah satu inisiatif terkait dengan tugas pencegahan barang ilegal adalah pengembangan sistem pengawasan dan Bea Cukai, sistem ini terdiri dari pengembangan sistem aplikasi pengawasan dan administrasi patroli laut, otomatisasi manajemen pengawasan, pembentukan Customs Narcotic Targeting System (CNTS), integrasi sistem aplikasi pengawasan, dan pembentukan special enforcement team ( Nur Ayuni: 2019).
Modus penyelundupan melalui laut tetap menjadi yang paling sering digunakan para sindikat narkoba, luasnya wilayah laut Indonesia dengan banyaknya kepulauan menjadi titik kelemahan yang dimanfaatkan, tak heran bila para sindikat narkoba tetap bisa menemukan celah masuk ke Indonesia melalui pelabuhan-pelabuhan tikus yang minim pengawasan, sedangkan dalam melakukan penyelundupan melalui jalur udara, biasanya para gembong
narkoba melakukan beberapa modus berikut. False concealment (menyembunyikan narkoba di dalam barang), body wrapping (melekatkan narkoba di badan), atau inserted (narkoba dimasukkan ke dalam bagian tubuh) (Simela V. Muhammad: 2015).
Akibat seringnya terjadi penyeludupan narkoba sehingga mengancam keamanan dan ketertiban Rakyat Indonesia terutama remaja Indonesia yang akan menjadi penerus generasi bangsa. Dalam rentang tahun 2019 penyeludupan narkoba semakin meningkat dan terus meningkat itu ditandai dengan ditangkapnya para kurir sabu tersebut (m.liputan6.com)
3. Unsur-Unsur Tindak Pidana Narkoba dan Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika Di Indonesia.
a. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur-unsur Tindak Pidana
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.
Istilah tindak pidana berasal dari hukum pidana Belanda yaitu strafbaar felt yang terdapat dalam van Wetbook Strafrecht (WvS) Belanda, demikian juga dalam Weetbook van Strafrecht Hindia Belanda (KUHP) namun tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan
strafbaar feit. Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit dikenalkan oleh pihak pemerintah departemen kehakiman. Istilah ini banyak dipergunakan dalam undang pidana khusus, misalnya undang-undang pidana pada korupsi, tindak pidana narkotika dan sebagainya. Istilah tindak pidana menunjukan pengertian gerak-gerik tingkah laku jasmani seseorang. hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya, dia telah melakukan tindak pidana. Dengan demikian tindak pidana adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang dan diancam dengan pidana. Hak aktif dalam arti melakukan sesuatu yang dilarang oleh hukum, dan juga perbuatan yang bersifat pasif yaitu tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum.
Moeljatno (2008) lebih memilih menggunakan istilah perbuatan pidana, dengan mengemukakan penjelasan sebagai perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum dimana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut, atau perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam. Bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang). Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, karena antara kejadian dengan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan yang erat pula yang tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yag menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam
pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Dengan menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan perbuatan yaitu suatu hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan perbutaan yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan konkret, pertama, adanya kejadian yang tertentu, dan kedua adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.
Berkaitan dengan definisi dari istilah Strafbaar Feit itu sendiri, terdapat dua pandangan yang berkembang dalam kalangan ahli hukum pidana, yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis. Pandangan monistis adalah pandangan yang menyatukan atau tidak memisakan antara perbutan pidana beserta akibatnya disatu pihak, dan pertanggung jawaban pidana dilain pihak. Dengan kata lain bahwa, pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan, dimana pandangan ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa didalam pengertian tindak pidana sudah tercangkup didalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act), dan pertanggungjawaban pidana kesalahan (criminal responbility). Sedangkan pandangan dualistis melihat keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana, dimana pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana yakni dalam tindak pidana hanya dicakup criminal act dan criminal responbility tidak menjadi unsur tindak pidana (Moeljatno: 2008)
Pemisahan antara actus reus (perbuatan pidana) sebagai syarat pemindahan objektif dan mens rea (pertanggung jawaban pidana) sebagai syarat pemidanaan subyektif penting diketahui oleh penuntut umum dalam penyususnan surat dakwaan, karena surat dakwaan cukup berisi bagian inti (bestandel) delik dan perbuatan nyata terdakwa adalah actus reus,tindak perlu dimuat dalam surat dakwaan bahwa terdakwa dapat dipertanggungjawabkan (Nurlela: 2017).
