• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan publik. Penelitian mengenai Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan publik. Penelitian mengenai Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia, oleh karena itu banyak orang melakukan penelitian mengenai pelayanan publik. Penelitian mengenai Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Peserta BPJS di Rumah Sakit Tingkat II Udayana sebelumnya belum pernah dikaji. Namun sudah terdapat penelitian sebelumnya yang membahas kualitas pelayanan kesehatan. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, berikut ini akan dicantumkan beberapa penelitian yang dapat menjadi referensi bagi penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Dicky Pratama (2012), yang berjudul “Pengaruh Kualitas Layanan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan Pada Graha Spesialis RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan dengan indikator bukti fisik, keandalan, jaminan, daya tanggap dan empati terhadap kepuasan pasien rawat jalan pada Graha Spesialis RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Non-Probability Sampling dengan pendekatan accidental sampling.

Hasil dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien dengan persamaan regresi sebagai berikut: Y = 0,152 X1 + 0,089 X2 + 0,337 X3 - 0,052 X4 + 0,328 X5. Berdasarkan analisis data statistik, indikator-indikator pada penelitian ini bersifat valid dan variabelnya

(2)

bersifat reliabel. Urutan secara individu dari masing-masing variabel yang paling berpengaruh adalah variabel jaminan dan empati dengan koefisien regresi sebesar 0,337 dan 0,328; bukti fisik dengan koefisien regresi sebesar 0,152; keandalan dengan koefisien regresi sebesar 0,089; daya tanggap dengan koefisien regresi sebesar -0,052 dan variabel yang berpengaruh paling rendah adalah daya tangap dengan koefisien regresi sebesar -0,052. Dengan demikian Graha Spesialis RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang perlu mempertahankan elemen-elemen yang sudah dinilai baik oleh pasien serta perlu memperbaiki hal-hal yang masih kurang baik.

Persamaan penelitian yang dilakukan Dicky Pratama dengan penelitian Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Peserta BPJS di Rumah Sakit Tingkat II Udayana Denpasar adalah sama-sama memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dengan lima indikator yang meliputi bukti fisik, keandalan, jaminan, daya tanggap dan empati terhadap kepuasan pasien di rumah sakit. Perbedaan dari kedua penelitian ini terdapat pada lokasi penelitian, sampel penelitian, serta teknik sampling yang digunakan. Sampel penelitian yang dilakukan oleh Dicky Pratama merupakan pasien rawat jalan, sedangkan sampel penelitian ini adalah pasien rawat inap peserta BPJS. Teknik sampling yang digunakan oleh Dicky Pratama adalah teknik Non-Probability Sampling dengan pendekatan accidental sampling, sedangkan pada penelitian ini menggunakan pendekatan purposive sampling.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Nidia (2012), berjudul “Pengaruh Kualitas Layanan Jasa Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien

(3)

Puskesmas Bara-Baraya Makassar”. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dimensi kualitas layanan yang terdiri dari tangible, empathy, responsiveness, reliability dan assurance terhadap tingkat kepuasan pasien dan diantara kelima dimensi kualitas layanan mana yang paling dominan.

Hasil analisis penelitian ini menggunakan SPSS 16.0 yang dapat menunjukkan bahwa dimensi kualitas layanan yang terdiri dari tangible, empathy, reliability dan assurance berpengaruh terhadap kepuasan pasien, sedangkan responsiveness tidak berpengaruh terhadap kepuasan pasien, dan kualitas layanan yang paling dominan adalah reliability.

Persamaan penelitian yang dilakukan Nidia dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Peserta BPJS di Rumah Sakit Tingkat II Udayana Denpasar adalah sama-sama bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dimensi kualitas layanan yang terdiri dari tangible, emphaty, responsiveness, reability dan assurance terhadap kepuasan pasien. Perbedaan kedua penelitian tersebut adalah lokasi dan sampel penelitian yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Nidia berlokasi di Puskesmas Bara-Baraya Makasar dengan sampel pasien puskesmas, sedangkan penelitian ini berlokasi di Rumah Sakit Tingkat II Udayana Denpasar dengan sampel penelitian Pasien Rawat Inap Peserta BPJS.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelunya, dapat dilihat bahwa penelitian Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Peserta BPJS di Rumah Sakit Tingkat II Udayana Denpasar belum pernah diteliti sebelumnya, namun teori dan konsep dari beberapa penelitian terdahulu yang juga

(4)

menganalisis tentang kualitas pelayanan kesehatan dapat menjadi model acuan untuk mengkaji penelitian ini lebih mendalam.

