PERAWATAN ORGAN REPRODUKSI DAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL
REPRODUCTIVE ORGANS CARE AND INCIDENT OF FLUOR ALBUS TO PREGNANT WOMEN
Srinalesti Mahanani, Debby Natalia STIKES RS. Baptis Kediri
Jl. Mayjend. Panjaitan No. 3B Kediri (0354) 683470 (stikes_rsbaptis@yahoo.co.id)
ABSTRAK
Ibu hamil cenderung mengalami gangguan keputihan. Keputihan pada ibu hamil disebabkan oleh jamur dan Bacterial Vaginosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perawatan organ reproduksi dengan kejadian keputihan. Desain penelitian pendekatan Cross Sectional. Populasinya adalah ibu hamil di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri. Jumlah subjek 46 Responden, subjek diambil dengan purposive sampling, variabel independen yaitu perawatan organ reproduksi, variabel dependen ialah kejadian keputihan. cara mengambil data dengan kuesioner, data di analisa menggunakan uji Mann-Whitney dengan nilai signifikansi α
<0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan organ reproduksi dilakukan dalam kategori cukup (100%), kejadian keputihan patologis (85,4%). Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan perawatan organ reproduksi dengan kejadian keputihan pada ibu hamil di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri (p =1,000).
Kesimpulan perawatan organ reproduksi tidak ada hubungan dengan kejadian keputihan pada ibu hamil di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri.
Perawatan organ reproduksi cukup pada ibu hamil tetap mengalami keputihan patologis.
Kata kunci: Perawatan organ reproduksi, keputihan, ibu hamil
ABSTRACT
Pregnant women tend to experience flour albus interference. Flour albus in
pregnant women is caused by fungus and bacterial of vaginosis. The objective was to
determine correlation between reproductive organs care and incident of flour albus. The
research design was cross sectional. Population was pregnant women in Obstetrics and
Gynecology Polyclinic Kediri Baptist Hospital. The subjects were 46 respondents using
purposive sampling. The independent variable was reproductive organs care. The
dependent variable was incident of flour albus. The data were collected by using
questionnaires, and then analyzed by using Mann-Whitney test with a significance value
α <0.05. The result showed that reproductive organs care were enough categories
(100%). Incident of pathological flour albus (85.4%). The analysis showed that there was
no correlation between reproductive organs care and incident of flour albus to pregnant
women in Obstetrics and Gynecology Polyclinic Kediri Baptist Hospital (p = 1.000). It is
concluded, reproductive organs care is not related to the incident of fluor albus to
137
pregnant women in Gynecology and Obstetrics Polyclinic Kediri Baptist Hospital.
Reproductive organs care sufficient to pregnant women who have pathological fluor albus.
Keywords: Reproductive organs care, fluor albus, pregnancy
Pendahuluan
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi (ICPD dalam Efendi, 2009). Sistem reproduksi pada ibu hamil rentan terkena infeksi, karena daya tahan ibu hamil menurun dan meningkatkan kebutuhan metabolisme (Elisabeth, 2015). Ibu hamil cenderung akan mengalami gangguan keputihan lebih sering, daripada tidak sedang hamil, dan keputihan pada ibu hamil disebabkan oleh jamur dan Bacterial Vaginosis (BV).
Keputihan terdiri dari dua jenis yaitu fisiologis dan patologis. Keadaan normal (fisiologis), lendir vagina tidak berwarna atau jernih, tidak berbau dan tidak menyebabkan rasa gatal. Tanda dan gejala keputihan dalam keadaan patologis yaitu cairan yang keluar terlalu banyak, gatal dan warna keputihan sampai kekuning-kuningan bahkan kehijauan, kental dan mengeluarkan aroma tidak sedap karena cairan mengandung banyak sel darah putih atau leukosit (Eva, 2010).
Keputihan patologis pada ibu hamil dapat mengakibatkan resiko tinggi pada ketuban pecah dini, sehingga bayi lahir prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah (Nurlan, 2013), jadi kondisi organ vital yang kurang bersih perawatannya dapat menimbulkan keputihan pada ibu hamil (Wahyu, 2010).
