• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang,"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Pengertian efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang, tergantung pada kerangka acuan yang dipakainya. Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara meningkatkannya, cara mengaturnya, bahkan cara menentukan indikator efektivitas. Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program tertentu, karena kesejahteraan manusia merupakan tujuan dari proses pembangunan. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan tersebut dapat dilakukan dengan mengukur beberapa indikator spesial seperti; pendapatan, pendidikan ataupun rasa aman dalam mengadakan pergaulan (Soekanto, 1989:48).

Efektivitas berasal dari kata efektif, batasan konsep ini sulit untuk diperinci, karena masing‐masing disiplin ilmu memberikan pengertian sendiri. Bagi seorang ahli ekonomi atau analis keuangan, efektivitas semakna dengan keuntungan, atau laba investasi Bagi seorang manajer produksi, efektivitas seringkali berarti kuantitas keluaran (output) barang atau jasa. Bagi seorang ilmuwan bidang riset, efektivitas dijabarkan dengan jumlah paten, penamaan atau produk baru suatu organisasi. Bagi sejumlah sarjana ilmu sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas kehidupan bekerja (Streers, 1980: 1).

(2)

Tindakan yang efektif adalah tindakan pencapaian tujuan tanpa memperhitungkan bagaimana atau seberapa pengorbanan yang diberikan atau ditimbulkan, asalkan tujuan dapat tercapai. Dengan demikian dapat terjadi penghamburan usaha (tenaga, waktu, fikiran, ruang benda dan uang) dari yang melaksanakan pekerjaan. Menurut pengertian tersebut, efektivitas adalah kemampuan untuk memilih sasaran yan tepat.

Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Efektivitas disebut juga efektif, apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa: “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya” (Hidayat, dalam http://blog.wordPress.Com/defenisidanpengertian

efektifitas/28Maret2009/).

Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkannya. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2001: 24).

Pada dasarnya, dikemukakan bahwa cara yang terbaik untuk meneliti efektivitas ialah memperhatikan secara serempak tiga buah konsep yang saling berhubungan, diantaranya adalah paham mengenai optimal tujuan, prespektif sistematika, tekanan pada segi tingkah laku manusia dalam susunan organisasi. Efektivitas dijabarkan berdasarkan kapasitas suatu organisasi untuk memperoleh dan

(3)

memanfaatkan sumber daya yang langka dan berharga secara sepandai mungkin dalam usahanya mengejar tujuan operasi dan operasionalnya (Streers, 1980:4-5).

Efektivitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan tersebut telah memperhatikan efektivitas operasionalnya. Terdapat beberapa cara pengukuran terhadap efektivitas, sebagai berikut:

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output

5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Campbell, 1989:121).

Sementara menurut Gibson, efektivitas organisasi dapat diukur sebagai berikut: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap 4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat 6. Tersedianya sarana dan prasarana

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik (Gibson, dalam Tangkilisan, 2005:65)

Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan akhir atau tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir, perusahaan harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya tujuan,

(4)

sehingga dapat diterima pandangan yang menilai efektivitas organisasi sebagai ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.

2.1.2 Pendekatan terhadap Efektivitas

Pendekatan terhadap efektivitas dilakukan dengan bagian yang berbeda, dimana perusahaan mendapatkan input berupa berbagai macam sumber dari lingkungannya. Kegiatan dan proses internal yang terjadi dalam perusahaan mengubah input menjadi output atau program yang kemudian dilemparkan kembali kepada lingkungannya. Pendekatan terhadap efektifitas terdiri dari:

1. Pendekatan Sasaran

Pendekatan ini mencoba mengatur sejauh mana suatu perusahaan berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Sasaran yang perlu di perhatikan dalam pengukuran efektifitas ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkan. Dan memusatkan perhatian terhadap asperk output, yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output. Pendekatan sasaran dapat direalisasikan apabila organisasi mampu melakukan pendekatan kepada warga binaaan sosial dalam mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu semua warga binaan sosial dapat berfungsi sosial.

2. Pendekatan Sumber

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu perusahaan dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkan.

(5)

Suatu organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu organisasi terhadap lingkungannya, karena perusahaan mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan sering kali bersifat langka dan bernilai tinggi. Pendekatan sumber dalam organisasi dapat di ukur dari seberapa jauh hubungan antara warga binaan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

3. Pendekatan Proses

Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai defenisi dan kondisi kesehatan dari suatu organisasi. Pada organisasi yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap berbagai sumber yang dimiliki organisasi, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan organisasi. Tujuan dari pada pendekatan proses yang dilakukan organisasi adalah bagaimana organisasi mampu menggunakan semua program secara terkoordinir dengan baik kepada warga binaan (Cunningham, 1978: 635).

2.1.3 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

Kesulitan menilai efektivitas disebabkan oleh beberapa masalah yang tak terpisahkan dari model yang sekarang ada mengenai keberhasilan organisasi.

(6)

Masalah-masalah pengukuran ini sangat beraneka ragam baik dalam sifat maupun titik asal mereka. Adapun masalah-masalah dalam pengukuran efektivitas yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Masalah kesahihan susunan.

Maksud susunan disini adalah suatu hipotesis yang abstrak (sebagai lawan dari yang kongkrit) mengenai hubungan antara beberapa variabel yang saling berhubungan. Ia mengungkapkan keyakinan bahwa variabel-variabel tersebut bersama-sama membentuk suatu keseluruhan yang utuh.

2. Masalah stabilitas kriteria

Artinya bahwa banyak kriteria evaluasi yang digunakan ternyata relatif tidak stabil setelah beberapa waktu. Yaitu kriteria yang dipakai untuk mengukur efektivitas pada suatu waktu mungkin tidak tepat lagi atau menyesatkan pada waktu berikutnya. Kriteria tersebut berubah-ubah tergantung pada permintaan, kepentingan dan tekanan-tekanan ekstern.

3. Masalah perspektif waktu.

Masalah yang ada hubungannya dengan hal diatas adalah perspektif waktu yang dipakai orang pada waktu menilai efektivitas. Masalah bagi mereka yang mempelajari manajemen adalah cara yang terbaik menciptakan keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang, dalam usaha mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan dalam perjalanan waktu. 4. Masalah kriteria ganda.

Seperti ditunjukkan sebelumnya, keuntungan utama dari ancangan multivariasi dalam evaluasi efektivitas adalah sifatnya yang komprehensif, memadukan beberapa faktor kedalam suatu kerangka yang kompak. Hal yang terpenting adalah bahwa jika menerima kriteria tersebut untuk efektivitas, maka

(7)

organisasi menurut defenisinya tidak dapat menjadi efektif, mereka tidak dapat memaksimalkan kedua dimensi tersebut secara serempak.

