• Tidak ada hasil yang ditemukan

Serangan Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Tembakau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Serangan Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Tembakau"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANG

SERANGAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) DI DESA PETARANGAN, KECAMATAN KLEDUNG, KABUPATEN

TEMANGGUNG, PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun oleh :

1. Aziz Saputra (143112500150004)

2. Khodijah Rahayu (143112500150012)

PROGRAM KEKHUSUSAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA 2017

(2)
(3)

i

RINGKASAN

Aziz Saputra dan Khodijah Rahayu SERANGAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F. ) PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) DI DESA PETARANGAN, KECAMATAN KLEDUNG, KABUPATEN TEMANGGUNG, PROVINSI JAWA TENGAH. Di Bawah Bimbingan Tri Waluyo dan Yenisbar.

Tembakau merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yang tidak terlepas dari organisme pengganggu tanaman (OPT). Organisme pengganggu yang merugikan, antara lain Agrotis ipsilon dan Spodoptera litura dari jenis ulat serta Bemisia tabaci Genn., Myzus persicae dari jenis kutu daun dan jenis serangga lainnya Gryllotalpa africana (Bambang, 1998). Spodoptera litura merupakan hama yang banyak merugikan tanaman tembakau karena menyebabkan 30 - 40% penurunan hasil produksi (Amir, 2009). Hama tersebut menyerang terutama pada fase larva karena pada fase tersebut hama membutuhkan banyak makanan untuk membentuk pupa. (Windy, 2012). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari serangan hama ulat grayak (Spodoptera litura) yang menyerang tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) di Desa Petarangan dan juga untuk mempelajari pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura) pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) di Desa Petarangan. Kegiatan Kuliah Kerja Lapang dilaksanakan di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Dimulai pada tanggal 10-22 Juli 2017. Bahan dan alat yang dibutuhkan adalah buku pedoman KKL, buku hama penyakit tanaman, kuisioner, sample bagian tanaman tembakau yang terserang hama, buku catatan dan alat tulis, kamera, perekam suara dari handphone, dan sprayer, cangkul, arit, pestisida, sarung tangan, dan masker. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode deskriptif yaitu penelitian non hipotesis, yang bersifat eksploratif dengan pengamatan langsung di lapang dan wawancara dengan para petani tembakau menggunakan bantuan kuisioner sebagai data primer, sedangkan data sekunder diperoleh atau berasal dari kantor Desa Petarangan. Metode pengambilan sample dilakukan dengan mengidentifikasi presentase kerusakan tanaman yang disebabkan oleh ulat grayak di tiap tanaman pada luasan lahan 3x3 m. Hama utama pada tanaman tembakau di Desa Petarangan adalah hama ulat grayak (Spodoptera litura F.). Tingkat serangan mutlak dan relatif dari ulat grayak (Spodoptera litura F.) terhadap tanaman tembakau sebesar 18,52% dan 2,1%. Pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura F.) petani tembakau di Desa Petarangan lebih banyak menggunakan cara kimia dengan penyemprotan pestisida dan untuk pengendalian lain dengan cara biologis, kultur teknik dan teknik PHT Teknik PHT masih jarang digunakan petani. Penyemprotan pestisida yang dilakukan petani di Desa Petarangan untuk pengendalian hama biasanya menggunakan dosis atau takaran yang sama walaupun jenis pestisida yang di gunakan berbeda yang kadang tidak sesuai dosis yang dianjurkan sehingga konsentrasi pestisidamya sangat tinggi.

(4)

ii

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya maka kami dapat menyelesaikan penulisan laporan Kuliah Kerja Lapang (KKL) dengan judul Serangan Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Pada Tanaman Tembakau (Nicotina tabacum L.) di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah. Laporan ini sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah wajib KKL di Fakultas Pertanian Universitas Nasional Jakarta.

Kami menyadari sesungguhkan bahwa terwujudnya penulisan laporan KKL ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini, maka pada kesempatan ini dengan segala rasa hormat kami mengucapkan terima kasihyang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. I.G.S. Sukartono, M.Agr selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Nasional Jakarta yang telah mendukung dan mengarahkan selama berlangsungnya KKL.

2. Ibu Ir. Farida, MM selaku Wakil DekanFakultas Pertanian Universitas Nasional.

3. Ibu Ir. Etty Hesthiati, M.Si selaku ketua pelaksana kegiatan KKL.

4. Bapak Ir. Tri Waluyo, M.Agr selaku Pembimbing I atas setiap saran, dukungan dan masukan yang diberikan dalam penyusunan laporan KKL. 5. Ibu Ir. Yenisbar, M.Si selaku pembimbing II atas setiap saran, motivasi dan

dan masukan yang diberikan dalam penyusunan laporan KKL.

6. Kedua orang tua kami yang sangat kami cintai dan sayangi untuk setiap do’a, nasehat, motivasi dan dukungan moril serta materi.

7. Dosen - dosen Fakultas Pertanian Universitas Nasional atas semua ilmu pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan kepada kami dan telah menjadi orang tua kedua kami selama proses perkuliahan.

8. Seluruh panitia KKL 2017 yang telah membantu dalam terlaksananya KKL. 9. Teman - teman angkatan 2014 Fakultas Pertanian Universitas Nasional.

(5)

iii

10. Bapak Jumarno selaku Kepala Desa Petarangan, Kecamatan Temanggung, Provinsi Jawa Tengah atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami untuk mencari informasi yang kami butuhkan untuk menunjang terselesaikannya Laporan Kuliah Kerja Lapang.

11. Bapak Heriyanto selaku Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), yang telah membantu memberikan informasi yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian laporan Kuliah Kerja Lapang.

12. Seluruh Masyarakat Desa Petarangan atas keramahan dan kebaikannya selama membantu kami dalam menyelesaikan data yang kami perlukan.

Kami sebagai penulis hanya bisa memanjatkan do’a agar semua dukungan dan kebaikannya dibalaskan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan dilimpahkan berkatNya. kami berharap semoga apa yang telah kami tulis dapat memberi manfaat, motivasi serta inspirasi untuk setiap pembaca.

kami juga menyadari bahwa laporan yang kami buat ini tidak sempurna sehingga kami sangat membutuhkan saran, masukkan dan kritikkan untuk kelengkapan laporan kami ini.