Hasil penelitian ini tentu akan menjadi masukan bagi Rumah Sakit Tingkat II Udayana Denpasar dalam menentukan keberlanjutan pelaksanaan pelayanan kesehatan khususnya terkait pasien peserta BPJS sehingga dapat tercapainya kepuasan pasien. Penelitian ini diharapkan menghasilkan pengetahuan mengenai kualitas pelayanan publik, khususnya di bidang kesehatan.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Administrasi Publik

Teori administrasi menjelaskan upaya untuk mendefinisikan fungsi universal yang dilakukan para pemimpin dan asas-asas menyusun praktik kepemimpinan yang baik. Penyumbang utama Teori Administrasi adalah seorang industrial Prancis bernama Henry Fayol. Setiap pemikiran tentang administrasi dan manajemen selalu diawali dari pemikiran Henry Fayol (1841-1925), dan Frederick Winslow Taylor (1856-1916). Sehingga Henry Fayol disebut sebagai bapak administrasi (father of modern operational management theory), sedangkan Frederick Winslow Taylor disebut sebagai bapak manajemen ilmiah (father of scientific management).

Henry Fayol menggunakan pendekatan berdasarkan atas administrative management (manajemen administrasi), sedangkan Frederick Winslow Taylor karena pengalamannya berdasarkan analisa atas operative management (manajemen operatif). Henry Fayol memberikan tiga sumbangan besar bagi pemikiran administrasi dan manajemen, yaitu Aktivitas Organisasi, Fungsi atau

(5)

Tugas Pimpinan, dan Prinsip-Prinsip Administrasi atau Manajemen. Henry Fayol juga merumuskan fungsi administrasi atau fungsi manajemen di antaranya Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, dan Controling.

Frederick Winslow Taylor merumuskan prinsip administrasi dan manajemen, yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controling. Sejalan dengan perkembangan administrasi publik, pada tahun 1992 kemudian muncul paradigma yang sangat terkenal karena bersifat reformatif yaitu “Reiventing Government” yang dicetuskan oleh David Osborne dan T. Gaebler (1992). Reiventing Government juga dikenal sebagai New Public Management (NPM) yang berkembang di awal tahun 1990-an mentransformasi kinerja pasar ke dalam sektor publik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintah. Selanjutnya pada tahun 2003 Janet V. Denhart dan Robert B. Dernhart memberikan model alternatif yang disebut dengan New Public Service (NPS). Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang demokratis New Public Service (NPS) menjanjikan perubahan nyata kepada kondisi birokrasi pemerintahan sebelumnya. Di dalam paradigma ini semua ikut terlibat dan tidak ada lagi yang hanya menjadi penonton.

Pelayanan publik menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur, dan akuntabel. Disini pemerintah harus menjamin hak warga masyarakat, dan memenuhi tanggungjawab kepada masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat.

(6)

New Public Service dianggap sebagai usaha kritikan terhadap paradigma Old Public Administration dan New Public Management yang dirasa belum memberikan dampak kesejahteraan dan malah menyebarkan ketidak adilan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat harusnya dianggap sebagai warga negara dan bukannya client atau pemilih seperti dalam paradigma Old Public Administration atau customer yang diusung oleh paradigma New Public Management. Prinsip-prinsip atau asumsi dasar dari Pelayanan Publik Baru (New Public Service) adalah sebagai berikut :

1. Melayani Warga Negara Bukan Pelanggan (Serves Citizens, Not Costumer); melalui pajak yang mereka bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) negara, bukan pelanggan.

2. Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest); kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks, tetapi negara berkewajiban untuk memenuhinya.

3. Kewarganegaraan Lebih Berharga atau Bernilai dari Pada Kewirausahaan (Value Citizenship over Entrepreneurship); kewirausahaan itu penting, tetapi warga negara berada di atas segala-galanya.

