• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peubah Antropometri untuk Menelusuri Status Gizi Balita Dikaitkan dengan Keadaan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peubah Antropometri untuk Menelusuri Status Gizi Balita Dikaitkan dengan Keadaan Masyarakat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Status gizi merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat yang menggambarkan keseimbangan antara keperluan dan pasokan gizi yang diperoleh. Gizi kurang menyebabkan terpengaruhnya pe rke mbangan me nta l, ja sma ni, dan sebagainya. Pada masa bayi, kekurangan gizi berkaitan dengan gangguan intelektual, sehingga hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat serius.

Kebutuhan akan energi dan protein per kilogram berat badan pada usia muda relatif lebih besar dibandingkan dengan yang lebih tua atau orang dewasa, karena anak balita berada pada tingkat perkembangan dan kebutuhan yang cepat. Kekurangan energi rotein (KEP) merupakan suatu akibat

Peubah Antropometri untuk Menelusuri Status Gizi

Balita Dikaitkan dengan Keadaan Masyarakat

SITI SUNENDIARI

1

1Fakultas MIPA Unisba, Jl. Purnawarman 63 Bandung

Email: sunen_diari@yahoo.com

Abstract

This study is aimed to determine factors of infants and toddlers nutri-tional status in Sukamaju Village, Cibeunying, City of Bandung. Based on anthropometric variables, 401 infants and toddlers were measured by indicators of body weight against age, height for age, and high/weight of the body to classify children with good nutrition status and the other who aren’t lucky enough to be included in that class. The result showed that parent educational factor and mother’s knowledge concerning nutritional factor are greatly affecting children’s nutritional status. Thereof, local ad-ministration is recommended to empower and establish Posyandu insti-tution as service point to disseminate parental and nutritional knowl-edge among mothers.

Kata kunci: anthropometry, Standard Deviation Units (SBS), and Median Percentage Against (PDM)

dari kurang terpenuhinya zat gizi yang diperluk an dalam tubuh. Kea daa n ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, konsumsi makanan yang kurang memberikan zat gizi yang cukup. Nurdjanah (1987) me ngem uk ak an bahwa buruk ny a gizi seorang anak sangat tergantung pada berbagai faktor, di antaranya pemberian air susu ibu, masa penyapihan dan pemberian makanan tambahan kepada bayi.

Dewasa ini, telah digunakan beberapa metode untuk menilai keadaan gizi, baik dari ha sil pem erik saa n fisik , pe merik sa an laboratorium, a taupun gabungan dari pe me riks aa n fisik da n la bo ra to rum. Pemeriksaan atau penilaian status gizi tersebut diperlukan untuk melakukan deteksi KEP pada stadium dini dan mengamati proses penyembuhan KEP serta menilai efektivitas

(2)

program pencegahan. Oleh karena itu, suatu pemilihan metode penilaian status gizi yang jelas dan cukup peka, sangatlah diperlukan dalam menentukan besarnya masalah gizi di berbagai daerah.

Salah satu penilaian status gizi bayi dan balita yang biasa dipergunakan yang bers ifat praktis dan ekonomis adalah antropometri atau ukuran tubuh. Hasil pengukuran status gizi secara antropometri pada bayi dan balita dapat menggamnbarkan tentang perubahan perubahan prevelensi kekurangan gizi, khususnya KEP dan tingkat kekurangan gizi ringan yang menahun. Abunain (1979) menjelaskan bahwa ukuran antropometri diakui dapat diterapkan bagi penentuan status gizi.

Me nurut Husa ini (1 98 6), ada beberapa indikator antropometri yang sering digunakan untuk menilai keadaan gizi, yaitu bobot badan menurut umur (BB|U), tinggi badan menurut umur (TB|U), dan bobot badan menurut tinggi badan (BB|TB).