Jakarta, Agustus 2017

(6)

iv DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Tujuan Penelitian 3

1.3.Kegunaan Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Sejarah dan Perkembangan Tembakau 4

2.2.Tembakau 6

2.2.1. Botani Tanaman Tembakau 6

2.2.2. Syarat Tumbuh 7

2.2.3. Varietas Tanaman Tembakau 8

2.3.Pratanam Tembakau 10 2.3.1. Pembibitan 10 2.3.2. Pengolahan Tanah 10 2.4.Penanaman 11 2.5.Perawatan Tanaman 11 2.5.1. Pembumbunan 11 2.5.2. Pengairan 13 2.5.3. Pemangkasan 13

2.6.Hama dan Penyakit Pada Tembakau 14

2.6.1. Ulat Grayak (Spodoptera litura f.) 14

2.6.2. Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) 18

2.6.3. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon) 19

2.6.4. Merki / Kutu Daun (Myuz persicae) 20

2.6.5. Anjing Tanah / Orong-orongan (Gryllotalpa

africana) 22

(7)

v

2.6.7. Tobacco Mosaic Virus (TMV) 23

2.6.8. Lanas Tembakau 25

2.7.Pengendalian Hama dan Penyakit Tembakau 26

2.8.Pemanenan dan Pasca Panen 30

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1.Waktu dan Tempat Pelaksanaan 33

3.2.Bahan dan Alat 33

3.3.Metode Penelitian 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Keadaan Umum dan Geografis Desa Petarangan 35

4.2.Budidaya Tembakau di Desa Petarangan 39

4.3.Hama Tembakau di Desa Petarangan 43

4.4.Tingkat Serangan 45

4.5.Teknik Pengendalian Hama di Desa Petarangan 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan 52

5.2.Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Naskah Halaman

1. Perbedaan Varietas Tembakau 9

2. Data Curah Hujan Lima Tahun Terakhir Di Desa Petarangan 35 3. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Desa Petarangan 36

4. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Di Desa Petarangan 37

5. Data Kelompok Tani Di Desa Petarangan 38

6. Karakteristik Responden 39

7. Data Tingkat Kerusakan Tanaman Di Desa Petarangan 46

8. Intensitas Serangan Ulat Gerayak Di Desa Petarangan 47 9. Intensitas Penyemprotan Pestisida Di Desa Petarangan 49

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Naskah Halaman

1. Telur Spodoptera Litura 14

2. Larva Spodoptera litura 15

3. Pupa Spodoptera litura 16

4. Imago Spodoptera Litura 16

5. Tumpangsari Tembakau dan Cabai 40

6. Para-para Tempat Penyemaian Benih Tembakau 41

7. Daun yang Terserang Hama Ulat Grayak 43

8. Serangan Hama Pada Umur 2-4 Bulan 44

9. Serangan Hama Pada Umur > 4 Bulan 44

10. Grafik Serangan Hama Tiap Responden 46

(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Naskah Halaman

1. Peta Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten

Temanggung, Provinsi Jawa Tengah 56

2. Foto dengan Responden 57

3. Tanaman Tembakau yang Terserang Hama dan Penyakit 58

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan sejenis tumbuhan herbal dengan ketinggian kira-kira 1,8 meter dengan daun yang melebar dan meruncing. Tanaman ini merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Utara dan Amerika Selatan. Sejarah tembakau pada awalnya digunakan untuk pengobatan oleh orang- orang asli Amerika. Masyarakat dunia mengenal tembakau sebagai bahan dasar rokok. Penemuan olahan tembakau sebagai bahan rokok berawal dari bangsa Eropa. Mereka menemukan tembakau dan membuat olahan sederhana, sehingga tanaman ini banyak dikenal sebagai bahan pembuatan rokok.

Selain digunakan sebagai bahan dasar pembuatan rokok kretek tembakau juga dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan contohnya obat Diabetes, Anti Radang, obat HIV/AIDS, obat luka dan lain sebagainya. Selain itu, dapat pula dimanfaatkan sebagai Bioinsektisida. Nikotin yang terkandung merupakan neurotoxin yang sangat ampuh untuk membasmi serangga.

Produktivitas tanaman tembakau di Indonesia sejak tahun 2013 hingga tahun 2015 terus meningkat. Produktivitas tembakau pada tahun 2013-2015 masing masing 0,85 ton/ha, 0,95 ton/ha, 0,95 ton/ha. Produktivitas tembakau terbesar berada di Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa tengah dengan total produktivitas pada tahun 2015 sebesar 1,80 ton/ha dan terendah berada di Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah dengan total produktivitas pada tahun 2015 sebesar 0,31 ton/ha (Badan Pusat Statistik, 2015).

Tembakau merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yang tidak terlepas dari organisme pengganggu tanaman (OPT). Organisme pengganggu yang merugikan, antara lain Agrotis ipsilon dan Spodoptera litura dari jenis ulat serta Bemisia tabaci Genn., Myzus persicae dari jenis kutu daun dan jenis serangga lainnya Gryllotalpa africana (Bambang, 1998). Spodoptera litura merupakan hama yang banyak merugikan tanaman tembakau karena menyebabkan 30-40% penurunan hasil produksi (Amir, 2009). Hama tersebut

(12)

2

menyerang terutama pada fase larva karena pada fase tersebut hama membutuhkan banyak makanan untuk membentuk pupa (Windy, 2012).

Pengendalian hama tembakau umumnya menggunakan pestisida kimia dan diiringi dengan penggunaan dosis yang tidak tepat, sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah baik bagi lingkungan maupun manusia (Fauzi, dkk., 2014). Bioinsektisida merupakan salah satu pengendalian biologi menggunakan mikroorganisme dan makroorganisme dengan keungggulan lebih ramah lingkungan dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya bagi tanaman, manusia maupun lingkungan (Sjam, dkk., 2011).

Pengendalian Spodoptera litura dapat dilakukan dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian secara terpadu merupakan langkah pengendalian dengan mengikutsertakan beberapa komponen pengendalian, termasuk komponen biologi yaitu predator, parasitoid dan patogen serta pemanfaatan Pestisida Nabati. Pemanfaatan Pestisida nabati untuk mengatasi serangan Spodoptera litura merupakan alternatif pengendalian selain penggunaan insektisida kimia.

Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dan tidak tepat telah menyebabkan dampak negatif baik terhadap serangga dan juga terhadap lingkungan, misalnya timbulnya resistensi hama, resurgensi hama, punahnya musuh-musuh alami dan serangga berguna lainnya serta kontaminasi pada lingkungan seperti pada tanah, air dan produk yang dihasilkan. Hal ini tentu saja akan merugikan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Usaha-usaha untuk menghindari dampak tersebut, saat ini sudah banyak dilakukan usaha secara global untuk mencari pestisida baru yang lebih aman dan ramah lingkungan. Sejalan dengan perundang-undangan yang ada, dimana sistem Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dilakukan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Melihat produksi dan kegunaan tembakau perlu dilakukan penelitian tentang hama pada tanaman tembakau. Terutama hama yang dapat menurunkan produktivitas tembakau. Hal ini dilakukan agar permasalahan hama pada tanaman

(13)

3

tembakau dapat diatasi dan petani dapat meningkatkan produktivitas dari Tembakau itu sendiri.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mempelajari serangan hama ulat grayak (Spodoptera litura) yang menyerang tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) di Desa Petarangan, Kacamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah.

2. Untuk mempelajari pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura) pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) di Desa Petarangan, Kacamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah.

