• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) secara tegas disebutkan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Oleh karena wilayah Indonesia sangat luas yang meliputi banyak pulau dan kepulauan sehingga konsekuensi logis yang timbul yakni keberagaman dari suku, ras, agama dan etnis-etnis tertentu termasuk tanah dan pengaturan tanah yang beragam dikarenakan tanah yang memiliki nilai ekonomi, sosial, religi, politik serta budaya di daerahnya tersendiri. Eksistensi tanah di Indonesia juga bertalian dengan nilai-nilai tersebut. Disamping itu tanah memiliki nilai-nilai yang tinggi dilihat dari kacamata apa pun, termasuk kacamata sosiologi, antropologi, psikologi, politik, militer, dan ekonomi. Tanah merupakan tempat berdiam, mencari nafkah, berketurunan, serta menjalankan adat-istiadat dan ritus keagamaan.1

Dengan tidak berimbangnya ketersedian tanah dengan populasi manusia maka potensi timbulnya sengketa tanah semakin kompleks. Secara umum, sengketa tanah timbul akibat faktor-faktor antara lain : (a) Peraturan yang belum lengkap; (b) Ketidaksesuaian peraturan; (c) Pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia; (d) Data yang kurang akurat dan kurang

1Elza Syarief, 2012 Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus

(2)

2

lengkap; (e) Data tanah yang keliru; (f) Keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah; (g) Transaksi tanah yang keliru; (h) Ulah pemohon hak; atau (i) Adanya penyelesaian dari instansi lain sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan.2

Menurut Maria S.W. Sumardjono, peta permasalahan tanah dikelompokkan menjadi:3

1. Masalah penggarapan rakyat atas tanah areal kehutanan , perkebunan, proyek perumahan yang ditelantarkan, dan sebagainya.

2. Masalah yang berkenaan dengan pelanggaran ketentuan land reform. 3. Ekses-ekses dalam penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan. 4. Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah serta

5. Masalah yang berkaitan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat.

Sedangkan ditinjau dari sisi yuridis praktis, menurut Boedi Harsono masalah pertanahan yang dapat disengketakan dapat dirinci dalam jenis-jenis sengketa sebagai berikut:4

1. Sengketa mengenai lokasi tanah.

2. Sengketa mengenai batas-batas bidang tanah. 3. Sengketa mengenai luas bidang tanah.

4. Sengketa mengenai status tanahnya (tanah Negara atau tanah hak) 5. Sengketa mengenai pemegang hak atas tanah.

6. Sengketa mengenai hak membebani.

7. Sengekta mengenai pemindahan hak atas tanah.

8. Sengketa mengenai penunjuk lokasi dan penetapan luas tanah untuk keperluan proyek pemerintah/swasta.

9. Sengketa mengenai pelepasan/pembebasan hak atas tanah. 10. Sengketa mengenai pengosongan tanah.

11. Sengketa mengenai pemberian ganti rugi, pesangon atau imbalan lainnya. 12. Sengketa mengenai pembatalan hak atas tanah.

13. Sengketa mengenai pencabutan hak atas tanah. 14. Sengketa mengenai pemberian hak atas tanah.

2Ibid,h.9. 3Ibid,h.30 4Ibid.

(3)

3

15. Sengketa mengenai penerbitan sertifikat hak atas tanah.

16. Sengketa mengenai alat-alat pembuktian atas keberadaan hak atas tanah atau perbuatan hukum yang dilakukan, dan lain sebagainya.

Pengaturan pertanahan di Indonesia mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Dalam UUPA, Sertifikat merupakan tanda bukti hak atas tanah dan memberikan kepastian hukum. Salah satu cara meminimalisir sengketa tanah adalah eksistensi Sertifikat yang dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sertifikat hak atas tanah merupakan produk akhir (output) dari pendaftaran tanah sebagaimana diamanatkan UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang bersifat mengikat bagi para pejabat Badan Pertanahan Nasional untuk menerbitkan sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat atas kepemilikan tanah.5 Apabila ada kekeliruan atau kesalahan menerbitkan Sertifikat maka pejabat Badan Pertanahan Nasional wajib memperbaikinya. Pengertian Sertifikat menurut pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Maksud diterbitkan sertifikat dalam kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah agar pemegang hak dengan mudah dapat membuktikan bahwa dirinya sebagai pemegang haknya. Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak

(4)

4

yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.6

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengamanatkan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah harus sederhana, aman , dan terjangkau. Namun hingga saat ini peraturan pelaksana yaitu Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 belum mencerminkan sifat sederhana karena prosedur yang ditempuh dalam proses pendaftaran tanah sangat panjang dan makin mahal.7 Hal tersebut menyebabkan sebagian masyarakat menjadi enggan mendaftarkan tanah untuk pertama kali sehingga ketiadaan sertifikat sangat riskan menimbulkan sengketa, dan konflik pertanahan.

Menyikapi pelayanan pertanahan yang berjalan sangat lamban, pada tanggal 03 Agustus 2015 telah ditetapkan di Jakarta oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan, bahwa permohonan pendaftaran hak atas tanah pertama kali harus dipercepat sesuai dengan Surat Edaran Nomor 11/SE/VIII/2015 tentang Percepatan Proses Pemberian Atau Perpanjangan Hak Atas Tanah. Namun, menurut Presiden Joko Widodo pada senin, 11 April 2016 masih menemukan pengaduan dari masyarakat di kabupaten Brebes, Jawa Tengah saat meluncurkan program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat. Pengurusan pendaftaran tanah pertama kali setelah berlakunya Surat Edaran

6Urip Santoso, 2011, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta,

(selanjutnya disingkat Urip Santoso I), h.43.

7Adrian Sutedi, 2006, Politik dan Kebijakan Huku Pertanahan serta Berbagai

(5)

5

tersebut dibarengi dengan kemajuan teknologi, masih berlarut-larut, berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.8 Temuan Presiden tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi juga di daerah lainnya, termasuk Kabupaten Gianyar. Eksistensi Surat Edaran dipertanyakan efektivitasnya dikarenakan tidak berlaku sebagaimana peruntukkannya. Oleh karena itu, penulis tertarik menulis, meneliti, dan menguji Surat Edaran Nomor 11/SE/VIII/2015 di Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar, dengan skripsi dengan judul “ANALISA YURIDIS SURAT EDARAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG NOMOR 11/SE/VIII/2015 TERHADAP PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN GIANYAR.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, maka dapat diajukan beberapa permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan ini. Permasalahan tersebut dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pendaftaran hak atas tanah pertama kali disertai turun waris di Kabupaten Gianyar setelah berlakunya Surat Edaran Nomor 11/SE/VIII/2015?

2. Apa faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pendaftaran hak atas tanah pertama kali disertai turun waris di Kabupaten Gianyar?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

8Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2016,” Urus Sertifikat Masih ‘Ruwet’,

Presiden Jokowi Peringatkan Menteri Agraria/Kepala BPN”, URL : http://setkab.go.id/urus-sertifikat-masih-ruwet-presiden-jokowi-peringatkan-menteri-agrariakepala-bpn/ , diakses tanggal 26 Juli 2016.

(6)

6

Untuk menghindari pembahasan menyimpang dari pokok permasalahan maka diberikan batasan-batasan mengenai ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup permasalaan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Dasar pengaturan, syarat dan proses kegiatan pendaftaran tanah pertama kali disertai turun waris di Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar. 2. Penegakan Hukum, Kendala dan Upaya-upaya terkait pendaftaran tanah

pertama kali disertai turun waris di Kanor Pertanahan Kabupaten Gianyar.

1.4 Orisinalitas

Dengan ditetapkannya Surat Edaran Nomor 11/SE/VIII/2015, pada tanggal 03 Agustus 2015, hingga saat ini belum ada penelitian mengenai efektivitas atau penerapan hukum Surat Edaran tersebut. Sepengetahuan penulis bahwa penelitian yang sudah ada selama ini terbatas pada pendaftaran tanah yang mengacu pada UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Disamping penelitian berkenaan dengan efektivitas atau penerapan hukum Surat Edaran, orisinalitas penulisan terletak di lokasi penelitian yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar, pada tahun 2016 yang saat ini belum ada meneliti hal yang sama.