Be rdas arka n ha sil pe nguk uran antropometri, status gizi seseorang oleh National Health Statistics – WHO (NCHS-WHO) dapat diklasifikasikan ke dalam gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih. Dalam pengklasifikasian tersebut diperlukan suatu ukuran baku sebagai pembanding. WHO telah memublikasikan baku antropometri NCHS-WHO di tiap negara.

Di Indonesia, khususnya, memerlukan penyesuaian, mengingat faktor genetik, etnik, dan tingkat kesejahteraan yang khas untuk tiap tiap negara. Penyesuaian ini harus dilakukan berdasarkan hasil penelitian negara yang bersangkutan. WHO telah menganjur-kan penggunaan indikator BB|TB karena dapat menghilangkan aktor umur, yang menurut pengalaman, sulit didapatkan secara benar dan dapat menggambarkan keadaan gizi akut pada waktu sekarang (Husaini, 1986).

Be rdas arka n ke adaa n di a ta s, diadakan penelitian terhadap bayi dan balita dari beberapa parameter antropometri dikaitkan dengan keadaan umum masyarakat di K elurahan Suk am aju, K ecam atan

Cibeunying. Penelitian ini menggunakan pa-rameter papa-rameter pengukuran status gizi ya ng tepat digunak an dalam m enilai keberhasilan suatu program peningkatan sta-tus gizi.

Pe ne litian ini bertujuan untuk me ngetahui tingk at a ta u status giz i masyarakat, khususnya bayi dan balita di Ke ca ma ta n Suka ma ju, Ke ca ma ta n Cibe unying, be rdas arka n pe ubah antropometri dikaitkan dengan keadaan umum masyarakat pada daerah tersebut. Adapun keadaan umum masyarakat yang dilibatkan adalah jenjang pendidikan kepala keluarga dan istri kepala keluarga, pekerjaan kepala keluarga, pendapatan kepala keluarga setiap bulannya, dan pengetahuan ibu tentang gizi.

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan informasi atau masukan pada pemerintah setempat serta pengambil kebijakan, khususnya dibidang gizi. Selain itu, penting juga se ba ga i indika to r keberhasilan pembangunan, termasuk keberhasilan program gizi.

Penimbangan bobot badan bayi dan balita dilakukan dengan menaikkan anak ke atas timbangan yang mempunyai kapasitas 25 kilogra m, k emudian dicatat bobot badannya. Adapun tinggi badan diukur dengan membaringkan bayi di atas meja dan dalam posisi lurus, diukur tinggi badannya, lalu dicatat. Untuk balita yang sudah bisa berdiri sendiri, pengukurannya dilakukan dengan menggunakan penggaris yang mempunyai panjang 120 centimeter.

Setelah data mengenai bobot badan dan tinggi badan terkumpul, kemudian dihitung median dan simpangan bakunya dari masing masing indikator, yaitu (BB|U), (TB|U) dan (BB|TB). Selanjutnya, setelah diperoleh nilai median dan simpangan bakunya, barulah diklasifikasikan berdasarkan titik titik batas menurut patokan NCHS.

Selain memperkirakan status gizi be rdas arka n indika to r atau peuba h antropometri, dilihat juga keadaan umum masyarakat. Dalam hal ini, diperhatikan pe ke rjaa n orang tua, latar belak ang

(3)

Tabel 1

Komposisi Banyaknya Bayi dan Balita di Setiap RW

RW Laki-Laki Perempuan RW Laki-Laki Perempuan

1 21 23 7 20 19 2 20 19 8 22 3 3 9 19 9 12 19 4 8 6 10 23 25 5 9 16 11 26 14 6 21 23 12 10 14

pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan pengetahuan ibu tentang gizi bagi bayi dan balitanya. Adapun untuk memperoleh data, sampel ini dengan menggunakan sam-pling acak sederhana.

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian penjelasan (explanatory), dan metode penelitian yang

digunakan adalah penelitian survei. II. PEMBAHASAN

Data yang digunakan adalah data pengunjung aktif Posyandu di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cibeunying, Bandung, yang merupakan hasil wawancara terhadap orang tua bayi dan balita. Adapun komposisi

banyaknya bayi dan balita untuk masing-masing RW di tempat penelitian tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.