1.3 Kegunaan Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi bagi penulis tentang hama penting yang menyerang tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) dan juga sebagai pengalaman bagi penulis dalam terwujudnya Tri Dharma Perguruan Tinggi serta salah satu wadah mahasiswa untuk melakukan penelitian dalam pembuatan skripsi kelak. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan

kepada para petani tembakau tentang hama penting yang menyerang tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) dan penerapan pengendalian hama terpadu di Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah.

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang pengendalian hama penting yang menyerang tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) bagi Fakultas Pertanian, Universitas Nasional.

(14)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah dan Perkembangan Tembakau di Temanggung

Sejarah tembakau pada awalnya digunakan untuk pengobatan oleh orang- orang asli Amerika. Masyarakat dunia mengenal tembakau sebagai bahan dasar rokok. Penemuan olahan tembakau sebagai bahan rokok berawal dari bangsa Eropa. Mereka menemukan tembakau dan membuat olahan sederhana, sehingga tanaman ini banyak dikenal sebagai bahan pembuatan rokok.

Tanaman tembakau merupakan salah satu tanaman tropis asli Amerika. Asal mula tembakau liar tidak diketahui dengan pasti karena tanaman ini sangat tua dan telah dibudidayakan berabad-abad lamanya. Tanaman tembakau telah menyebar ke seluruh Amerika Utara, sebelum masa kedatangan orang kulit putih. Pada tahun 1556, tanaman tembakau diperkenalkan di Eropa, dan mula-mula hanya digunakan untuk keperluan dekorasi dan kedokteran/medis saja. Jean Nicot, yang pertama kali melakukan eksploitasi tanaman ini di Perancis. Kemudian, tanaman tembakau menyebar dengan sangat cepat di seluruh Eropa, Afrika, Asia, dan Australia .

Perkembangan tembakaudi Indonesia dimulai dari bangsa Belanda yang membuka lahan di beberapa wilayah atau pulau. Menurut Budiman (2011), luas areal tanam tembakau di Indonesia pada rentang tahun 1971 sampai dengan 2009 naik secara fluktuatif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3,23% per tahun. Sejalan dengan peningkatan luas areal tanam, produksi tembakau di Indonesia juga cenderung naik. Pada periode tahu 1971 sampai dengan 2009, produksi tembakau Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7.43% per tahun. Perkembangan perusahaan tembakau di Indonesia pada tahun 1990 sampai dengan 2009 dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS).

Pada tahun 2005 sampai 2009 rata-rata luas areal tembakau didominasi oleh Perkebunan Rakyat sebesar 97,43%, dan sisanya 2,57% oleh Perkebunan Besar Negara. Produksi tembakau Perkebunan Rakyat pada periode tahun 2006-2009

(15)

5

didominasi oleh 4 provinsi, yaitu: Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Keempat provinsi tersebut memberikan kontribusi sebesar 95,22% terhadap total produksi tembakau Indonesia. Untuk menghasilkan produksi tembakau yang banyak dalam proses budidayanya harus mempertimbangkan syarat-syarat tanam berupa tanah, iklim, dan varietas dari tanaman tembakau.

Tembakau telah terkenal sebagai komoditi ekspor sejak dua setengah abad yang lalu, yakni ketika penguasa kolonial yang kemudian digantikan oleh pemodal swasta mengusahakan untuk pasaran Eropa. Kira-kira dua abad sejak diperkenalkannya tembakau oleh bangsa Portugis di Nusantara, tanaman tembakau merupakan tanaman untuk konsumsi kelompok elit, dan kemudian secara bertahap meluas menjadi konsumsi rakyat kebanyakan. Sejarah perkebunan di Temanggung telah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Diawali dengan diperkenalkannya tanaman-tanaman dari luar Nusantara yang lalu diuji coba untuk di tanam di Hindia oleh pemerintah kolonial. Tanaman-tanaman tersebut tentu bernilai jual tinggi dan merupakan komoditas penting di pasar internasional. Oleh karena itu, maka pemerintah kolonial mencoba menanamnya di beberapa daerah di Hindia.

Temanggung merupakan daerah dataran tinggi yang indah di lereng Gunung Sindoro, dengan tanah warna coklat yang subur serta hawa yang dingin. Dengan kondisi alam pegunungan yang dingin tersebut, Temanggung sangat mendukung untuk ditanami tanaman kopi, teh, dan tembakau, yang mana tanaman-tanaman tersebut sangat menguntungkan bagi pemerintah kolonial. Hasil dari tanaman teh, kopi, dan tembakau memiliki nilai jual yang lumayan tinggi di pasar internasional. Tembakau mulai diujicoba tanam secara besar-besaran di Hindia pada tahun 1830 oleh Van de Bosch, namun mengalami kegagalan.

Pada tahun 1856, pemerintah kembali menguji coba tanam tembakau dan kali ini terbilang berhasil. Sejak saat itu tembakau menjadi hasil bumi yang penting bagi pemerintah, juga bagi rakyat. Kegiatan perkebunan di Temanggung marak pada sekitar abad ke-19, sebelum dan sesudah Perang Diponegoro. Pasca Perang Diponegoro kegiatan pembangunan dan perkebunan semakin digenjot

(16)

6

untuk menambal kerugian pemerintah akibat perang, maka dimulailah kerja paksa dan sistim tanam paksa.

Pemerintah kolonial memerintahkan rakyat untuk bekerja membangun infrastruktur yang rusak pasca perang, di samping itu juga menggenjot sektor pertanian dan perkebunan serta menerapkan pajak yang tinggi kepada rakyat. Pada masa itu wilayah Karesidenan Kedu terkena dampak yang berat, termasuk juga Temanggung yang masuk wilayah Karesidenan Kedu, hal itu karena daerah ini merupakan Karesidenan dengan penduduk banyak serta tanah yang subur, sehingga produktivitas dapat digenjot tinggi.

Hingga saat ini Temanggung masih giat dalam sektor pertanian dan perkebunan dengan hasil bumi tembakau dan sayur-sayuran. Julukan Kota Tembakau disematkan pada daerah ini sebagaimana hasil buminya yang terkenal yaitu tembakau, tentu saja tembakau berkualitas. Pada musim-musim tertentu dan apabila cuaca mendukung para petani tembakau dapat menghasilkan tembakau dengan kualitas yang semakin tinggi, yaitu tembakau srintil, tembakau srintil ini berwarna hitam dan sangat harum dan tentu bernilai jual tinggi.

2.2. Tembakau

2.2.1 Botani Tanaman Tembakau

Secara sistematis, Satrio, (2011) tanaman tembakau dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Viridiplantae Klass : Dicotyledonaea Ordo : Personatae Famili : Solanaceae Sub Famili : Nicotianae Genus : Nicotianae

Spesies : Nicotiana tabacum L.