1.5 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

(7)

7

Secara umum, penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penegakan (efektivitas) hukum pertanahan terkait pendaftaran tanah pertama kali disertai Turun Waris di Kantor Pertanahan Kabupaten Gianyar setelah berlakunya SE No. 11/SE/VIII/2015.

b. Tujuan Khusus

Secara khusus, penulisan ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pendaftaran hak atas tanah pertama kali disertai turun waris di Kabupaten Gianyar setelah berlakunya Surat Edaran Nomor 11/SE/VIII/2015.

2. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pendaftaran hak atas tanah pertama kali disertai turun waris di Kabupaten Gianyar. 1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat teroritis maupun manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini, antara lain :

a. Manfaat Teoritis

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang hukum Agraria mengenai pendaftaran hak atas tanah pertama kali yang disertai turun waris.

b. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam melakukan proses pendaftaran hak atas tanah pertama kali yang disertai turun waris dan manfaat Badan Pertanahan Nasional dapat dijadikan

(8)

8

sebagai salah satu acuan dalam melaksanakan pelayanan publik (pertanahan).

1.7 Landasan Teori

Berdasarkan judul penelitian penulis terkait Pendaftaran Tanah Pertama Kali disertai Turun Waris, maka sejumlah landasan teori yang digunakan penulis sebagai acuan, antara lain :

a. Teori Negara Hukum

Teori Negara Hukum dijadikan landasan mendasar oleh penulis berdasarkan alasan konstitusional pada pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan secara eksplisit bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat) bukan machstaat serta Indonesia berdasarkan Konstitusional bukan Absolutisme.9 Pemahaman alasan konstitusional tersebut mengandung makna bahwa segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh setiap orang dan/atau badan hukum harus didasarkan atas hukum.

Teori Negara Hukum menekankan pada prinsip supremasi hukum atas orang dan bahwa pemerintah terikat oleh hukum. Dalam konteks kehidupan bernegara, prinsip itu diartikan bahwa kekuasaan Negara harus

9SF.Marbun dan Moh Mahfud MD, 2009, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,

(9)

9

didefinisikan dan ditentukan batas-batasnya oleh hukum sehingga bukan hanya orang tetapi pemerintah pun harus tunduk pada hukum.10

Jika dikaitkan dengan ruang lingkup tugas Pemerintahan maka secara filosofis konstitusional jelas dinyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip Negara hukum yang dinamis atau Welfare State (Negara kesejahteraan). Sebab Negara wajib menjamin kesejahteraan sosial (masyarakat). Pernyataan ini dapat diberikan landasannya dari Pembukaan UUD NRI 1945 dalam alenia IV yang antara lain memuat empat macam tujuan Negara, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi kesejahteraan umum, ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sila kelima dari Pancasila yang juga tercantum dalam alenia IV Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan prinsip “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.11 Oleh karena itu, penerapan hukum Agraria harus sesuai dengan landasan filosofis Pancasilan dan konsitusi yakni Pasal 33 ayat (3) menjabarkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” 12

10I Dewa Gede Palguna, 2013, Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint)

Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara, Sinar Grafika,

Jakarta, h. 26.

11SF.Marbun dan Mahfud MD, op.cit, h.52.

12Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2011, Undang-Undang Dasar

(10)

10 b. Teori Kewenangan

Pilar utama Negara hukum yaitu asas legalitas (legaliteits beginselen atau wetmatigheid van bestuur). Atas dasar prinsip tersebut, maka wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan.13 Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni “Het

vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen,” yaitu

kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.14 Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata Negara dan hukum administrasi. Menurut F.A.M. Stroink dan J.G.Steenbeek menyebut kewenangan sebagai konsep inti dalam hukum tata Negara dan hukum administrasi, “Het begrip bevoegdheid is dan ook

een kernbegrip in het staats-en administratief recht.15

Secara teoritik, kewenangan diperoleh melaui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat. Mengenai atribusi, delegasi dan mandate ini, H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut.

a. Attributie : toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever

aan een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang

pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan).

b. Delegatie : overdracht van een bevoegheid van het ene

bestuursorgaan aan een ander, (delegasi adalah pelimpahan

wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya).

c. Mandaat : een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem

uitoefenen door een ander, (mandate terjadi ketika organ

13Muh. Jufri Dewa, 2011, Hukum Administrasi Negara Dalam Perspektif Pelayanan

Publik,Unhalu Press, Kendari, h.78.

14Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, h. 101. 15Ibid.

(11)

11

pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya).16

Sementara itu menurut Phillipus M. Hadjon, kewenangan membuat keputusan (beschikking) hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau dengan delegasi. Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan, sementara itu delegasi adalah dalam hal ada pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada. Sedangkan mandat tidak ada sama sekali pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan.17 Dasar penyelenggaraan administrasi pertanahanan menurut UUPA adalah berdasarkan ketentuan Pasal 2 khususnya ayat (2) yaitu wewenang Hak menguasai Negara yang dijalankan oleh Pemerintah sebagai perwujudan Negara dalam keadaan bergerak (staats in beweging) meliputi :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

16Ibid, h. 105.

17Phillipus M. Hadjon et. al., 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada

(12)

12

Dengan pengertian diatas maka pasal 2 UUPA dimaksud termasuk tugas penyelenggaraan Administrasi Negara. Tugas pemerintahan di bidang keagrariaan atau pertanahan, antara lain Pertama; tugas penyelenggaraan pengelolaan agrarian atau pertanahan dan mengatur (dengan menyiapkan proses legislasi dalam rangka regulasi dan penetapan kebijakan publik), Kedua; tugas menetapkan (beschikking) secara individual, mengeluarkan ketetapan-ketetapan yang berisi kebijakan publik serta pengaturan (legislasi dan regulasi) ketentuan hubungan-hubungan hukum antara masyarakat dengan tanah pada umumnya, Ketiga; tugas menetapkan (beschikking) dan mengatur

(regulating) mengenai tata cara atau prosedur ketatalaksanaan

administrasi pendaftaran tanah untuk menciptakan kepastian hukum atas tanah, dan Keempat; tugas dan kewenangan untuk memungut uang pemasukan kepada Negara (recognitie) yang merupakan kewajiban bagi warga masyarakat penerima hak atas tanah sebagai tanda telah terciptanya hubungan-hubungan hukum.18

c. Asas-asas Pendaftaran Tanah

Berdasarkan ketentuan pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, disebutkan bahwa Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Azas sederhana dalam pendaftaran tanah

18Rusmadi Murad, 2013, Administrasi Pertanahan Pelaksanaan Hukum Pertanahan

(13)

13

dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah. Sedangkan azas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. Azas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan. Azas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Azas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan azas terbuka.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum

Dalam penegakan atau penerapan hukum ada sejumlah faktor yang mempengaruhi efektivitasnya. Faktor-faktor tersebut dapat memberikan

(14)

14

dampak baik sehingga tujuan hukum tercapai atau sebaliknya penegakan hukum kian jauh dari ius constituendum. Menurut Soerjono Soekanto, secara umum ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu :19

1. Faktor hukumnya sendiri, yakni berkenaan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

1.8 Metode Penelitian

Penelitian berasal dari kata research yang secara harfiah memiliki arti usaha pencarian (yang dalam artinya yang khusus berarti pencarian pengetahuan yang benar untuk menjawab dan/atau untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupannya).20 Metodologi

mempunyai beberapa pengertian, yaitu (a) logika dari penelitian ilmiah, (b) studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, dan (c) suatu sistem dari prosedur

19Soekanto, Soerjono, 2011, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum,

Rajawali Pers, Jakarta, h. 8.

20Soetandyo Wignjosoebroto, 2013, Hukum Konsep Dan Metode, Setara Press, Malang, h.

(15)

15

dan teknik penelitian. Berdasarkan hal tersebut metode penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.21 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.22 Dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer (atau data dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.23 Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer.24

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat (kesenjangan antara das Sollen dan das Sein atau antara the Ought dan the Is atau antara yang seharusnya dengan senyatanya di lapangan). Obyek

21Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.17.

22Soerjono Soekanto,2010, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas

Indonesia,Jakarta,h. 43.

23 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2012, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers,

Jakarta, h. 12.