5. Masalah ketelitian pengukuran.

Pengukuran terdiri dari peraturan atau prosedur untuk menentukan beberapa nilai atribut dalam rangka agar atribut-atribut ini dapat dinyatakan secara kuantitatif. Jadi, berbicara mengenai pengukuran efektivitas organisasi, dianggap ada kemungkinan menentukan kuantitas dari konsep ini secara konsisten dan tetap. Tetapi penentuan kuantitas atau pengukuran demikian sering sulit karena konsep yang diteliti rumit dan luas. Dihadapkan dengan masalah tersebut, orang harus berusaha mengenali kriteria yang dapat diukur dengan kesalahan minimum atau berusaha mengendalikan pengaruh yang menyesatkan dalam proses analisis.

6. Masalah kemungkinan generalisasi

Apabila berbagai masalah pengukuran diatas dapat dipecahkan, masih akan timbul persoalan mengenai seberapa jauh orang dapat menyatakan kriteria evaluasi yang dihasilkannya dapat berlaku juga pada organisasi lainnya. Jadi, pada waktu memilih kriteria orang harus memperhatikan tingkat konsistensi kriteria tersebut dengan tujuan dan maksud organisasi yang sedang dipelajari. 7. Masalah relevansi teroitis.

Tujuan utama dari setiap ilmu adalah merumuskan teori-teori dan model-model yang secara tepat mencerminkan sifat subyek yang dipelajari. Jadi, dari sudut pandang teoritis harus diajukan pertanyaan yang logis sehubungan dengan relevansi model-model tersebut. Jika model tersebut tidak membantu kita dalam memahami proses, struktur dan tingkah laku organisasi, maka mereka kurang bernilai pandang dari sudut teoritis.

(8)

8. Masalah tingkat analisis

Kebanyakan model efektivitas hanya menggarap tingkat makro saja, membahas gejala keseluruhan organisasi dalam hubungannya dengan efektivitas tetapi mengabaikan hubungan yang kritis antara tingkah laku individu dengan persoalan yang lebih besar yaitu keberhasilan organisasi. Jadi, hanya ada sedikit integrasi antar model makro dengan apa yang dapat kita sebut model mikro dari karya dan efektivitas (Steers, 1980: 61-64).

Berdasarkan uraian efektivitas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan dan sejauh mana perusahaan menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. Oleh karena itu, dalam menentukan efektivitas tanggung jawab sosial perusahaan pada penelitian ini, dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :

1. Pemahaman program 2. Ketepatan sasaran 3. Ketepatan waktu 4. Tercapainya target 5. Tercapainya tujuan 6. Perubahan nyata

2.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

2.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah bahwa perusahaan bertanggung jawab atas setiap tindakannya yang berpengaruh terhadap masyarakat dan

(9)

lingkungannya, dalam melakukan tanggung jawab sosial keuntungan perusahaan tentunya berkurang. Namun bukan berarti dengan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan tidak untung. Tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan memerlukan usaha yang menyeimbangkan antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh. Tanggung jawab sosial modern yang berkembang memiliki fungsi essensial yaitu melakukan tugasnya untuk kemasyarakatan (sosial) dan mempunyai dampak yang luas terhadap masyarakat (http://sugengfitriyono.blogspot

.com/2011/05/blog-post.html).

World Business Council for Sustainable Development memberikan definisi

Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility sebagai: “business

commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life”, yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai, keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.

Lebih lanjut lagi World Business Council menambahkan: “Continuing

commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”, yaitu komitmen dunia usaha yang

terus-menerus untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (World Business Council, dalam http://bismar.wordpress.com/2009/

(10)

Tidak ada pengertian tunggal mengenai konsep tanggung jawab sosial, akan tetapi dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta dengan iklas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara langsung atau tidak langsung melakukan program-program yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Artinya adalah pelaku usaha harus memiliki niat yang baik atau komitmen untuk menyisihkan sebagian dari hasil usaha atau keuntungan perusahaannya serta bertanggung jawab dalam berlangsungnya berbagai program atau aktivitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan (Siagian dan Suriadi, 2010: 99).

2.2.2 Sejarah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan mengabaikan tanggung jawab sosial seperti perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, tidak membayar pajak dan menindas buruh. Pendeknya perusahaan berdiri secara diametral dengan kehidupan sosial.

Tanggung jawab sosial korporasi telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalah gunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain.

(11)

Pada Tahun 1940-an pengembangan masyarakat, secara resmi istilah pengembangan masyarakat dipergunakan di Inggris 1948 untuk mengganti istilah pendidikan massa. Di Amerika Serikat pengembangan masyarakat berakar dari disiplin pendidikan ditingkat pedesaan, sedangkan diperkotaan dikembangkan organisasi komunitas yang bersumber dari ilmu kesejahteraan sosial dan diawali pada tahun 1873. Pengembangan masyarakat merupakan pembangunan alternatif yang komprehensif serta berbasis komunitas dan dapat melibatkan pemerintah, swasta, dan lembaga non pemerintah, dari segi tujuan bisa bersifat spesifik tidak selalu multi-tujuan.

Pengembangan masyarakat semakin menjadi kebutuhan tidak saja bagi masyarakat, tetapi juga perusahaan. Perusahaan bukan lagi merupakan kesatuan yang independen dan terisolasi, sehingga manajer tidak hanya bertanggung jawab kepada pemilik tetapi juga kepada kepentingan yang lebih luas yang membentuk dan mendukungnya dari lingkungan sekitarnya. Dalam mengejar tujuan ekonomisnya, perusahaan menimbulkan berbagai konsekuensi sosial lainnya, baik kemanfaatan (keamanan, kenyamanan, dan kemakmuran bagi masyarakat) maupun biaya sosial (degradasi potensi sumberdaya lingkungan, limbah dan pencemaran). Perkembangan lebih lanjut, konsep community development mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap tanggung jawab sosial perusahaan.

Literatur-literatur awal yang membahas tanggung jawab sosial perusahaan pada tahun 1950-an menyebut tanggung jawab sosial perusahaan sebagai Social

Responsibility. Tidak disebutkannya kata corporate dalam istilah tersebut

kemungkinan besar disebabkan pengaruh dan dominasi korporasi modern belum terjadi atau belum disadari. Menurut Howard R. Bowen dalam bukunya: “Social

(12)

jawab sosial perusahaan modern, dalam buku itu Bowen (1953) memberikan definisi awal dari tanggung jawab sosial perusahaan sebagai: “… obligation of businessman

to pursue those policies, to make those decision or to follow those line of action wich are desirable in term of the objectives and values of our society” (Bowen, dalam http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).

Walaupun judul dan isi buku Bowen bias gender (hanya menyebutkan

businessman tanpa mencantumkan businesswoman), sejak penerbitan buku tersebut

definisi tanggung jawab sosial perusahaan yang diberikan Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur tanggung jawab sosial perusahaan yang terbit setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan fondasi tanggung jawab sosial perusahaan tersebut membuat Bowen pantas disebut sebagai “Bapak tanggung jawab sosial perusahaan”.