Pekerjaan orang tua merupakan sumber pendapatan bagi kelangsungan hidup suatu keluarga dan umumnya sebagian besar dilakukan oleh ayah. Jenis pekerjaan utama yang ditekuni ayah, sebagian besar adalah pegawai swasta (41,15 %), tidak mem unyai pekerjan te tap (17,46 %), Pegawai Negeri Sipil (PNS) (13,72 %), Buruh (6,98 %), wiraswasta (6,48 %), BUMN (5,98 %), pedagang (5,24 %), ABRI (2,49 %) dan yang tidak bekerja sebanyak (0.5 %). Sedangkan pekerjaan sampingan yang biasa dilakukan oleh ayah atau keluarga adalah dengan berdagang keperluan sehari hari di

0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 LAKI-LAKI PEREMPUAN Gambar 1

(4)

pasar dan membuka warung.

Secara grafis, komposisi banyaknya bayi dan balita disetiap RW dapat dilihat pada Tabel 1.

Jenjang pendidikan formal ayah ataupun ibu bervariasi, yaitu mulai dari tidak tamat Sekolah Dasar, Sekolah Dasar, sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi. Untuk je njang pe ndidik an a ya h da n ibu, dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu tidak tamat SD, SD, SMP, SMA, D3, dan S1, da n se le bihnya . Pe ny ebaran jenja ng pendidikan ayah dan ibu kepala keluarga, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2

Penyebaran Jumlah Ayah dan Ibu Berdasarkan Jenjang Pendidikan Formal

Jenjang Pendidikan Ayah Ibu

Tdk tamat SD 71 69 SD 61 82 SMP 48 79 SMA 177 10 D3 18 19 S1 26 12

Secara grafis, penyebaran jenjang pendidikan formal ayah dan ibu bayi dan balita sebagaimana pada gambar 2.

Gambar 2

Penyebaran Jenjang Pendidikan Formal Ayah dan Ibu Bayi dan Balita di Kelurahan Sukamaju Kecamatan Cibeunying

Tampak dari Tabel 2 dan Gambar di atas jenjang pendidikan ayah yang paling banyak adalah lulusan SMA, yaitu sebanyak 177 orang atau 44%. Sedangkan ibu kebanyakan adalah lulusan SD sebanyak 82 orang, atau 30% dan lulusan SMP sebanyak 79 orang atau 29%.

Keluarga pengunjung aktif Posyandu di K elurahan Suk am aju, K ecam atan Cibeunying, mempunyai anak berkisar dari 1 sampai 9 orang, dengan jumlah bayi dan balita dalam keluarga terendah satu orang dan paling banyak 3 orang. Rata rata jumlah anak yang dimiliki masing masing sebanyak 2 orang, di mana terdapat satu keluarga yang mempunyai anak sebanyak 7 orang dan satu keluarga lagi yang memunyai anak sebanyak 9 orang.

A. Beberapa Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Bayi & Balita Berdasarkan Indikator (BB|U) dengan Mengguna-kan Ukuran Simpangan Baku Satuan 1. Pendidikan Ayah dan Ibu

Jenjang pendidikan seseorang dalam keluarga diharapkan dapat berpengaruh terhadap kondisi status gizi bayi dan balitanya. Dengan semakin tinggi pendidikan ayah diharapkan kebutuhan hidup semua anggota ke luarga cende rung a ka n le bih ba ik .

