• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN BATAK TOBA SIBORUNAITANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN BATAK TOBA SIBORUNAITANG."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI BUDAYA DALAM SASTRA LISAN BATAK TOBA SIBORUNAITANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

FEBRINA NADEAK 05410023

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)

ABSTRAK

FEBRINA NADEAK. NIM 05410023. Analisis Nilai Budaya dalam Sastra Lisan Batak Toba “Siborunaitang”. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2010.

Sastra lisan adalah kesusasteraan yang mencakup ekspresi kesusasteraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Cerita legenda Siborunaitang merupakan salah satu bentuk sastra lisan milik masyarakat Batak Toba. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan susunan cerita dan peristiwa yang terjadi di dalam cerita legenda Siborunaitang, secara terstruktur dan diterjemahkan menjadi sebuah cerita serta menggali nilai-nilai budaya yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, mengutamakan makna dan konteks, menuntut peran peneliti yang tinggi (sebagai human instrument). Narasumber dalam penelitian ini ada enam orang yaitu satu Raja Adat di Baganbatu dan istrinya, satu Ahli Budaya di Pangururan, satu masyarakat Pangururan, dan satu Raja Adat di Pangururan.

Temuan akhir penelitian ini adalah terdapat sembilan nilai budaya Batak Toba dalam cerita Siborunaitang. Dalam cerita ini nilai budaya yang paling dominan adalah Nilai kekerabatan, yakni: Nilai Kekerabatan 38%, Nilai Religi 4%, Nilai Hagabeon 8%, Nilai Hukum 17%, Nilai Kemajuan 0%, Nilai Konflik 25%, Nilai Hamoraon 0%, Nilai Hasangapon 0%, dan Nilai Pengayoman 8%.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa, Nilai-nilai budaya dalam cerita legenda Siborunaitang lebih banyak menggambarkan Nilai Kekerabatan. Nilai Kekerabatan merupakan urutan nomor satu dalam konteks hidup masyarakat Batak Toba, sedangkan nilai-nilai budaya yang lainnya hanya memiliki peranan yang cukup sedikit dalam cerita. Urutan nilai budaya yang diangkat dari cerita legenda tersebut adalah sebagai berikut: Kekerabatan, Konflik, Hukum, dan Pengayoman. sedangkan Hagabeon, Religi, Hasangapon, Hamoraon, dan Kemajuan, memiliki peranan yang cukup sedikit di dalam cerita.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Eksistensi sastra lisan merupakan suatu fenomena budaya yang bersifat

universal dalam kehidupan masyarakat. Sebagai produk budaya masyarakat, sastra

lisan, baik genre prosa maupun puisi, dapat dijumpai hampir diseluruh daerah.

Sastra lisan pada umumnya tercipta sebagai tanggapan dan hasil pemikiran dari

sistem kemasyarakatan. Perubahan pola pemikiran masyarakat dapat pula

menyebabkan ketidakpedulian mereka terhadap sastra lisan. Sastra lisan hanya

dipandang sebagai kisah-kisah yang tidak masuk akal dan berada di luar

jangkauan akal sehat. Hal itu tentu saja menjadi ancaman terhadap eksistensi

sastra lisan jika masyarakat melupakannya dari kehidupan mereka. Demikian juga

Sastra lisan masyarakat Batak Toba, merupakan aset budaya yang penting dan

berharga yang layak untuk dikaji dan dilestarikan.

Menurut Nurelide (2006:6) ”Sastra lisan mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam masyarakat pendukungnya, karena sastra lisan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sebagaimana bentuk-bentuk dan jenis-jenis kesenian lainnya seperti tari, musik, dan ekspresi budaya masyarakat yang melahirkannya.”

Masyarakat Batak Toba sebagaimana dengan kelompok-kelompok

masyarakat lain di Indonesia telah mewariskan tradisi budaya yang kaya, baik dari

segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, adat-istiadat dan karya seni Batak

Toba lebih sering diungkapkan dengan jelas dalam kehidupan masyarakat

(4)

dalam perbendaharaan milik kelompok-kelompok kecil masyarakat, bahkan tidak

jarang hanya sebagian individu yang sampai saat ini mengetahuinya.

