• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) a. Pengertian dan Unsur-unsur APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rencana keuangan tahunan daerah yang memuat tentang rencana penerimaan, rencana pengeluaran serta rencana pembiayaan daerah selama satu tahun anggaran. Menurut Bastian (2006 : 189), APBD merupakan ”pengejawantahan rencana kerja Pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik”. Menurut Saragih (2003 : 122),

”Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu tahun”. Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 20), APBD dapat didefenisikan sebagai:

rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber- sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

Menurut Halim dan Nasir (2006 : 44), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah ”rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah, dan

(2)

ditetapkan dengan Peraturan Daerah”. Pada era Orde Lama, defenisi APBD yang dikemukakan oleh Wajong dalam Halim (2004 : 15) adalah:

rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai berikut : 1) rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,

2) adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,

3) jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, 4) periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

b. Struktur APBD

Struktur APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.

Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal

(3)

(investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah (Permendagri 13/ 2006).

Sedangkan struktur APBD berdasarkan format Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 terdiri atas 3 bagian, yaitu : pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka.

Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/

pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu : sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang (Halim, 2004 : 18).

2 . Pendapatan Daerah

Pengaturan kewenangan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan prinsip- prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Sumber-sumber pendapatan untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi berdasarkan ketentuan perundangan terdiri namun sejauh ini baru PAD dan Dana Perimbangan yang memberikan kontribusi anggaran, sedangkan lainnya masih belum dapat dilaksanakan.

Namun demikian, perkembangan pendapatan suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa aspek dan indikator antara lain pertumbuhan ekonomi, kemampuan dan

(4)

kapasitas daya beli dari masyarakat, tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi masyarakat, bukan faktor rentan terhadap pengaruh moneter dan ekonomi makro.

Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan menggunakan sumber-sumber pembiayaan yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa ”sumber pendapatan daerah terdiri atas: a.

Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; c. Pinjaman Daerah; dan d. Lain- lain Pendapatan Daerah yang Sah.”

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Definisi Pendapatan Asli daerah

Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber- sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan Pemerintah daerah terhadap bantuan Pemerintah pusat.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1, ”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam

(5)

daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar Pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha- usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 6, ”Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari : 1) pajak daerah, 2) retribusi daerah, 3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4) lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.

Menurut Mardiasmo (2002 : 132), ”Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Menurut Halim (2004 : 67) “Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah”.

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Halim (2007 : 96), kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat pendapatan yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

(6)

1) Pajak daerah

Sesuai Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari: a) pajak hotel, b) pajak restoran, c) pajak hiburan, d) pajak reklame, e) pajak penerangan jalan, f) pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan g) pajak parkir,

2) Retribusi daerah

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi, 3) Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat,

4) Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan sebagai berikut: a) hasil penjualan aset daerah yang tidak dapat dipisahkan, b) jasa giro, c) pendapatan bunga, d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, e) penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang dan jasa oleh daerah, f) penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, g) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, h) pendapatan denda pajak, i) pendapatan denda retribusi, j) pendapatan eksekusi atas jaminan, k) pendapatan dari pengembalian, l) fasilitas sosial dan umum, m) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, n) pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/ 2006 dijelaskan berikut ini.

Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah

(7)

dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.

Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.

4. Pajak Daerah

a. Pengertian Pajak Daerah

Menurut Marihot.P.Siahaan (2005:7) Pajak daerah adalah:

Pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan uang-uang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutan oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerinthan dan pembangunan.

Sedangkan menurut UU No. 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No.

18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimaksud pajak daerah adalah :

(8)

Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Sementara itu ada beberapa hal yang dianggap sebagai kriteria yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat dianggap sebagai pajak yaitu ;

1) Bersifat pajak dan bukan retribusi

2) Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kab / Kota yang bersangkutan dam mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kab/ Kota yang bersangkutan 3) Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum

4) Obyek pajak bukan merupakan obyek pajak Propinsi dan atau obyek pajak Pusat

5) Potensinya memadai serta tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif

6) Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan

Jenis pajak daerah terbagi 2 yaitu : a) Pajak Propinsi

Jenis – jenis pajak Propinsi antara lain terdiri dari :

1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di atas Air

(9)

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di atas Air 3. Pajak Bahan Bahkar Kendaraan Bermotor

4. Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan b) Pajak Kabupaten / Kota

b. Jenis – Jenis Pajak Kabupaten / Kota

1) Pajak hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

2) Pajak Restoran adalah Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di Restoran ,yaitu adalah tempat yang disediakan untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, tempat berdiscotiq dan berkaroke usaha jasa katering dan usaha jasa boga.