(5)

Hubungan status gizi bayi dan balita dengan jenjang pendidikan ayah untuk indikator (BB|U) dapat dilihat dalam Tabel 3. Yang tak kalah pentingnya bagi status gizi bayi dan balita adalah jenjang pendidikan ibu atau istri kepala keluarga. Hubungan tersebut untuk indikator (BB|U) dapat dilihat dalam Tabel 4. Dari Tabel 3 dan 4 di atas, tampak bahwa penderita gizi kurang kebanyakan berasal da ri o ra ng tua lulus an SMA . Ha l ini menunjukkan bahwa kurangnya gizi balita kura ng berhubungan denga n je njang

2. Pekerjaan Kepala Keluarga (Ayah) Pekerjaan ayah atau pekerjaan orang tua di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cibeunying, merupakan sumber pendapatan utama di mana mayoritas dilakukan oleh kepala keluarga. Jenis pekerjaan yang digeluti ini beraneka ragam. Diharapkan jenis pekerjaan ini dapat memengaruhi kondisi status gizi bayi dan balita. Hubungan untuk jenis pekerjaan dengan status gizi balita untuk indikator (BB|U) dapat dilihat dalam

Jenjang Status Gizi Bayi dan Balita

Pendidikan GKTB GKTS GKTR GN GL TOTAL tdk tamat SD 0 3 7 6 1 0 7 1 SD 0 0 1 0 5 1 0 6 1 SMP 0 1 4 4 0 3 4 8 SMA 1 2 2 0 152 2 177 D3 0 0 0 1 7 1 1 8 >= S1 0 2 1 2 2 1 2 6 Tabel 4

Jenjang Pendidikan Ibu dan Status Gizi Bayi dan Balita Berdasarkan Indikator (BB|U)

Jenjang Status Gizi Bayi dan Balita

Pendidikan GKTB GKTS GKTR GN GL TOTAL tdk tamat SD 0 2 7 6 0 0 6 9 SD 0 1 1 0 7 1 0 8 2 SMP 0 2 1 1 6 3 3 7 9 SMA 1 1 1 4 122 2 140 D3 0 1 0 1 6 2 1 9 >= S1 0 1 0 1 1 0 1 2 Tabel 3

Jenjang Pendidikan Ayah dan Status Gizi Bayi dan Balita Berdasarkan Indikator (BB|U)

Keterangan:

GKTB = Gizi Kurang Tingkat Berat GKTS = Gizi Kurang Tingkat Sedang GKTR = Gizi Kurang Tingkat Rendah G N = Gizi Normal GL = Gizi Lebih

(6)

Pekerjaan Status Gizi Bayi dan Balita GKTB GKTS GKTR GN GL TOTAL Tidak Kerja 0 0 1 1 0 2 Pedagang 0 0 2 19 0 21 Buruh 0 0 5 22 1 28 PNS 0 0 6 48 1 55 TNI 0 1 1 8 0 10 Swasta 0 4 17 140 4 165 Wiraswata 0 1 4 20 1 26 BUMN 1 0 0 22 1 24 Sales 0 2 6 62 0 70 Tabel 5

Komposisi Pekerjaan dan Status Gizi Bayi dan Balita Berdasarkan Indikator (BB|U)

Dari tabel di atas, penderita gizi kurang kebanyakan berasal dari orang tua ya ng m em puny ai pek erja an pegaw ai sw as ta . Ha l ini dise ba bk an k arena ke ba ny ak an a na k anak dari me re ka diserahkan sepenuhnya kepada pembantu ketika orang tua bekerja.

3. Pendapatan Kepala Keluarga

Pendapatan kepala keluarga, dalam hal ini ayah, diharapkan mencukupi keperluan akan gizi, khususnya untuk bayi dan balitanya. Pendapatan kepala keluarga di daerah penelitian mulai dari Rp 300.000 per

bulan hingga Rp. 3.500.000. Diharapkan, semakin besar pendapatan yang diperoleh setiap bulannya, akan menjadikan bayi dan balita terpenuhi giznya. Hubungan antara pendapatan kepala keluarga dengan status gizi bayi dan balitanya dapat dilihat dalam Tabel 6.