Tembakau berdasarkan morfologinya terdiri atas dua bagian yaitu vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan daun. Bagian

(17)

7

terpenting dari tanaman tembakau adalah daun karena bagian inilah yang nantinya akan dipanen. Daun tembakau berbentuk bulat panjang, ujungnya meruncing, tepinya licin dan bertulang sirip. Satu tanaman biasanya memiliki sekitar 24 helai daun. Ukuran daun cukup bervariasi menurut keadaan tempat tumbuh dan jenis tembakau yang ditanam. Proses penuaan (pematangan) daun biasanya dimulai dari bagian ujung, kemudian bagian bawahnya.

Pada bagian bawah batang terdapat akar tunggang yang panjangnya sekitar 50-75 cm dan mempunyai banyak akar serabut dan bulu akar. Tanaman tembakau memiliki batang yang tegak dengan tinggi sekitar 2,5 m. Batang tanaman ini biasanya memiliki sedikit cabang atau bahkan tidak bercabang sama sekali. Batangnya berwarna hijau dan hampir seluruhnya ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna putih.

Sedangkan bagian generatif terdiri atas bunga dan buah, bakal buah terletak di atas dasar bunga dan mempunyai ruang yang membesar serta kepala putik terletak pada tabung bunga berdekatan dengan kepala sarinya. Bunga tembakau termasuk bunga majemuk yang berbentuk malai. Kelopak bunga yang berlekuk dan mahkota bunga berbentuk seperti terompet (Purlani dan Rachman, 2013).

2.2.2 Syarat Tumbuh

Tanaman tembakau dapat tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah. Tembakau yang ditanam pada ketinggian 1000-1500 m dpl, pH 5,5-6,5 daunnya akan besar, tebal, dan kuat. Sedangkan tembakau yang ditanam di dataran rendah daunnya besar, tipis dan elastis. Tembakau yang tipis cenderung mempunyai kandungan nikotin yang rendah.

Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu lokasi untuk tanaman tembakau sebaiknya dipilih di tempat terbuka dan waktu tanam disesuaikan dengan jenisnya. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau berkisar antara 21-32,30° C (Purlani dan Rachman, 2013).

(18)

8

2.2.3 Varietas Tanaman Tembakau

Ada beberapa varietas tembakau, diantaranya Kemloko 1, Kemloko 2, Kemloko 3, dan Sindoro. Kemloko 1 merupakan varietas galur murni hasil seleksi pedegree dari varietas lokal "Kemloko" atau “Gober Kemloko”. Kultivar Kemloko merupakan salah satu varietas lokal yang banyak ditanam dan disenangi oleh petani tembakau di Temanggung, karena kultivar ini bila ditanam di tegal gunung dan kondisi alam baik/sesuai, bisa menghasilkan tembakau dengan mutu yang sangat tinggi (mutu Srintil). Tetapi kultivar Kemloko yang berkembang di petani penampilannya sangat bervariasi dan tidak murni.

Kemloko 2 merupakan varietas galur murni hasil persilangan antara tembakau temanggung varietas Sindoro 1 dengan tembakau virginia varietas Coker 51 yang diikuti dengan tiga kali silang balik dan seleksi pedegree. Persilangan ini dimaksudkan untuk mempertahankan sifat mutu tinggi dan moderat tahan penyakit layu bakteri dari tetua betina (Sindoro 1) dan memasukkan sifat tahan Meloidogyne spp. dan tahan penyakit layu bakteri dari tetua jantan (Coker 51).

Kemloko 3 merupakan varietas galur murni hasil persilangan antara tembakau temanggung varietas Sindoro 1 dengan tembakau virginia varietas Coker 51 yang diikuti dengan dua kali silang balik dan seleksi pedegree. Persilangan ini dimaksudkan untuk mempertahankan sifat mutu tinggi dan moderat tahan penyakit layu bakteri dari tetua betina (Sindoro 1) dan memasukkan sifat tahan Meloidogyne spp. dan tahan penyakit layu bakteri dari tetua jantan (Coker 51).

Sindoro merupakan varietas galur murni hasil seleksi dari varietas lokal "Genjah Kemloko" atau “Gober Genjah”. Kultivar Genjah Kemloko merupakan salah satu varietas lokal yang banyak ditanam dan disenangi oleh petani tembakau di Temanggung. Seperti Kultivar Kemloko, kultivar ini bila ditanam di tegal gunung dan kondisi alam baik/sesuai, juga sering menghasilkan tembakau dengan mutu yang sangat tinggi (mutu Srintil) (Rokhman dan Yulaikah, 2012) Perbedaan. lain dari keempat varietas tembakau dapat dilihat pada Tabel 1.

(19)

9

Tabel 1. Perbedaan Tembakau Varietas Kemloko 1,2,3, dan Sindoro.

Sumber : Hasil penelitian Rokhman dan Yulaikah (2012)

Varietas Kemloko 1 Kemloko 2 Kemloko 3 Sindoro

Bentuk Daun Lonjong agak lebar Lonjong agak

sempit melebar Lonjong agak lebar

Lonjong agak sempit memanjang Tepi Daun Menggulung ke bawah Berombak menggulung ke

bawah

Sebagian menggulung

ke bawah Menggulung ke bawah

Kerapatan Daun Jarang Jarang Jarang Jarang

Sayap Sempit licin Sempit Lebar Sempit licin

Phyllotaxis

(tata letak daun) ⅜ ⅖ ⅜ ⅜

Jumlah Daun Produksi

(lembar/pohon) 20 - 24 18,43 - 21,10 18,90 - 21,97 18 -23 Panjang Daun Tengah

(cm) 41,18 - 49,18 41,18 - 49,18 37,57 - 49,15 38,08 - 46,02 Lebar Daun Tengah

(cm) 21,57 - 27,17 22,32 - 25,95 20,99 - 24,96 18,76 - 22,74 Hasil (kg rajangan kering / ha) 87,82 - 911,46 424 - 984 535 - 855 747,42 - 970,88 Indeks Mutu 37,34 - 47,18 34,86 - 45,70 39,00 - 53,02 43,52 - 52,26 Kadar Nikotin (%) 3,75 - 8,65 2,06 - 8,98 % 2,27 - 9,77 3,39 - 8,21

Meloidogine spp . Tahan Tahan Tahan Rentan

Aphis persicae Tahan ˗ ˗ Rentan

Phytophthora

nicotinae Tahan ˗ ˗ Sangat tahan Ralstonia

solanacearum Rentan Tahan Sangat tahan Moderat tahan

Kabupaten Temanggung

Menghasilkan tembakau dengan mutu yang sangat tinggi (mutu srintil)

Menghasilkan tembakau dengan mutu yang sangat tinggi (mutu srintil)

Menghasilkan tembakau dengan mutu yang sangat tinggi (mutu srintil)

Menghasilkan tembakau dengan mutu yang sangat tinggi (mutu srintil)

Dosis Pupuk N

(kg) 120 120 120 120

Dosis Pupuk P2O5

(kg) 50 50 50 50

Dosis Pupuk Kandang

(kg) 3000 3000 3000 3000 Jarak Tanam (cm) 90 x 60 90 x 60 90 x 60 90 x 60 Teknik Budidaya Morfologi Komponen Produksi Keunggulan

Ketahan Hama dan Penyakit

(20)

10

2.3. Pratanam Tembakau 2.3.1. Pembibitan

Pada masa pembibitan tanaman tembakau diperlukan benih 8-10 gram/ha, tergantung jarak tanam. Syarat benih yang akan disemai yaitu, benih utuh tidak terserang penyakit dan tidak keriput. Media semai yang diperlukan berupa campuran tanah (50%) + pupuk kandang matang yang telah dicampur dengan Natural GLIO (50%). Dosis pupuk untuk setiap meter persegi media semai adalah 70 gram DS dan 35 gram ZA dan isikan pada polybag. Bedeng persemaian diberi naungan berupa daun-daunan, tinggi atap 1 m sisi Timur dan 60 cm sisi Barat. Sebelum ditanam benih direndam dalam POC NASA 5 cc per gelas air hangat selama 1-2 jam lalu dikeringanginkan.