Dengan demikian, pandangan yang memindahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana sesungguhnya untuk mempermudah penuntutan terhadap seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana dalam hal pembuktian, diantara dalam persidangan pembuktian dimulai dengan adanya perbuatan pidana, baru kemudian apakah perbuatan pidana yang telah dilakukan dapat tidaknya dimintakan pertanggungjawaban terhadap terdakwa yang sedang diadili.
1. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Unsur –unsur tindak pidana dapat dilihat pada dua sudut pandang yaitu: a. Pandangan Monoisme (Klasik)
pandangan monoisme adalah pandangan yang prinsipnya tidak memisahkan antara unsur perbuatan dan akibatnya disatu pihak dan unsur pertanggung jawaban dilain pihak. Seperti yang dikemukakan oleh jonkers, (Chazawi Adami: 2002) yang merumuskan unsur-unsur tindak pidana yaitu :
2) Perbuatan itu melawan hukum 3) Di lakukan dengan kesalahan 4) Dapat di pertanggung jawabkan.
Lebih lanjut lagi Schravendijk, (Chazawi Adami: 2002) memberikan rumusan unsur-unsur tindak pidana berikut :
1) Kelakuan
2) Bertentangan dengan keinsyafan hukum 3) Diancam dengan hukuman
4) Dilakukan oleh orang yang dapat dipersalahkankan tindak penghukuman.
Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan dalam buku III memuat pelanggaran. Ternyata ada unsur yang selalu disebutkan dalam setiap rumusan yaitu mengenai tingkah laku/perbuatan walaupun ada pengecualian seperti pasal 351 KUHP (penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan hukum kadang-kadang dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggungjawab. Disamping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur baik sekitar mengenai objek kejahatan maupun perbuatan secara khusus untuk rumusan tertentu.
Menurut Lamintang (1996) jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas unsur-unsur tertentu, sebagai berikut:
a) Menurut KUHP dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III. Pembagian
tindak pidana menjadi „‟kejahatan‟‟ dan „‟ pelanggaran‟‟ itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP Kita menjadi buku ke II dan buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana didalam perundang-undangan secara keseluruhan.
b) Menurut cara merumuskanya, dibedakan dalam tindak pidana formil ( formeel) dan tindak pidana materil ( materiil ). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu, misalnya pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak pidana material inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, oleh karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertnaggungjawabkan dan dipidana.
c) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus) dan tindak pidana tidak sengaja (colpose). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur dalam KUHP antara lain sebagai berikut : pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangya nyawa orang lain, pasal 354 KUHP barang siapa dengan sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya pada pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang. Contoh lainya seperti yang diatur dalam pasal 188 dan pasal 360 KUHP.
d) Menurut macam-macam perbuatanya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif disebut juga perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkan diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya pencurian (pasal 362 KUHP) dan penipuan (pasal 378 KUHP). Tindak pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengatur unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, mislanya diatur dalam pasal 338 KUHP ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal.
Dari unsur itu, diantaranya dua unsur, yakni kesalahan dan melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif, misalnya melawan hukum perbuatan mengambil pada pencurian (pasal 362KUHP) terletak dalam mengambil itu dari luar persetujuan atau kehendak pemilik (melawan hukum objektif). Atau pada pasal 251 KUHP pada kalimat „‟tanpa izin pemerintah‟‟ juga pada pasal 253 pada kalimat „‟menggunakan cap asli secara melawan hukum objektif‟‟.