4. Berpikir Strategis dan Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act Democratically); pemerintah harus mampu bertindak cepat dan menggunakan pendekatan dialog dalam menyelesaikan persoalan publik. 5. Menyadari bahwa Akuntabilitas Tidaklah Mudah (Recognize that

Accountability Isn’t Simple); pertanggungjawaban merupakan proses yang sulit dan terukur sehingga harus dilakukan dengan metode yang tepat.

(7)

6. Melayani dari pada Mengarahkan (Serve Rather than Steer); fungsi utama pemerintah adalah melayani warga negara bukan mengarahkan.

7. Menghargai Manusia tidah hanya sekedar Produktivitas (Value People, Not just Productivity); kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas meskipun bertentangan dengan nilai-nilai produktivitas.

2.2.1.1 Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik

Pergeseran atau perubahan penyelenggaraan pemerintahan dari Reinventing Goeverment (Kewirausahaan birokrasi), Good Governance (Kepemerintahan yang baik), New Public Management (Manajemen Publik Baru) ke New Public Service (Pelayanan Publik Baru), merupakan pergeseran jati diri pemerintahan modern untuk memenuhi tuntutan keinginan dan kebutuhan publik menjadi murah, tepat waktu, puas, dan bahagia lahir batin. Salah satu aspek yang penting untuk diatur dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah standar pelayanan. Dengan adanya standar pelayanan, akan sangat menjamin akses yang sama dari setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan dari penyelenggara negara.

Tabel 2.1 Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik

Aspek Old Public

Administration

New Public Management

New Publik Service

Dasar Teoritis Teori Politik Teori Ekonomi Teori Demokrasi Konsep kepentingan publik Kepentingan publik adalah sesuatu yang didefinisikan secara politis dan yang tercantum dalam aturan Kepentingan publik mewakili agregasi dari kepentingan individu Kepentingan publik adalah hasil dari dialog tentang berbagai nilai

(8)

Aspek Old Public Administration

New Public Management

New Publik Service

Kepada siapa birokrasi publik harus bertanggungjawab Clients dan pemilih

Customers Warganegara (citizens)

Peranan pemerintah Rowing (pengayuh) Steering (mengarahkan) Negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan di antara warga negara dan kelompok

komunitas Akuntabilitas Menurut hierarki

administrative Kehendak pasar yang merupakan hasil keinginan customers Multiaspek: akuntabel pada hukum, nilai komunitas norma politik, standar professional, kepentingan warga negara.

Dalam model new public service, pelayanan publik berlandaskan pada teori demokrasi yang mengajarkan adanya persamaan hak di antara warga negara. Kepentingan publik dirumuskan sebagai hasil dialog yang emansipatoris dan partipatoris dari berbagai nilai dan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Kepentingan publik bukan dibakukan oleh elite politik seperti yang tertuang dalam aturan-aturan. Birokrasi yang memberikan pelayanan publik harus berorientasi dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Peranan pemerintah adalah melakukan negosiasi dan menggali berbagai kepentingan dari warga negara dan berbagai kelompok komunitas yang ada. Dalam model ini, birokrasi publik bukan sekadar harus akuntabel pada berbagai aturan hukum, tetapi juga harus akuntabel pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, norma politik yang berlaku, standar profesional, dan kepentingan warga negara. Itulah serangkaian konsep pelayanan publik yang ideal di era demokrasi.

(9)

2.2.2 Teori Pelayanan Publik

Menurut Kotler dalam Sampara Lukman (2000), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford (2000) didefinisikan sebagai “a system that provides something that the public needs, organized by the government or a private company”. Oleh karenanya, pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik sebenarnya sudah diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi Publik yang berarti umum, orang banyak, ramai. Inu dan kawan-kawan mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki.

Kemudian pengertian pelayanan publik menurut beberapa ahli diantaranya Batinggi (1998:12) memaparkan pelayanan publik dapat diartikan sebagai

(10)

perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan mengurus hal-hal yang diperlukan masyarakat atau khalayak umum.