Kecambahkan pada baki/tampah yang diberi alas kertas merang atau kain yang dibasahi hingga agak lembab. Tiga hari kemudian benih sudah menampakkan akarnya yang ditandai dengan bintik putih. Pada stadium ini benih baru dapat disemaikan. Setelah di pindahkan pada persemaian media semai disiram sampai agak basah/lembab, masukan benih pada lubang sedalam 0,5 cm dan tutup tanah tipis-tipis. Semprot POC NASA (2-3 tutup/tangki) selama pembibitan berumur 30 dan 45 hari. Bibit sudah dapat dipindahtanamkan ke kebun apabila berumur 35-55 hari setelah semai (Purlani dan Rachman, 2013).

2.3.2. Pengolahan Tanah

Untuk mendukung pertumbuhan tembakau temanggung yang optimal perlu ditambahkan nutrisi dari bahan organik berupa pupuk kandang yang sudah terdekomposisi. pupuk kandang yang biasa digunakan terdiri beberapa mutu dan sumber. Pupuk kandang sebelum dipakai dipersiapkan lebih dahulu dengan cara mengaduk pupuk kandang agar berstruktur gembur dan remah dan dipisahkan antara pupuk kandang yang sudah masak dengan serasah lainnya.

Lahan siap ditanami apabila lubang tanam sudah dibuat pada bedengan dengan kedalaman 30 cm dan lebar 30 cm dengan jarak lubang sesuai dengan jarak tanam tembakau, selanjutnya pupuk kandang diberikan dengan dosis 2-3 liter/tanaman. Pupuk dasar diberikan pada lubang tanam sebanyak 150 kg SP-36

(21)

11

dan 100 kg Urea per hektar dengan posisi di bawah pupuk kandang dan ditutup tanah setebal 5-7 cm selanjutnya Pemupukan N pada tembakau sebanyak 600 kg ZA yang diberikan pada 15 dan 35 hari setelah tanam masing-masing 1/2 dosis dengan N pertama diberikan setelah pemanenan tanaman sebelumnya.

Tembakau ditanam di dalam baris di antara tanaman jagung sehingga sulit mendapatkan lubang tanam yang lebar sebagai tempat untuk meletakkan media pupuk kandang. Pemupukan N pertama digunakan 200 kg Urea yang diberikan pada umur 25 hari dan N kedua 300 kg ZA per hektar yang diberikan pada umur 35-40 hari dengan cara yang sama dengan daerah tegal (Purlani dan Rachman, 2013).

2.4.Penanaman

Apabila diinginkan daun yang tipis dan halus maka jarak tanam harus rapat, sekitar 90 x 70 cm. Tembakau Madura ditanam dengan jarak 60 x 50 cm yang penanamannya dilakukan dalam dua baris tanaman setiap bedeng. Jenis tembakau rakyat/rajangan umumnya ditanam dengan jarak tanam 90 x 90 cm dan penanamannya dilakukan satu baris tanaman setiap gulud, dan jarak antar gulud 90 cm atau 120 x 50 cm.

Penanaman diawali dengan membuat lubang pada tanah dengan kedalaman 5-10 cm dengan alat tugal yang terbuat dari kayu. Benamkan bibit sedalam leher akar. Padatkan tanah disekitar bibit dengan cara menekan dengan jari dan hati-hati batang tembakau patah sebab masih sangat lunak. Waktu tanam yang baik dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Penyulaman dilakukan 1-3 minggu setelah tanam, bibit kurang baik dicabut dan diganti dengan bibit baru yang berumur sama (Purlani dan Rachman, 2013).

2.5. Pemeliharaan Tanaman 2.5.1. Pembumbunan

Selama pertumbuhan tembakau temanggung dilakukan pembumbunan sebanyak 3-4 kali. Pembumbunan dilakukan untuk menggemburkan tanah di sekitar perakaran tanaman sambil membersihkan rurnput. Pembumbunan pertama dilakukan pada umur 10 hari yang merupakan bumbun ringan. Tanah bedengan di

(22)

12

antara tanaman tembakau di dalam barisan dicangkul dan dibalik untuk melonggarkan tanah agar tembakau yang baru ditanam pada awal pertumbuhannya dapat membentuk perakaran baru yang lebih baik, karena tembakau yang baru ditanam sangat rentan terhadap deraan Iingkungan. Pembumbunan kedua dilakukan pada 30 hari setelah tanam atau diusahakan sebelum pemupukan N kedua (Purlani dan Rachman, 2013).

Apabila terdapat tanda-tanda daun tembakau menguning menunjukkan gejala kekurangan N meskipun tembakau sudah berumur 50-60 hari masih perlu pemupukan susulan. Pemupukan susulan ini biasanya juga diiringi pembumbunan ketiga atau keempat dan banyak dilakukan di daerah Lamsi dengan harapan tanaman tembakau dapat berumur lebih panjang ian daun bawah mampu bertahan tidak cepat menguning. Cara pemupukan N dilakukan dengan membuat lubang dengan ditugal atau dicangkul sedalam 10 cm dengan jarak 10 cm dari batang tembakau, selanjutnya setelah diberi pupuk N Iubang ditutup kembali dengan tanah.

Pada pembumbunan ini tanaman sudah agak kokoh dan sudah terbentuk daun sebanyak 4-5 lembar daun. Pembumbunan menggunakan cangkul untuk menggemburkan dan memperbesar guludan. Tujuan dari pembunlbunan ini adalah untuk memperbesar media tanah di daerah perakaran sehingga tanaman mendapat suplai nutrisi, air, dan oksigen yang lebih baik dan agar tanaman tumbuh lebih kokoh dan tidak mudah rebah. Pembumbunan ketiga dan keempat hanya dilakukan pada daerah di atas 1100 m dpl. setelah dilakukan panen pertama. Hal tersebut bertujuan untuk mengembalikan guludan yang sudah tererosi oleh air dan angin (Purlani dan Rachman, 2013).