Menurut Ismail Manalu dalam Nurelide, ”Genre prosa dan genre puisi

pada sastra lisan Batak Toba dapat di kelompokkan dalam beberapa bentuk

meskipun tidak sekaya klasifikasi bentuk dalam sastra Indonesia, misalnya

umpasa/umpama, hutiarca atau teka-teki, dan tonggo-tonggo.” (2006:4)

Suku Batak Toba banyak menyimpan kekayaan sastra lisan, baik berupa

genre prosa maupun puisi. Namun, masyarakat hanya mengenal satu bentuk genre

prosa, yakni Turi-turian. Turi-turian ini dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:

(1) mite (myth), (2) legenda (legend), dan (3) dongeng (folktale). Menurut

Bascom, Mite adalah cerita lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau

kekuatan-kekuatan supranatural yang melebihi batas kemampuan manusia yang

diungkapkan secara gaib. Legenda merupakan cerita rakyat pada zaman dahulu

yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah, Sedangkan, Dongeng

merupakan prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang

empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu dan tempat. (dalam

Danandjaja, 1986:50)

Menurut Bascom dalam Danandjaja, (1986:50) “Legenda adalah prosa

rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah

benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci”. Namun, apabila dikaji lebih

seksama, ternyata legenda dapat mempunyai pengertian yang mendalam. Di

dalam legenda-legenda itulah, sebuah cerita dapat menyingkapkan sebuah

(5)

faktual, masyarakat atau orang yang memiliki cerita legenda dan

mempercayainya, merasa bahwa hidupnya dituntun oleh legenda tersebut.

Usaha manusia tak kenal lelah untuk menembus dan memahaminya bahwa

ada sesuatu dibalik legenda tersebut yang membuat mereka begitu terpikat oleh

cerita itu, sehingga hampir semua legenda memiliki ruang dan mistis (ruang dan

waktu dimana hal-hal yang dianggap sakral berada di tempat itu). Sehingga,

melalui karya sastra yang mengangkat kultur etnik ini, akan diperoleh semacam

potret sosial tentang pemaknaan dan penerjemahan sebuah kebudayaan dari etnik

tersebut. Sehingga dalam karya sastra tersebut akan ditemukan pola hubungan

kekerabatan, tingkah laku, kepercayaan, dan segala sesuatu yang hidup dan

menjadi tradisi kebudayaan masyarakat tersebut, sebagaimana yang dikatakan

Mahayana bahwa, ”Karya sastra sebagai produk budaya, tentu saja dapat

dijadikan semacam jembatan untuk sampai pada pemahaman atau

setidak-tidaknya sikap terbuka melakukan berbagai apresiasi terhadap berbagai kultur

etnik yang ada di Nusantara. Keterbukaan menerima dan mencoba melakukan

apresiasi terhadap kultur manapun, kiranya dapat di jadikan semacam modal dasar

untuk secara perlahan-lahan mengikis sikap pengagungan terhadap kebudayaan

sendiri yang dipegang secara berlebihan dan meninggalkan sikap menganggap

rendah kebudayaan lain”. (Nurelide, 2006: 5).

Landasan utama dalam penelitian ini adalah mengkaji nilai-nilai budaya

dalam sastra lisan Batak Toba Siborunaitang. Selain karena penyebaran sastra

lisan yang semakin memprihatinkan, Sebagian besar penyebaran sastra lisan

(6)

sangat mudah mengalami perubahan dan penyimpangan dari bentuknya yang asli.

Di samping itu juga, orang tua yang mewarisi sastra lisan Batak Toba di Samosir

jumlahnya semakin kecil. Keadaan ini dapat mempercepat punahnya sastra lisan

masyarakat Batak Toba khususnya yang ada di daerah Pangururan. Dalam

hubungan inilah terasa pentingnya diambil usaha-usaha pelestarian sastra lisan di

daerah tersebut.

Beberapa cerita rakyat Batak Toba telah diangkat dan diterbitkan, sebagian

besar diantaranya telah menjadi bahan pustaka, namun cerita lisan Siborunaitang

belum pernah dipublikasikan dalam bentuk tulisan, sehingga penulis merasa

tertarik untuk menganalisis struktur dan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam

cerita Siborunaitang dengan judul yaitu “Analisis Struktur dan Nilai Budaya

dalam Sastra Lisan Batak Toba Siborunaitang”.