Mengenai kapan unsur melawan hukum itu berupa melawan hukum objektif atau Subjektif tergantung dari bunyi redaksi rumusan tindak pidana yang bersangkutan, unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan menjadi dua unsur, yakni:
Unsur-unsur Subjektif
Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku, yang termasuk kedalamnya yaitu apa yang ada dipikiran dan hatinya. Unsur-usur subjektif dari suatu tindak pidana yaitu : a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan ( dolus dan culpa )
b. Maksud atau voor nemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam pasal 53 ayat 1KUHP.
c. Macam-macam maksud atau ognerk seperti, kejahatan-kejahatan, pencurian, penipuan, pemerasan dan pemalsuan.
d. Merencanakan terlebih dahulu, seperti kejahatan pembunuhan menurut pasal 340 KUHP
e. Perasaan takut, seperti dalam rumusan tindak pidana pasal 308 KUHP.
Di dalamUU Narkotika, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana adalah sebagai berikut:
1. Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan NarkotikaGolongan I dalam bentuk tanaman (Pasal 111).
2. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman (Pasal 112).
3. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan I (Pasal113).
4. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan I (Pasal114). 5. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan I
(Pasal115).
6. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika golongan I untuk digunakan orang lain (Pasal116).
7. Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan II (Pasal117).
8. Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika golongan II (Pasal118).
9. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika golongan II (Pasal119).
10. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika golongan II (Pasal120).
11. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika golongan II untuk digunakan orang lain (Pasal121).
12. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotikagolongan III (Pasal122).
13. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotikagolongan III (Pasal123).
14. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotikadalam golongan III(Pasal124).
15. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotikagolongan III (Pasal125).
16. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotikagolongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotikagolongan III untuk digunakan orang lain (Pasal126).
17. Setiap penyalahgunaan (Pasal127 Ayat(1)).
18. Pecandu Narkotikayang belum cukup umur (Pasal55 Ayat (1)) yang sengaja tidak melapor (Pasal128).
19. Setiap orang tanpa hak melawan hukum (Pasal129).
a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotikauntuk pembuatan Narkotika.
b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotikauntuk pembuatan Narkotika.
c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor Narkotikauntuk pembuatan Narkotika.
d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor Narkotikauntuk pembuatan Narkotika.
b. Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Narkotika menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Saat ini narkotika dapat dengan mudahnya diracik sendiri sehingga sulit untuk mendeteksi penggunanya. Pabrik narkoba secara illegal pun banyak didapati di Indonesia.
Bentuk rumusan sanksi pidana dalam UU Narkotika dapat dikelompokkan sebagai berikut (A. Hasibuan: 2017):
a. dalam bentuk tunggal (penjara atau denda saja)
b. dalam bentuk alternatif (pilihan antara denda atau penjara) c. dalam bentuk komulatif (penjara dan denda)
d. dalam bentuk kombinasi/campuran (penjara atau denda).
Jenis Sanksi dan Bentuk Sanksi Pengedar narkotika berdasarkan undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 (Wenda Hartanto: 2017).
Pasal dan Jenis sanksi
1. Pasal 111 112 ( Pidana Penjara dan Pidana Denda )
(1) Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 ( sepertiga ) 2. Pasal 113 116 ( Pidana Penjara dan Pidana Denda )
(1) Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
3. Pasal 115 ( Pidana Seumur Hidup atau Pidana Penjara dan Pidana Denda ) (1) Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
4. Pasal 117 (Pidana Penjara dan Pidana Denda Pemerintahan/Pemetaan Urusan)
(1) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
(2) Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
5. Pasal 118 119 121 (Pidana Mati, Pidana Seumur hidup atau Pidana Penjara dan Pidana Denda).
(1) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
(2) Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3.