(16)

16

penelitian hukum empiris berupa pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam penerapan hukum.25 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan hukum (law

enforcement), karena penelitian jenis ini dapat mengungkapkan

permasalahan-permasalahan yang ada di balik pelaksanaan dan penegakan hukum.26

b. Jenis Pendekatan

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (the Statute Approach), pendekatan konsep hukum, dan pendekatan kasus (the Case Approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang-undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani dan pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi.27

c. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dan eksploratif Penelitian deskriptif sebagaimana penelitian secara umumnya sebagai awalan pijakan dengan menghimpun norma-norma hukum, teori-teori dan asas-asas hukum kemudian dieksplorasi dengan menguji terhadap norma, teori, dan/atau asas tadi. Dalam hal ini penerapan hukum peraturan perundang-undangan tentang agrarian

25Anonim, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar,

h.77.

26Amiruddin dan Zainal Asikin, 2014, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali

Pers, Jakarta, h. 134.

(17)

17

beserta keberlakuan Surat Edaran Nomor 11/SE/VIII/2015 di Kabupaten Gianyar.

d. Data dan Sumber Data

Adapun Data dan Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua) sumber, antara lain :

1. Data Primer yang bersumber dari penelitian di Kantor Pertanahan Gianyar sebagai badan yang memiliki kewenangan terhadap urusan pertanahan di Kabupaten Gianyar dan masyarakat sebagai pemohon. Keduanya selaku responden dan informan dalam penelitian ini.

2. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.28 Adapun bahan hukum primer bersifat autoritatif dikelompokkan berdasarkan otoritasnya sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

(18)

18

Perundang-Undangan berkenaan dengan peraturan perundang-undangan, diantaranya :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Lembaran Negara Republik Indonesia);

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696); d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; dan

e. Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11/SE/VIII/2015 tentang Percepatan Proses Pemberian atau Perpanjangan Hak Atas Tanah.

Selain peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer, penulis menggunakan bahan hukum sekunder yang bersumber dari buku teks (literatur) karena buku teks berisi prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. Disamping buku teks, bahan hukum sekunder dapat

(19)

19

berupa tulisan-tulisan tentang hukum baik dalam bentuk buku ataupun jurnal-jurnal.29

e. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa studi dokumen dan teknik wawancara (interview). Studi dokumen sebagai landasan awal pengumpulan data berdasarkan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Kemudian teknik wawancara sebagai tahapan berikutnya yaitu teknik untuk mengetahui gejala-gejala di masyarakat terhadap penerapan hukum dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang sistematis, ringkas, serta relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

f. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan Analisis Data dilakukan dengan analisis kualitatif atau analisis deskriptif kualitatif melalui pengumpulan data primer dan data sekunder, kemudian data dianalisa dan diolah secara sistematis dikelompokkan, diklasifikasikan, atau dihubungkan antar data, kemudian dilakukan intrepretasi dan penafsiran dari perspektif penulis setelah memahami keseluruhan kualitas data untuk selanjutnya data disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, angsuran per bulan yang harus dibayar Atekan kepada KJKS BMT NUSYA yang terdiri dari angsuran pokok hutang dan biaya sewa adalah:. Angsuran Pokok :

- Siswa menerima tugas dari guru, yaitu menulis puisi bebas sesuai dengan tema yang ditentukan.b. - Guru beserta siswa mengakhiri kegiatan belajar

[r]

Baik dari proses penghitungan keuangan dalam rumah tangga sampai pengontrolan alat-alat sederhana dan berat dalam perusahaan.Modem merupakan alat komunikasi dua

1. Konsep dasar atau penjelasan dari program Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Data penerapan Desa Siaga Aktif yang telah dilaksanakan di Indragiri Hilir sampai tahun

 Prasasti ini dibuat pada masa pemerintahan Raja Sanjaya yang berhubungan dengan pendirian sebuah lingga yang merupakan lambang dari Dewa Siwa diatas sebuah bukir di

Untuk membuat matriks biaya, jarak yang dihitung adalah penjumlahan dari jarak rumah setiap sopir dengan TPS yang pertama dikunjungi pada rute optimal dan jarak TPA

Sehingga capaian profil lulusan (CPL) Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan keterkaitannya dengan KKNI perlu formulasikan kembali yang memuat dan mencakup