• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN DURASI HUJAN TERHADAP TEBAL HUJAN DAN INTENSITAS HUJAN PADA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG KOTA TANGERANG SELATAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS HUBUNGAN DURASI HUJAN TERHADAP TEBAL HUJAN DAN INTENSITAS HUJAN PADA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG KOTA TANGERANG SELATAN."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN DURASI HUJAN TERHADAP TEBAL

HUJAN DAN INTENSITAS HUJAN PADA STASIUN

KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG KOTA TANGERANG

SELATAN

Skripsi

Disusun oleh : ENENG SITI NURHAYA

NIM. 11150970000025

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Analisis Hubungan Durasi Hujan Terhadap Tebal Hujan dan Intensitas Hujan Pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung Kota Tangerang Selatan

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

ENENG SITI NURHAYA NIM: 11150970000025

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Sutrisno Dpil, Seis NIP. 195902021982203 1 005

Pembimbing II

Mega Perdanawanti, M.Si NIP. 19850305 200604 2 004

Mengetahui,

Ketua Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tati Zera, M.Si

(3)
(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

9 “

3.

Skripsi ini merupakan karya saya yang dibuat untuk memenuhi salah

satu persyaratan saya memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jika di kemudian hari terbukti bahwakarya ini bukan hasil karya saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

S yarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang Selatan, 13 Februari 2020

11150970000025

611731

(5)

ii

ABSTRAK

Tingginya curah hujan di beberapa wilayah Banten terutama Kota Tangerang Selatan menyebabkan beberapa wilayah rentan terhadap bencana banjir. Rusaknya alat pengukur hujan dapat mengakibatkan kehilangan data curah hujan dan beberapa waktu. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mencari model persamaan hubungan antara tebal hujan dan durasi hujan pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan otomatis yang diperoleh dari alat ukur curah hujan otomatis tipe Hellman dari tahun 1990– 2019 (30 tahun pengamatan). Data ini diproses dengan menggunakan metode regresi linier sederhana dan selanjutnya diuji dengan analisis chi-kuadrat. Dari hasil penelitian diperoleh model persamaan hubungan antara tebal hujan dan durasi hujan yaitu H= 1.4064 t 0.21 dalam periode ulang 5 tahun. Hasil ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dan untuk nilai chi-kuadrat sebesar 0,73727387, dimana „H‟ merupakan tebal hujan yang dinyatakan dalam millimeter (mm) dan „t‟ adalah durasi hujan, adapun nilai intensitas hujan adalah 87,35659/(t0.7913 ) dan 346,1481/(t 0,0028) sehingga hasilnya menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara durasi hujan terhadap tebal hujan dan intensitas hujan, dari perhitungan tersebut nilai yang dihasilan cukup besar adalah periode ulang 5 tahun dibandingkan dengan periode 2, 10, 20, 25 dan 30 tahun, setelah diuji dengan Uji Chi- Kuadrat. Oleh sebab itu persamaan ini dapat dipakai dalam menentukan durasi hujan terhadap tebal hujan dan intensitas hujan pada Stasiun Pondok Betung Kota Tangerang Selatan.

Kata Kunci: Hujan, Durasi, Tebal Hujan Intensitas Hujan, Rergesi Linier, Chi-Kuadrat

(6)

iii

ABSTRACT

High rainfall in several areas of Banten, especially in South Tangerang City, has made some areas vulnerable to flooding. The damage to the rain gauge can result in loss of rainfall data and some time. The purpose of this study was to find a model of the equation of the relationship between rain thickness and duration of rain at Pondok Betung Climatology Station. The data used in this study are automatic rainfall data obtained from Hellman type automatic rainfall gauges from 1990 to 2019 (30 years of observation). This data is processed using a simple linear regression method and then tested by chi-square analysis. From the results of the study obtained an equation model of the relationship between rain thickness and duration of rain that is H = 1.4064 t 0.21 in a return period of 5 years. These results indicate that there is a significant relationship, and for the chi-square value of 0.73727387, where 'H' is the rain thickness expressed in millimeters (mm) and 't' is the duration of the rain, while the value of the rain intensity is 87.35659 / t0.7913 and 346,1481 / (t 0.0028) so that the results show a significant relationship between the duration of rain on the thickness of the rain and the intensity of the rain, from the calculation the value generated is quite large is the return period of 5 years compared to period 2 , 10, 20, 25 and 30 years, after being tested by the Ch-Square Test. Therefore this equation can be used in determining the thickness of rain and rainfall intensity at Pondok Betung Station, South Tangerang City.

Keywords: Rain, Duration, Rain Thickness, Rain Intensity, Linear Rergesi, Chi-Squared

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil‟alamiin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang selalu memberikan rahmat

dan hidayah-Nya kepada penulis dan telah menuntun penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis curahkan

kepada junjunan kita semua Nabi Muhammad SAW beserta keluargaNya, serta

para umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat

untuk mencapai gelar pendidikan Strata-1 Jurusan Fisika di Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari tersusunya skripsi berkat bantuan, bimbimgan,

dorongan dan do‟a yang tulus dari banyak pihak, dari masa – masa perkuliahan sampai pada masa tugas akhir ini, oleh karena ini penulis mengucapkan terima

rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Terkhusus keluarga penulis, Ayahanda Tamin tercinta dan Ibunda Lilis

Sutarsih tersayang yang sangat sabar membemberikan nasihat moril

serta doa, keempat kakak perempuan-ku yang tercinta yang selalu

menantikan kelulusan penulis, semoga Allah SWT selalu memberi

keberkahan dalam keluarganya.

2. Bunda Nisa, Bapak Roni, Opa Asep dan Oma Yati yang telah

(8)

v

penulis dapat menyelesaikan pendidikan Strata-1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Sutrisno Dipl. Seis, selaku pembimbing satu yang telah

memberikan bimbimngan dan nasihat, sehingga tugas akhir ini dapat

tersusun dengan baik.

4. Bu Mega Perdanawanti M.Si, pembimbing dua yang rela meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

5. Bapak Sutiyono S.Si, yang mengijinkan penulis untuk mengadakan

penelitian di BBMKG (Balai Besar Meteorologi Klimatolgi dan

Geofisika ) Ciputat Wilayah II.

6. Stap Badan Meteorologi dan Geofisika Ciputat Tangerang Selatan,

yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu,

sehingga skripsi ini dapat selesai.

7. Bu Dr. Sitti Ahmiatri Saptartari M.Si dan Pak Anugrah Azhar M.Si

selaku dosen penguji dalam sidang Munaqasyah.

8. Seluruh Dosen Prodi Fisika, yang telah membimbing penulis selama

menempuh kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

9. Asrama Putri UIN Jakarta, kakak kakak dan teman – teman

Mubabbiroh angkatan 2017 - 2018 yang telah memfasilitasi penulis

serta memberikan ilmu baru dalam kebesamaan ikut menjadi bagian

(9)

vi

10. Teman-teman Fisika 2015 dan teman-teman peneliti seperjuangan

tekhusus teman Geofisika terima kasih keceriannya shering – shering

ilmunya tiap masuk kelas terutama Bagus Septianto, Lina Fazriyanti

dan Group Alay Ceria (Desti, Ela, Juli, Leni, Lulu, dan Sri) .

11. Adik – adik group Fastabikhul Khoirot, (Puspa, Sarah, Salsa, Hasan,

Abdu, Saepudin, sifa, Nuni, Nuriah dan Khairiyah) terima kasih atas

semangatnya yang menantikan lulusan pertama dari kakak yang cantik

ini.

12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang dan telah

banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya. Seperti kata

pepatah‟‟Tiada gading yang tak retak‟‟. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya penelitian yang sempurna dalam

skripsi ini.