Pada tahun 1960-an banyak usaha dilakukan untuk memberikan formalisasi definisi tanggung jawab sosial perusahaan. Salah satu akademisi tanggung jawab sosial perusahaan yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis. Davis dikenal karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara tanggung jawab sosial perusahaan dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan “Iron Law of Responsibility” yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan kedudukan social yang mereka miliki (social responsibilities

of businessmen need to be commensurate with their social power). Sehingga, dalam

jangka panjang, pengusaha yang tidak menggunakan kekuasaan dengan bertanggungjawab sesuai dengan anggapan masyarakat akan kehilangan kekuasaan yang mereka miliki sekarang. Kata corporate mulai dicantumkan pada masa ini. Hal ini bisa jadi dikarenakan sumbangsih Davis yang telah menunjukkan adanya

(13)

hubungan yang kuat antara tanggung jawab sosial dengan korporasi (http://csrjatim.

org/2/data/ sejarah-csr.pdf).

Tahun 1962, Rachel Carlson menulis buku yang berjudul “Silent Spring”. Buku tersebut dianggap memberikan pengaruh besar pada aktivitas pelestarian alam. Buku tersebut berisi efek buruk penggunaan DDT sebagai pestisida terhadap kelestarian alam, khususnya burung. DDT menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan menyebabkan gangguan reproduksi dan kematian pada burung. Silent Spring juga menjadi pendorong dari pelarangan penggunaan DDT pada tahun 1972. Selain penghargaan Silent Spring juga menuai banyak kritik dan dinobatkan sebagai salah satu ”buku paling berbahaya abad ke-19 dan ke-20” versi majalah Human Events.

Tahun 1963, Joseph W. McGuire (1963) memperkenalkan istilah Corporate

Citizenship. McGuire menyatakan bahwa: “The idea of social responsibilities supposes that the corporation has not only economic and legal obligations but also certain responsibilities to society which extend beyond these obligations”. McGuire

kemudian menjelaskan lebih lanjut kata “beyond” dengan menyatakan bahwa korporasi harus memperhatikan masalah politik, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, “kebahagiaan” karyawan dan seluruh permasalahan sosial kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu korporasi harus bertindak “baik,” sebagai mana warga negara yang baik (McGuire, dalam http://csrjatim.org/2/data/

sejarah-csr.pdf).

Tahun 1971, Committee for Economic Development menerbitkan Social

Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan yang dapat dianggap sebagai code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha

memiliki tujuan dasar untuk memberikan pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat.

(14)

Committee for Economic Development merumuskan tanggung jawab sosial

perusahaan dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris. Lingkaran dalam merupakan tanggungjawab dasar dari korporasi untuk penerapan kebijakan yang efektif atas pertimbangan ekonomi (profit dan pertumbuhan); lingkaran tengah menggambarkan tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitive terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan diambil; lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam menjaga lingkungan dan masyarakat.

Tahun 1970-an juga ditandai dengan pengembangan definisi tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam artikel yang berjudul “Dimensions of Corporate Social

Performance”, S. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku korporasi yang

dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan social responsiveness. Dalam hal ini social obligatioan hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja. Social responsibility merupakan perilaku korporasi yang tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja tetapi menyelaraskan social

obligation dengan norma, nilai dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan

sosial.

Social responsivenes merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat

mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness merupakan tindakan antisipasi dan preventif. Sesuai dengan pemaparan Sethi dapat disimpulkan bahwa social obligation bersifat wajib, social responsibility bersifat anjuran dan

social responsivenes bersifat preventif. Dimensi kinerja social yang dipaparkan Sethi

juga mirip dengan konsep lingkaran konsentris yang dipaparkan oleh Committee for

(15)

Tahun 1980-an, era ini ditandai dengan usaha-usaha yang lebih terarah untuk lebih mengartikulasikan secara tepat apa sebenarnya corporate responsibility. Walaupun telah menyinggung masalah coorporate social responsibility pada 1954, Peter F. Drucker baru mulai membahas secara serius bidang tanggung jawab sosial perusahaan pada tahun 1984, Drucker berpendapat: “But the proper ‘social

responsibility’ of business is to tame the dragon, that is to turn a social problem into economic opportunity and economic benefit, into productive capacity, into human competence, into well-paid jobs, and into wealth”, dalam hal ini, Drucker telah

melangkah lebih lanjut dengan memberikan ide baru agar korporasi dapat mengelola aktivitas coorporate social responsibility yang dilakukannya dengan sedemikian rupa sehingga tetap akan menjadi peluang bisnis yang menguntungkan (Drucker, dalam

http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).

Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa melalui World Commission on

Environment and Development menerbitkan laporan yang berjudul “Our Common Future” juga dikenal sebagai Brundtland Report untuk menghormati Gro Harlem

Brundtland yang menjadi ketua World Commission on Environment and

Development waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu lingkungan sebagai agenda

politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih sensitif pada isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerjasama multilateral dalam rangka melakukan pembangunan berkelanjutan.

Earth Summit dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 1992. Dihadiri oleh 172 negara dengan tema utama Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. Menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa kesepakatan lainnya. Hasil akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya

(16)

eco-efficiency dijadikan sebagai prinsip utama berbisnis dan menjalankan pemerintahan (http://csrjatim.org/2/data/sejarah-csr.pdf).

2.2.3 Dasar Hukum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia

Tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia telah diatur dalam beberapa perundang-undangan, yaitu:

1. Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995, dimana pasal dua butir satu menyatakan bahwa wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi dapat menyumbangkan sampai dengan setinggi-tingginya 2% dari keuntungan atau penghasilan setelah pajak penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak yang digunakan bagi pemberdayaan keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera satu.

2. Keputusan presiden Nomor 92 Tahun 1996, diubah menjadi: wajib pajak organisasi ataupun orang pribadi wajib memberikan kontribusi bagi pemberdayaan keluarga yang belum sejahtera dan keluarga sejahtera satu sebanyak dua persen dari keuntungan setelah pajak penghasilan dalam satu tahun pajak.

3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, dimana pasal dua butir e menyatakan bahwa BUMN harus terlibat aktif memberikan bimbingan dan kontribusi kepada perusahaan lemah, koperasi, dan masyarakat.

4. Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU.2003, mewajibkan BUMN untuk mengimplementasikan program kerjasama dan program pengembangan lingkungan.

(17)

5. Surat edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003, menyatakan bahwa BUMN diwajibkan membentuk bagian tersendiri yang secara khusus mengelola program pembinaan lingkungan.