Menurut UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat oleh instansi yang berwenang baik sektor pemerintah maupun swasta, yang bertujuan untuk memuaskan masyarakat. Salah satu instansi pelayanan publik adalah Rumah Sakit sebagai penyedia layanan kesehatan.

2.2.3 Konsep Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Kualitas pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goetsch & Davis, 2002). Oleh karenanya kualitas pelayanan berhubungan dengan pemenuhan harapan atau kebutuhan pelanggan.

Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:

(11)

1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;

4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat;

5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain;

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, kualitas pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi lain dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy to use), estetika (esthetics), dan sebagainya.

(12)

Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).

2.2.3.1 Dimensi Kualitas Pelayanan

Fitzsimmons dalam Budiman (1999) berpendapat terdapat lima indikator pelayanan publik, yaitu reliability yang ditandai pemberian pelayanan yang tepat dan benar; tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya manusia dan sumber daya lainnya; responsiveness, yang ditandai dengan keinginan melayani konsumen dengan cepat; assurance, yang ditandai tingkat perhatian terhadap etika dan moral dalam memberikan pelayanan; dan emphaty, yang ditandai tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.

Kualitas jasa pelayanan kesehatan akan sangat ditentukan apabila kebutuhan para pengguna jasa bisa terpenuhi dan diterima tepat waktu. Untuk itu, para penyedia jasa pelayanan kesehatan harus mampu memenuhi harapan pengguna jasa. Menurut Wyckof (Muninjaya, 2014:8), kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan yang selalu dirancang dengan baik dan pengendalian tingkat keunggulan juga dilakukan dengan tepat untuk memenuhi harapan para pelanggan. Jadi, dua hal yang memengaruhi kualitas jasa adalah expected services dan perceived services. Jika perceived services sesuai dengan expected sevices, jasa pelayanan kesehatan dapat dikatakan berkualitas dan para pengguna jasa pelayanan akan puas.

(13)

Sementara itu, Pasuraman, Zeithaml dan Berry (Muninjaya, 2014:10) menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan lima aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu pelayanan dikenal dengan nama ServQual. Kelima dimensi mutu menurut Pasuraman dkk, meliputi:

1. Responsiveness (cepat tanggap)

Dimensi ini dimasukan ke dalam kemampuan petugas kesehatan menolong pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh pelanggan.

2. Reliability

Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Dari kelima dimensi kualitas jasa, reliability dinilai paling penting oleh para pelanggan berbagai industri jasa. Untuk meningkatkan reliability di bidang pelayanan kesehatan, pihak manajemen puncak perlu membangun budaya kerja bermutu yaitu budaya tidak ada kesalahan atau corporate culture of no mistake yang diterapkan mulai dari pimpinan puncak sampai ke front line staff (yang langsung berhubungan dengan pasien).

3. Assurance

Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan, dan sifat petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap

(14)

kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari risiko. Berdasarkan riset, dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.

4. Empathy

Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memeroleh bantuannya. Peranan SDM kesehatan sangat menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka dapat langsung memenuhi kepuasan para pengguna jasa pelayanan kesehatan.

5. Tangible

Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Para penyedia layanan kesehatan akan mampu bekerja secara optimal sesuai dengan keterampilan masing-masing. Dalam hal ini, pengguna jasa menggunakan indranya (mata, telinga, rasa) untuk menilai kualitas jasa pelayanan kesehatan yang diterima, misalnya tempar parkir yang tertata rapi, ruang tunggu yang bersih dan nyaman, seragam staf yang rapi, menarik dan bersih.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan berhubungan dengan pemenuhan harapan atau kebutuhan demi tercapainya kepuasaan pelanggan. Pelayanan kesehatan dapat dikatakan berkualitas ketika harapan pelanggan (pasien) ketika menggunakan layanan dapat

(15)

dipenuhi oleh penyedia layanan, dalam hal ini Rumah Sakit. Terdapat lima aspek yang menjadi tolak ukur kualitas pelayanan, antara lain responsiveness (daya tanggap), reliability (kehandalan), assurance (jaminan), empathy (perhatian), dan tangible (bukti langsung). Kelima komponen tersebut yang menjadi acuan dalam penelitian ini karena kualitas pelayanan dapat tergambarkan melalui komponen tersebut. Kemudian lima komponen tersebut akan berkembang menjadi beberapa pertanyaan terkait permasalahan penelitian.