Jakarta, 13 Februari 2020

(10)

vii

DAFTAR ISI

ANALISIS HUBUNGAN DURASI HUJAN TERHADAP TEBAL HUJAN DAN

INTENSITAS HUJAN PADA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG

KOTA TANGERANG SELATAN

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1 1.1 Latang Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah ...4 1.3 Batasan Masalah ...5 1.4 Manfaat Penelitian ...4 1.5 Tujuan Penelitian ...5

(11)

viii

1.6 Sistematika Penulisan ...6

BAB II DASAR TEORI ...8

2.1 Pengertian Hujan ...8

2.2 Proses Terjadinya Hujan ...9

2.3 Proses Terjadinya Hujan Secara Singkat ...10

2.4 Jenis-jenis dan Bentuk-bentuk Hujan ...10

2.4.1 Hujan Frontal ... 11

2.4.2 Hujan Konveksi ... 11

2.4.3 Hujan Orografis ... 12

2.4.4 Hujan Buatan ... 13

2.5 Pola Hujan Di Indonesia ...14

2.5.1 Pola Curah Hujan Monsun ... 14

2.5.2 Pola Curah Hujan Ekuatorial ... 15

2.5.3 Pola Curah Hujan Lokal ... 15

2.6 Siklus Hujan ...15

2.7 Intensitas Curah Hujan ...17

2.7.1 Ukuran Butir Hujan dan Kecepatan Jatuh Air Hujan ... 18

2.7.2 Hubungan Antara Topografi dan Hujan ... 19

2.8 Alat Penakar Hujan Otomatis (Automatic Rainfall Recorder/ARR) ...20

(12)

ix

2.10 Frekuensi Durasi – Intensitas ...23

2.11 Analisis Chi – Kuadrat ...24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...26

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ...26

3.2 Alat dan Bahan ...26

3.2.1 Perangkat Keras ... 26

3.2.2 Perangkat Lunak... 26

3.3 Digram Alur Penelitian ...27

3.4 Pengolahan Data Hujan ...28

3.5 Perhitungan Data Hujan ...29

3.5.1 Analisis Data Hujan ... 31

3.5.2 Hubungan Tebal Hujan Teradap Durasi ... 32

3.5.3 Hubungan Intensitas Hujan Terhadap Durasi ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………..35

4.1 Hasil Perhitungan Data Tebal Hujan ...35

4.1.1 Perhitungan Data Tebal Hujan Maksimum dalam Periode Ulang 2, 5, 10 20, 25 dan 30 Tahun ... 36

4.1.2 Nilai Rata - Rata Tebal Hujan Maksimum dan Deviasi Standar Stasiun Klimatologi Pondik Betung ... 41

(13)

x

4.1.3 Data Tebal Hujan Menggunakan Persamaan Regresi Linier

Sederhana Dalam Periode Ulang 2, 5, 10, 20, 25 30 Tahun ... 44

4.1.4 Tabel dan Grafik Perhitungan Chi – Kuadrat Dari Data Periode Ulang Hujan 2, 5, 10, 20, 25 30 Tahun ... 46

4.2 Perhitungan Data Intensitas Hujan dalam Periode Ulang 2, 5, 10 20, 25 dan 30 Tahun...55

4.2.1 Perhitungan Intensitas Hujan Hasil dari Pengamatan Pos Hujan Pondok Betung periode ulang 2 tahun ... 56

4.2.2 Perhitungan Intensitas Hujan Hasil dari Pengamatan Pos Hujan Pondok Betung periode ulang 5 tahun ... 59

4.2.3 Perhitungan Intensitas Hujan Hasil dari Pengamatan Pos Hujan Pondok Betung Periode Ulang 10 tahun ... 61

4.2.4 Perhitungan Intensitas Hujan Hasil dari Pengamatan Pos Hujan Periode Ulang 20 tahun ... 64

4.2.5 Perhitungan Intensitas Hujan Hasil dari Pengamatan Pos Hujan Pondok Betung periode ulang 25 tahun ... 66

4.2.6 Perhitungan Intensitas Hujan Hasil dari Pengamatan Pos Hujan Pondok Betung Periode Ulang 30 tahun ... 69

BAB V PENUTUP ...73

5.1 Kesimpulan ...73

(14)

xi

(15)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Posisi Titik Pos Pengamatan Hujan Kota Tangerang Selatan ... 5

Tabel 2.1 Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan ... 17

Tabel 2.2 Keadaan Curah Hujan Dan Intensitas Curah Hujan ... 18

Tabel 2.3 Ukuran Masa Dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan. ... 19

Tabel 2.4 Nilai X2 Untuk Distribusi Chi – Khuadrat ( Satu Sisi) ... 25

Tabel 4.1 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2018 -2019... ....36

Tabel 4.2 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2015 -2019... 36

Tabel 4.3 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2010 - 2019... 37

Tabel 4.4 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2010 - 2019... 38

Tabel 4.5 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1995 - 2019... 39

Tabel 4.6 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1990 – 2019 ... 40

Tabel 4.7 Rata Rata Tebal Hujan Maksimum Dan Deviasi Standar Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2018 -2019 ... 42

Tabel 4.8 Rata Rata Tebal Hujan Maksimum Dan Deviasi Standar Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2015 -2019 ... 42

(16)

xiii

Tabel 4.9 Rata Rata Tebal Hujan Maksimum Dan Deviasi Standar Stasiun

Klimatologi Pondok Betung 2010 -2019 ... 42

Tabel 4.10 Rata Rata Tebal Hujan Maksimum Dan Deviasi Standar Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1999 -2019 ... 43

Tabel 4.11 Rata rata Tebal Hujan Maksimum dan deviasi standar Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1995 -2019 ... 43

Tabel 4.12 Rata Rata Tebal Hujan Maksimum Dan Deviasi Standar Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1990 -2019 ... 43

Tabel 4.13 Penolong Perhitungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2018 -2019 ( 2 tahun) ... 44

Tabel 4.14 Penolong Perhitungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2015 -2019 ( 5 tahun) ... 44

Tabel 4.15 Penolong Perhitungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2000 -2019 ( 10 tahun) ... 45

Tabel 4.16 Penolong Perhitungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1999 -2019 ( 20 tahun) ... 45

Tabel 4.17 Penolong Perhitungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1995-2019 ( 25 tahun) ... 46

Tabel 4.18 Penolong Perhitungan Tebal Hujan dan Durasi Hujan pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1990 -2019 ( 30 tahun) ... 46

Tabel 4.19 Perhitungan Chi- Kudrat 2018- 2019 ... 47

Tabel 4.20 Perhitungan Chi- Kudrat 2015- 2019 ... 48

(17)

xiv

Tabel 4.22 Perhitungan Chi- Kudrat 1999- 2019 ... 51

Tabel 4.23 Perhitungan Chi- Kudrat 1995- 2019 ... 52

Tabel 4.24 Perhitungan Chi- Kudrat 1990- 2019 ... 54

Tabel 4.25 Perhitungan Intensitas Hujan... 56

Tabel 4.26 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos Hujan Pondok Betung (Rumus Satu) ... 57

Tabel 4.27 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 57

Tabel 4.28 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I I= a / t „ Pos Hujan Pondok Betung (Rumus Dua) ... 57

Tabel 4.29 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 58

Tabel 4.30 Perhitungan Chi- Kudrat Persamaan (I) dan (II) terhadap data pengukuran intensitas hujan ... 58

Tabel 4.31 Perhitungan Intensitas Hujan... 59

Tabel 4.32 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos Hujan Pondok Betung (Rumus satu) ... 60

Tabel 4.33 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 60

Tabel 4.34 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos Hujan Pondok Betung (Rumus dua)... 60

Tabel 4.35 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 61

Tabel 4.36 Perhitungan Chi- Kudrat Persamaan (I) Dan (II) Terhadap Data Pengukuran Intensitas Hujan ... 61

(18)

xv

Tabel 4.38 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos Hujan Pondok Betung (Rumus satu) ... 62

Tabel 4.39 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 62 Tabel 4.40 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos

Hujan Pondok Betung (Rumus dua)... 63

Tabel 4.41 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 63 Tabel 4.42 Chi- Kudrat Persamaan (I) Dan (II) Terhadap Data Pengukuran

Intensitas Hujan ... 63

Tabel 4.43 Perhitungan Intensitas Hujan... 64 Tabel 4.44 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos

Hujan Pondok Betung (Rumus satu) ... 65

Tabel 4.45 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 65 Tabel 4.46 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos

Hujan Pondok Betung (Rumus dua)... 65

Tabel 4.47 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 66 Tabel 4.48 Chi- Kudrat Persamaan (I) Dan (II) Terhadap Data Pengukuran

Intensitas Hujan ... 66

Tabel 4.49 Perhitungan Intensitas Hujan... 67 Tabel 4.50 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos

Hujan Pondok Betung (Rumus satu) ... 67

Tabel 4.51 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 68 Tabel 4.52 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos

(19)

xvi

Tabel 4.53 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 68 Tabel 4.54 Perhitungan Chi- Kudrat Persamaan (I) dan (II) terhadap data

pengukuran intensitas hujan ... 69

Tabel 4.55 Perhitungan Intensitas Hujan... 70 Tabel 4.56 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos

Hujan Pondok Betung (Rumus satu) ... 70

Tabel 4.57 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 70 Tabel 4.58 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Persamaan I = a / t „ Pos

Hujan Pondok Betung (Rumus dua)... 71

Tabel 4.59 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ... 71 Tabel 4.60 Perhitungan Chi- Kudrat Persamaan (I) Dan (II) Terhadap Data