Tujuan lain dari pembumbunan ketiga dan keempat ini untuk menciptakan kandungan oksigen tanah lebih banyak di musim kemarau sehingga tanah pada daerab perakaran temperaturnya dapat lebih rendah dan tanaman akan mampu bertahan hidup lebih lama. Pembumbunan ini dapat meningkatkan mutu tembakau karena daun yang dihasilkan lebih elastis dan berbentuk. Pembumbunan yang menghasilkan guludan besar mampu memperpanjang umur tanaman dan akan

(23)

13

meningkatkan mutu. Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan yaitu setiap 3 minggu sekali (Purlani dan Rachman, 2013).

2.5.2. Pengairan

Pengairan diberikan 7 HST = 1-2 lt/tanaman, umur 7-25 HST = 3-4 lt/tanaman, umur 25-30 HST = 4 lt/tanaman. Pada umur 45 HST = 5 lt/tanaman setiap 3 hari. Pada umur 65 HST penyiraman dihentikan, kecuali bila cuaca sangat kering (Purlani dan Rachman, 2013).

2.5.3. Pemangkasan

Usaha untuk meningkatkan ketebalan dan mutu tembakau temanggung dilakukan pemangkasan tunas pucuk setelah tembakau menunjukkan kuncup bunga pada umur 55-70 hari dengan memangkas pada posisi tepat 3-5 daun di bawah daun bendera. Munculnya kuncup bunga tergantung tinggi tempat semakin tinggi tempat kuncup bunga akan muncul lebih lambat. Pemangkasan dilakukan secara serempak setelah lebih kurang 30-40% dari populasi sudah membentuk bunga dan sebagian sudah mulai ada yang mekar.

Pemangkasan dilakukan pada jam 08.00-11.00 WIB saat cuaca cerah dengan harapan luka bekas pemangkasan akan segera menutup bila terkena sinar matahari, terbentuk jaringan baru sehingga tidak mudah terinfeksi penyakit. Pemangkasan yang terlambat menyebabkan daun bawah cepat menguning dan daun kurang elastis. Apabila daun tenebut dipanen lamina daun mudah robek dan patah karena semua asimilat hasil fotosintesis telah diangkut ke bunga maupun tunas baru. Sirung tembakau akan tumbuh 7-10 hari setelah pemangkasan. Pembuangan sirung banyak dilakukan secara mekanis sampai 7 kali dalam satu musim. Keterlambatan pembuangan sirung akan menurunkan produksi dan mutu.

Penggunaan bahan penghambat pertumbuhan sirung yang mengandung bahan aktif butralin 4 (l,ldimethyl ethyl)-N-(l methyl promyl) 2,6 dinitra bensene amine (claH2rNroa) yang mempunyai sifat menghambat tunas secara sistemik lokal masih jarang digunakan. Hal tersebut karena daerah Temanggung curah hujannya tinggi, sehingga penggunaan bahan penghambat pertumbuhan sirung kurang efektif (Rachman dan Purlani, 2013).

(24)

14

2.6.Hama dan Penyakit pada Tembakau 2.6.1. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Sub Kelas : Pterygota

Ordo : Lepidoptera

Sub Ordo : Prenatae Famili : Noctuidae

Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F.

Siklus Hidup Spodoptera litura Telur

Umur telur mulai dari peletakkan oleh imago sampai menetas menjadi larva sekitar 3-4 hari. Serangga dewasa meletakkan telur dalam bentuk kluster yang mengandung sekitar 350 butir dan ditutupi bulu-bulu yang halus (Gambar 1.). Total telur yang diletakkan oleh satu ekor serangga betina dalam satu siklus hidup sekitar 2000-3000 telur (Lestari et.al, 2013).

(25)

15

Larva (Ulat) S. Litura

Umur larva mulai dari instar-1 sampai instar-6 sekitar 12-15 hari. Larva yang baru menetas makanannya dari daun yang ditempati telur dalam bentuk berkelompok, kemudian menyebar dengan menggunakan benang yang keluar dari mulutnya dan pindah dari tanaman satu ke tanaman lain.

Larva S. litura mempunyai warna yang berbeda-beda. Larva yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan larva instar terakhir terdapat kalung (bulan sabit) warna hitam gelap pada segmen abdomen ke empat dan sepuluh. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning (Gambar 2). Stadium larva terdiri 5 instar yang berlangsung selama 20-46 hari (Lestari et.al, 2013).

Gambar 2. Larva Spodoptera litura

Pupa (Kepompong)

Larva instar terakhir masuk ke dalam tanah, kemudian akan menjadi larva yang tidak aktif (Pra pupa) (Gambar 3). Pupa berada dalam tanah dengan ke dalaman 0-3 cm dan warna coklat kemerahan yang beratnya berkisar 0,341 g per pupa. Hasil pengkajian yang dilaksanakan di Laboratorium BPTP Sulawesi Selatan, 2015, stadium pupa berkisar7-11 (Lestari et.al, 2013).

(26)

16

Gambar 3. Pupa Spodoptera litura (www.google.co.id, 2017)

Imago (Kupu-kupu)

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilaksanakan di Laboratoium BPTP Sulawesi Selatan, 2015, menunjukkan bahwa stadium imago berkisar 5-6 hari. Pupa yang ada dalam tanah akan berubah ke fase berikutnya menjadi serangga kupu-kupu (Imago) (Gambar 4). Siklus hidup S. litura mulai dari telur sampai imago sekitar 30-60 hari. Sedangkan Javar et al. (2013), siklus hidup S. litura sekitar 29-35 hari (Lestari et.al, 2013).

Gambar 4. Imago Spodoptera litura (www.google.co.id, 2017)

Tanaman Inang

Hama ini bersifat polifag, dengan tanaman inang utama Tembakau, cabai, kubis, padi, jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk, bawang merah, terung, kentang, kacang-kacangan, kangkung, bayam, pisang, krisan dan gulma (Pracaya, 2008).

(27)

17

Gejala Serangan

Gejala serangan grayak yaitu daun-daun rusak tidak beraturan, bahkan terkadang hama ini juga memakan tunas dan bunga. Pada serangan berat menyebabkan gundulnya daun. serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau (Pracaya, 2008).

Biologi

Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarnakeputih-putihan dengan bercak hitam. Malam hari ngengat dapat terbang sejauh 5 Km. Seekor ngengat betina dapat bertelur dalam 2-6 hari. Telur diletakkan dalam kelompok yang bentuknya bermacam-macam. Masing-masing kelompok berisi telur lebih kurang 350 butir. jumlah semua telur mencapai 2.000-3.000 butir.

Telur akan menetas sesudah 3-5 hari. Setelah menetas, ulat kecil masih tetap berkumpul untuk sementara. Beberapa hari kemudian, ulat tersebar mencari pakan. Pada siang hari ulat bersembunyi dalam tanah, sedangkan pada malam hari menyerang tanaman. Hama ini suka bersembunyi di tempat yang lembap. Biasanya ulat bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis daunnya menuju ke tanaman lainnya. Misalnya, ulat berpidah dari tanaman tembakau ke tanaman kedelai dalam jumlah yang besar.