Semua wanita dengan segala umur dapat mengalami keputihan (Ayuningtyas, 2011). Diperkirakan 75%
wanita di Indonesia pernah mengalami keputihan sekali dalam hidupnya.
Keputihan ini disebabkan oleh jamur dan parasit seperti cacing kremi atau protozoa (Trichomonas vaginalis) dan Bacterial
Vaginosis. Keputihan yang disebabkan Candida 53%, Trichomonas 3,1% dan yang tergolong oleh Bakteri 40,1%
(Hoirina, 2009). Hasil studi pra penelitian yang dilakukan dari tanggal 12-17 Januari 2015 di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri dari 15 orang ibu hamil trimester I dan trimester II tentang perawatan organ reproduksi dan keputihan, diperoleh hasil bahwa 14 ibu hamil (93,3%) memiliki perawatan organ reproduksi cukup, sedangkan 1 ibu hamil (6,6%) memiliki perawatan organ reproduksi baik. Data keputihan dari hasil studi pra penelitian diperoleh hasil 3 ibu hamil (20%) tidak mengalami keputihan, 12 ibu hamil (80%) mengalami keputihan dengan kriteria 6 ibu hamil (40%) mengalami keputihan fisiologis, 6 ibu hamil (40%) mengalami keputihan patologis dan diperoleh data dari hasil wawancara pada responden didapatkan keputihan disertai dengan rasa gatal dan iritasi pada area kewanitaan.
Ibu hamil sangat rentan terhadap infeksi, karena daya tahan ibu hamil menurun dan meningkatkan kebutuhan metabolisme (Elisabeth, 2015). Ibu hamil cenderung akan mengalami gangguan keputihan lebih sering daripada tidak sedang hamil (Nurlan, 2013). Leukorea atau Fluor Albus (Keputihan) merupakan tanda dan gejala yang terjadinya pengeluaran cairan dari alat kelamin wanita yang tidak berupa darah (Eva, 2010). Fluor Albus merupakan keadaan yang dapat terjadi fisiologis dan dapat menjadi Fluor Albus yang patologis karena terinfeksi kuman penyakit. Bila vagina terinfeksi kuman penyakit seperti jamur, parasit, bakteri dan virus maka keseimbangan ekosistem vagina terganggu, yang tadinya bakteri Doderlein atau Lactobasillus memakan
137
glikogen yang dihasilkan oleh estrogen pada dinding vagina untuk pertumbuhannya dan menjadikan pH vagina menjadi asam, (Eva, 2010) sebagai proteksi ekstra terhadap beberapa organisme seperti Candida albicans (Koes, 2014). Penyebab lain keputihan yang dialami pada wanita hamil adalah pengaruh peningkatan stimulus hormon estrogen dan progesteron pada serviks, maka dapat menghasilkan cairan mukoid yang berlebihan, berwarna keputihan karena menggandung banyak sel epitel vagina tanggal akibat hiperplasi kehamilan normal (Diyan, 2013). Infeksi jamur Candida albicans merupakan salah satu penyebab keputihan. Jamur tersebut banyak tumbuh dalam kondisi tidak bersih dan lembab. Jamur dan bakteri banyak tumbuh dalam kondisi tidak bersih dan lembab. Keputihan karena jamur ini lebih mudah menyerang wanita hamil dikarenakan pada masa kehamilan, vagina menjadi kaya dengan kandungan glukosa yang disebut dengan glikogen, dan ini merupakan makanan yang baik untuk jamur dan bakteri tumbuh. Jumlah kandungan glikogen yang tinggi berhubungan peningkatan hormon estrogen dan penurunan keasamaan vagina. Dampak dari keputihan pada ibu hamil bila tidak diatasi adalah (1) merasa tidak nyaman; (2) terjadi kemandulan (Sunyoto, 2014); (3) kanker rahim; (4) kehamilan ektopik; (5) kebutaan pada bayi; (6) kematian janin (Denny, 2013);
(7) resiko bayi lahir lebih awal (prematur); (8) berat badan bayi lahir rendah (Nurlan, 2013).
Daerah kewanitaan pada ibu hamil diperlukan kebersihan di daerah organ reproduksi dapat membuat nyaman dalam menjalani kehamilan. Ibu hamil cenderung mengalami jamur di sekitar vagina, keputihan serta lecet-lecet di daerah selangkangan. Gangguan ini dapat terjadi akibat kebersihan di daerah organ kewanitaan kurang terjaga (Rizki, 2013), sehingga pada ibu hamil cenderung mengalami keputihan. Dampak dari keputihan pada ibu hamil bila tidak diatasi yaitu (1) merasa tidak nyaman; (2) terjadi kemandulan (Sunyoto, 2014); (3)
kanker rahim; (4) kehamilan ektopik; (5) kebutaan pada bayi; (6) kematian janin (Denny, 2013); (7) resiko bayi lahir lebih awal (prematur); (8) berat badan bayi lahir rendah (Nurlan, 2013). Peran perawat dalam mengatasi keputihan pada ibu hamil, perawat dapat menyarankan perawatan organ reproduksi yaitu (1) mencuci tangan sebelum menyentuh vagina; (2) membersihkan bagian luar vagina setelah BAK atau BAB, dengan air bersih dari arah depan ke belakang (vagina ke anus); (3) hindari menggunakan sabun atau shower gel pada alat kelamin; (4) biasakan untuk membersihkan alat kelamin sebelum dan sesudah berhubungan seksual; (5) Celana dalam harus diganti setiap hari; (6) Gunakan Pantyliner agar keputihan tidak menempel (Sunyoto, 2014). Berdasarkan uraian masalah tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk Menganalisis hubungan perawatan organ reproduksi dengan kejadian keputihan pada ibu hamil di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian correlational dengan pendekatan cross sectional, untuk mengetahui hubungan perawatan organ reproduksi dengan kejadian keputihan pada ibu hamil di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Mei – 25 Juni 2015 bertempat di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri dengan jumlah populasi 56 pasien perbulan.
Subjek pada penelitian ini sejumlah 46
orang. Teknik sampling yang digunakan
yaitu purposive sampling. Variabel
independen ialah perawatan organ
reproduksi, variabel dependen ialah
kejadian keputihan. Instrumen
pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner. Uji
139
statistik yang digunakan adalah uji “Mann-Whitney” kemaknaan α < 0,05.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Perawatan Organ Reproduksi pada Ibu Hamil di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri. 25 Mei - 25 Juni 2015 (n = 46)
Indikator
Perawatan Organ Reproduksi
Jumlah Baik Cukup Kurang
F % F % F % F %
Mencuci tangan sebelum menyentuh vagina 46 100 46 100
Membersihkan bagian luar vagina setelah BAK atau BAB, dengan air bersih dari arah depan ke belakang (vagina ke anus)
46 100 46 100
Hindari menggunakan sabun atau shower gel
pada alat kelamin 46 100 46 100
Biasakan untuk membersihkan alat kelamin
sebelum dan sesudah berhubungan seksual 46 100 46 100
Celana dalam harus diganti setiap hari 46 100 46 100
Gunakan Pantyliner agar keputihan tidak
menempel 46 100 46 100
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa mayoritas responden memiliki perawatan organ reproduksi dalam
kategori cukup yaitu 46 responden atau 100%.
Tabel 2. Kejadian Keputihan pada Ibu Hamil di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri. 25 Mei - 25 Juni 2015 (n = 46)
Kejadian keputihan F %
Keputihan fisiologis 7 15,2
Keputihan patologis 39 84,8
Jumlah 46 100
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 46 responden sebagian besar responden mengalami keputihan
patologis berjumlah 39 responden atau 84,8%.
Tabel 3. Tabulasi Silang Hubungan Perawatan Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Ibu Hamil di Poliklinik Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri. 25 Mei-25 Juni 2015 (n = 46)
No Perawatan Organ Reproduksi
Kejadian Keputihan
Total Fisiologis Patologis
F % F % F %
1 Baik 0 0 0 0 0 0
2 Cukup 7 15,2 39 84,8 46 100
3 Kurang 0 0 0 0 0 0
Uji Mann-Whitney 1,000