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Curah Hujan ... 8

Gambar 2.2 Proses Terjadinya Hujan ... 10

Gambar 2.3 Hujan Frontal ... 11

Gambar 2.4 Hujan Konveksi ... 12

Gambar 2.5 Hujan Orografis ... 13

Gambar 2.6 Siklus Hujan ... 16

Gambar 2.7 Bentuk Skematik Pencatat Pelampung Tipe Hellman ... 20

Gambar 2.8 Penakar Hujan Otomatis Tipe Hellman ... 21

Gambar 3.1 Formulir Perimaan Data Hujan Otomatis ... 29

Gambar 3.2 Sketsa Grafik Auho... 30

Gambar 4.1 Koodinat Titik Pengamatan Pos Hujan Pondok Betung Selama 30 Tahun ... 35

Gambar 4.2 Grafik Dari Tebal Hujan Rata – Rata Dalam Periode Ulang 30 Tahun ... 41

Gambar 4.3 Hubungan Tebal Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 2 Tahun ... 48

Gambar 4.4 Hubungan Tebal Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 5 Tahun ... 49

Gambar 4.5 Hubungan Tebal Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 10 Tahun ... 50

(21)

xviii

Gambar 4.6 Hubungan Tebal Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 20 Tahun ... 52

Gambar 4.7 Hubungan Tebal Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 25 Tahun ... 53

Gambar 4.8 Hubungan Tebal Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 30 Tahun ... 55

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Durasi Hujan Dan Tebal Hujan ... 55 Gambar 4.10 Hubungan Intensitas Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 2 Tahun ... 58

Gambar 4.11 Hubungan Intensitas Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 10 Tahun ... 64

Gambar 4.12 Hubungan Intensitas Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 20 Tahun ... 66

Gambar 4.13 Hubungan Intensitas Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 25 Tahun ... 69

Gambar 4.14 Hubungan Intensitas Hujan Dan Durasi Hujan Dalam Periode Ulang 30 Tahun ... 72

Gambar 4.15 Grafik Intensitas Hujan Maksimum Dalam Skala Periode Hujan 30 Tahun ... 72

(22)

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latang Belakang

Gambar 1.1 Peta Provinsi Banten

Secara geografis kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur

Provinsi Banten yaitu pada titik koordinat 106'38' - 106'47‟ Bujur Timur dan

06'13'30' - 06'22'30' Lintang Selatan. Wilayah Kota Tangerang Selatan

diantaranya di lintasi oleh Kali Angke, Kali Pesanggrahan dan Sungai

Cisadane sebagai batas administrasi kota di sebelah barat. Letak geografis

Tangerang Selatan yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta pada sebelah

utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah

satu daerah penyangga provinsi DKI Jakarta, selain itu juga sebagai daerah yang

menghubungkan Provinsi Banten dengan DKI Jakarta. Tangerang Selatan juga

menjadi salah satu kota yang menghubungkan Provinsi Banten dengan

Provinsi Jawa Barat. Batas Wilayah Kota Tangerang Selatan di bagian utara

(23)

2

dibagian selatan diapit oleh kabupatan Bogor, Kota Depok, Jawa Barat dan

dibagian barat diapit oleh kabupaten Tangerang [1].

Selain itu keadaan iklim kota Tangerang Selatan yang didasarkan pada

penelitian di Stasiun Geofisika Kelas I Kota Tangerang pada tahun 2010, yaitu

berupa data temperatur (suhu) udara, kelembaban udara dan intensitas matahari,

curah hujan dan rata-rata kecepatan angin. Temperatur udara berada disekitar

23,4 °C – 34,2 °C dengan temperatur udara minimum berada di

bulan Oktober sebesar 23,4 °C dan temperatur udara maksimum di

bulan januari yaitu sebesar 42,2 °C. Rata-rata kelembaban udara adalah 80,0%

sedangkan intensitas matahari adalah 49,0%. Keadaan curah hujan tertinggi terjadi

pada bulan Januari, yaitu 264,4 mm, sedangkan rata-rata curah hujan dalam

setahun adalah 154,9 mm. Hari hujan tertinggi pada bulan Desember dengan hari

hujan sebanyak 19 hari. Rata-rata kecepatan angin dalam setahun adalah 4,9

Km/jam dan kecepatan maksimum rata-rata 38,3 Km/jam [1].

Pentingnya mengetahui iklim bagi kehidupan manusia adalah atas dasar

kenyataan bahwa iklim dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Parameter iklim

yang paling berpengaruh di Indonesia adalah curah hujan. Unsur iklim seperti

curah hujan disamping menjadi sumber daya alam yang amat dibutuhkan, juga

dapat menjadi sumber bencana. Tingginya curah hujan di wilayah beberapa

provinsi Banten terutama Kota Tangerang Selatan menyebabkan wilayah ini

rentan terhadap bencana banjir. Penanganan masalah banjir melalui tindakan

preventif sangat penting mengingat aktifitas kehidupan lebih banyak dilakukan di

(24)

3

Kemudian faktor topografi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

variasi hujan secara spasial, dengan adanya gunung yang berhadapan dengan

sumber uap air seperti lautan juga akan meningkatkan curah hujan di wilayah

pegunungan tersebut terutama pada bagian depan yang menghadap arah angin,

karena pada wilayah tersebut uap air akan terangkat naik karena adanya gunung

dan membentuk awan [3].

Angin laut dan angin darat juga memiliki pengaruh yang cukup besar

dalam variasi hujan secara spasial, khususnya di wilayah kepulauan dan

semenanjung pada lintang rendah, keberadaan angin laut akan memperbesar

kecenderungan terjadinya gejolak cumulus dan guyuran hujan pada siang hari di

wilayah daratan [3].

Dalam penanganan masalah banjir tidak terlepas dari tersedianya

infrastruktur pengendali banjir seperti bendungan, jaringan irigasi, saluran

drainase dan lain-lain. Dalam mendesain bangunan air pengendali banjir tersebut

dibutuhkan informasi curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu.

Besarnya curah hujan maksimum untuk setiap rancangan bangunan air tergantung

pada usia guna dan kapasitas daya tampung, sebagai contoh untuk bangunan

waduk yang besar dibutuhkan informasi hujan maksimum dengan periode ulang

yang besar dengan periode ulang 50,100 tahunan, sedangkan untuk saluran irigasi

membutuhkan informasi curah hujan maksimum dengan periode ulang antara 2, 5,

10 tahunan [4].

Berdasarkan rumusan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka

(25)

4

berdasarkan data curah hujan stasiun curah hujan di Kota Tangerang Selatan. Di

area sekitar Tangerang Selatan telah dipasang stasiun penangkar hujan AUHO

(Automatic Rain Fall Recorder) tipe Hellman yang bisa digunakan untuk

penelitian diantaranya mengenai karakteristik hujan. Dengan pemanfaatan data

yang diperoleh dari alat penangkar hujan tersebut penulis akan mengambil salah

satu fokus penelitian mengenai analisis distribusi curah hujan dalam skripsi yang

berjudul “Analisis Hubungan Durasi Hujan Terhadap Tebal Hujan Dan

Intensitas Hujan Pada Stasiun Klimatologi Pondok Betung Kota Tangerang Selatan”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam tulisan ini

adalah :

1. Apakah rumusan yang paling mendekati hasil perhitungan durasi hujan

dengan data curah hujan maksimum jam jaman?

2. Bagaimana rumus tebal hujan dan intensitas hujan untuk berbagai periode

ulang 2, 5, 10, 20, 25 dan 30 tahun menggunakan data curah hujan jam

jaman di Kota Tangerang Selatan ?

3. Bagaimana analisa distribusi curah hujan dengan menggunakan metode

regresi linier?

1.3 Manfaat Penelitian

1. Menambah pengetahuan dari bidang hidrologi khususnya mengenai

(26)

5

2. Memberikan informasi dari data durasi hujan, tebal hujan dan intensitas

hujan di daerah klimatologi Stasiun Pondok Betung.

3. Untuk mengetahui hasil perhitungan rumus tebal dan durasi serta intensitas

hujan dari periode ulang hujan menggunakan data curah hujan jam jam

selama periode ulang 30 tahun.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu:

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil

pengamatan yang telah dilakukan oleh Tim Balai Besar Meteorologi,

Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) stasiun Klimatologi Pondong Betung

Wilayah II Kota Tangerang Selatan, berupa data hujan jam- jaman dari

bulan januari 1990 sampai dengan Juni 2019 (30 tahun)

Tabel 1.1 Posisi Titik Pos Pengamatan Hujan Kota Tangerang Selatan Nama Titik

Pengamatan

Lintang (LS) Bujur (BT)

Pondok Betung 06 ° 15 20,8‟ 106 ° 45‟ 00,00‟‟

Sumber: BMKG Stasiun Geofisika Tangerang Selatan 2019 [5].