Ruang lingkup hukum pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban, dan pemidanaan. Ketentuan pidana yang terdapat dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dirumuskan dalam Bab XV Ketentuan Pidana Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat empat
kategorisasi tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undang-undang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni (Fernandes edy, S: 2012). a. Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki,
menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 111 dan 112 untuk narkotika golongan I, Pasal 117 untuk narkotika golongan II dan Pasal 122 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (a).
b. Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan precursor narkotika (Pasal 113 untuk narkotika golongan I, Pasal 118 untuk narkotika golongan II, dan Pasal 123 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (b).
c. Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 114 dan Pasal 116 untuk narkotika golongan I, Pasal 119 dan Pasal 121 untuk narkotika golongan II, Pasal 124 dan Pasal 126 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (c).
d. Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 115 untuk narkotika golongan I, Pasal 120 untuk narkotika golongan II dan Pasal 125 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (d).
Didalam UU Narkotika telah diatur sedemikian rupa mengenai bentuk penyalahgunaan Narkotika, misalnya dalam Pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika menyatakan bahwa:
„‟Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan NarkotikaGolongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
4. Kajian Pustaka (Penelitian Terdahulu)
Pada beberapa karya ilmiah maupun skripsi yang terkait dengan judul penelitian ini yang kemudian menjadi referensi untuk penulis antara lain:
a. Indah Lestari, UNISULA Semarang judul jurnal „‟Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pengguna Narkoba Di Polda Jateng‟‟ jurnal ini menjelaskan terkait dengan bagaimana analisis sanksi hukum terhadap tindak pidana narkoba . b. Abd. Azis Hasibuan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
judul jurnal „‟Narkoba dan penanggulangannya‟‟ jurnal ini menjelaskan tentang bentuk-bentuk narkoba, serta dampak negatif dari penggunaan narkoba serta menganalisis bentuk-bentuk penyalahgunaan narkoba dan langkah-langkah penanggulangannya.
c. Nur Ayuni, Univeritas Negeri Makassar, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, judul jurnal „„Peranan Bea dan Cukai Dalam Memberantas
Penyeludupan Narkotika Di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan‟‟, jurnal ini menjelaskan tentang bagaimana kinerja atau strategi dari tim bea dan cukai kabupaten nunukan dalam upaya memberantas penyeludupan narkoba di pelabuhan tempat perlintasan antar dua negara.
B. Kerangnka Pikir
Bangan 2.1 Kerangka Pikir Penegakan hukum terhadap tindak pidana Peredaran
Narkoba di Lintas Batas
(undang-undang Nomor. 35 Tahun 2009)
penerapan hukum (UU NO. 35 Tahun 2009) terhadap pelaku tindak pidana peradaran narkoba di lintas batas perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Faktor-faktor apa saja yang menghambat penegak hukum dalam memberantas peredaran narkoba di lintas batas perbatasan Malaysia-Indonesia Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.
Terciptanya keamanan di lintas batas perbatasan Nunukan dari kejahatan Narkoba.
Definisi Operasional
Variable Definisi Oprasional
Peredaran narkoba di lintas batas Kabupaten Nunukan (undang-undang Nomor. 35 Tahun 2009)
Undang-undang Nomor. 35 Tahun 2009 tentang narkotika Yang berbunyi orang yang tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.800 juta dan paling banyak 8 miliar.
Lintas batas daerah kabupaten Nunukan
Adalah daerah perbatasan yang menjadi tempat masuk dan keluarnya warga dari dua negara yang berbeda, dimana terbentuknya melalui kesepakatan antara dua negara yang bertetangga dan berbatasan.
Langkah pihak berwajib dalam mengatasi Peredaran narkoba di lintas batas daerah Kabupaten Nunukan
Bagaimana langkah pihak terkait dalam mengatasi maraknya peredaran narkoba di Lintas Batas Daerah Kabupaten Nunukan, dan memahami terkait faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi pihak berwajib dalam
memberantas maraknya peredaran narkoba di Lintas Batas Perbatasan Malaysia-Indonesia kabupaten Nunukan.