3) Pajak hiburan, adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.

4) Pajak reklame, adalah pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan dan corak

(10)

ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.

5) Pajak penerangan jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan

6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

7) Pajak parkir, adalah pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri.

c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten/ Kota

1) Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan . Wajib pajaknya adalah Pengusaha Hotel.

(11)

2) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan Restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran

3) Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan . Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

4) Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan atau memesan reklame . Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame

5) Subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atua badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik

6) Subjek pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajakknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian gol C.

7) Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir

(12)

d. Objek Pajak Kabupaten / Kota

1) Objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk:

a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.

b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.

c) Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum, dan

d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel.

2) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran.

3) Objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran.

4) Objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame.

5) Objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan tenaga listrik di ilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

6) Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C.

7) Objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan okok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

(13)

e. Tarif Pajak Kabupaten/ Kota

Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak daerah ditetapkan paling tinggi sebesar :

1) Pajak Hotel 10%;

2) Pajak Restoran 10%;

3) Pajak Hiburan 35%;

4) Pajak Reklame 25%;

5) Pajak Penerangan Jalan 10%;

6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%;

7) Pajak Parkir 20%;

Tarif tersebut merupakan tarf tertinggi atau tarif maksimal yang dapat ditetapkan oleh pemerintah faerah kabupaten atau kota dalam melakukanpemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing- masing.

5. Retribusi Daerah

a. Pengertian Retribusi Daerah

Definisi retribusi daerah menurut Panca Kurniawan (2005:5) yang juga diambil berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu “Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”

(14)

Daerah propinsi, kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi masyarakat (Ahmad Yani:2002:55).

b. Jenis-jenis Retribusi Daerah

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 2 retribusi daerah dibagi atas 3 golongan: a. Retribusi Jasa Umum; b. Retribusi Jasa Usaha; c.Retribusi Perizinan Tertentu.

Jadi retribusi dipungut apabila orang atau badan tersebut menggunakan atau memanfaatkan fasilitas atau jasa yang disediakan, apabila tidak maka orang tersebut tidak dipungut retribusi.

c. Subjek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah

1) Subjek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek Retribusi Jasa Umum ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Umum.

2) Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Usaha.

3) Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu.

(15)

d. Objek Retribusi Daerah

Objek retribusi daerah adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis jasa-jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Jasa tertentu tersebut dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha, dan Perizinan Tertentu.

1) Retribusi Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

a) Retribusi Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan di Puskesmas, Balai Pengobatan dan Rumah Sakit Umum Daerah. Dalam retribusi pelayanan kesehatan ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran.

b) Retribusi pelayanan persampahan / kebersihan

Pelayanan Persampahan/kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum dan taman.

(16)

c) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil.

Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte perkawinan, akte perceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi warna negara asing, dan akte kematian.

d) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat

Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan/pemakaman termasuk penggalian dan pengurungan, pembakaran/pengabuan mayat dan sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah daerah.

e) Retribusi Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum

Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah.

f) Retribusi Pelayanan Pasar

Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

g) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kenderaan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

(17)

h) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran

Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau perizinan oleh Pemerintah Daerah terhadap alat- alat pemadam kenakalan yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat

i) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah seperti peta dasar (garis), peta foto, peta digital, peta tematik dan peta teknis (struktur).

j) Retribusi pengujian Kapal Perikanan

Pelayanan pengujian kapal perikanan adalah pengujian terhadap kapal penangkap ikan yang menjadi kewenangan daerah.

2) Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha adalah atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah yang menganut prinsip komersal karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial.

Pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah daerah menganut prinsip komersial meliputi :

a) Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.

b) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum memadai disediakan oleh pihak swasta.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah :

(18)

1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

Pelayanan pemakaian kekayaan daerah antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kenderaan/alat-alat berat / alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang listrik/telepon maupun penanaman / pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum.

2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan

Pasar grosir dan/atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/ diselenggarakan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

3) Retribusi Tempat Pelelangan

Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah Daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang dikontrka oleh Pemerintah Daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan.

4) Retribusi Terminal

Pelayanan terminal adalah tempat pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kenderaan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan

(19)

usaha dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dengan ketentuan ini pelayanan peron tidak dipungut retribusi.

5) Retribusi Tempat Khusus Parkir

Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

6) Retribusi Tempat Penginapan / Pesanggrahan / villa

Pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

7) Retribusi Penyedotan Kakus

Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

8) Retribusi Rumah Potong Hewan

Pelayanan rumah potong hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

9) Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal

(20)

Pelayanan Pelabuhan Kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik daerah dan Pihak Swasta.