Saat berumur lebih kurang 2 minggu panjang ulat lebih kurang 5 cm. Warnanya bermacam-macam. Ciri khas dari ulat grayak adalah pada ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sabit berwarna hitam yang dibatasi garis kuning pada samping dan punggungnya.

Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai berkepompong di dalam tanah. Membentuk pupa tanpa rumah pupa kokon. Pupanya dibungkus dengan tanah berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari. Lama stadium telur 2-4 hari, larva yang terdiri dari 5 intisar: 20-46 hari, dan pupa: 8-11 hari. Setelah menjadi ngengat, hama ini bisa terbang sejauh 5 km pada malam hari. Umur ngengat pendek (Pracaya, 2008).

(28)

18

2.6.2. Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) Tanaman Inang

Kutu kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar atau gulma. Beberapa contoh tanaman budidaya yang menjadi inang kutu kebul antara lain tomat, cabai, kentang, mentimun, terung, kubis, buncis, selada, bunga potong Gerbera, ubi jalar, singkong, kedelai, tembakau, lada; dan tanaman liar yang paling disukai adalah babadotan (Ageratum conyzoides) (Pracaya, 2008).

Gejala Serangan

Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang mengisap cairan daun, berupa gejala becak nekrotik pada daun akibat rusaknya sel-sel dan jaringan daun. Ekskresi kutu kebul menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak berlangsung normal.

Selain kerusakan langsung oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sekitar 20-100 %. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang ditularkan oleh kutu kebul antara lain : Geminivirus, Closterovirus, Nepovirus, Carlavirus, Potyvirus, Rod-shape DNA Virus (Pracaya, 2008).

Biologi

Telur berbentuk lonjong agak lengkung seperti pisang, berwarna kuning terang, berukuran panjang antara 0,2-0,3 mm. Telur biasanya diletakkan di permukaan bawah daun, pada daun teratas (pucuk). Serangga betina lebih menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk meletakkan telurnya daripada daun sehat. Rata-rata banyaknya telur yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir. Lama stadium telur rata-rata 5,8 hari.

Nimfa terdiri atas tiga instar. Instar ke-1 berbentuk bulat telur dan pipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi untuk merangkak.

(29)

19

Nimfa instar ke-2 dan ke-3 tidak bertungkai, dan selama masa pertumbuhannya hanya melekat pada daun. Stadium nimfa rata-rata 9,2 hari. Imago atau serangga dewasa tubuhnya berukuran kecil antara (1-1,5 mm), berwarna putih dan sayapnya jernih ditutui lapisan lilin yang bertepung. serangga dewasa biasanya berkelompok pada bagian permukaan bawah daun dan bila tanaman tersentuh biasanya akan berterbangan seperti kabut atau kebul putih. Lama siklus hidup (telur - nimfa - imago) pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari (Pracaya,2008).

2.6.3. Ulat Tanah (Agrotis ipsilon) Tanaman inang

Selain menyerang tanaman tembakau dan tomat, ulat tanah juga menyerang tanaman jagung, padi, tembakau, tebu, bawang, kubis, kentang dan sebagainya (Pracaya, 2008).

Gejala serangan

Larva merupakan stadia perusak yang aktif pada malam hari untuk mencari makan dengan menggigit pangkal batang. Tanaman yang terserang adalah tanaman-tanaman muda. Pangkal batang yang digigit akan mudah patah dan mati. Di samping menggigit pangkal batang, larva yang baru menetas, sehari kemudian juga menggigit permukaan daun. Ulat tanah sangat cepat pergerakannya dan dapat menempuh jarak puluhan meter. Seekor larva dapat merusak ratusan tanaman muda (Pracaya, 2008).

Biologi

Telur diletakkan satu-satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti kerucut terpancung dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor betina dapat meletakkan 1.430-2.775 butir telur. Warna telur mula-mula putih lalu berubah menjadi kuning, kemudian merah disertai titik coklat kehitam-hitaman pada puncaknya. Titik hitam tersebut adalah kepala larva yang sedang berkembang di dalam telur. Menjelang menetas, warna telur berubah menjadi gelap agak kebiru-biruan. Stadium telur berlangsung 4 hari.

(30)

20

Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah kira-kira sedalam 5-10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam hari untuk menggigit pangkal batang. Larva yang baru keluar dari telur berwarna kuning kecoklat-coklatan dengan ukuran panjang berkisar antara 1-2 mm. Sehari kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun. Larva mengalami 5 kali ganti kulit.

Larva instar terakhir berwarna coklat kehitam--hitaman. Panjang larva instar terakhir berkisar antara 25-50 mm. Bila larva diganggu akan melingkarkan tubuhnya dan tidak -bergerak seolah-olah mati. Stadium larva berlangsung sekitar 36 hari. Pembentukan pupa terjadi di permukaan tanah. Pupa berwarna cokelat terang atau cokelat gelap. Lama stadia pupa 5-6 hari.

Imago umumnya ngengat Famili Noctuidae menghindari cahaya matahari dan bersembunyi pada permukaan bawah daun. Sayap depan berwarna dasar coklat keabu-abuan dengan bercak-bercak hitam. Pinggiran sayap depan berwarna putih. Warna dasar sayap belakang putih keemasan dengan pinggiran berenda putih. Panjang sayap depan berkisar 16-19 mm dan lebar 6-8 mm. Ngengat dapat hidup paling lama 20 hari. Apabila diganggu atau disentuh, ngengat menjatuhkan diri pura-pura mati. Perkembangan dari telur hingga serangga dewasa rata-rata berlangsung 51 hari (Pracaya, 2008).

2.6.4. Merki / Kutu Daun (Myuz persicae) Tanaman inang

Hama ini bersifat polifag, dengan lebih dari 40 famili yang berbeda yang menjadi inangnya, antara lain famili Brassicaceae, Solanaceae, Poaceae, Leguminosae, Cyperaceae, Convolvulaceae, Chenopodiaceae, Compositae, Cucurbitaceae and Umbelliferae. Inang lainnya selain kentang antara lain kubis, tomat, tembakau, petsai, sawi, terung, ketimun, buncis, semangka, jagung, jeruk, dan kacang – kacangan.

Gejala serangan

Pada tanaman tembakau, kutu daun lebih berperan sebagai pembawa virus daripada sebagai serangga hama. Dampak secara langsung gejala awal berupa

(31)

21

bercak kering pada daun dan menyebabkan tanaman mengering, keriput, tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpelintir, layu dan mati. Kutu biasanya berkelompok di bawah permukaan daun, menusuk dan menghisap cairan daun muda serta bagian tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat yang dikeluarkan kutu mengandung madu, sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat menghambat proses fotosintesa. Kerugian yang ditimbulkan oleh kutu daun persik sebagai hama langsung maupun sebagai vektor virus dapat mencapai 25-90%.