2.2.4 Konsep Standar Pelayanan Publik

Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang diuraikan di atas, diperlukan penyusunan standar pelayanan publik, yang menjadi tolak ukur pelayanan yang berkualitas. Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan (LAN, 2003) adalah suatu tolak ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN, 2003) antara lain adalah:

1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan

(16)

fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.

2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, sosial dan lainnya.

3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan. Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan juga dapat membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit

(17)

pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pemaparan diatas, standar pelayanan merupakan sebuah tolak ukur penyedia layanan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas sehingga tercapainya kepuasan pelanggan. Dengan adanya standar pelayanan, penyedia layanan bertanggung jawab akan kualitas layanan yang diberikan, sehingga standar pelayanan sendiri dapat menjadi alat untuk mengukur kinerja layanan. Melalui pengukuran kinerja dapat dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk melakukan perbaikan kinerja sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa standar pelayanan berpengaruh kepada mutu pelayanan.

2.2.5 Konsep Pelayanan Kesehatan

Menurut Lovely dan Loomba (Mubarak, Pengantar Keperawatan Komunitas), pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat. Selain itu dapat juga diartikan sebagai pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat berupa tindakan penyembuhan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan fungsi organ tubuh seperti sedia kala.

Sedangkan pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi, pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medis dan penunjang medis.

(18)

Dan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan, baik dari jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah:

1. Tersedia dan berkesinambungan yaitu pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan;

2. Dapat diterima dan wajar, artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat;

3. Mudah dicapai yaitu pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat (berdasarkan lokasi);

4. Mudah dijangkau, keterjangkauan yang dimaksud termasuk dari segi biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat;

5. Bermutu, yaitu menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yaitu disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Konsep pelayanan kesehatan dasar menurut Mubarak mencakup istilah nilai-nilai dasar tertentu yang berlaku umum terhadap proses pengembangan secara menyeluruh, tetapi dengan pelaksanaan penerapan di bidang kesehatan seperti berikut:

(19)

1. Kesehatan secara mendasar berhubungan dengan tersedianya dan penyebaran sumber daya, bukan hanya sumber daya kesehatan seperti dokter, perawat, klinik, obat, melainkan juga sumber daya sosial ekonomi yang lain seperti pendidikan, air, dan persediaan makanan;

2. Pelayanan kesehatan dasar dengan demikian memusatkan perhatian kepada adanya kepastian bahwa sumber daya kesehatan dan sumber daya sosial yang ada telah tersebar merata dengan lebih memerhatikan mereka yang paling membutuhkannya;

3. Kesehatan adalah suatu bagian penting dari pembangunan secara menyeluruh. Faktor yang memengaruhi kesehatan adalah faktor sosial, budaya, dan ekonomi, disamping faktor biologi dan lingkungan;

4. Pencapaian taraf kesehatan yang lebih baik memerlukan keterlibatan yang lebih banyak dari penduduk, seperti perorangan, keluarga dan masyarakat, dalam pengambilan tindakan demi kegiatan mereka sendiri dengan cara menerapkan perilaku sehat dan mewujudkan lingkungan yang sehat. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan pelayanan kesehatan merupakan upaya-upaya baik berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan gawat darurat, serta pelayanan administrasi, yang bertujuan untuk memelihara, mencegah dan menyembuhkan penyakit dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat. Salah satu syarat pokok pelayanan kesehatan adalah mudah dijangkau termasuk dari segi ekonomi, hal ini dapat ditemui melalui penerapan program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Melalui program tersebut diharapkan akses kesehatan terbuka

(20)

bagi semua orang tanpa adanya diskriminasi, sehingga setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Bermutu juga merupakan salah satu syarat pokok pelayanan kesehatan, yaitu menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan yang diberikan dan ketercapaian kepuasan pelanggan (pasien).