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007, dimana pasal 15 butir b menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; Pasal 17 menyatakan bahwa penanam modal yang memanfaatkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui wajib menyediakan biaya secara bertahap untuk pemulihan lingkungan; Pasal 34 menyatakan bahwa perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban program tanggung jawab sosial akan dikenai hukuman yang bersifat administratif. 7. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 dimana ayat satu menyatakan bahwa

perusahaan yang menjalankan aktivitas ekonominya disektor dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib mengimplementasikan tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan lingkungan; ayat dua menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat setempat dan linkungan adalah kewajiban perusahaan yang diperuntukkan dan diperhitungkan sebagai biaya perusahaan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; dan ayat tiga menyatakan bahwa perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban dikenakan hukuman sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Siagian dan Suriadi, 2010:27-29).

(18)

2.3 Konsep-konsep yang Berkaitan dengan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

2.3.1 Pengelolaan Perusahaan yang Baik

Dalam melakukan usahanya perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban yang bersifat ekonomis dan legal, namun juga kewajiban yang bersifat etis. Etika bisnis merupakan tuntutan perilaku bagi dunia usaha untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh, dan mana yang tidak boleh dilakukan. Untuk mengejar keuntungan semaksimal mungkin tentu mudah terjadi pelanggaran etika, yaitu pelanggaran asas-asas etika umum atau kaidah-kaidah dasar moral yang di antaranya:

1. Asas kewajiban berbuat baik

2. Asas kewajiban tidak berbuat yang menimbulkan madharat 3. Asas menghormati otonomi manusia

4. Asas berlaku adil

Dalam upaya mencegah pelanggaran terhadap asas-asas etika umum atau kaidah-kaidah dasar moral tersebut, tentu diperlukan pengelolaan perusahaan yang baik. Asas-asas yang dikembangkan dan dilaksanakan dalam pengelolaan perusahaan yang baik merupakan rujukan bagi perilaku para pelaku usaha. Agar harapan yang baik ini dapat terjadi maka konsep good corporate governance dengan segala asas-asasnya harus dimasukkan dalam kebijakan perusahaan dan implementasinya (Siagian dan Suriadi, 2010: 32).

Indonesia telah memiliki pedoman good corporate governance yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. Perusahaan yang menerapan good corporate governance secara konsisten akan mendapatkan manfaat, selain kinerja perusahaan yang terus membaik, harga saham dan citra perusahaan

(19)

terus terdongkrak, bahkan kredibilitas perusahaan terus meningkat. Governance berada dalam keadaan yang baik apabila terdapat sinergi diantara pemerintah, sektor swasta dan komunitas sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi (Rudito dan Famiola, 2007:168).

Lebih rinci lagi, terdapat lima prinsip pengelolaan perusahaan yang baik yang oleh para pelaku usaha dapat dijadikan sebagai acuan diantaranya adalah:

1. Prinsip Keterbukaan

Prinsip menuntut keterbukaan atas informasi. Perusahaan dituntut memiliki kerelaan dan kemampuan, memberikan informasi yang lengkap, benar atau akurat, dan tepat waktu kepada semua pemangku kepentingan.

2. Prinsip Akuntabilitas

Prinsip ini menuntut perwujudan atas kejelasan berkenaan dengan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggungjawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

3. Prinsip Pertanggungjawaban

Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, dan memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat. Implementasi penerapan prinsip ini diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk bertanggungjawab selain kepada pemegang saham juga kepada seluruh pemangku kepentingan.

(20)

4. Prinsip Kemandirian

Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara professional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

5. Prinsip Kesetaraan dan Kewajaran

Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak setiap pemangku kepentingan. Prinsip ini diharapkan dapat menjadi faktor pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan (Hasmadillah, dalam Siagian dan Suriadi, 2005: 33-34).

Penerapan tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social

responsibility merupakan salah satu bentuk implementasi dari konsep good corporate governance. Sebagai etitas bisnis yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan

lingkungannya, perusahaan harus bertindak sebagai good citized yang merupakan tuntutan dari good business ethics.

2.3.2 Pembangunan Berkelanjutan

Perkembangan corporate social responsibility tidak bisa terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan, definisi pembangunan berkelanjutan menurut The

World Commission On Environment and Development yang lebih dikenal dengan The Brundtland Comission, bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan

yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan.

The Brundtland Comission dibentuk untuk menanggapai keprihatinan yang

(21)

kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam yang semakin cepat. Selain itu komisi ini juga dibentuk untuk mencermati dampak kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam terhadap ekonomi dan pembangunan sosial. Oleh karena itu, konsep sustainability development dibangun diatas tiga pilar yang berhubungan dan saling mendukung satu dengan lainnya, ketiga pilar tersebut adalah sosial, ekonomi dan lingkungan. Oleh karena itu, yang harus dilakukan oleh seluruh negara dalam pelaksanaan pembangunannya adalah dengan memasukkan keberlanjutan sosial kedalam perangkat kebijakan, sehingga tujuan dari masing-masing negara dalam usaha meningkatkan taraf hidup komunitasnya dapat disejajarkan antara satu dengan lainnya. Pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya memenuhi kebutuhan saat ini dengan menguasahakan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan bagi generasi selanjutnya. Artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi selanjutnya dalam memenuhi kebutuhannya, bukan dalam bentuk saving sumber daya alam, akan tetapi dalam bentuk ahli teknologi.

Pembangunan yang berkelanjutan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila tidak memperhatikan aspek kemanusiaanya, perhatian terhadap aspek manusia merupakan sasaran untuk menuju kemasa depan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan juga dipengaruhi oleh aspek internal yaitu peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan baik spritual, emosional maupun intelektual (Rudito dan Famiola, 2007: 205).

2.3.3 Millenium Development Goals

Tujuan pembangunan milenium merupakan upaya internasional dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas sumber

(22)

daya manusia. Negara-negara keanggotaan Perserikatan Bangsa Bangsa kemudian mengadopsi millenium development goals. Seluruh negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa Bangsa merasa perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Sebanyak 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa, termasuk Indonesia yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium.

Pembangunan milenium mempunyai delapan tujuan yang ingin dicapai pada tahun 2015 adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar, mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain, menjamin kelestarian lingkungan, dan mengembangkan kemitraan global bagi pembangunan (Siagian dan Suriadi, 2010:44).

Millenium development goals menempatkan pembangunan manusia sebagai

fokus utama pembangunan, memiliki tengat waktu dan kemajuan yang terukur.

Millenium development goals didasarkan pada konsensus dan kemitraan global,

sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka. Sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut. Manfaat dari Millenium Development Goals tidak semata-mata untuk mengukur target dan menentukan indikator dari berbagai bidang pembangunan yang menjadi tujuan, tetapi yang terpenting adalah bagaimana tujuan pembangunan milenium dikonkritkan pelaksanaannya.