Tabel 1.1 adalah salah satu titik pos pengamatan yang digunakan dalam melakukan analisisa, dianggap dapat mewakili kondisi wilayah Kota

Tangerang Selatan terutama area Pondok Betung.

(27)

6

1. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model persamaan berdasarkan

hubungan durasi hujan terhadap tebal hujan dan intensitas hujan untuk

serta mengatasi kehilangan data akibat kerusakan alat curah hujan

otomatis (Automatic Rainfall Recorder/ARR) tipe Hellman.

2. Untuk mengetahui rumus yang paling mendekati hasil perhitungan durasi

hujan terhadap tebal hujan dan intensitas hujan dengan data curah hujan

maksimum tahunan dalam periode ulang 2, 5, 10, 20, 25 dan 30 tahun di

Stasiun Klimatologi Pondok Betung.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu: dimana

bagian pertama terdiri dari lembar pengesahan, abstrak, kata pengantar,

daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar. Sedangkan, bagian kedua berisi

laporan penelitian. Laporan penelitian ini terdiri atas lima bab, yang

sistematika dan tujuannya dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan secara umum hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang

penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika dalam penulisan laporan.

BAB II DASAR TEORI

Membahas tentang kajian pustaka yang berhubungan dengan pengertian

curah hujan, proses terjadinya hujan, intensitas curah hujan, penakar

hujan, frekuensi curah hujan, hubungan tebal hujan terhadap durasi hujan,

(28)

7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Memaparkan data curah hujan dalam priode ulang tiga puluh tahun,

menentukan metode rata rata aretmatik sederhana dan regresi linier yang

digunakan sebagai analisis durasi dan tebal hujan serta intensitas curah

hujan menguji hasil dari perhitungan dengan menggunakan analisis uji Chi

Kuadrat / Uji Chi-Square.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis data menggunakan regresi linier sederhana, model persamaan

hubungan tebal hujan dan durasi hujan serta intensitas hujan, kegunaan

dan manfaat dari model persamaan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Menyampaikan kesimpulan dari hasil yang didapat dan memberikan saran

(29)

8

2

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Hujan

Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang

dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan

(surface runoff), aliran antara (interflow, subsurface flow), maupun sebagai aliran

air tanah (ground water flow) [6].

Gambar 2.1 Curah Hujan

Selain itu presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan

(30)

9

jumlah selalu dinyatakan dengan dalamannya presipitasi dalam satuan melimeter

[7].

Hujan atau presipitasi memiliki ciri - ciri proses terjadinya hujan, dibawah

ini adalah proses terjadinya hujan dan terjadinya hujan singkat.

2.2 Proses Terjadinya Hujan

Pertama, matahari merupakan sumber energi yang menerangi permukaan

Bumi. Efek panas matahari juga menjadi awal mula terjadinya hujan. Panas

matahari akan menyebabkan air menjadi menguap ke udara, baik itu air laut, air

sungai atau air danau serta juga air dari kandungan makhluk hidup lainnya yang

ada di bumi.

Kedua, adanya hembusan angin kemudian membuat awan yang sudah

terbentuk bergerak ke tempat lain. Kumpulan awan-awan kecil kemudian menyatu

sehingga terbentuklah awan yang lebih besar. Setelahnya awan besar bergerak ke

langit atau tempat dengan suhu lebih rendah maka warnanya menjadi semakin

kelabu.

Ketiga, setelah awan menjadi semakin kelabu, maka titik-titik air menjadi

semakin berat. Mengakibatkan titik-titik air tidak terbendung lagi dan membuat

butiran-butiran air jatuh ke permukaan bumi. Dari sinilah proses terjadinya hujan

(31)

10

2.3 Proses Terjadinya Hujan Secara Singkat

Jika dijelaskan secara singkat dalam bentuk poin-poin, maka bisa dilihat pada

penjelasan proses terjadinya hujan secara singkat berikut ini :

Panas matahari membuat air laut atau danau menguap, Uap air terkumpul di

udara dalam bentuk awan, awan yang terbentuk menjadi semakin besar, lalu

butiran butiran air akan jatuh. maka terjadilah hujan. Di bawah ini adalah

beberapa ilustrasi gambar proses terjadinya hujan dalam bentuk kartun animasi

dikutip dari berbagai sumber [9].

Gambar 2.2 Proses Terjadinya Hujan

2.4 Jenis-jenis dan Bentuk-Bentuk Hujan

Jenis - jenis hujan yang ada di seluruh dunia yang akan turun pada kurun

waktu tertentu dengan berbagai macam suhu-suhu tertentu yang melewati

(32)

11

permukaann bumi. Berikut adalah proses terjadinya jenis-jenis hujan yang ada di

seluruh dunia :

2.4.1 Hujan Frontal

Hujan frontal ini yang berawal dari udara yang hangat menjadi lebih

ringan dan lebih cenderung posisinya berada di atas udara yang lebih dingin

suhunya. Tempat bertemu diantara kedua massa tersebut disebut bidang front.

Lalu udara dingin akan mengangkat udara yang suhunya lebih hangat, kemudian

udara yang lebih hangat akan terangkat, kemudian akan mengembang dan

mendingin. Dalam proses pendinginan akan terbentuk titik-titik air yang disebut

dengan awan, seteleh titik-titik air itu mulai mengendap dan tak terbendung lagi

akhirnya akan terjatuh dan terjadilah hujan frontal [9].

Gambar 2.3 Hujan Frontal

2.4.2 Hujan Konveksi

Hujan konveksi atau yang biasanya disebutan hujan zenithal yang terjadi

pada siang hari sehingga disebut dengan hujan tengah hari ketika udara panas

(33)

12

sangat cerah dan panas akan terjadi pemanasan yang tinggi pada permukaan yang

ada di bumi akibatnya udara akan mengalami penguapan dan mengembang

bersamaan dengan uap-uap air lalu naik secara vertikal dengan proses yang sangat

cepat. Kemudian uap angin yang naik keatas akan mengalami sebuah pendinginan

dan akan berubah menjadi titik-titik air yang akan terjadinya pengembunan

kemudian mengakibatkan turunnya hujan konveksi. Hujan konveksi ini biasanya

sangat lebat dan hanya berlangsung sebentar yang terjadi di bagian daerah-daerah

yang sempit dan beriklim tropis. Hujan konveksi akan turun dalam waktu dua kali

dalam setahun [8].

Gambar 2.4 Hujan Konveksi

2.4.3 Hujan Orografis

Hujan orografis adalah hujan yang biasanya terjadi dipermukaan yang

datarannya tinggi seperti gunung. Hujan orografis ini terjadi dengan karena udara

yang mengandung uap air dipaksa oleh angin untuk mendaki pegunungan yang

melewati lereng kemudian kepermukaan yang lebih tinggi, maka udara akan

mengalami pendinginan yang kemudian akan mengalami pengembunan yang

(34)

13

membentuk awan. Lalu pembentukan titik-titik air yang mulai mengendap yang

akan menyebabkan terjadinya hujan pada lereng gunung yang menghadap ke arah

datangnya angin tersebut yang biasanya bergerak secara horizontal, dan angin

akan bertiup terus mendaki pengunungan dan menuruni lereng tetapi angin tidak

membawa uap air lagi sehingga di lereng yang membelakangi arah datangnya

angin tidak akan turun hujan [10].

Gambar 2.5 Hujan Orografis

2.4.4 Hujan Buatan

Hujan buatan adalah hujan yang sengaja bisa dibuat oleh manusia yang

telah dirancang oleh Badan Meteorologi Kilimatologi dan Geofisika (BMKG).

Hujan buatan dapat dilakukan dengan menaburkan bahan kimia berupa Argentium

Lodida atau bahan pendingin lainnya ke dalam awan untuk mempercepat proses

pembentukan awan. Hujan buatan biasanya dilakukan ketika musim hujan

(35)

14

kebutuhan sehari-hari atau ketika ada pembakaran hutan secara liar. Untuk bisa

menanggulangi terjadinya kebakaran [10].