2.2.6 Kepuasan Pelanggan

Kepuasan menurut Kamus Besar Indonesia adalah puas, merasa senang, perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Definisi Kepuasan pelanggan yang dikemukakan menurut Kottler (1997:24) bahwa “Kepuasan Pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya”. Berdasarkan pendapat Kotler tersebut dapat disimpulkan bahwa pelanggan akan merasa puas jika harapan mereka dapat terpenuhi.

Juran dalam handi Irawan (2003:174) mendefinisikan mengenai kepuasan pelanggan disebutkan bahwa Kepuasan Pelanggan ialah hasil yang dicapai ketika keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan. Adanya kekurangan dari penyampaian jasa dapat menyebabkan pelanggan merasa tidak puas sehingga menimbulkan reaksi, seperti complain kepada pemberi pelayanan.

Pelanggan rumah sakit adalah pasien dan keluarganya. Menurut Yacobalis dikutip Sabarguna (2008:12) kepuasan pasien merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan, walaupun subjektif tetap ada dasar objektifnya, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan,

(21)

situasi psikis waktu itu, dan pengaruh lingkungan waktu itu, tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan objektif yang ada, tidak semata-mata menilai buruk jika tidak ada pengalaman yang menjengkelkan, tidak semata-mata mengatakan baik bila memang tidak ada suasana yang menyenangkan yang dialami.

2.2.6.1 Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Di tengah beragamnya cara mengukur kepuasan pelanggan, terdapat kesamaan paling tidak enam konsep inti (Tjiptono,2000:101):

1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan (Overall Costumer Satisfaction)

Cara paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa spesifik tertentu.

2. Dimensi Kepuasan Pelanggan

Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan ke dalam komponen-komponennya.

3. Konfirmasi Harapan (Confirmation of Expectation)

Dalam konsep ini kepuasan tidak diukur langsung, tetapi disimpulkan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual perusahaan.

4. Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intent)

Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan atau instansi tersebut lagi. 5. Kesediaan Untuk Merekomendasi (Willingness to Recommend)

(22)

Kepuasan pelanggan diukur dengan menanyakan apakah pelanggan merekomendasikan produk tersebut kepada keluarga atau teman.

2.2.7 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di indonesia. (UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah. (UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN).

Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.

Dalam pasal 5 ayat (2) UU No.24 Tahun 2011 disebutkan fungsi BPJS adalah:

(23)

b. Berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, BPJS bertugas untuk:

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;

b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja; c. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;

d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;

e. Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;

f. Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial; dan

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS berwenang untuk:

(24)

b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;

c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;

d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;

e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya;

g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.

2.2.7.1 Dasar Hukum

Dasar hukum dalam penyelenggaraan program BPJS ini adalah: a. Undang-Undang

1) UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(25)

3) UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

b. Peraturan Pemerintah

1) PP No. 90 Tahun 2013 tentang pencabutan PP 28/2003 tentang subsidi dan iuran pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun

2) PP No. 85 Tahun 2013 tentang hubungan antara setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

3) PP No. 86 Tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara Negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial.

4) PP No. 87 Tahun 2013 tentang tatacara pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan.

5) Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang perubahan atas perpres no. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.

6) Perpres No. 109 Tahun 2013 tentang penahapan kepesertaan program jaminan sosial.

7) Perpres No. 108 Tahun 2013 tentang bentuk dan isi laporan pengelolaan program jaminan sosial.

8) Perpres No. 107 Tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional kementerian pertahanan, TNI, dan Kepolisian NRI.

(26)

9) Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan.

2.2.7.2 Kepesertaan

Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi (Buku Panduan Layanan bagi Peserta BPJS Kesehatan):

1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI), yaitu fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari: 1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

a. Pegawai Negeri Sipil; b. Anggota TNI;

c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan

b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya

(27)

a. Investor; b. Pemberi Kerja;

c. Penerima Pensiun, terdiri dari:

a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;

c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun;

e) Penerima pensiun lain; dan

f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun.

d. Veteran;

e. Perintis Kemerdekaan;

f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan

g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.