2.3.4 Tiga Garis Dasar

Konsep Triple Bottom Line merupakan pengukuran kinerja secara holistic dengan memasukkan ukuran kinerja ekonomis berupa perolehan keuntungan dan

(23)

juga ukuran kepedulian sosial dan pelestarian lingkungan. Ketiga faktor tersebut dikenal dengan Triple-P (3P) yaitu people, profit and planet.

Konsep 3P mengimplikasikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan. Stakeholder yang dimaksud diantaranya adalah para karyawan (buruh), kustomer, komunitas lokal, pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat.

People menekankan pentingnya praktik bisnis suatu perusahaan yang mendukung

kepentingan tenaga kerja, memperhatikan kesehatan dan pendidikan bagi tenaga kerja. Planet berarti mengelola dengan baik penggunaan energi terutama atas sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, mengurangi hasil limbah produksi dan mengolah kembali menjadi limbah yang aman bagi lingkungan, mengurangi emisi CO2 ataupun pemakaian energi merupakan praktik yang banyak dilakukan oleh perusahaan yang menerapkan konsep 3P (Elkington, dalam Wibisono, 2007:32).

Triple Bottom Line digunakan sebagai kerangka atau formula untuk mengukur

dan melaporkan kinerja perusahaan mencakup parameter ekonomi, sosial dan lingkungan dengan memperhatikan kebutuhan setiap pemangku kepentingan guna meminimalkan gangguan atau kerusakan pada manusia dan lingkungan dari berbagai aktivitas perusahaan. Keberadaan pemangku kepentingan bisa hadir sebagai penunjang keberhasilan tanggung jawab sosial perusahaan ataupun sebaliknya, jika proses sinergi di antara para pelaku tersebut tidak dilakukan.

2.3.5 International Organization for Standardization 26000

Pada bulan September 2004, International Organization for Standardization sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang

(24)

berbagai pihak untuk membentuk tim yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama International

Organization for Standardization 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. International Organization for Standardization 26000 menyediakan

standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. International Organization for

Standardization 26000 memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung

jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara:

1. Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya.

2. Menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan yang efektif.

3. Memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.

International Organization for Standardization 26000 menerjemahkan

tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan kepentingan dari para stakeholder, sesuai hokum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional, terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa (http://rahmatullah.banteninstitute.org/2010/05/masalahpengelolaan

(25)

2.3.6 Model Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Inti pelaksanaan tanggung jawab sosial oleh suatu perusahaan adalah dengan membangun kerjasama antara perusahaan dengan pihak-pihak yang menjadi pemegang kepentingannya. Langkah awal yang wajib ditempuh oleh suatu perusahaan adalah mengetahui siapa saja pihak pemegang atau pemangku kepentingan perusahaannya, dan apa saja yang menjadi indikator kepuasan tiap-tiap pemegang kepentingan. Pada umumnya sikap dan tindakan pemangku kepentingan berorientasi pada indikator kepuasan tersebut.

Latar Belakang munculnya pemikiran mengikutsertakan unsur pemerintah dalam model pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, adalah bahwa pemerintah sebagai personifikasi negara memiliki kepentingan dan komitmen yang kuat dalam mensejahterakan masyarakat. Tanggung jawab sosial sebagai suatu kewajiban perusahaan dianggap sebagai bagian dari performance perusahaan yang secara menyeluruh telah diatur dalam hukum, dimana pemerintah merupakan pihak yang memiliki kepentingan dan komitmen atas berlakunya hukum.

Saidi dan Abidin mengemukakan sedikitnya ada empat model atau pola yang secara umum dapat dilaksanakan di Indonesia, sebagai berikut:

1. Model keterlibatan langsung

Perusahaan sendiri yang secara langsung mengimplementasikan program tanggung jawab sosial perusahaaan.

2. Model yayasan atau organisasi sosial perusahaan

(26)

3. Model bermitra dengan pihak lain

Pihak perusahaan melakukan kerjasama dengan organisasi lain, dimana organisasi mitra kerjasama tersebut secara langsung mengelola pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan.

4. Model mendukung atau bergabung dalam suatu konsortium

Sejumlah perusahaan bekerjasama mendirikan organisasi sosial dan secara langsung bertanggung jawab dalam melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan (Saidi dan Abidin, dalam Siagian dan Suriadi, 2010:78). Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan yang memiliki efektivitas yang tinggi hanya dapat dicapai jika pelaku usaha tidak lagi berperan hanya sebagai dermawan. Sikap tersebut hanya akan berdampak negatif, yaitu melestarikan ketergantungan pada uang kontribusi. Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, semestinya dapat dibangun suatu relasi dalam bentuk mitra kerja antara perusahaan dengan masyarakat setempat dalam upaya mencapai tujuan bersama (Siagian dan Suriadi, 2010:78).

2.3.7 Sistematika Tahapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tahapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sistematis dan kompleks maka langkah yang dapat ditempuh adalah:

1. Dimulai dengan melihat dan menilai kebutuhan (need assessment) masyarakat sekitar. Caranya dengan mengidentifikasi masalah yang terjadi di masyarakat dan lingkungan. Setelah itu dicari solusi yang terbaik menurut kebutuhan masyarakat.

2. Membuat rencana aksi, lengkap dengan anggaran, jadwal, indikator, untuk mengevaluasi dan sumberdaya manusia yang ditunjukkan untuk

(27)

melakukannya. Dalam hal ini, perusahaan dapat membagi program dalam bentuk kegiatan jangka pendek, jangka panjang, hingga masyarakat menjadi mandiri.

3. Monitoring yang dapat dilakukan melalui survei ataupun kunjungan langsung. Evaluasi dilakukan secara regular dan dilaporkan agar menjadi panduan untuk strategi atau pengembangan program selanjutnya. Disamping itu perlu dilakukan audit sosial secara objektif terhadaap pelaksanaan program, untuk melihat apakah program telah dapat sasaran dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat sesuai tujuan pelaksanaannya (Ambadar, 2008: 39).

2.4 Pemberdayaan Masyarakat dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pemberdayaan masyarakat atau community development adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama dengan mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Community development sering kali diimplikasikan dalam bentuk:

1. Proyek-proyek pembangunan yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhan.

2. Kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab.

Community development dapat didefenisikan sebagai metode yang

(28)

memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupannya. Community development adalah “the process of assiting ordinary

people to improve their own communities by undertaking collective actons”. Secara

khusus community development berkenaan dengan upaya pemenuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan maupun oleh deskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jender, jenis kelamin, usia dan kecacatan (Twelvetrees, 1991:1).