2.5 Pola Hujan Di Indonesia

Di Wilayah Indonesia curah hujan sangat penting bagi Indonesia. Curah

hujan adalah jumlah curah air hujan yang turun ke permukaan bumi dalam kurun

waktu tertentu. Curah hujan yang jatuh kepermukaan bumi biasanya deras,

sedang, kecil, dan hanya rintik-rintik. Curah tinggi hujan yang datang diberbagai

daerah biasanya dipengaruhi beberapa faktor yaitu sudut datangnya matahari,

angin, arus laut maupun tinggi rendahnya suatu tempat dari hal itu yang

mempengaruhi hujan di berbagai tempat pasti berbeda-beda. Indonesia memiliki

beberapa pola curah hujan yaitu :

2.5.1 Pola Curah Hujan Monsun

Pola curah hujan monsun adalah pola curah hujan yang memiliki ciri-ciri

yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan). Pola curah hujan monsun

terjadi pada bulan-bulan tertentu yaitu pada bulan Juni, Juli dan Agustus akan

terjadi pergantian musim yang disebut dengan bulan kering, sedangkan

pada bulan Desember, Januari, dan Februari akan terjadi pergantian musim yang

disebut dengan bulan basah. Kemudian pada sisa enam bulannya merupakan

periode peralihan atau pancaroba (tiga bulan peralihan musim kemarau ke musim

hujan dan tiga bulan peralihan musim hujan ke musim kemarau). Biasanya daerah

(36)

15

Selatan, Jawa, Nusa Tenggara bagian Papua, Bali dan Sumatera bagian Selatan

[11].

2.5.2 Pola Curah Hujan Ekuatorial

Pola curah hujan Ekuatorial adalah curah hujan yang memiliki ciri-ciri

yang bersifat bimodial (dua puncak hujan). Pola curah hujan monsun terjadi pada

bulan-bulan tertentu yaitu pada bulan Maret dan Oktober pada saat terjadi

ekinoks. Biasanya daerah yang didominasi dengan curah hujan ekuatorial adalah

pulau Kalimantan bagian Utara dan pulau Sumatera bagian Tengah dan Utara

[12].

2.5.3 Pola Curah Hujan Lokal

Pola curah hujan Lokal adalah curah hujan yang memiliki ciri-ciri yang

bersifat unimodial (dua puncak hujan) namun bentuknya pola curah hujan lokal

berlawanan dengan pola curah hujan monsun. Biasanya daerah yang di dominasi

dengan curah hujan lokal adalah Sulawesi, Maluku dan Papua [12].

2.6 Siklus Hujan

Terjadinya hujan terutama karena adanya perpindahan massa air basah ke

tempat yang lebih tinggi sebagai respon adanya beda tekanan udara antara dua

tempat yang berbeda ketinggiannya. Karena adanya akumulasi (pengumpulan)

uap air pada suhu yang rendah maka akan terjadilah proses kondensasi, dan pada

gilirannya massa air basah tersebut jatuh sebagai air hujan [13].

Mekanisme berlangsungnya hujan melibatkan tiga faktor utama, yaitu:

(37)

16

menjadi penuh. Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.

Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk

kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan) karena gravitasi.

Siklus hidrologi merupakan proses pengeluaran air dan perubahannya

menjadi uap air yang mengembun kembali menjadi air yang berlangsung terus

menerus tiada henti-hentinya. Sebagai akibat terjadinya sinar matahari maka

timbul panas. Dengan adanya panas ini maka air akan menguap menjadi uap air

dari semua tanah, sungai, danau, telaga, waduk, laut, kolam, sawah, dan lain-lain

dan prosesnya disebut penguapan (evaporation). Penguapan juga terjadi pada

semua tanaman yang disebut transpirasi (transpiration) [14].

Ilustrasi mengenai fenomena turunnya hujan dapat dilihat dalam gambar.

(38)

17

2.7 Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan dalam satuan waktu

tertentu. Apabila intensitasnya tinggi berarti hujan lebat, dan intensitas juga dapat

menjadi dasar dalam memperkirakan dampak hujan seperti banjir, longsor dan

efeknya terhadap makhluk hidup. Biasanya satuan yang digunakan adalah

mm/jam. Jadi intensitas curah hujan berartu jumlah curah hujan dalam waktu

relatif singkat (biasanya dalam waktu 2 jam). Intensitas curah hujan ini dapat

diperoleh atau dibaca dari kemiringan kurva (tangens kurva) yang dicatat oleh alat

ukur curah hujan otomatis [7].

Intensitas curah hujan dan sifat curah hujan dalam Tabel 2.1. kemudian di

Tabel 2.2 curah hujan dan intensitasnya tidak bertambah sebanding dengan waktu. Jika waktu itu ditentukan lama, maka penambahan curah hujan itu adalah

lebih kecil dibandingkan dengan penambahan waktu, karena terkadang curah

hujan itu berkurang ataupun berhenti [7].

Tabel 2.1 Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan

Derajat Hujan Intensitas Curah Hujan

(mm/min) Kondisi

Hujan sangat lemah < 0,02 Tanah agak basah atau

dibasahi sedikit.

Hujan lemah 0,02-0,05

Tanah menjadi basah semuanya tetapi sulit

membuat puddel.

Hujan normal 0,05-0,25

Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan

kedengaran.

(39)

18

permukaan tanah dan bunyi keras hujan

kedengaran dari genangan.

Hujan sangat deras >1

Hujan seperti ditumpahkan, saluran dan

drainase meluap.

Tabel 2.2 Keadaan Curah Hujan Dan Intensitas Curah Hujan

Keadaan curah hujan

Intensitas curah hujan (mm)

1 jam 24 jam

Hujan sangat ringan < 1 <5

Hujan ringan 1,5 5-20

Hujan normal 5-20 20-50

Hujan lebat 10-20 50-100

Hujan sangat lebat >20 >100

2.7.1 Ukuran Butir Hujan dan Kecepatan Jatuh Air Hujan

Dalam ukuran butir - butir hujan bisa berjenis jenis, nama dari butir hujan

tergantung dari ukurannya. Dalam ilmu meteorologi butir hujan dengan diameter

lebih dari 0,5 mm disebut hujan dan diameter antara 0,50 -0.1 mm disebut grimis

(drizzle). semakin besar butir hujan itu, semakin besar kecepatan jatuhnya. Jadi

kecepatan maksimum adalah kira – kira 9,2 mm/det. Tabel 2.3 menunjukan

(40)

19

Tabel 2.3 Ukuran Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan.

Jenis Diameter bola (mm) Massa (mg) Kecepatan jatuh (m/sec) Hujan gerimis 0,15 0,0024 0,5 Hujan halus 0,5 0,065 2,1 Hujan normal (lemah – deras) 1-2 0,52-42 4,0-6,5 Hujan sangat deras 3 14 8,1

2.7.2 Hubungan Antara Topografi Dan Hujan

Pada umumnya curah hujan di daerah pegunungan adalah lebih dari di

daratan. Hubungan antara ketinggian (elevasi) dan curan hujan dinyatakan oleh

persamaan:

R = a + b . h (2.1)

R: Curah Hujan (mm)

h: Ketinggian (m)

Mengenai mengenai hubungan antara arah angin dan dan curah hujan dapat

dikemukakan bahwa arah angin yang menyebabkan hujan biasanya tetap ditiap

wilayah. Umumnya hujan kebanyakan jatuh dibagian lereng yang menghadap

(41)

20

2.8 Alat Penakar Hujan Otomatis (Automatic Rainfall Recorder/ARR) Jenis ARR dengan float (pelampung) dilengkapi dengan pelampung dalam

suatu bejana yang dihubungkan dengan corong penangkap hujan melalui pipa.

Gerakan naik pelampung akibat pertambahan air dalam tabung diteruskan dengan

mekanisme khusus yang dapat menggerakan pena di atas kertas perekam. Alat ini

juga dilengkapi dengan alat penguras air. Pada waktu pelampung mencapai posisi

tertinggi, maka air akan terbuang secara otomatis dengan melalui pembuang air

dan pelampung kembali pada posisi paling bawah ini:

Gambar 2.7 Bentuk Skematik Pencatat Pelampung Tipe Hellman Pada umumnya penakar hujan tipe Hellman yang dipakai oleh BMKG

yaitu Rain Fuesyang diimpor dari Jerman, walaupun ada penakar tipe ini yang

buatan dalam negeri. Cara kerja penakar hujan tipe ini yaitu, jika hujan turun, air

hujan masuk memalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat

pelampung hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau

naik ke atas tangkat pelampung terdapat tongkat pena yang gerakannya selalu

mengikuti tangkai pelampung gerakan pena dicatat pada pias. Jika air di tabung

hampir penuh, pena akan mencapai tempat teratas pada pias setelah air mencapai

lengkungan selang gelas, maka berdasarkan sistem siphon otomatis air dalam

(42)

21

dengan keluarnya air tangki pelampung dan pena turun dan menggoreskan garis

vertikal jika hujan masih turun, maka pelampung akan naik kembali curah hujan

dihitung dengan menghitung garis-garis vertikal. Dibawah ini adalah gambar

penakar hujan otomatis tipe hellman [15].