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif deskriptif sebagaimana yang diungkapkan oleh Sugiyono (2012:3) metode kualitatif untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Proses ini dilakukan guna mendapatkan hasil penelitian secara objektif. Tipe penelitian ini juga termasuk tipe penelitian hukum normatif dan empiris atau hukum Sosiologi.
Penelitian hukum normatif atau penelitian perpustakaan merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan cara mengkaji dan mempelajari bahan-bahan kepustakaan yang berupa peraturan–peraturan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan dengan mengumpulkan informasi-informasi tentang kenyataan yang terjadi dilapangan guna mendapatkan fakta– fakta yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas. Penelitian jenis normatif menggunakan analisis kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data yang ada dengan kata-kata atau pernyataan bukan dengan angka-angka. karena menggabungkan dua ranah yaitu hukum normatif dan empiris.
B. Lokasi dan waktu penelitian 1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten Nunukan kalimantan utara tepatnya dikejaksaan Negeri Kabupaten Nunukan dimana kabupaten Nunukan merupakan sentral penyebrangan antara dua negara tempat lokasi peredaran narkotika di bekuk dan kantor kejaksaan Kabupaten Nunukan merupakan tempat pelimpahan perkara yang kemudian dicermati jenis sanksi yang sesuai dengan perbuatan (jaksa penuntut umum) yang akan di ajukan di persidangan untuk dikabulkan oleh hakim.
2. Adapun waktu yang dicadangkan peneliti dalam melakukan observasi penelitiannya adalah bulan juni-agustus 2020.
C. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah : 1. Data primier
Data primer Menurut Sugiyono (2016 : 308) adalah data yang di peroleh secara langsung kepada subyek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data atau informasi langsung dengan instrumen-instrumen penelitian yang telah ditetapkan yaitu melalui wawancara langsung kepada pihak kejaksaan negeri Nunukan.
2. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2016 : 309) Data sekunder yaitu data yang tidak langsung di terima artinya sumber datanya berupa hasil telaah dari dokumen terdahulu, literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan adapun data sekunder
yang di peroleh dari penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan No. 32 Tahun 2009 tentang Narkotika dan hasil dokumentasi di kantor kejaksaan negeri kabupaten Nunukan.
D. Informan Penelitian
Menurut Sugiyono (2016) Informan (narasumber) penelitian adalah seseorang yang memiliki informasi mengenai objek penelitian tersebut yang di anggap paham terkait dengan masalah, di mana informan penelitian dalam penelitian ini ialah kepala kasih pidana umum dan tim Jaksa penuntut umum kejari Nunukan yang menangani kasus tindak pidana peredaran narkoba yang ada di kabupaten Nunukan.
D. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2014, hlm. 92) menyatakan bahwa “Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Dengan demikian, penggunaan instrumen penelitian yaitu untuk mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah, fenomena alam maupun sosial.
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk memperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan dalam proses penelitian untuk membantu penulis menganalisa hasil penelitian yang dilakukan pada langkah penelitian selanjutnya adapun instrumen penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Lembar Observasi
Menurut Sugiyono ( 2016: 145 ) observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses dan piskhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Lembar Observasi merupakan pedoman yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian yang terperinci dan bersistematis.
2. Pedoman Wawancara/Daftar Pertanyaan
Pedoman wawancara adalah panduan yang digunakan ketika ingin melakukan percakapan langsung (wawancara) kepada informan penelitian, guna adanya pedoman wawancara agar peneliti dapat melakukan tanya jawab dengan terperinci dan tersistematika.
3. Alat /Dokumentasi
Dokumentasi menurut Sugiyono (2015: 329) adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data kemudian ditelaah. Metode ini digunakan guna mendapatkan data tertulis dari kejaksaan negeri Nunukan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi
Obsevasi adalah alat yang digunakan utuk melihat secara langsung bukti atau kenyataan yang sebenarnya yang terjadi dilapangan. Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan yaitu di kantor kejaksaan negeri nunukan guna melihat realita dan lingkungan fisik tempat penelitian. Dalam penelitian ini peneliti juga turun langsung dalam persidangan kasus narkotika guna memahami bagaimana alur persidangan dan sanksi-sanksi apa saja yang sering di ajukan oleh tim jaksa penuntut umum terhadap pelaku tindak pidana narkotika. Dalam hal ini peneliti memilih hal-hal yang diamati dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.