Penderita gizi kurang, kebanyakan be ra sa l da ri k elua rga ya ng rata ra ta penghasilannya Rp. 500.000 sampai dengan Rp.1000.000. Hal ini dirasa memang dengan penghasilan yang minim, keluarga tersebut tak mampu memenuhi gizi keluarganya. Belum lagi dalam keluarga tersebut yang

Pendapatan Status Gizi Bayi dan Balita

(Ribuan) GKTB GKTS GKTR GN GL TOTAL <500 0 0 7 18 0 25 500 - 1000 1 2 19 88 4 114 1000 - 1500 0 1 4 61 2 68 1500 - 2000 0 1 1 40 0 42 2000 - 2500 0 0 2 11 0 13 > 2500 0 1 2 30 1 34 Tdk diketahui 0 3 7 95 0 105 Tabel 6

Komposisi Pendapatan Kepala Keluarga dan Status Gizi Bayi dan Balita Berdasarkan Indikator (BB|U)

(7)

mempunyai bayi dan balita lebih dari satu ora ng. Dala m tabel di ata s, terda pat pendapatan yang tidak diketahui. Hal ini karena penulis tidak mendapatkan informasi selain jenis pekerjaannya saja karena yang mengantarkan bayi dan balitanya bukan ibunya, tetapi pembantu atau saudaranya yang tidak banyak mengetahui tentang pendapatan keluarga tersebut.

4. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Agar keperluan gizi bagi bayi dan balita terpenuhi, perlu adanya pengetahuan

PENGETAHUAN IBU Status Gizi Bayi dan Balita

TENTANG GIZI GKTB GKTS GKTR GN GL TOTAL

Satu sumber informasi 1 4 34 247 4 290

Dua sumber informasi 0 1 4 31 1 37

Tiga sumber informasi 0 2 4 26 2 34

Empat atau lebih 0 1 0 39 0 40

sumber informasi 1 sumber 2 sumber 3 sumber > 3 sumber 0 50 100 150 200 250 GKTB GKTS GKTR GN GL Gambar 3

Komposisi Pendapatan Kepala Keluarga dan Status Gizi Bayi dan Balita

ibu-ibu tentang gizi. Pengetahuan tentang giz i ini da pa t dipe ro le h da ri ba ny a k informasi, seperti dari pengurus dan kader yang ada di Posyandu, dokter pribadi, a t a upu n b ida n te m pa t pa ra i bu berkonsultasi tentang perkembangan bayi dan balitanya. Selain itu, informasi lainnya diperoleh dari koran, majalah, televisi, a t a upu n ra dio . H u bun ga n a nta ra pengetahuan ibu tentang gizi untuk bayi dan balitanya dapat dilihat dalam Tabel 7.

Dari tabel tersebut tampak bahwa cukup banyak penyebab status gizi kurang

Tabel 7

Komposisi Pendapatan Kepala Keluarga dan Status Gizi Bayi dan Balita Berdasarkan Indikator (BB|U)

(8)

untuk bayi dan balita disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh seorang ibu mengenai gizi bagi bayi dan balitanya.

Bila diperhatikan dari Tabel 3 hingga Tabel 7 di atas, dengan menggunakan indikator (BB|U) dan ukuran Simpangan Baku Satuan (SBS), yang paling dominan penyebab status gizi balita kurang adalah dikarenakan kurangnya informasi yang didapat untuk kelangsungan kemajuan ataupun perbaikan gizi bagi putra putrinya.

5. Pendugaan Status Gizi

Telah diuraikan di atas bahwa hasil suatu pengukuran antropometri baru dapat disimpulkan setelah dibandingkan dengan suatu standar. Dari hasil perbandingan antara ukuran antropometri yang digunakan meliputi indikator (BB|U), (TB|U) dan (BB|TB) dengan standar, diperoleh ketetapan bahwa status gizi anak balita dengan ukuran berbeda memberikan hasil pengukuran status gizi yang berbeda pula. P enyeba ran ha sil pengukuran status gizi bayi dan balita yang telah dibandingkan dengan standar dapat dilihat dalam Gambar 4.