Gambar 2.8 Penakar Hujan Otomatis Tipe Hellman 2.9 Hubungan Tebal Hujan Terhadap Durasi Hujan

Data curah hujan diperlukan sebagai masukan pada analisis hidrologi. Data

yang diperlukan dapat berupa :

1. Tebal hujan yang terakumulasi selama selang waktu tertentu (a given time

interval) pada peluang ( probability ) atau periode ulang ( return period )

tertentu.

2. Hubungan antara tebal hujan dan durasi hujan.

Kedua parameter tersebut ditentukan dari hasil pengukuran data curah hujan yang

cukup lama. Pada durasi yang sama dapat terjadi hujan dengan intensitas yang

berbeda – beda, dalam satu kejadian hujan pun intensitas setiap selang waktu

(43)

22

langsung, tebal hujan akan bertambah jika durasi bertambah. Persamaan umum

untuk menyatakan hubungan tebal hujan terhadap durasi [16].

adalah :

H = k tn (2.2)

Dimana :

H = tebal hujan ( mm )

t = durasi hujan ( menit )

k = koefisien

n = eksponen yang bernilai sebagai bilangan riel positif dan nilainya kurang dari 1

(satu).umumnya 0.20-0.50 Persamaan ini dapat diubah menjadi :

log H =log k + n log t. (2.3)

Atau dapat diubah menjadi persamaan regresi linier sederhana :

Y = A + B X Dimana Y = log H, A = log k dan BX = n log t serta untuk X = log

t maka B = n. Bila i = 1,2,3,…n adalah banyaknya data maka nilai A dan B dapat

ditentukan dengan cara kuadrat terkecil :

nƩXiYi - ƩXiƩYi

B = nƩXi² - (Ʃxi)² (2.4)

Ʃyi – BƩXi

A= n (2.5)

Dengan persamaan korelasi (r)

(44)

23

R= [|nƩi² - (Ʃxi)²||nƩXi² - (Ʃyi)|]½ (2.6)

Proses analisis data untuk menentukan tebal hujan rata – rata (pada

periode tertentu : setiap jam, harian, bulanan, tahunan) dapat dilakukan dengan

menggunakan metode rata – rata aritmatik, metode ini merupakan metode yang

paling sederhana, tebal hujan dapat dihitung dengan rumus :

Hr = 1/n ( H1 + H2 + H3 + …+ Hn ) (2.7)

Dimana :

Hr = tebal hujan rata – rata (mm)

H1, H2, H3, …Hn = tebal hujan (mm)

n = jumlah data

2.10 Frekuensi Durasi – Intensitas

Analisis frekuesi ini melibatkan urutan data semua pengukuran dalam suatu

periode selama 30 tahun data intensitas hujan untuk berbagai durasi dan urutan

data mulai yang terbesar sampai terkecil maka dapat ditentukan jumlah tahun

suatu nilai kejadian intensitas hujan dengan durasi tertentu akan sama atau

melebihi intensitas hujan rata –rata satu kali selama periode pengamatan tersebut

dalam kaitan ini maka terdapat istilah periode ulang (return period) oleh karena

itu yang dimaksud dengan periode ulang intensitas adalah interval waktu rata rata

dari besarnya semua suatu nilai dari intensitas hujan tertentu akan disamai atau

dilampaui satu kali. Pada umumnya periode ulang dinyatakan dengan simbol T

(45)

24

2.11 Analisis Chi – Kuadrat

Dalam mendapatkan data yang diprakirakan besarnya melalui model

persamaan regresi, tidak diperlukan adanya asumsi tentang bentuk penyebaran

kesalahan. Selain itu juga untuk menguji apakah persamaan itu cocok dengan data

pengamatan maka perlu diuji, pengujian dilakukan dengan uji chi- kuadrat yang

dirumuskan sebagai berikut :

dk = ( B-1 )(K-1) (2.8) x² = Ʃ [O - E] E. (2.9) Dimana : dk = derajat kebebasan B = banyak baris K = banyak kolom

χ2 = nilai chi – kuadrat terhitung O = nilai pengukuran

E = nilai dari persamaan

Dari persamaan diatas yang diperoleh maka nilai chi – kuadrat pada Tabel.

2.4 pada taraf signifikan (ɑ = 5%) dan derajat kebebasan (dk 10-1 = 9) maka nilai dari kepercayaan 0,05 [17].

(46)

25

Tabel 2.4 Nilai X2 Untuk Distribusi Chi – Khuadrat ( Satu Sisi)

(47)

26

3

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika (BBMKG) yang beralamat di Jl. H. Abdul Gani No. 05, Cempaka Putih

Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Banten Jawa Barat. Penelitian dimulai

sejak tanggal 9 Juli hingga Januari 2020.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Perangkat Keras

Peralatan yang digunakan dalam proses pengambilan data yaitu:

1. Alat ukur curah hujan tipe Hellman ini adalah (Automatic Rainfall

Recorder / ARR) alat ini sebagai penakar hujan otomatis.

2. Buku khusus yang berisi tada tabel daftar peneriamaan data hujan

3.2.2 Perangkat Lunak

Perangkat lunak atau software yang digunakan dalam proses pengolahan

data pada penelitian ini yaitu:

a. Microsoft Office Word digunakan untuk menuliskan prosedur dan hasil

penelitian.

b. Microsoft Office Excel untuk mengolah data penelitian dan perhitungan

(48)

27

3.3 Digram Alur Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini ditunjukkan oleh diagram

alir pada dibawah ini :

Mulai

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Curah Hujan

Analisis Parameter

Statistik

Kesimpulan

Selesai

Peta Topografi Menggunakan

(49)

28

3.4 Pengolahan Data Hujan

Data hujan Jam jaman Selama 30 tahun

Pengolahan data lanjutan (Data Hujan Maksimum Rata – Rata)

Grafik durasi tebal hujan terhadap durasi

hujan Grafik intensitas hujan terhadap durasi hujan

Selesai

Mulai

Regresi linier sederhana

(50)

29

3.5 Perhitungan Data Hujan

Grafik hujan yang terekam pada AUHO (Aalat Ukur Hujan Otomatis) yang

diterima dari setiap pengamat setelah diterima dari kantor pengelola pos hujan

tersebut harus dicatat pada buku khusus yang berisi data tabel daftar penerimaan

data hujan. Berikut adalah tabel yang serupa dapat dibuat sebagai daftar

permintaan data lapangan dari pos ilkim [18].

Gambar 3.1 Formulir Perimaan Data Hujan Otomatis

Sebelum dilakukan perhitungan tebal hujan maka harus dicek dari

(51)

30

penulisan dan atau nomer pos hujan, salah skala grafik, salah pembacaan dan atau

penulisan data hujan, salah saat memasang kertas grafik AUHO Misal salah

memasang skala tebal dan atau waktu, salah saat menggakan data.

Hasil perhitungan dari AUHO dapat juga disajikan pada tabel hujan seperti

contoh dalam Gambar 3.1 pada kolom HO sesuai tanggal dan bulan terjadinya

hujan yaitu sehasi sebelum tanggal pengukuran. Pengukuran tanggal 1 pukul

07,00 pagi waktu setempat harus disikan pada baris tanggal 1 [18].

Hasil perhitungan dari AUHO juga disajikan pada tabel pengisiannya tepat

sesuai dengan tanggal waktu terjadinya hujan, setiap interval 1 jam. Pembacaan

satu tabel hujan berdasarkan arah grafik yang miring kekanan. Bagian grafik

AUHO yang gambarnya miring ke arah kanan pada skali waktu tertentu berarti

selama periode waktu tersebut telah terjadi hujan dengan tebal hujan = setebal

selisih besarnya hujan yang terjadi diantara skala waktu dari miringnya grafik

tersebut tebal hujan di tulis dengan satuan mmatau satu angka di belakang koma,

Berikut adalah contoh grafik data hujan [19].

(52)

31

3.5.1 Analisis Data Hujan

Dalam membangun pos hujan mempunyai banyak tujuan antara lain; (1)

mendapatkan sampel data hujan dari suatu jaringan hidrologi; (2) menentukan

karakteristik DPS, seperti: tebal, analisis; intensitas frekuensi atau periode ulang

hujan, untuk mendapatkan karakteristik hujan itu diperlukan analisis antara lain

sebai berikut: Pengecekan kualitas data, pengisian data yang kosong ,

menentukan hujan rata rata DPS, analisis tebal dan intensitas hujan terhadap

durasi dan analisis kurva massa ganda [20].

3.5.1.1 Pengecekan Analisis Data Hujan

Diperlukan data hujan untuk analisis hidrologi atau DPS minimal 30 tahun

data runtut waktu. Dari data itu harus tidak mengandung kesalahan dan harus

dicek sebelelum digunakan untuk analisis hidrologi lebih lanjut. Agar tidak

mengandung kesalahan (error) dan harus tidak mengandung data kosong (missing

record), oleh karena itu harus pengecekan kualitas data (data quality control).