10) Retribusi Tempat Rekreasi Dan Olahraga

Pelayanan tempat rekreasi dan olahraga adalah tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.

11) Retribusi penyeberangan di atas air

Pelayanan penyeberangan di atas air adalah pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kenderaan di atas air yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta.

12) Retribusi Pengolahan Limbah Cair

Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, industri yang dikelola dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan Pihak Swasta.

13) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

(21)

Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah, antara lain bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dan pihak swasta.

Jenis retribusi jasa usaha untuk daerah propinsi dan daerah Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan oleh masing-masing daerah.

3) Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis-jenis retribusi perizinan adalah : a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan, termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantapan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Luas Bangunan (KLB), koefisien ketinggian Bangunan (KKB), dan Pengawasan

(22)

penggunaan Bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.

b) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.

c) Retribusi Izin Gangguan

Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha / kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

d) Retribusi Izin Trayek

Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan usaha untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing- masing daerah.

Selain jenis retribusi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 sebagaimana disebutkan di atas, dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam Undang-

(23)

Undang Jenis retribusi lainnya misalnya adalah penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah.

e. Besarnya Retribusi Yang Terutang dan Tarif Retribusi Daerah

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan demikian daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang akan dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum, seperti untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Jadi, prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa.

Sebagai contoh :

a. Tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat yang mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutup biaya pengumpulan, transportasi dan pembuangan sampah, sedangkan untuk golongan masyarakat kurang mampu ditetapkan tarif lebih rendah.

(24)

b. Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif rawat inap kelas yang lebih rendah.

c. Tarif retribusi parkir di tepi jalan umum yang rawan kemacetan dapat ditetapkan lebih tinggi daripada di tepi jalan umum yang kurang rawan kemacetan dengan sasaran mengendalikan tingkat penggunaan jasa parkir sehingga tidak menghalangi kelancaran lalu lintas.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retriusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaa swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin ini meliputi penertiban dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

Tarif retribusi di atas ditinjau paling lama 5 tahun sekali.

Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

(25)

1) Memperluas basis penerimaan Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

2) Memperkuat proses pemungutan Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tariff retribusi dan peningkatan SDM.

3) Meningkatkan pengawasan Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.

4) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

5) Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.

(26)

Selanjutnya ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung atau beberapa basis pajak Pemerintah Pusat yang lebih tepat dipungut oleh daerah.

6. Keuangan Daerah

Menurut Mamesah dalam Halim (2007 : 23), keuangan daerah dapat diartikan sebagai ”semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku”. Menurut Halim (2004 : 20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari

”keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan, dimana yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah APBD dan barang-barang inventaris milik daerah dan keuangan daerah yang dipisahkan meliputi BUMD”. Menurut Saragih (2003 : 12), ”keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu, keuangan daerah identik dengan APBD”.

(27)

7. Kemandirian Keuangan Daerah

Analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD perlu dilaksanakan dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis efektif, efisien dan akuntabel. Salah satu analisis rasio pada sektor publik khususnya APBD menurut Widodo dalam Halim (2004:150) adalah rasio kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) merupakan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.

Tujuan kemandirian keuangan daerah ini mencerminkan suatu bentuk pemerintahan daerah apakah dapat menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak.

Kemandirian keuangan daerah juga menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern.

Adapun variabel yang digunakan dalam mengukur kemandirian keuangan daerah menurut Widodo dalam Halim (2004:150) digunakan rasio kemandirian yang ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan total pendapatan yang diperoleh daerah tersebut dari Laporan realisasi APBD, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Kemandirian = PAD

Total pendapatan Daerah

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat

(28)

ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama Pemerintah pusat dan Provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen PAD. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

H. Tinjauan Penelititan Terdahulu Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama dan

Tahun

Judul Penelitian

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

Ester Sri Astuti dan Joko Tri Haryanto

(2006)

Kemandirian

Daerah : Sebuah

Perspektif dengan Metode Path Analysis

Kemandirian Keuangan

Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah,

PDRBjasa dan Bagi Hasil Pajak

Variabel Pajak Daerah dan Bagi Hasil Daerah memiliki hubungan signifikan terhadap Kemandirian Daerah.

Sementara variabel Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak terbukti mempengaruhi

Kemandirian Daerah secara signifikan

(29)

Novianinta Mindasari (2008)

Pengaruh Pajak Daerah dan retribusi

Daerah

terhadap APBD pada

Pemerintahaan Kabupaten/

Pemerintahan

Kota di Sumatera Utara

Vaiabel dependen : APBD

Independen : Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Secara Parsial Pajak Daerah mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap APBD sedangkan Retribusi Daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan.

Secara simultan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap APBD

1. Ester Sri Astuti dan Joko Tri Haryanto (2006)

Dalam jurnalnya Kemandirian Daerah : Sebuah Perspektif dengan Metode Path Analysis menyatakan bahwa esensi utama dari pelaksaanaan otonomi daerah

yang sudah berjalan selama 4 tahun adalah mewujudka kemandirian daerah, dan selama ini kemandirian yang kuat diukur dari struktur PAD yang antara lain terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan BUMD. Tetapi dari hasil olah data dengan menggunakan metode path analysis dari 4 variabel yang dipilih untuk mendukung terwujudnya Kapasitas Fiskal Daerah yang kuat sebagai pencerminan kemandirian darah yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, PDRBjasa serta Bagi Hasil Pajak, didapatkan bahwa variabel Pajak Daerah (PD) dan Bagi Hasil Pajak (BHP) memiliki hubungan signifikan terhadap Kapasitas Fiskal Daerah.

Sementara itu variabel Retribusi Daerah dan PDRB jasa tidak terbukti mempengaruhi Kapasitas Fiskal Daerah secara signifikan.

(30)

1. Novianinta Mindasari ( 2008 )

Judul penelitiannya adalah Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap APBD Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama periode 2004-2006. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji sgnifikan simultan (uji-F) dan uji parsial (uji-t). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara simultan variabel Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap APBD pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara. Secara parsial, variabel Pajak Daerah berpengaruh signifikan positif terhadap APBD pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara sedangka variabel Retribusi Daerah berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap APBD.

I. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Penelitian ini merupakan suatu kajian dari berbagai konsep teori dan kajian penelitian yang mendahuluinya. Dengan diberlakukannya Otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberi kewenangan dalam menggali sumber keuangannya dalam membiayai sendiri segala kegiatan daerahnya. Pembiayaan tersebut diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah. PAD merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom.

Jika jumlah PAD cukup besar maka diharapkan akan dapat menurunkan atau bahkan menutupi jumlah Dana yang diperoleh dari pemerintah pusat. Jika hal tersebut tercapai, maka daerah dapat dikatakan mandiri. Pertumbuhan perekonomian daerah akan berdampak positif terhadap peningkatan PAD,

(31)

khususnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Kelompok PAD yang diteliti dalam penelitian ini , yaitu Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pajak Daerah dan Retribusi daerah merupakan sumber utama PAD yang merupakan bagian dari Kemandirian Keuangan Daerah.

Dari uraian diatas dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Retribusi Daerah Pemko/Pemkab di

Sumatera Utara (X2) Pajak Daerah Pemko/Pemkab di

Sumatera Utara (X1)

Kemandirian Keuangan Daerah Pemko/Pemkab di

Sumatera Utara (Y)

Referensi

Dokumen terkait

xi Tabel 5.19 Nilai VDF Proyek Peningkatan Jalan Sampaan - Singosaren 85 Tabel 5.20 Rekapitulasi Hasil Analisis Lalu Lintas 96 Tabel 5.21 Rekapitulasi Hasil Analisis Benkelman

Pelanggaran apa pun terhadap hukum yang berlaku, Pedoman Perilaku ini, atau kebijakan perusahaan dapat dikenai tindakan disipliner, mulai dari teguran hingga pemutusan hubungan

Hasil penelitian yang dicapai adalah Tri hita Karana diimplementasikan secara nyata pada Desa Pakraman dengan wujud Kahyangan Tiga sebagai media hubungan manusia

Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Selaku Kelompok Kerja Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun

Hasil pengujian data dan hipotesa dengan menggunakan model regresi logistik dengan tingkat signifikan sebesar 5% menunjukan bahwa Return on Asset (ROA) dan Interst Risk Ratio

Tidak memiliki alat gerak. Hidup sebagai parasit pada makhluk hidup lain. Contoh makhluk hidup yang termasuk dalam sporozoa adalah plasmodium malariaedan plasmocilum

Namun karena adanya keterbatasan data yang didapatkan dari perusahaan dan ruang lingkup bahasan penelitian yang diambil penulis adalah manajemen keuangan yang bersifat

Hipertensi merupakan suatu kelainan, suatu gejala dari gangguan pada mekanisme regulasi TD yang diuraikan di atas.Penyebabnya diketahui hanya lebih kurang dari 10% dari