Pemberdayaan masyarakat atau community development merupakan sebuah aktualisasi dari tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih bermakna dari sekedar aktivitas charity ataupun dimensi tanggung jawab sosial perusahaan lainnya seperti

community relation. Hal ini disebabkan karena dalam pelaksanaanya community development, terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan

komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan berkelanjutan. Dalam aktualisasi

Good Corporate Citizenship, maka kontribusi dunia usaha turut untuk serta dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat harus mengalami metamorfosis dari aktivitas yang bersifat charity menjadi aktivitas yang lebih menekan kepada penciptaan kemandirian masyarakatnya, yakni program pemberdayaan.

Tabel 2.5.1 berikut, akan menunjukkan hal penting yang membedakan antara aktivitas charity dengan philanthropy antara lain bahwa, aktivitas philanthropy lebih didorong oleh norma dan etika hukum, bukan sekedar memenuhi kewajiban. Selain itu inspirasi aktivitas adalah untuk memenuhi kepentingan semua pihak, baik perusahaan maupun komunitas. Oleh karena itu tampak bahwa community

development merupakan pelaksanaan aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan.

Khususnya di Indonesia, pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan tampak lebih cocok dengan program pemberdayaan masyarakat. Diharapkan dengan

(29)

aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan yang bernafaskan community

development dapat mencapai tujuan strategis perusahaan. Disamping untuk mencapai

profit optimum juga dapat bermanfaat bagi komunitas. Dengan adanya aktivitas tersebut, komunitas memiliki mitra yang peduli terhadap kemandirian. Metamorfosis tersebut pernah diungkapkan oleh Saidi (2003:13), dalam tabel berikut:

Tabel 2.5.1 Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial Paradigma Paradigma Charity Philanthropy Good Corporate

Citizenship (GCC) Motivasi Agama, tradisi,

adaptasi

Norma, etika, dan hukum universal

Pencerahan diri dan rekonsiliasi dengan ketertiban sosial Misi Mengatasi masalah setempat Mencari dan mengatasi akar masalah Memberikan kontribusi kepada masyarakat Pengelolaan Jangka pendek,

mengatasi masalah sesaat Terencana, teorganisir, dan terprogram Terinternalisasi dalam kebijakan perusahaan Pengorganisa sian

Kepanitiaan Yayasan/ dana abadi/

profesionalitas

Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain

Penerima Manfaat

Orang miskin Masyarakat luas Masyarakat luas dan perusahaan

Kontribusi Hibah sosial Hibah

pembangunan

Hibah (pembangunan serta keterlibatan sosial) Inspirasi Kewajiban Kepentingan

Bersama

-

2.5 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Secara garis besar, pekerjaan sosial melibatkan intervensi atau penanganan masalah pada dua tingkatan, yakni tingkatan mikro (individu, keluarga dan kelompok) dan makro (organisasi dan masyarakat). Selain dituntut untuk memiliki

(30)

pemahaman mengenai penanganan masalah yang dialami individu, keluarga dan kelompok, pekerja sosial juga harus memiliki pemahaman mengenai metode atau strategi dalam melakukan perubahan organisasi, masyarakat dan kebijakan.

Ketentuan umum Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ditegaskan bahwa pengertian Pekerja Sosial Profesional yaitu; seorang yang bekerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial dan kepedulian terhadap pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan atau pengalaman praktek pekerja sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial (Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia).

Untuk menjalankan perannya mengorganisasi masyarakat, pekerja sosial harus menghargai asa-asas pentingnya mengembangkan pemimpin masyarakat setempat atas beberapa klien dan bukan mengambil ahli kepemimpinan pada saat masalah terjadi. Selanjutnya pekerja sosial harus melibatkan klien memberikan input meningkatkan efektivitas suatu program dimasa yang akan depan. Sementara dalam upaya mencapai tujuan, pekerja sosial yang bekerja dalam masyarakat memiliki tugas-tugas yang harus dilakukan seperti; menolong orang memperluas keterampilan dan kemampuan mereka dalam upaya menghadapi serta memecahkan masalah sendiri, membuat organisasi-organisasi yang tanggap dalam memberikan manfaat sosial, menolong orang memperoleh sumber-sumber, mempengaruhi interaksi antara organisasi dengan institusi, dan mempengaruhi pengambilan kebijakan sosial ataupun kebijakan lingkungan agar lebih baik.

Organisasi Pekerja-pekerja Sosial Nasional Amerika menetapkan sepuluh kemahiran atau keterampilan yang harus dimiliki oleh pekerja sosial yang bekerja pada masyarakat, yaitu:

(31)

1. Mahir dalam mendengarkan orang lain dan paham akan tujuan mereka

2. Mahir dalam mengumpulkan data yang sesuai sehingga mengetahui kondisi masyarakat secara keseluruhan

3. Mahir membentuk program bantuan yang profesional dengan membentuk hubungan dengan semua pihak

4. Mahir dalam observasi dan membuat pemaknaan yang tepat atas perilaku masyarakat

5. Mahir menjalin hubungan masyarakat dengan sistem sumber 6. Mahir dalam berdiskusi dengan pengendalian perasaan yang tinggi

7. Mahir membentuk cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan memenuhi keperluan masyarakat

8. Mahir dalam penetapan waktu mengakhiri hubungan kerjanya dengan masyarakt setempat dan bagaimana berbuat demikian

9. Mahir dalam menggunakan hasil kajian dan penelitian yang sesuai dengan profesinya

10. Mahir menyediakan pelayanan hubungan organisasi-organisasi, memaknai dan menghubungkan keperluan sosial dengan sumber-sumber anggaran, dengan pemerintah atau dengan anggota parlemen (National Association of Sosial

Workers, dalam Siagian dan Suriadi, 2010: 87-90).

Peranan pekerja sosial sangat di perlukan dalam upaya membangun hubungan sistem klien, yang dalam konteks ini adalah masyarakat setempat dengan perusahaan. Masyarakat adalah klien dan perusahaan sebagai sistem sumber, dimana program tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu aktivitas yang sangat tepat digunakan dalam memecahkan masalah dan memenuhi keperluan masyarakat setempat.

(32)

Peranan pekerja sosial mengupayakan masyarakat memperoleh manfaat dari perusahaan, dengan membangun hubungan antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Pekerja sosial harus merancang agar masyarakat lebih berdaya dan mandiri di masa depan. Dalam kaitannya dengan implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan, maka pekerja sosial menolong masyarakat setempat merumuskan kepentingan dan menjadikan masyarakat tersebut memahami hak-hak mereka yang diatur dalam hukum.

Fasilitator, peran pekerja sosial sebagai fasilitator adalah menyadarkan masyarakat bahwasanya mereka adalah pribadi yang unik dan memiliki potensi untuk maju dan berkembang. Perantara, peran pekerja sosial sebagai perantara adalah meningkatkan kualitas hubungan antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Pembela, peran pekerja sosial sebagai pembela bertujuan agar perusahaan menjalankan kewajibannya atas masyarakat setempat melalui implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan sebagai satu kewajiban hukum. Pelindung, peran pekerja sosial sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung masyarakat setempat dalam upaya memperoleh hak-hak mereka (Siagian dan Suriadi, 2010: 95-97).