B. Identifikasi Masalah

Pembahasan mengenai sastra lisan dalam hal ini sangat luas, yakni

meliputi persoalan tentang nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerita lisan

tersebut, yang seluruhnya berkaitan juga dengan beberapa bidang ilmu sastra

lainnya. Uraian permasalahan dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai

berikut; Pertama, bagaimana relevansi nilai budaya yang terkadung dalam cerita

Siborunaitang dan hubungannya dengan masyarakat di sekitarnya. Kedua,

nilai-nilai apa sajakah yang paling menonjol dalam cerita lisan Siborunaitang tersebut.

dan Ketiga, bagaimana pandangan masyarakat Pangururan terhadap keberadaan

(7)

Oleh karena setiap teori dan pengkajian yang berbeda terhadap objek yang

sama akan memberikan hasil yang berbeda pula. Maka, penelitian ini hanya

mengkaji Nilai-nilai Budaya Batak Toba yang terdapat dalam cerita lisan

Siborunaitang.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terperinci dan mendalam, maka penelitian ini dibatasi

pada sebuah cerita saja yang kemudian difokuskan pada penganalisisan Nilai–nilai

Budaya dalam Sastra Lisan Batak Toba Siborunaitang.

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Apa Nilai Budaya Batak Toba yang terdapat dalam sastra lisan

Siborunaitang?

2. Nilai manakah yang paling menonjol dalam cerita lisan Siborunaitang

tersebut?

3. Apa relevansi sastra lisan Siborunaitang terhadap masyarakat

(8)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengungkapkan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam sastra lisan

Siborunaitang

2. Mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sastra lisan

Siborunaitang

3. Mengungkapkan nilai-nilai budaya yang paling menonjol dalam sastra lisan

Siborunaitang

4. Memaparkan manfaat nilai-nilai budaya yang terkandung pada cerita

Siborunaitang dalam kehidupan masyarakat.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Memahami makna nilai budaya yang terdapat dalam cerita.

2. Mempertahankan dan melestarikan keberadaan sastra lisan khususnya

yang ada di daerah Pangururan.

3. Memperbanyak inventaris sastra lisan dalam bentuk teks terjemahan

bahasa Indonesia

4. Sebagai bahan informasi penting bagi penyusunan buku-buku teks

bermuatan lokal, juga sebagai bahan apresiasi dan rujukan bagi

(9)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut, dalam

cerita lisan legenda Siborunaitang terdapat nilai-nilai budaya Batak Toba,

masing-masing nilai budaya tersebut adalah nilai kekerabatan, nilai religi, nilai hagabeon,

nilai hukum, nilai kemajuan, nilai konflik, nilai Hamoraon, dan nilai

pengayoman. Nilai Kekerabatan terdapat 9 peristiwa tutur, konflik 6 peristiwa

tutur, nilai hukum 4 peristiwa tutur, nilai hagabeon 2 peristiwa tutur, nilai

pengayoman 2 peristiwa tutur dan nilai religi 1 peristiwa tutur. Dalam cerita lisan

Siborunaitang nilai budaya yang paling dominan adalah nilai kekerabatan.

B. Saran

1. Perlu kiranya ada campur tangan pemerintah dalam melestarikan dan

mensosialisasikan cerita-cerita lisan yang terpendam milik masyarakat

setempat.

2. Penelitian tentang kajian budaya, khususnya dalam cerita-cerita lisan

masih belum banyak dilakukan. Jadi, harapan peneliti agar kiranya ada

peneliti-peneliti lainnya untuk melakukan kegiatan penelitian kebahasaan,

khususnya di bidang cerita lisan.

3. Disarankan kepada peneliti berikutnya agar meneliti kembali tentang

cerita-cerita lisan yang penceritaanya masih dari dari mulut ke mulut

Referensi

Dokumen terkait

Dalam definisi ini ada tiga ide pikiran penting yaitu proses transformasi nilai-nilai, ditumbuh-kembangkan dalam kepribadian dan menjadi satu dalam perilaku.7 Sementara itu,

Kesimpulan penelitian ini adalah Pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Learning dapat meningkatkan hasil belajar PAI materi puasa dan

Misalnya, hubungan guru dan murid dan aktivitas belajarnya tidak lagi bergantung pada satu sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekolah, akan tetapi juga mau tidak mau

Pada saat mulai pembelajaran interaktif melalui bernyanyi ini klien B seperti sangat tertarik memperhatikan instruksi yang peneliti instruksikan, sama sekali tidak

Penelitian yang dilakukan oleh Ustun et al terhadap responden orang dewasa dengan membandingkan responden yang terinfeksi helminth ( Ascaris lumbricoides ) dengan

pajak. Laba bersih dipindahkan kedalam perkiraan laba ditahan atau Ratainer Earning. Dalam perkiraan ini akan diambil suatu jumlah tertentu untuk dibagikan sebagai

Ketiga, Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi guru terkait dengan kurikulum tentatif yang digunakan di sekolah-sekolah anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan penelitian