2. Wawancara
wawancara adalah alat yang digunakan peneliti untuk mendapatkan informasi terhadap informan penelitian. Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara melalui informan kunci yaitu informan penelitian yang di anggap memahami secara penuh apa yang akan di tanyakan oleh penelitian. Pada penelitian ini informan penelitian adalah kepala seksi tindak pidana umum kejaksaan negeri Kabupaten Nunukan dan terhadap Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Nunukan.Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengumpulkan informasi yang berkenaan dengan tindak pidana narkotika di kabupaten Nunukan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu alat yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan informasi dan data-data yang ada di Kejaksaan Negeri Nunukan berkenaan dengan tujuan penelitian. di mana pada penelitian ini peneliti mengumpulkan informasi tertulis berupa catatan yag tertulis terkait dengan hal yang ingin diteliti. data yang diperoleh berupa informasi tertulis dan dokumntasi serta laporan-laporan yang dibutuhkan di Kantor Kejaksaan Negeri Nunukan berupa catatan kasus tentang tindak pidana narkotika dan hal lainya ingin diteliti. F. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai dilapangan. Dalam hal ini analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun kelapangan dan penelitian berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Data yang berhasil dihimpun dalam penelitian ini kemudian diolah dan disusun, serta dianalisis secara Kualitatif deskriptif secara sistematik. Selanjutnya Data dan informasi yang diproleh baik yang diproleh melalui wawancara maupun yang diproleh melalui materi hukum atau peraturan perundang-undangan yang relevan untuk diinterprestasikan.
Dengan demikian analisis data dapat dilakukan sepanjang proses penelitian dengan menggunakan teknik analisis sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. (Sugiyono: 2015). Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya dan mencarinya apabila diperlukan.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi dari hasil penelitian dimana dalam penelitian kualitatif deskriptif penyajian data dapat berupa uraian singkat, bagan dan sejenisnya.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dapat berupa hasil dari apa yang telah diamati dan didapatkan untuk diuraikan dalam bentuk naskah. Penarikan kesimpulan juga mempertimbangkan hasil penelitian yang didapatkan sebelumnya untuk diselaraskan dipenelitian selanjutnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Sebelum peneliti memaparkan hasil penelitian di lapangan, maka peneliti terlebih dahulu memberikan informasi mengenai beberapa hal terkait dengan gambaran umum lokasi penelitian di Kabupaten Nunukan. maka peneliti memaparkan terlebih dahulu mengenai kondisi geografis lokasi penelitian agar lokasi penelitian dapat dikenali oleh berbagai pihak:
1. Kondisi Geografis Kabupaten Nunukan
Kabupaten Nunukan secara resmi dibentuk sejak tanggal 12 Oktober 1999 berdaarkan UU Nomor 47 Tahun 1999 yang ditandai dengan dilantik pejabat Bupati Nunukan Bustaman Arham. Kabupaten Nunukan merupakan Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur. Sebelumnya Kabupaten Nunukan merupakan bagian dari Kesultanan Bulungan sejak tahun 1731 yang berstatus kecamatan.
Secara administratif wilayah Kabupaten Nunukan pada tahun 2017 mengalami pemekaran kecamatan menjadi 19 (Sembilan Belas) dari sebelumnya 16 (enam belas) kecamatan. Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan di mekarkan menjadi 5 (lima) kecamatan yaitu Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Krayan Tengah, Krayan Barat dan Krayan Timur. Kabupaten Nunukan terdiri dari 19 Kecamatan yang terbagi menjadi 8 Kelurahan dan 232 Desa. Dengan visi misi sebagai berikut: