• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. Tinjauan Pustaka. dan teman (Hsu, Lin, & Kuo, 2017). Kemampuan seseorang untuk melakukan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. Tinjauan Pustaka. dan teman (Hsu, Lin, & Kuo, 2017). Kemampuan seseorang untuk melakukan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II Tinjauan Pustaka 1.1 Personal Hygiene

2.1.1 Pengertian Personal Hygiene

Personal hygiene merupakan suatu tindakan memelihara kebersihan diri secara fisik maupun psikis. Personal hygiene menjadi bagian penting dari proses kebersihan dan merupakan dasar untuk membangun hubungan yang sehat dengan anggota keluarga dan teman (Hsu, Lin, & Kuo, 2017). Kemampuan seseorang untuk melakukan personal hygiene merupakan kekuatan atau kemampuan individu yang berhubungan dengan perkiraan dan esensial operasi produksi untuk personal hygiene (Uliyah & Hidayat, 2008)

Personal hygiene merupakan kebersihan dan kesehatan individu yang bertujuan untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit pada diri sendiri dan orang lain baik secara fisik maupun psikologis. Personal hygiene mencakup perawatan kebersihan mata, telinga, hidung, mulut, kuku, kaki dan tangan, kulit dan area genital (Verarica Silalahi, 2017).

Teori Orem menjelaskan perawatan diri adalah sebagai kontribusi berkelanjutan pada orang dewasa dan eksistensinya, kesehatannya, dan kesejahteraannya. Upaya personal hygiene (perawatan diri) yang dilakukan secara efektif dapat memberikan kontribusi bagi integritas struktural fungsi dan perkembangan manusia. (Asmadi, 2008) 2.1.2 Manfaat Personal Hygiene

Manfaat dari personal hygiene bagi tiap individu menurut (Silalahi, 2017) adalah sebagai berikut :

1. Dapat mempertahankan perawatan diri (personal hygiene) baik secara mandiri maupun dengan bantuan.

(2)

2. Melatih hidup bersih dan sehat dengan memperbaiki persepsi terhadap kebersihan dan kesehatan.

3. Mempertahankan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan. 4. Membuat rasa nyaman dan relaksasi untuk menghilangkan kelelahan. 5. Mencegah dari gangguan sirkulasi darah dan dapat mempertahankan

intergritas pada jaringan.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut (Kristanti & Sebtalesy, 2019) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peresonal hygiene meliputi:

1. Body Image

Body image merupakan gambaran seorang individu yang dapat mempengaruhi kebersihan diri misalnya adanya perubahan fisik yang membuat individu tidak memperhatikan kebersihannya.

2. Praktik Sosial

Praktik atau pembelajaran dalam personal hygiene dapat mempengaruhi terjadinya perubahan dalam melakukan kegiatan personal hygiene.

3. Status sosial ekonomi

Perawatan diri memerlukan alat dan bahan seperti sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi, sampo dan semua keperluan alat mandi yang membutuhkan uang untuk membelinya.

4. Pengetahuan

Pengetahuan yang baik terkait dengan personal hygiene dapat meningkatkan kesehatan bagi individu. Misalnya pasien dengan gangguan jiwa menerima informasi terkait dengan menjaga personal hygiene yang baik dan benar yang dibina oleh perawat.

(3)

5. Budaya

Sebagian masyarakat menganggap bahwa jika seseorang yang sakit mandi maka akan semakin memperparah sakitnya dan semakin membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh.

6. Kebiasaan

Setiap individu memiliki kebiasaan dalam melakukan perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo, pasta gigi dan lainnya.

7. Kondisi Fisik

Pada sakit tertentu seseorang mengalami penurunan dalam melakukan personal hygiene seperti pada pasien dengan gangguan jiwa mengalami penurunan dalam melakukan personal hygiene.

2.1.4 Dampak Masalah Personal Hygiene

Dampak pada masalah personal hygiene menurut (Ambarwati dan Sunarsih 2010 dalam Kristanti & Sebtalesy, 2019)yaitu :

1. Dampak fisik

Seseorang yang tidak memelihara kebersihan memiliki banyak gangguan pada fisiknya. Seperti gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.

2. Dampak psikososial

Masalah psikososial yang berhubungan dengan personal hygiene meliputi kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan ganggguan interaksi sosial.

(4)

2.2 Gangguan Jiwa

2.2.1 Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah suatu respon maladaptif individu berupa perubahan fungsi psikologis atau perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam melaksanakan peran sosialnya. Stuart menjelaskan gangguan jiwa merupakan perilaku atau psikologis seseorang yang menyebabkan distress, disfungsi, dan menurunnya kualitas kehidupan.(Yati dan Sarni, 2018).

Orang dengan ganggguan jiwa (ODGJ) merupakan orang yang mengalami gangguan pada perilaku, pikiran, dan perasaan yang termanifestasi dari bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku secara bermakna, dan menimbulkan penderitaan, serta hambatan menjalankan fungsi sebagai manusia normal pada umumnya. (Riyanto, 2018.).

Gangguan jiwa adalah suatu sindrom yang secara klinis memiliki makna dan hubungan dengan distress atau penderitaan yang menimbulkan gangguan pada satu bahkan lebih pada fungsi kehidupan manusia (Keliat 2011 dalam Pratama, 2018). Gangguan jiwa dapat mengenai gangguan satu atau lebih fungsi jiwa dan gangguan pada otak yang ditandai dengan terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (Pratama, 2018).

Kesehatan jiwa adalah suatu hal yang dibutuhkan oleh setiap orang untuk menjadi manusia yang berkualitas dan terbebas dari gangguan jiwa yang dikaitkan dengan kebahagiaan, kegembiraan, kepuasan, pencapaian, serta optimisme atau harapan. Kesehatan jiwa memiliki kondisi perasaan yang sejahtera secara subjektif, memiliki penilaian diri tentang perasaan yang mencakup aspek konsep kebugaran diri dan kemampuan dalam mengendalikan diri. (Sarni, 2018)

(5)

2.2.2 Faktor Penyerbab Gangguan Jiwa

Faktor penyebab dari gangguan jiwa menurut (Maramis, 2009) meliputi : 1. Faktor Somatogenik

Faktor somatogenik diakibatkan kaerena adanya gangguan pada neuroanatomi, neurofisiologi, neurokimia, tingkat dari perkembangan dan kematangan organik (Maramis, 2009).

2. Faktor sosiogenik

Dalam faktor sosiogenik pada penderita skizofrenia meliputi kestabilan keluarga, dalam keluarga pasti terjadi konflik, konfilk dalam keluarga sering kali terjadi di lingkup rumah tangga seseorang, seringkali konflik tersebut dapat mempengaruhi perkembangan psikologis pada anak. Faktor somatik akibat konflik dapat beresiko 6 kali terkena skizofrenia dibandingkan yang bukan karena faktor somatik. Peran dari orang tua sangat dibutuhkan untuk penyembuhan penderita skizofrenia, adanya peran tersebut maka penderita merasa bahwa ada perhatian, kasih sayang, dan penderita tidak merasa dirinya dibuang oleh keluarga sendiri. Selanjutnya pola pengasuhan anak, pada pola asuh yang salah akan menyebabkan seseorang mengalami gangguan jiwa. Pola asuh otoriter dan permisif dapat membentuk karakter anak yang tidak mampu dalam mengendalikan diri, kurang berfikir, kurangnya percaya diri, tidak bisa melakukan sesuatu secara mandiri, kurang kreatif, kurang dalam mengembangkan moral, rendahnya rasa ingin tahu. Ketiga adalah tingkat ekonomi, pada umumnya tingkat ekonomi keluarga yang mengalami gangguan jiwa rendah dan memiliki keterbatasan waktu dalam merawat pasien karena harus fokus dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi

(6)

kehidupan seseorang dan dapat memicu seseorang rentan terhadap gangguan mental. Tingkat pendidikan, seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan tinggi akan memberikan pengaruh terhadap pengetahuan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin banyak mengetahui informasi yang dapat diterima serta menjadikan lebih paham dan mengerti. Usia, pada fase dewasa tugas yang harus dilakukan adalah belajar saling ketergantungan dan bertanggung jawab terhadap orang lain. Suku, di Indonesia angka pemasungan masih sangat tinggi, pemasungan terjadi karena adanya stigma negatif dari masyarakat. Stigma negatif tersebut muncul berupa anggapan bahwa gangguan jiwa merupakan peneyakit yang memalukan dan aib bagi keluarga bahkan beranggapan penyakit tersebut sebagai sampah masyarakat atau sosial. (afniwati & Siahaan, 2019)

3. Faktor Psikogenik

Faktor psikogenik terkait dengan interaksi antara ibu dan anak seperti rasa aman dan nyaman, distorsi dan keadaan yang terputus, selain peran ayah persaingan antara saudara kandung, hubungan dalam keluarga dan masyarakat, pola terhadap adaptasi dan reaksi terhadap bahaya. (Maramis, 2009)

2.2.3 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

(7)

1. Gangguan Kognitif

Kognitif merupakan proses mental pada seseorang yang menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungan sekitar. Proses kognitif meliputi sensasi, persepsi, perhatian, ingatan dan asosiasi.

2. Gangguan perhatian

Perhatian merupakan suatu pemusatan konsentrasi energi, yang dapat menilai dalam proses kognitif yang timbul.

3. Gangguan ingatan

Ingatan merupakan kenangan atau memori yang sanggup dalam menyimpan, mencatat, dan memproduksi isi dari tanda kesadaran.

4. Gangguan asosiasi

Asosiasi merupakan proses mental dengan kesan atau gambaran ingatan yang cenderung menimbulkan respon konsep lain yang sebelumnya berkaitan.

5. Gangguan pertimbangan

Pertimbangan merupakan proses mental untuk menilai atau membandingkan dari beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja dengan memberikan nilai untuk memutuskan maksud dan tujuan dari suatu aktivitas.

6. Gangguan pikiran

Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan seseorang.

(8)

Kesadaran merupakan kemampuan individu dalam menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan serta diri sendiri melalui panca indera dan melakukan pembatasan terhadap dirinya sendiri.

8. Gangguan kemauan

Kemauan merupakan suatu proses dimana keinginan yang dipertimbangkan kemudian diputuskan sampai mencapai suatu tujuan. 9. Gangguan emosi dan afek

Emosi merupakan pengalaman dari individu yang sadar dan memberikan pengaruh terhadap aktivitas seluruh tubuh serta dapat menghasilkan sensasi organik dan kinetis. Sedangkan afek merupakan kehidupan, perasaan atau emosional seseorang yang menyenangkan atau sebaliknya, yang dapat menyertai suatu pikiran, dan dapat berlangsung lama serta jarang disertai komponen fisiologi.

10. Gangguan psikomotor

Psikomotor merupakan suatu gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa.

2.2.4 Jenis-Jenis Gangguan Jiwa

Menurut (Tirtawati & Rai, 2018) gangguan jiwa dibagi dalam beberapa jenis meliputi :

1. Skizofrenia

Penderita skizofrenia mengalami disintegrasi pribadi dan kepecahan pribadi, memiliki tingkah laku yang ambigous, mengalami gangguan yang serius dan mengalami demensia total. Penderita skizofrenia selalu berusaha melarikan diri dari kenyataan hidup dan sibuk dalam dunia fantasinya. Penderita skizofrenia tidak memahami bagaimana lingkungan sekitar dan

(9)

respon yang ditunjukkan maniac atau kegila-gilaan. Perilaku yang sering muncul pada penderita skizofrenia yaitu tingkah laku yang kegila-gilaan, suka tertawa, menangis tersedu-sedu, mudah sekali tersinggung, marah tanpa sebab, menjadi kekanak-kanakan.

2. Gangguan Penggunaan Napza

Penyalahgunaan Napza disebut sebagai gangguan jiwa yaitu gangguan mental dan perilaku. Penyalahgunaan Napza dapat membuat seseorang menjadi berhalusinasi, kecanduan, kerja jantung dan otak dapat lebih cepat dari biasanya, dapat menekan sistem syaraf pusat dan dapat mengurangi sistem fungsional pada tubuh. Perilaku yang sering muncul pada seseorang dengan Napza yaitu sulit mengendalikan penggunan alkohol, psikoaktif, sakau, murung, gugup, insomnia, apabila berhenti mengkonsumsi alkohol dan zat psikoaktif penderita sering mual, berkeringat di pagi hari dan sering berhalusinasi.

3. Gangguan Psikotik

Gangguan psikotik merupakan gangguan mental yang dapat membuat kepribadian seseorang bingung, dan seperti orang yang kehilangan hubungan dengan kenyataan. Saat hal ini terjadi seseorang menjadi tidak yakin sesuatu yang nyata dan tidak nyata, sering mengalami halusinasi, delusi, dan ucapan yang kacau serta inkoherensi. Penderita menunjukkan perilaku aneh seperti mendengar suara-suara aneh, kebingungan, menaruh rasa curiga kepada orang lain, pembicaraan yang kacau dan aneh, emosional yang labil dan ekstrim, sering merasa was-was.

(10)

4. Gangguan depresif

Gangguan depresif ditandai dengan adanya perasaan sedih yang terus menerus dan berkepanjangan yang dapat mengganggu kehidupan sosial. Faktor yang penyebab akibat depresi seperti stress berat, kematian anggota keluarga, kematian orang yang disayangi, perceraian, kehilangan pekerjaan, penyakit fisik kronis.

5. Gangguan neurotik

Gangguan neurotik cenderung menimbulkan gejala distress yang tidak dapat diterima oleh penderitaa. Hubungan sosial dapat mempengaruhi tapi tetap dalam batas yang diterima. Gangguan ini dapat berulang dan relatif bertahan lama jika tanpa pengobatan. Perilaku yang muncul pada penderita biasanya menghindar atau membatasi aktivitas akibat munculnya rasa takut, sulit untuk bepergian ke tempat umum, terkadang disertai dengan gejala fisik seperti berdebar,napas pendek, dan asma.

6. Gangguan mental organik

Gangguan mental organik meliputi kegaduhan, kegelisahan, dan kekacuan pada fungsi kognitif, afektif, dan psikomotor yang disebabkan karena efek langsung dari Napza. Perilaku pada penderita yang muncul yaitu menurunnya memori dan fungsi intelektual, gangguan bahasa, disorientasi waktu ruang, gangguan motorik, gangguan dalam membuat keputusan dan tindakan, tidak stabilnya perasaan dan emosi, perubahan pada kepribadian. 7. Gangguan Bipolar

Gangguan Bipolar merupakan gangguan mental yang menyerang kondisi psikis dan ditandai dengan perubahan suasana hati secara ekstrim berupa maniac dan depresi. Suasana hati pada penderita bipolar dapat berganti

(11)

secara tiba-tiba yaitu mania (kebahagiaan) dan depresi (kesedihan). Perilaku yang sering terjadi adalah berbicara cepat, kurangnya kebutuhan untuk tidur, perhatian mudah beralih, merasa diri lebih penting secara berlebihan, meningkatnya suasana perasaan dan mudah sekali tersinggung, suasana dapat menurun seperti merasa sedih, lalu tiba-tiba merasa senang. 8. Retardasi mental

Retardasi mental biasa disebut dengan keterbelakangan mental yang ditandai dengan fungsi kecerdasan dibawah rata-rata disertai dengan kurangnya kemampuan dalam menyesuaikan diri, mulai tampak pada masa awal kelahiran.

2.3 Skizofrenia

2.3.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, Schizo yang berarti retak, robek, belah, dan Phenia berarti pikiran. Jadi schizofrenia merupakan penyakit yang dapat membelah pikiran. Skizofrenia adalah gangguan psikiatris serius dengan ciri-ciri seperti melemahnya komunikasi akibat kehilangan hubungan dengan realita dan menurunnya tingkat fungsi dalam bekerja, hubungan sosial atau pemeliharaan diri. (Aprilistyawati, 2013).

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang dapat mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi emosional manusia, dan berpengaruh pada fungsi kognitif manusia. (Depkes Ri, 2015). Bersifat lebih kronis melemahkan dibandingkan dengan gangguan mental lainnya ditandai dengan sering kambuhnya skizofrenia pada penderita dengan jangka waktu yang lama. (Hermiati, D. & Harahap, 2018)

Skizofrenia adalah reaksi psiokotis ditandai dengan menarik diri dari lingkungan soosial, gangguan emosional dan afektif disertai halusinasi, delusi, dan tingkah laku

(12)

yang negatif atau merusak. Para ahli penyakit sampai saat ini masih menyelidiki penyakit skizofrenia, penyakit yang bersifat kompleks, mulai dari penyebaran, tanda gejala, respon terhadap pengobatan sampai dengan hasil dari pengobatan.(Simanjutak, 2008)

Menurut (Simanjutak, 2008) riset tentang skizofrenia menjelaskan bahwa sebelum dilakukan pendekatan holistis terhadap penyakit skizofrenia banyak orang awam mempercayai sebuah mitos yang menganggap bahwa penyakit skizofrenia disebabkan oleh kutukan roh atau dewa, yang hanya bisa disembuhkan oleh dukun melalui berbagai kegiatan ritus, dan ada juga anggapan penderita skizofrenia adalah orang yang sangat berbahaya dan sering melakukan kekerasan, serta masyarakat menganggap penyakit tersebut terjadi karena lemahnya iman sehingga roh jahat mudah masuk kedalam diri seseorang tersebut.

2.3.2 Faktor Penyebab Skizofrenia

Faktor penyebab skizofrenia menurut (Yati & Sarni, 2018) adalah sebagai berikut :

1. Faktor Biologis

Faktor biologis penyebab skizofrenia disebabkan karena adanya umpan balik pada otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses menerima informasi.

2. Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang dapat memicu skizofrenia dalah rendahnya toleransi, koping individu yang berfungsi secara efektif, impulsi serta membayangkan sesuatu atau secara nyata, kehidupan penderita, dan perilaku penderita yang menjadi maladaptif rendah diri, perilaku

(13)

kekerasan, serta persepsi stimulus yang nampak pada pasien dengan halusinasi.

3. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi yaitu keadaan ekonomi dalam tingkatan miskin seperti lingkungan tempat tinggal yang padat penduduk, nutrisi yang tidak memadai atau mencukupi, tidak ada perawatan sebelum melahirkan, dan beberapa dalam hal menangani stress dan putus asa untuk mengubah gaya hidup.

2.3.3 Tanda dan Gejala Skizofrenia

Menurut (Susanti, 2010) Tanda dan Gejala skizofrenia meliputi : 1. Gangguan pada fungsi kognitif

Gangguan pada fungsi kognitif umumnya memiliki ketidakmampuan dalam berpikir dan persepsi yang realistik. Gejala tersebut biasa disebut dengan waham dan halusinasi. Penderita skizofrenia yang mengalami gejala ini umumnya tidak mampu dalam melakukan perawatan diri, penderita hanya berfokus pada pikirannya sendiri dan meminimalkan perhatian dalam hal berpakaian yang rapi, makan, istirahat dan kebersihan diri.

2. Gangguan Afek

Pada gangguan afek umumnya penderita ditandai dengan hilangnya gangguan afek, seperti munculnya afek datar atau afek yang tidak sesuai. Hilangnya afek dan afek datar yang terjadi pada penderita dikarenakan penderita terlalu disibukkan oleh pikiran dan dunia fantasinya sendiri. Gangguan afek membuat penderita menunjukkan perasaan yang tidak sesuai seperti saat dalam suasana duka merasa bahagia dan mengakibatkan

(14)

munculnya anggapan bahwa penderita tersebut apatis dan tidak peduli terhadap diri sendiri termasuk dalam personal hygienenya.

3. Gangguan perilaku

Gangguan perilaku yang dialami penderita adalah menurunnya kemampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain karena penderita merasa takut untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar, atau pengaruh dari persepsi atau pikiran yang salah yang dimiliki oleh penderita.

2.3.4 Etiologi Skizofrenia

Ada beberapa penelitian mengemukakan hubungan dari etiologi skizofrenia yang menyebabkan perubahan pada neurobiologis, hubungan yang dimaksud seperti infeksi prenatal (first hit) yang disebabkan oleh gen tertentu yang rentan menyebabkan terjadinya perubahan secara neurobiologis, proses tersebut akan berlanjut apabila pada saat masa dewasa individu terpapar oleh faktor-faktor yang menyebabkan trauma, stressor sosial, dan aktivitas inflamasi (secondary hit) sehingga akan memproduksi dan terjadi perubahan neurobiologis lebih lanjut dan dapat menyebabkan penurunan neurogenesis, meningkatkan sinyal glutaminergik, mengalami penurunan aktivitas GABA, penurunan myelinisasi dan banyak terjadi aktivitas reseptor lainnya sehingga berujung pada fase psikosis dari skizofrenia. (Yudhantara & Istiqomah, 2018).

Skizofrenia terdiri dari berbagai macam penyebab dan perjalanan penyakit. Lingkungan dan interaksi dari genetik dapat menyebabkan munculnya skizofrenia. Pada pendekatan biopsikososial ditemukan bahwa skizofrenia merupakan proses penyakit yang kompleks munculnya gejala klinis pada skizofrenia meliputi gejala positif dan gejala negatif karena adanya gangguan pada fungsi sistem neurotransmiter. (Yudhantara & Istiqomah, 2018)

(15)

2.3.5 Klasifikasi Skizofrenia

Berikut adalah klasifikasi skizofrenia menurut (Aprilistyawati, 2013): 1. Disorganized type ( skizofrenia kronis)

Skizofrenia kronis ditandai dengan ketidaklogisan, tidak ada hayalan secara sistematis, pengaruh yang kasar yang tidak sesuai. Gambaran klinis yang muncul seperti adanya riwayat menurunnya atau melemahnya fungsi dan melemahnya adaptasi sebelum penderita menderita penyakit skizofrenia. 2. Tipe Catatonic

Catatonic type didominasi oleh beberapa hal berikut, catatonic stupor melemahnya reaktivitas pada penderita sehingga menyebabkan sikap yang tidak wajar terhadap reduksi lingkungan dalam gerakan maupun aktivitas seperti ketidakmampuan penderita dalam berbicara akibat dari tuli atau kerusakan otak. Selanjutnya catatonic negativism yaitu munculnya sifat perlawanan secara spontan dan tanpa alasan terhadap intruksi maupun dari usaha untuk berubah. Ketiga catatonic rigidity yaitu upaya dalam pemeliharaan posisi yang kaku seperti bergerak atau berpindah. Catatonic excitement yang dapat menyebabkan aktivitas motorik penuh dengan semangat yang terlihat seperti tanpa tujuan dan tidak ada pengaruh dari stimuli eksternal. Catatonic positioning yaitu asumsi penderita yang tidak tepat mengenai postur dan menyebabkan keanehan.

3. Tipe Paranoid

Tipe paranoid pada penderita skizofrenia adalah munculnya hayalan-hayalan yang dapat menyiksa, hayalan-hayalan tentang kemegahan, dan halusinasi. Beberapa ciri-ciri yang berkaitan dengan paranoid meliputi kekerasan, suka

(16)

membantah, kemarahan, ketakutan, berhayal, dan kehilangan identitas diri (gender).

4. Tipe Undifferentiated

Perilaku yang tidak teratur dan tampak nyata seperti tidak adanya hubungan dari halusinasi dengan hayalan yang ada.

5. Tipe residual

Ada beberapa tampilan dalam tipe residual pada skizofrenia seperti gejala dari skizofrenia, dan pada pengalaman tertentu, suka berhayal dan berhalusinasi pada seseorang tapi seseorang yang dihayalkan sudah meninggal. Tidak adanya pengobatan untuk pengobatan residual dan pasien mengalami fungsi yang kurang baik dan dengan keterbatasan ekonomi.

6. Tipe Simpel

Tipe simpel yang dimaksud adalah pasien mengalami gangguan paranoid, kehilangan minat dan ambisi, dapat membahayakan secara terus menerus, menarik diri dari lingkungan, mengisolasi diri, menurunnya performa secara berlangsung atau terus menerus.

2.4 Oral Hygiene

2.4.1 Pengertian Oral Hygiene

Oral hygiene merupakan derajat kebersihan rongga mulut seseorang yang terbebas dari soft dan hard deposit. Kesehatan tubuh dimulai dari rongga mulut karena masuknya semua nutrisi harian yang dikonsumsi dan akan bermanfaat atau bahkan sebaliknya, oleh karena itu Oral Hygiene disebut bagian integral dari kesehatan umum sehingga jika seseorang mengalami Oral Hygiene yang buruk maka akan berdampak buruk pada kesehatannya. (S.S, 2011)

(17)

Oral Hygiene adalah suatu bentuk kebersihan diri yang meliputi kesehatan mulut dan gigi, menjaga kesehatan mulut dan gigi sangatlah penting untuk mengurangi masalah kesehatan yang akan terjadi jika tidak menjaga kebersihan mulut dan gigi. Dalam proses ilmiah mulut akan melakukan pembersihan yang dilakukan oleh air liur dan lidah, namun jika air liur dan lidah tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya akan menyebabkan infeksi pada rongga mulut. (Setianingsih , Febi Riandhyanita, 2017)

2.4.2 Faktor Penyebab Oral Hygiene

Menurut (Karyadi, 2017) faktor tidak menjaga kebersihan mulut ( Oral Hygiene ) pada pasien dengan skizofrenia adalah sebagai berikut :

1. Keparahan penyakit penderita atau Skizofrenia akut

Seseorang yang menderita gangguan mental seperti skizofrenia akan mengalami penurunan aktivitas dalam melakukan perawatan diri karena orang dengan skizofrenia cenderung fokus terhadap imajinasinya sehingga akan muncul masalah dalam Personal Hygiene salah satunya yaitu masalah Oral Hygiene, menurunnya aktivitas tersebut akan mengalami dampak yang buruk bagi kesehatan dan kelangsungan hidup penderita.

2. Kurangnya pemahaman terkait dengan Oral Hygiene

Pemahaman merupakan fase kegiatan belajar dalam memahami sesuatu. Seseorang akan menerima stimulus pada saat seseorang belajar, stimulus akan masuk dan stimulus (informasi) yang telah disampaikan akan tersimpan ke dalam memorinya. (Suriasumantri S., 2001).

3. Phobia terhadap sesuatu yang berhubungan dengan gigi

Phobia merupakan gangguan jiwa yang memiliki rasa takut begitu hebat dan tidak rasional (irrasional) serta membingungkan terhadap keadaan dan

(18)

suatu objek tertentu yang dapat mengakibatkan pingsan, lelah, panik dan mual.(Fakhriyani Vidy, 2019).

4. Kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan gigi

Fasilitas kesehatan merupakan sarana untuk melancarkan suatu fungsi dalam pelaksanaan layanan kesehatan. Layanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan secara individu maupun bersama-sama dalam kelompok organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan yang dapat memulihkan atau menyembuhkan dari suatu penyakit. (Riyan, Yufrizal, Renaldi, & Umbara, 2017).

5. Kurangnya pengetahuan tenaga medis mengenai Oral Hygiene

Pengetahuan adalah suatu pedoman dalam membentuk perlakuan atau tindakan seseorang. Pengetahuan terkait dengan pendidikan kesehatan Oral Hygiene bagi tenaga medis sangat penting agar dapat diterapkan pada pasien dengan skizofrenia sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien terhadap pentingnya Oral Hygiene bagi tingkat kesembuhan pasien.

6. Perokok

Merokok menurut (Diba Marisa, Bany Usman, & Sunnati, 2016) adalah suatu kebiasaan sangat umum yang sering dilakukan masyarakat luas. Tidak sedikit orang yang mengabaikan dampak buruk merokok bagi kesehatan, salah satunya yaitu dampak merokok bagi kesehatan mulut dan gigi yang memicu penyakit periodontal berupa gangivitis, perubahan warna gigi, karies hingga mengakibatkan kehilangan gigi.

(19)

7. Efek dari obat-obatan

Efek obat-obatan pshyciatric seperti antidepressent dan antipsychotic dapat menurunkan produksi saliva sehingga mulut menjadi kering dan mudah mngalami karies gigi.

2.4.3 Dampak Oral Hygiene

Berikut beberapa dampak jika tidak menjaga Oral Hygiene menurut (Setianingsih , Febi Riandhyanita, 2017) :

1. Muncul infeksi akut yang dapat meningkatkan panas tubuh 2. Pada daerah yang mengalami infeksi akan terjadi pembengkakan 3. Sakit saat menelan, kemerahan dan sakit untuk membuka mulut

4. Infeksi yang disebabkan akibat kebersihan mulut yang buruk, ulkus pada mulut, kerusakan gigi, dan gingivitis.

5. Pembusukan gigi yang disebabkan penggunaan gigi palsu yang tidak memperhatikan kebersihan mulut dapat mengganggu floral normal pada mulut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan pembentukan plak dalam waktu 24 jam.

Referensi

Dokumen terkait

Metode based solution adalah sintesis material aktif dengan mencampurkan material awal dengan pelarut, sehingga reaksi yang terjadi antara material awal lebih

Kalimat transformasi yang terdapat dalam media cetak Sunda mencakup kalimat transformasi tunggal (salancar) yang terdiri atas: (1) transformasi pasif, (2)

Pada kondisi reaksi penataan ulang Claisen yang sama, kemurnian produk penataan ulang Claisen senyawa alil isoeugenol eter lebih rendah bila dibandingkan dengan

Kemudian pada teks “, jaga dan lestarikan Tari Pendet sebagai warisan budaya bangsa Indonesia”, teks tersebut dibuat untuk mengingatkan kepada kita bahwa Tari Pendet

Dari penelitian didapat hasil dengan menggunakan ducting balok pada rpm 3 penurunan temperatur bola kering udara, efektifitas pendinginan, kapasitas pendinginan, EER (energy

mengenai silinder pneumatik, yang mencakup tentang simbol, prinsip kerja dan kegunaan dari aktuator pneumatik telah disampaikan kepada siswa  Menyampaikan

“Toksisitas Akut Ekstrak Daun Sirsak Ratu (Annona Muricata) Dan Sirsak Hutan (Annona Glabra) Sebagai Potensi Antikanker”.. Bogor: Institut

Hasil penelitian mengenai sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada satuan kerja perangkat daerah menunjukkan