3.5.1.2 Pengisian Data Kosong

Setelah data hujan dicek kebenarannya untuk selanjatnya digunakan untuk

analisis hidrologi dan data yang salah dipisahkan tidak digunakan hidrologi, maka

langkah selanjutnya melakukan pengecekan apakah datanya merupakan data yang

tercatat lengkap sesuai dengan hari kejadianya hujan. Analisis hidrologi memang

tidak selalu memerlukan pengisian data kosong misal terdapat data kosong pada

musim kemarau sedang analisis hidrologi tersebut menghitung dedit banjir musim

penghujan maka dipandang tidak perlu melengkapi data pada periode kosong

(53)

32

musim kemarau tersebut harus diuhasakan untuk lengkapi,dalam memperkirakan

data hujan periode kosong tersebut dianataranya menggunakan metode, rata rata

aritmatika sederhana [21].

3.5.2 Hubungan Tebal Hujan Terhadap Durasi

Dari data curah hujan diperlukan yang sebagai masukan pada analisis

hidrologi dalam pengolahan sumber daya air, data yang diperlukan berupa: Satu,

tebal hujan terakumulasi selama selang waktu tertentu pada peluang atau periode

ulang tertentu. Dua, hubungan tebal hujan dan durasi hujan, kedua prameter

tersebut ditentukan dari hasil pengukuran data curah hujan uang cukup lama

minimal disarankan data 30 tahun. Pada durasi yang sama dapat terjadi hujan

dengan intensitas yang berbeda. Mungkin intensitas itu sebesar 50 mm/jam

mungkin pada waktu yang yang berbeda sebesar 150 mm/jam. Dalam satu

kejadian hujanpun intensitas setiap selang waktu dapat berbeda. Pada suatu

kejadian hujan dapat terjadi hujan tersebut terpusat pada saat-saat awal durasi

atau dibagian tengah durasi atau dibagian durasi bagian akhir durasi, meskipun

intensitasnya setiap jam sama besarnya. Mengawali analisis intensitas hujan

adalah mengupulkan data hujan maksimum rata - rata setiap tahun (annual

maximum value) yang diukur pada selang waktu hujan (diffrent time interval)

setiap 5; 10; 15; 30; 45; 60; 120; 180; 360; 720 menit telah diketahui bahwa

intensitas hujan maksimum dari suatu kejadian akan semakin bertambah bila

durasinya semakin berkurang. Tebal hujan dan durasi umumnya mempunyai

(54)

33

bertambah. Persmaan umum untuk menyatakan hubungan terhadap durasi hujan

[22].

Dari rumus (2) dalam hal ini H = tebal hujan (mm), t = durasi hujan

(menit), k = koefesian dan n adalah eksponen yang bernilai sebagai bilangan real

positip dan nilainya kurang dari 1 (satu) umumnya nilai n berkisar antara 0,20

samapai 0,50. Dengan basis data sebuah pos hujan (nilai lokal) atau beberapa

pos hujan (nilai regional) maka dengan menggunakan persamaan (uji - chi

kuadrat) dapat memperkirakan besar tabel hujan pada durasi tertentu, namun

setiap persamaan yang dibangun dari persamaan (uji chi kuadrat) hanya berlaku

terbatas untuk lokasi pos hujan dimana persamaan itu ditentukan atau yang

kondisinya serupa [22].

3.5.3 Hubungan Intensitas Hujan Terhadap Durasi

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada

suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi. Curah hujan dinotasikan

dengan huruf I dengan satuan mm/jam [23].

Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi

pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak

sangat luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas

tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari

intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila

terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit [20].

Hubungan antara intensitas hujan terhadap durasi hujan adalah berbanding

(55)

34

persmaan (uji chi kuadrat) apabila tabel hujan (H) dibagi dengan (t) maka akan

diperoleh persamaan dH/dt = I = K.n t( ).

Nilai (i 1,0/ k.n) = a dan nilai m =1- n. Karena nilai n selalu kurang dari

1,0 maka nilai m juga kurang dari 1,0. Intensitas terhadap durasi seabagi seabai

persamaan sederhana yaitu I = a / t „ model lain hubungan antara intensitas

terhadap durasi antara lain I = a/(t + b). Persamaan umumnya adalah: = a/(t + b) .

Nilai a b dan m dapat ditentukan denagn analisis regresi untuk nilai b = O maka

(56)

35

4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan Data Tebal Hujan

Pada Gambar 4.1 penampang koordinat titik pos hujan Pondok Betung

Tangerang Selatan yang menggunakan Google Earth Pro yang dapat mejelajahi

seluruh dunia dari atas dengan citra satelit dan medan 3D dari seluruh globe dan

bagunan 3D di ratusan kota diseluruh dunia.

Gambar 4.1 Koodinat Titik Pengamatan Pos Hujan Pondok Betung Selama 30 Tahun

Hasil dari data pengamatan di pos hujan tahunan untuk durasi hujan dari alat

ukur hujan otomatik (AUHO) Stasiun Klimatologi Pondok Betung ditunjukan

(57)

36

20, 25, dan 30 tahun, data tersebut diamati selama kurun waktu 1990 – 2019

tahun. (1990 -2019) [24].

4.1.1 Perhitungan Data Tebal Hujan Maksimum Dalam Periode Ulang 2, 5, 10 20, 25 dan 30 Tahun

Hasil analisis data diperoleh data curah hujan rata – rata maksimum tahunan, untuk berbagai durasi hujan otomatik (AUHO) dari stasiun Klimatiolgi Pondok Betung untuk setiap periode ulang 2, 5, 10, 20, 25, dan 30 tahun.

Tabel 4.1 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2018 -2019

Sumber : Hasil Perhitungan

Pada Tabel 4.1 dari hasil perhitungan metode rata – rata aretmatik, maka

diperoleh hasil tebal hujan dalm periode ulang hujan 2 tahun dari tahun 2018 –

2019 dari durasi 5 menit sampai dengan 720 bertambah dari mulai 1,6 mm sampai

5,0 mm ketebalan hujannya.

Tabel 4.2 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2015 -2019

Sumber : Hasil Perhitungan

Tahun Durasi (Menit) dan Tebal Hujan Tahun 2018-2019

5 10 15 30 45 60 120 180 360 720

2018 1,3 1,8 2,3 3,0 3,3 3,4 3,6 3,7 3,9 4,0

2019 2,0 2,6 2,9 3,7 4,4 4,8 5,1 5,2 5,6 5,9

Rata Rata 1,6 2,2 2,6 3,4 3,9 4,1 4,4 4,5 4,7 5,0

Tahun Durasi (Menit) dan Tebal Hujan Tahun 2015 - 2019

5 10 15 30 45 60 120 180 360 720 2015 1,0 1,4 1,7 2,2 2,8 2,6 2,9 3,1 3,3 3,5 2016 1,9 2,6 3,5 4,9 5,7 6,3 6,9 7,3 7,6 7,8 2017 2,1 2,8 3,5 4,5 5,6 5,8 6,3 6,7 7,0 7,1 2018 1,3 1,8 2,3 3,0 3,3 3,4 3,6 3,7 3,9 4,0 2019 2,0 2,6 2,9 3,7 4,4 4,8 5,1 5,2 5,6 5,9 Rata rata 1,7 2,2 2,8 3,7 4,4 4,6 5,0 5,2 5,5 5,7

(58)

37

Pada Tabel 4.2 dari hasil perhitungan metode rata – rata aretmatik, maka

diperoleh hasil tebal hujan dalm periode ulang hujan 2 tahun dari tahun 2018 –

2019 dari durasi 5 menit sampai dengan 720 bertambah dari mulai 1,6 mm sampai

5,7 mm ketebalan hujannya.

Tabel 4.3 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2010 - 2019

Sumber : Hasil Perhitungan

Pada Tabel 4.3 dari hasil perhitungan metode rata – rata aretmatik, maka

diperoleh hasil tebal hujan dalm periode ulang hujan 2 tahun dari tahun 2018 –

2019 dari durasi 5 menit sampai dengan 720 bertambah dari mulai 1,6 sampai 5,7

ketebalan hujannya.