2.6 Efektivitas Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 2.6.1 Kebijakan Publik

Salah satu aspek yang penting untuk mewujudkan tujuan perusahaan adalah aspek tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan. Konsentrasi program tanggung jawab sosial perusahaan didasarkan pada pemberdayaan masyarakat yang bertitik tolak pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Fungsinya adalah sebagai mekanisme layanan sumber daya dukung untuk membantu masyarakat agar masyarakat tersebut dapat mengentaskan permasalahannya sendiri. Untuk mengelola

(33)

operasional perusahaan maka perlu ditetapkan konsep 3P (People, Planet, and

Profit) dalam kerangka praktik good corporate governance. Konsep tersebut

dimaksudkan untuk mensinergikan aspek sosial, lingkungan, serta ekonomi perusahaan sehingga bisa menghasilkan manfaat secara maksimal, baik bagi masyarakat, perusahaan, maupun lingkungan.

Visi yang hendak dicapai perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan adalah mewujudkan masyarakat sejahtera. Eksistensi program tanggung jawab sosial perusahaan difokuskan pada proses pendampingan masyarakat untuk mengidentifikasi permasalahan dasar dan menemukan keunggulan komparatif berupa potensi diri dan lingkungannya. Dukungan Community Development adalah berupa upaya memunculkan kreativitas kelompok basis masyarakat lokal dalam bentuk aneka kegiatan pemecahan masalah berdasarkan sumber daya yang dimiliki.

Berdasarkan visi tersebut, maka dirumuskan tiga misi yang harus diemban perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai berikut:

1. Membangun kemandirian masyarakat dalam mengembangkan asset ekonomi. 2. Mengembangkan sumberdaya alam dan lingkungannya.

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan status sosial budaya (Elyas, 2001:14).

2.6.2 Tujuan dan Target Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tujuan tanggung jawab sosial perusahaan adalah meningkatkan sumber daya manusia dalam rangka mengembangkan sumber daya alam dan lingkungan secara arif dan berkelanjutan. Memberdayakan masyarakat untuk menganalisa diri dan lingkungannya serta mengaktualisasikan kreatifitasnya untuk pemenuhan kebutuhan

(34)

dan pemecahan masalah yang dihadapi. Menciptakan tatanan hubungan perusahaan dan masyarakat yang berkeadilan, demokratis dan harmonis antara keduanya.

Strategi yang dilakukan dalam mencapai tujuan adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi masyarakat, untuk lebih berpartisipasi aktif dalam pembangunan wilayahnya dan mampu memanfaatkan secara optimal. Pendampingan bagi kelompok terentan sebagai pendidikan masyarakat, untuk mencapai perubahan diri dan kelompok secara mendasar, mampu melaksanakan adaptasi, serta terrealisasinya berkelanjutan pada setiap kegiatan yang dirintis.

Target adalah suatu tingkatan keinginan yang dicapai dan biasa didasari pada perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Sasaran tersebut biasanya dipantau melalui kegiatan yang rutin dilaksanakan dan pada akhirnya dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Target perusahaan dalam upaya pencapaian tujuan tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Pendapatan dan basis modal masyarakat meningkat b. Masyarakat lebih berpendidikan

c. Hubungan sosial dan masyarakat kondusif

d. Lingkungan yang nyaman dan sehat (Elyas, 2005:15)

2.6.3 Kriteria Pemberdayaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Adanya tujuan, sasaran, target (capaian) dan program kegiatan yang jelas 2. Adanya perubahan cara pandang, pola berpikir dan kemampuan teknis 3. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

4. Pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan 5. Program disusun secara parisipatif

(35)

2.6.4 Penyusunan dan Pelaksanaan Program

1. Menampung gagasan pemecahan masalah secara bottom-up 2. Melibatkan tenaga ahli internal

3. Mendayagunakan tenaga ahli eksternal (Perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas-dinas terkait)

4. Memakai pendekatan Partisipatory Rapid Appraissal atau metode penilaian terhadap desa dalam segala aspeknya secara partisipatif. Melalui metode ini akan diperoleh informasi dari masyarakat desa tentang kebutuhan mendasar dan kekuatan yang ada sebagai landasan untuk menentukan program yang akan diimplementasikan (Elyas, 2005:16)

2.6.5 Lokasi dan Sasaran Program

Untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi maupun yang akan timbul antara masyarakat dan perusahaan, maka dalam penentuan lokasi dan sasaran program didasarkan pada urutan dan prioritas. Lokasi program adalah wilayah sekitar lingkungan perusahaanan, sedangkan yang menjadi sasaran prioritas tanggung jawab sosial perusahaan adalah masyarakat tempatan, dengan tanpa meninggalkan komunitas internal perusahaan (Elyas, 2005:16).

2.7 Kerangka Pemikiran

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta dengan iklas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara langsung atau tidak langsung melakukan program yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan

(36)

masyarakat setempat. Kesejahteraan sosial dapat diwujudkan melalui konsep pemberdayaan masyarakat karena pembangunan yang demikian, sangat menjunjung tinggi martabat dan harga diri masyarakat sekaligus menjadi upaya mengembalikan status dan peranan masyarakat dalam proses pembangunan dan perubahan.

PT. Riau Andalan Pulp And Paper menaruh perhatian yang sangat besar dibidang pengembangan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang berada disekitar wilayah produksi dan operasioanal perusahaan. Aktivitas program tanggung jawab sosial perusahaan dijalankan oleh Community Development Department melalui berbagai bidang program pemberdayaan, diantaranya bidang sistem pertanian terpadu, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, keagamaan, dan bidang kesukarelawanan sosial. Sasaran program tanggung jawab sosial perusahaan adalah masyarakat tempatan dengan tanpa meninggalkan komunitas internal perusahaan. Salah satu wilayah binaan Community Development Department adalah Desa Rantau Panjang yang berlokasi di daerah operasional Pelabuhan Buatan dan hutan tanam industri. Kondisi masyarakat sebelum adanya program tanggung jawab sosial perusahaan yaitu pada umumnya masyarakat bermatapencaharian sebagai petani, jiwa tani masyarakat kurang sementara lahan memadai, pendapatan masyarakat rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan minimnya pengetahuan masyarakat akan pola hidup sehat. Tujuan Program tanggung jawab sosial perusahaan PT. Riau Andalan Pulp And Paper adalah terciptanya masyarakat yang lebih sejahtera melalui kemitraan yang harmonis antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah.

Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program. Efektivitas disebut efektif apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan dapat diukur melalui enam

(37)

indikator sebagai berikut: pemahaman atas program, ketepatan sasaran, ketepatan waktu, tercapainya target, tercapainya tujuan dan perubahan nyata. Inti dari pada program tanggung jawab sosial perusahaan adalah meningkatnya pendapatan dan basis modal masyarakat, masyarakat lebih berpendidikan, hubungan-sosial masyarakat kondusif, lingkungan yang nyaman dan sehat.

Gambar 2.8 Bagan Alir Pikiran Kondisi Masyarakat Desa Rantau Panjang

Sebelum Program: 1. Mata pencaharian adalah petani

2. Jiwa tani masyarakat Kurang sementara lahan memadai

3. Pendapatan masyarakat rendah 4. Tingkat pendidikan yang rendah

5. Minimnya pengetahuan akan pola hidup sehat

Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Community Development Department PT. Riau

Andalan Pulp and Paper, meliputi:

Pendapatan masyarakat meningkat, masyarakat lebih berpendidikan, hubungan sosial masyarakat kondusif, lingkungan yang nyaman dan sehat, guna terwujudnyanya kesejahteraan masyarakat desa Rantau Panjang kecamatan Koto Gasib kabupaten Siak. Bidang-bidang Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Sistem Pertanian Terpadu 2. Pendidikan 3. Kesehatan 4. Infrastruktur 5. Keagamaan 6. Kesukarelawanan Sosial

Efektivitas Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan 1. Pemahaman program 2. Ketepatan sasaran 3. Ketepatan waktu 4. Tercapainya target 5. Tercapainya tujuan

(38)

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:136). Defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti. Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Efektivitas merupakan taraf sampai sejauh mana peningkatan kesejahteraan manusia dengan adanya suatu program dan merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas disebut efektif apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan komitmen dari pelaku usaha untuk memberikan perhatian terhadap kesejahteraan karyawannya dan bertindak adil terhadap berbagai pihak yang terkait dengan aktivitasnya, serta dengan iklas menyisihkan sebagian dari hasil usahanya untuk membiayai dan secara langsung atau tidak langsung melakukan program-program yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

3. Pemberdayaan masyarakat atau community development adalah bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya membantu anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja

(39)

sama dengan mengidentifikasi kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

4. PT. Riau Andalan Pulp ang Paper adalah salah satu perusahaan pulp dan kertas di Indonesia yang terletak di kota Pangkalan Kerinci provinsi Riau. PT. Riau Andalan Pulp And Paper berada dibawah naungan Raja Garuda Mas Internasional untuk Indonesia dan APRIL GROUP untuk Asia Tenggara

(Asia Pasific Resources Internasional Holding Limited). PT. Riau Andalan

Pulp And Paper dalam organisasinya menempatkan satu departmen khusus yang disebut dengan Community Development Department. Tugas

Community Development Department adalah menjalankan program

pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan agar dapat meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar wilayah produksi dan operasional perusahaan.

2.8.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian dilapangan. Maka perlu operasionalisasi dan konsep untuk menggambarkan tentang apa yang harus diamati (Silalahi, 2009: 120). Defenisi operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat di observasi (Siagian 2011: 141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional, efektivitas pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan PT. Riau Andalan Pulp ang Paper di Desa Rantau Panjang Kecamatan Koto Gasib Kabupaten Siak dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:

(40)

1. Pemahaman program, meliputi:

a. Sumber informasi program tanggung jawab sosial perusahaan

b. Tingkat pemahaman responden setelah mendapatkan informasi program tanggung jawab sosial perusahaan,

c. Pengetahuan responden mengenai sasaran program d. Pengetahuan responden mengenai tujuan program e. Pengetahuan responden mengenai target program

f. Pengetahuan responden mengenai program yang direncanakan g. Pengetahuan responden mengenai program yang terealisasi 2. Ketepatan sasaran, meliputi:

a. Tahun ditetapkannya sasaran

b. Pihak yang menetapkan sasaran program

c. Ukuran atau pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan sasaran d. Ketepatan ukuran yang digunakan dalam menetapkan sasaran

e. Dampak negatif yang dirasakan 3. Ketepatan waktu, meliputi:

a. Pemberian informasi waktu pelaksanaan penyuluhan sebelum menjadi mitra bina

b. Ketepatan waktu pemberian bimbingan atau penyuluhan dengan waktu yang telah ditentukan

c. Ketepatan waktu pemberian bimbingan atau penyuluhan kepada responden setelah menjadi mitra bina

d. Kesesuaian waktu pemberian bantuan dengan waktu yang telah ditentukan

4. Tercapainya Target, meliputi:

a. Penetapan target yang harus dicapai sebelum pelaksanaan kegiatan b. Sosialisasi Penetapan target

c. Pengetahuan mengenai target yang harus dicapai d. Kesesuaian target dengan kebutuhan responden 5. Tercapainya Tujuan, meliputi:

a. Pencapaian target yang ditetapkan melalui berbagai kegiatan b. Pencapaian tujuan yang ditetapkan melalui berbagai kegiatan c. Manfaat yang diperoleh

(41)

6. Perubahan nyata, meliputi:

a. Perubahan pada mata pencaharian b. Perubahan pada pendapatan c. Perubahan pada pola pikir

Gambar

Tabel 2.5.1 Karakteristik Tahap-tahap Kedermawanan Sosial Paradigma  Paradigma  Charity  Philanthropy  Good Corporate
Gambar 2.8  Bagan Alir Pikiran  Kondisi Masyarakat Desa Rantau Panjang

Referensi

Dokumen terkait

Realitas dunia tersebut bersifat intersubjektif dalam arti bahwa anggota masyarakat berbagi persepsi dasar mengenai dunia yang mereka internalisasikan melalui

Kajian yang lalu menunjukkan tahap penggunaan internet bagi tujuan akademik adalah tinggi di kalangan pelajar untuk mendapatkan maklumat tambahan bagi tugasan dan nota

Contoh Hasil Desain Salah Satu Corporate Item...262.

Dari hasil analisis data didapatkan bahwa nilai r = .476 (p< .001), yang berarti bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara empati dengan kepuasan

Oleh sebab itu saya sepekat bahwa dalam negara demokrasi yang multikultural seperti Indonesia identitas kewarganegaraan bukanlah “satu identitas di antara banyak identitas” atau

2. Hasil Pembelajaran Pada Siklus II.. Pembelajaran yang dilakukan adalah untuk mengetahui proses peningkatan hasil belajar siswa terhadap pelajaran salat

Mahasiswa dalam memahami konsep mata kuliah hukum perdata pada indikator (4) masih rendah hanya mencapai 64-66%, oleh karena itu pada siklus kedua selain kegiatan

 Memaparkan hasil mengamatan tentang hubungan sosial pada masyarakat perkotaan dan mendiskusikannya untuk mendalami konsep dasar Sosiologi baik secara individual mau pun