2.2.6.3 Hak dan Kewajiban Peserta a. Hak Peserta

1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;

(28)

2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama

dengan BPJS Kesehatan; dan

4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

b. Kewajiban Peserta

1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;

3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak; dan

4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

2.3 Model Analisis

Model analisis dalam penelitian ini yang akan diteliti yaitu kualitas pelayanan (X) dan kepuasan pasien (Y). Dalam penelitian ini digambarkan model analisis sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Analisis Kualitas Pelayanan (X)

Variabel Independent

Kepuasan Pasien (Y) Variabel Dependent

(29)

Variabel independent atau bebas merupakan variabel yang ada atau terjadi mendahului variabel terikat. Keberadaan variabel ini dalam penelitian kuantitatif merupakan variabel yang menjelaskan terjadinya fokus atau topik penelitian. Sedangkan variabel dependent atau terikat merupakan variabel yang diakibatkan atau yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Keberadaan variabel ini sebagai variabel yang dijelaskan dalam fokus atau topik penelitian (Jannah, 2001:58).

2.4 Hipotesa

Hipotesa pada dasarnya adalah dugaan peneliti tentang hasil yang akan didapat. Tujuan ini dapat diterima apabila sudah cukup data untuk membuktikannya (Bambang Sunggono, 2009:109). Adapun hipotesa dari penelitian ini sebagai berikut:

Hipotesis 1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari variabel kualitas pelayanan (X) yang meliputi tangible, empathy, reliability, responsiveness, dan assurance terhadap kepuasan pasien (Y).

Hipotesis 2 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel kualitas pelayanan (X) yang meliputi tangible, empathy, reliability, responsiveness, dan assurance terhadap kepuasan pasien (Y).

(30)

2.5 Operasionalisasi Konsep

Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kualitas Pelayanan (X) adalah sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik oleh penyedia layanan, termasuk tingkat baik buruknya suatu pelayanan kesehatan yang ditinjau dari lima indikator yaitu: Tangible (Bukti Nyata), Empathy (Empati), Reliability (Kehandalan), Responsiveness (Daya Tanggap), dan Assurance (Jaminan).

2. Kepuasan Pasien (Y) adalah perasaan senang yang muncul setelah tercapainya kebutuhan pasien dan melebihi yang diharapkan pasien.

Tabel 2.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Indikator Skala

Kualitas Pelayanan

(X)

Kualitas Pelayanan adalah sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik oleh operator, termasuk tingkat baik buruknya suatu pelayanan kesehatan 1. Tangible (bukti nyata) 2. Empathy (empati) 3. Reliability (kehandalan) 4. Responsiveness (daya tanggap) 5. Assurance (jaminan) Skala Likert

(31)

Kepuasan Pasien (Y)

Kepuasan adalah perasaan senang yang muncul setelah tercapainya kebutuhan pasien dan melebihi yang diharapkan pasien. 1. Kepuasan pelanggan keseluruhan 2. Harapan pelanggan 3. Minat pembelian ulang 4. Kesediaan untuk merekomendasi Skala Likert

Gambar

Tabel 2.1 Pergeseran Paradigma Pelayanan Publik
Gambar 2.1 Model Analisis  Kualitas Pelayanan (X)
Tabel 2.2 Definisi Operasional Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Indosat Tbk is a leading telecommunication and information service provider in Indonesia that provides cellular services (Mentari, Matrix and IM3), fixed telecommunication services

Disimpulkan bahwa rumput mutiara ( Hedyotis corymbosa ) memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat menyebabkan penyakit pada ternak unggas,

Universitas Negeri

cause broken capillaries). 3) Make sure to remove eye makeup with a proper makeup remover. The area around the eye is delicate so don't pull or rub too hard. 4) You can also use

Ki Hajar Dewantara lebih dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Nama asli Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Suwardi Suryaningrat. Beliau merupakan keturunan dari

Data tersebut merupakan data laporan keuangan ( annual report ) perusahaan manufaktur sektor industri yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2016-2018

Mekanisme penurunan glukosa oleh tanaman sambung nyawa adalah dengan cara mensekresi insulin yang ada pada sel β-pankreas dan meregenerasi kerusakan sel

Dari pernyataan-pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa financial health self efficacy tidak memediasi pengaruh financial issue involvement , subjective financial