Tahun Durasi (Menit) dan Tebal Hujan Tahun 2010 - 2019

5 10 15 30 45 60 120 180 360 720 2010 2,2 3,1 3,9 5,3 6,1 6,5 7,3 7,4 7,7 8,0 2011 0,7 1,0 1,3 1,7 1,9 2,1 2,3 2,3 2,4 2,4 2012 1,5 2,2 2,9 3,9 4,4 4,6 5,0 5,1 5,6 5,8 2013 1,5 2,2 2,7 3,7 4,5 4,9 5,4 5,7 6,3 6,3 2014 1,5 2,1 2,7 3,7 4,2 4,6 5,1 5,3 5,7 6,0 2015 1,0 1,4 1,7 2,2 2,8 2,6 2,9 3,1 3,3 3,5 2016 1,9 2,6 3,5 4,9 5,7 6,3 6,9 7,3 7,6 7,8 2017 2,1 2,8 3,5 4,5 5,6 5,8 6,3 6,7 7,0 7,1 2018 1,3 1,8 2,3 3,0 3,3 3,4 3,6 3,7 3,9 4,0 2019 2,0 2,6 2,9 3,7 4,4 4,8 5,1 5,2 5,6 5,9 RATA-RATA 1,6 2,2 2,7 3,7 4,3 4,6 5,0 5,2 5,5 5,7

(59)

38

Tabel 4.4 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 2010 - 2019

Sumber : Hasil Perhitungan

Pada Tabel 4.4 dari hasil perhitungan metode rata – rata aretmatik, maka

diperoleh hasil tebal hujan dalm periode ulang hujan 2 tahun dari tahun 2018 –

2019 dari durasi 5 menit sampai dengan 720 bertambah dari mulai 1,4 sampai 5,4

ketebalan hujannya.

Tahun Durasi (Menit) dan Tebal Hujan Tahun 2000 -2019

5 10 15 30 45 60 120 180 360 720 2000 0,9 1,4 1,8 2,4 2,7 2,9 3,3 3,4 3,7 3,9 2001 1,0 1,9 2,4 3,7 4,4 4,8 5,3 5,6 6,0 6,0 2002 1,1 1,7 2,2 3,0 3,4 3,7 4,2 4,4 4,7 4,8 2003 0,7 1,3 1,5 2,0 2,3 2,5 2,9 3,0 3,5 3,9 2004 1,2 2,0 2,5 3,2 3,7 4,0 4,4 4,6 4,9 5,1 2005 1,6 2,3 3,0 4,0 4,8 5,1 5,6 5,8 6,2 6,4 2006 1,1 1,7 2,1 3,0 3,3 3,6 3,9 4,0 4,2 4,3 2007 1,2 1,7 2,6 3,1 3,8 4,1 4,8 5,1 5,6 6,0 2008 1,3 1,7 2,1 3,0 3,2 3,6 3,9 4,1 4,3 4,7 2009 1,7 2,3 2,8 3,9 3,9 4,1 4,4 4,6 5,0 5,2 2010 2,2 3,1 3,9 5,3 6,1 6,5 7,3 7,4 7,7 8,0 2011 0,7 1,0 1,3 1,7 1,9 2,1 2,3 2,3 2,4 2,4 2012 1,5 2,2 2,9 3,9 4,4 4,6 5,0 5,1 5,6 5,8 2013 1,5 2,2 2,7 3,7 4,5 4,9 5,4 5,7 6,3 6,3 2014 1,5 2,1 2,7 3,7 4,2 4,6 5,1 5,3 5,7 6,0 2015 1,0 1,4 1,7 2,2 2,8 2,6 2,9 3,1 3,3 3,5 2016 1,9 2,6 3,5 4,9 5,7 6,3 6,9 7,3 7,6 7,8 2017 2,1 2,8 3,5 4,5 5,6 5,8 6,3 6,7 7,0 7,1 2018 1,3 1,8 2,3 3,0 3,3 3,4 3,6 3,7 3,9 4,0 2019 2,0 2,6 2,9 3,7 4,4 4,8 5,1 5,2 5,6 5,9 Rata Rata 1,4 2,0 2,5 3,4 3,9 4,2 4,6 4,8 5,2 5,4

(60)

39

Tabel 4.5 Tebal Hujan Maksimum AUHO Stasiun Klimatologi Pondok Betung 1995 - 2019

Sumber : Hasil Perhitungan

Pada Tabel 4.5 dari hasil perhitungan metode rata – rata aretmatik, maka

diperoleh hasil tebal hujan dalm periode ulang hujan 2 tahun dari tahun 2018 –

2019 dari durasi 5 menit sampai dengan 720 bertambah dari mulai 1,3 sampai 5,5

ketebalan hujannya.

Tahun Durasi (Menit) dan Tebal Hujan Tahun 1995 - 2019

5 10 15 30 45 60 120 180 360 720 1995 1,2 2,0 2,5 3,6 4,1 4,6 5,3 5,7 6,2 6,6 1996 1,0 1,8 2,4 3,7 4,4 4,9 5,7 6,5 7,0 7,4 1997 0,4 0,9 1,2 1,9 2,2 2,4 3,1 3,4 4,1 4,4 1998 0,5 1,1 1,5 2,6 3,3 3,9 4,5 4,8 5,7 6,6 1999 0,5 1,2 1,6 2,6 3,1 3,3 4,0 4,2 4,9 5,1 2000 0,9 1,4 1,8 2,4 2,7 2,9 3,3 3,4 3,7 3,9 2001 1,0 1,9 2,4 3,7 4,4 4,8 5,3 5,6 6,0 6,0 2002 1,1 1,7 2,2 3,0 3,4 3,7 4,2 4,4 4,7 4,8 2003 0,7 1,3 1,5 2,0 2,3 2,5 2,9 3,0 3,5 3,9 2004 1,2 2,0 2,5 3,2 3,7 4,0 4,4 4,6 4,9 5,1 2005 1,6 2,3 3,0 4,0 4,8 5,1 5,6 5,8 6,2 6,4 2006 1,1 1,7 2,1 3,0 3,3 3,6 3,9 4,0 4,2 4,3 2007 1,2 1,7 2,6 3,1 3,8 4,1 4,8 5,1 5,6 6,0 2008 1,3 1,7 2,1 3,0 3,2 3,6 3,9 4,1 4,3 4,7 2009 1,7 2,3 2,8 3,9 3,9 4,1 4,4 4,6 5,0 5,2 2010 2,2 3,1 3,9 5,3 6,1 6,5 7,3 7,4 7,7 8,0 2011 0,7 1,0 1,3 1,7 1,9 2,1 2,3 2,3 2,4 2,4 2012 1,5 2,2 2,9 3,9 4,4 4,6 5,0 5,1 5,6 5,8 2013 1,5 2,2 2,7 3,7 4,5 4,9 5,4 5,7 6,3 6,3 2014 1,5 2,1 2,7 3,7 4,2 4,6 5,1 5,3 5,7 6,0 2015 1,0 1,4 1,7 2,2 2,8 2,6 2,9 3,1 3,3 3,5 2016 1,9 2,6 3,5 4,9 5,7 6,3 6,9 7,3 7,6 7,8 2017 2,1 2,8 3,5 4,5 5,6 5,8 6,3 6,7 7,0 7,1 2018 1,3 1,8 2,3 3,0 3,3 3,4 3,6 3,7 3,9 4,0 2019 2,0 2,6 2,9 3,7 4,4 4,8 5,1 5,2 5,6 5,9 Rata Rata 1,3 1,9 2,4 3,3 3,8 4,1 4,6 4,8 5,2 5,5

Gambar

Tabel 4.53 Perhitungan Regresi Linier Sederhana ..............................................
Tabel 1.1 Posisi Titik Pos Pengamatan Hujan Kota Tangerang Selatan  Nama Titik
Gambar 2.1 Curah Hujan
Ilustrasi mengenai fenomena turunnya hujan dapat dilihat dalam gambar.
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.. Menyiapkan materi yang akan disampaikan dalam kegiatan praktik mengajar dengan mengacu pada RPP yang telah dibuat.

Peningkatan ini terjadi karena pendekatan ini menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan situasi nyata, memanfaatkan lingkungan sekitar dan simulasinya

a. Guru mengkaji kesesuaian metode dengan tujuan yang akan dicapai. Memilih, memilah peralatan yang akan dipakai. Memperkirakan waktu yang dierlukan. Mencoba peralatan terlebih

faktor yaitu suhu, cara penanganan ikan dan faktor sanitasi dari basket /wadah serta sarana transportasi yang digunakan, sehingga sudah saatnya pada waktu yang akan datang

Tujuan: mengetahui formula terbaik untuk menghasilkan aktivitas antibakteri pada staphylococcus aureus Metode: Mikroemulsi ekstrak biji pepaya dengan sistem M/A dibuat

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

Oleh karena itu, dilakukan pemurnian produk hasil sintesis dengan mengisolasi senyawa turunan antrakuinon menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparatif

Website telah menjadi media penyampaian informasi bagi bermacam perusahaan, sekolah, tidak terkecuali pada organisasi. Website PESSTA+ Perguruan Tinggi Raharja, merupakan suatu