Dalam tabel dan gambar sebelum-nya, kelompok gizi kurang terdiri gizi kurang taraf berat, gizi kurang taraf sedang dan gizi kurang taraf rendah. Sedangkan kelompok

gizi baik adalah gizi normal dan gizi lebih. Tampak bahwa cukup banyak bayi dan balita ya ng m ende rita giz i kura ng, de ngan menggunakan indikator (BB|TB) dan (BB|U) mas ing masing terda pat 13,9 7% dan 12,72%. Persentase terbesar yang meng-gambarkan gizi bayi dan balita baik adalah dengan menggunakan indikator (TB|U) yaitu se be sa r 89 ,7 8% . Ya ng terak hir ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan indikator (TB|U), diperoleh gambaran keadaan gizi bayi dan balita pengunjung Posyandu pada saat penelitian berlangsung dapat dikatakan baik.

Bila diperhatikan, pengaruh status gizi bayi dan balita berdasarkan berbagai indikator antropometri dengan menggunakan persentase terhadap median (PDM), maka akan didapatkan penyebaran status gizi balita yang lengkap dalam penggolongan status gizinya. Penyebaran hasil pengukuran sta-tus gizi bayi dan balita dengan menggunakan ukuran PDM dapat dilihat dalam gambar 5.

Dengan menggunakan ukuran PDM, penderita gizi kura ng terja ring untuk indikator (TB|U) sebanyak 21,70%. Penderita gizi kurang ini mayoritas berasal dari orang tua ya ng berpe ndidik an SMA denga n pekerjaannya swasta dengan penghasilan rata rata per bulannya berkisar antara Rp

Gambar 4

Persentase Pengukuran Status Gizi Bayi dan Balita Berdasarkan Beberapa Indikator dengan Menggunakan Ukuran SBS

(9)

500.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,-. Penderita gizi kurang ini pun dari ibu yang berpendidikan sama dengan suaminya, yaitu SMA, dan pengetahuan ibu tentang gizi hanya diperoleh dari satu sumber saja, yaitu dari Posyandu ketika ibu itu datang setiap bulannya.

B. Membandingkan Hasil Pengukuran Status Gizi Balita

Berdasarkan tabel sebelumnya dan ga mbar y ang dita mpilka n de ngan menggunakan ketiga indikator parameter antropometri, bila dilakukan perbandingan te rnya ta ukura n SB S me me rlihatka n pe nyebara n ya ng lebih mudah dalam menggolongkan seseorang ke berbagai sta-tus gizi. Sedangkan dengan ukuran PDM ada yang tidak lengkap dalam menggolongkan seseorang ke dalam status gizi buruk tertentu. Dengan menggunakan ukuran SBS untuk indikator (BB|TB) terjaring sekitar 1,25 % bayi dan balita yang menderika gizi kurang taraf ringan, 84,29 % bayi dan balita dengan status gizi normal dan 1,74 % bayi dan balita yang termasuk gizi lebih. Begitu juga untuk prevalensi status gizi untuk indikator (BB|U),

status gizi kurang taraf berat, 2 % bayi dan balita dengan status gizi kurang taraf sedang, 10,47 % bayi dan balita dengan status gizi kurang taraf ringan, 85,54 % ayi dan balita dengan status gizi normal dan hanya sebesar 1,74 % bayi dan balita tergolong status gizi lebih.

Dalam penelitian, ini tidak dilakukan pemilihan parameter atau ukuran terbaik, di sini hanya membandingkan antar-parameter saja, karena masing masing parameter mempunyai kemampuan tersendiri untuk dapat digunakan dalam mendeteksi status gizi di masing masing tempat.

III. PENUTUP

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pertama, jenjang pendidkan ayah dan

ibu kurang berperan dalam menagani masalah status gizi bayi dan balita, begitu juga pekerjaan ayah dan pendapatan yang diperoleh. Pengaruh terbesar terhadap adanya kekurangan gizi pada bayi dan balita, terjadi pada informasi yang kurang dari seorang ibu, tentang gizi yang baik untuk putra putrinya. Hal ini disebabkan karena ibu hanya mendapatkan informasi tersebut Gambar 5

Persentase Hasil Pengukuran Status Gizi Bayi dan Balita Berdasarkan Beberapa Indikator dengan Menggunakan Ukuran PDM

(10)

kadang informasi itu tidak sampai pada ibu, karena bayi dan balita diantar oleh pembantu yang tidak menyampaikan informasi ini kepada majikannya.

Kedua, dilihat dari parameter yang

digunakan berdasarkan ukuran SBS, ternyata indikator (BB|U) dan (BB|TB) menunjukkan hasil status gizi baik terendah, yaitu masing-masing 87,28% dan 86,03 %. Sedangkan pada indikator (TB|U) menunjukkan status gizi baik untuk bayi dan balita tertinggi, yaitu 89,78%. Jika yang digunakan adalah ukuran PDM, ternyata status gizi bai terendah diperoleh pada indikator (TB|U), yaitu sebesar 78,30%.

Terakhir, melihat dari ukuran yang digunakan, yaitu SBS dan PDM, ternyata terdapat perbedaan hasil dalam menentukan status gizi seseorang. Di sini, tidak dapat dikatakan ukuran mana yang terbaik, karena ma sing m as ing uk uran dan indik ator mempunyai kemampuan tersendiri untuk digunakan dalam mendeteksi status gizi seseorang.

Dari kesimpulan yang didapat, dapat direkomendasikan bahwa, pertama sejauh

umur bayi dan balita dapat diketahui dengan tepat, maka disarankan agar penilaian sta-tus gizi balita menggunakan indikator (BB|U) ukuran SBS. Sedangkan jika umur sulit diperoleh dengan tepat, sebaiknya digunakan indikator (BB|TB) ukuran SBS.

Kedua, hasil penelitian menunjukkan,

besarnya penderita gizi kurang disebabkan kurangnya informasi seorang ibu dalam hal gizi, sehingga perlu kiranya diadakan penyuluhan mengenai gizi untuk bayi dan balita di setiap Posyandu secara berkala.

Terakhir, penelitian mengenai metodologi

penilaian status gizi dengan beberapa pa-rameter antropometri perlu dilanjutkan dengan menggunakan sampel yang lebih besar, agar hasilnya dapat digunakan secara lebih meluas.

Daftar Pustaka

Abunain, D. (1979). Penentuan Status Kesehatan Secara Antro po metri,

Puslitbang Gizi, Bogor

Beaton, G. H., dan Bengoa, J. M. (1973). Prac-tical Population Indicator of Health and Nutrition, In Nutrition and Preventive Medicine, WHO, Genewa.

Husaini, Y. K, dan Husaini, H. (1986).

Antropometri Anak Sehat Berumur 0 sampai 60 bulan, Suatu Sumbangan ke

arah Sta ndaris as i Antropom etri Nasional, Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Nurdjanah, D. (1987). Tinjauan Keadaan Gizi Bayi pada Masy arak at Pedes aan,

Referensi

Dokumen terkait

&#34;Kata kegiatan bisa mempunyai arti melaksanakan sesuatu, mengeJjakan sesuatu. Sedangkan kata keagamaan berkaitan dengan nilai-nilai atau hal-hal yang sangat penting dan

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Price &amp; Wilson bahwa seseorang yang menghisap rokok satu pak per hari atau lebih memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami

Azimut sebuah benda langit adalah jarak dari titik utara ke lingkaran vertical yang dilalui oleh benda langit tersebut, diukur sepanjanmg lingkaran horizon searah pemutaran

pengembangan pada Kampung Pesindon. Pada tahun 2011, Kampung Pesindon ditetapkan menjadi salah satu destinasi wisata batik di Kota Pekalongan yang mengalami perubahan

Distributor Alat Penetas Telor Ayam Untuk Pemesanan Silakan SMS : 081 945

Sifat mekanik yang baik pada bone graft akan tahan terhadap lingkungan biomekanikal kompleks seperti perubahan stress dan strain dari tekanan dan aliran cairan di

[r]