Biologi

Serangga ini tidak bertelur tetapi melahirkan nimfa (kutu daun muda/pradewasa) di Indonesia. Kutu daun umumnya hidup dalam koloni pada bagian tanaman yang masih muda. Kutu daun tinggal pada bagian bawah daun, batang bunga, bakal bunga dan dalam lipatan daun yang keriting. Kerusakan terjadi karena nimfa dan imago mengisap cairan daun. Tubuh nimfa berwarna kuning pucat, hijau, merah jambu, atau merah yang biasanya bercampur di dalam suatu koloni dengan panjang tubuh instar terakhir 0,8–1,0 mm.

Fase dewasa kutu daun ada dua bentuk, yaitu bentuk bersayap/alatae dan bentuk tidak bersayap/apterae. Imago bersayap biasanya muncul kalau populasi sudah padat dan sumberdaya yang ada tidak mendukung lagi. Mereka berperan untuk melakukan pemencaran. Tubuh imago bersayap berwarna hitam atau abu – abu gelap, sementara yang tidak bersayap berwarna merah, kuning atau hijau.

Panjang tubuh 2 mm pada fase dewasa panjang antena = panjang tubuh. Tubuh imago tidak bersayap berwarna hijau keputihan, kuning hijau pucat, abu-abu hijau, agak hijau, merah atau hampir hitam. Warna tubuh hampir seragam dan tidak mengkilap. Imago bersayap memiliki bercak pada bagian punggunggnya, ukuran panjang tubuh antara 1,2-2,1 mm. Siklus hidup 7-10 hari, dan seekor kutu dapat menghasilkan keturunan 50 ekor. Lama hidup kutu dewasa dapat mencapai 2 bulan (Pracaya, 2008).

(32)

22

2.6.5. Anjing Tanah / Orong-orongan (Gryllotalpa africana) Tanaman Inang

Hama ini menyerang pada tanaman Tembakau, Cabai, Tomat, Selada, Sawi, dan sebagainya.

Gejala Serangan

Hama ini umumnya banyak dijumpai menyerang tanaman bawang pada fase penanaman ke dua atau sekitar umur tanaman kira-kira 1-2 minggu setelah tanam. Serangan ditandai dengan layunya tanaman, karena akar tanaman rusak, bahkan pada umbi kadang terdapat lubang dengan bentuk yang tidak beraturan.

Biologi

Hama gaang mempunyai ciri berwarna hitam kecoklatan, dengan mempunyai sepasang tungkai bergerigi yang berguna untuk menggali tanah dan untuk berenang, hewan ini jarang terlihat dipermukaan tanah dan seringkali berada didalam tanah untuk bersembunyi. Berukuran sekitar 3-5 cm dan merupakan hewan Omnivora atau pemakan segala, seperti larva, cacing dan tanaman muda. hewan ini bisa dijumpai diberbagai benua dibelahan dunia ini kecuali didaerah es contohnya di benua antartika.

Gaang atau orang sering menyebutnya hama orong-orong ini mampu bertelur 30 sampai 50 butir per tiap kelompok tani, telur hama ini disimpan disela-sela tanah dan paling cepat telur hama gaang ini menetas disela-selama 15 hari dan paling lambat sekitar 40 hari. hama gaang sendiri mampu hidup sampai umur 6 bulan. Hama gaang atau hama anjing tanah mempunyai nama sebutan diberbagai daerah, seperti contohnya untuk didaerah Jawa sering menyebutnya dengan nama orong-orong, dalam bahasa toba hewan ini disebut singke, dan dalam bahasa sunda di sebut dengan gaang (Pracaya, 2008).

2.6.6. Penyakit Lincat

Menurut Dalmadiyo, (2004) lahan lincat adalah lahan kering di Kabupaten Temanggung yang bila ditanami tembakau, tanaman akan tumbuh kerdil, layu satu sisi selanjutnya mati atau layu daun bawah, daun tengah dan atas selanjutnya

(33)

23

mati. Akibat serangan penyakit lincat, tanaman tembakau akan layu dan mati pada umur 25−60 hari setelah tanam dengan tingkat kematian 30−50% pada lahan setengah lincat dan lebih dari 50% pada lahan lincat.

Penelitian pada lapisan olah tanah (top soil) lahan lincat menemukan tiga patogen tular tanah, yaitu nematoda Meloidogyne spp., bakteri Ralstonia solanacearum, dan cendawan Phytophthora nicotianae. Tanaman tembakau yang terserang nematoda Meloidogyne spp. akarnya akan berbintil-bintil (berpuru). Bila disertai layu satu sisi (sering disebut penyakit layu bakteri), tanaman juga terserang bakteri R. solanacearum. Apabila tanaman layu daun bawah, daun tengah, dan atas selanjutnya mati (sering disebut penyakit lanas), tanaman terserang cendawan P. nicotianae.

Hasil survei tahun 1989 menunjukkan bahwa penyebaran penyakit lincat pada area tembakau di Kabupaten Temanggung cukup cepat. Pada tahun 1959 penyakit ini hanya ditemukan di tiga desa dari 81 desa pertanaman tembakau, selanjutnya pada tahun 1969 menjadi 24 desa, tahun 1979 menjadi 66 desa, dan tahun 1989 ada 79 desa yang lahannya terinfestasi patogen lincat. Penyebaran penyakit juga merata pada semua jenis tanah.

Sampai tahun 1991, luas lahan kering yang terinfestasi patogen lincat (nematoda Meloidogyne spp., bakteri R. solanacearum, dan cendawan P. nicotianae) mencapai 6.805 ha atau 55,12% dari luas total lahan kering di Kabupaten Temanggung. Diperkirakan luas lahan lincat akan terus bertambah karena minat petani untuk menanam tembakau masih tinggi. Menurut Dalmadiyo (1999) penyakit lincat banyak dijumpai pada area dengan ketinggian 800–1.100 m dpl dan menyebabkan kerugian 44−67% pada tahun 1996, 38–83% pada tahun 1997, dan 63–85% pada tahun 1998 (Rochman, 2012).

2.6.7. Tobacco Mosaic Virus (TMV)

Tobacco mosaic virus (TMV) termasuk ke dalam grup Tobamovirus. TMV merupakan salah satu dari 14 spesies yang termasuk dalam genus Tobamovirus. Hubungan antar anggota kelompok virus dari genus tobamovirus masih belum dapat ditetapkan secara pasti walaupun telah diteliti secara luas. Kebanyakan

(34)

24

strain sering dimasukkan ke dalam jenis TMV, tetapi beberapa strain yang cukup berbeda dianggap sebagai virus yang berbeda oleh beberapa peneliti (Sutic et al. 1999).

TMV memiliki ciri berbentuk batang dengan panjang 300 nm dan diameter 15 nm. Proteinnya terdiri atas kira-kira 2130 protein subunit, dan setiap subunitnya terdiri 158 asam amino. Protein subunitnya tersusun pada sebuah helix. Asam nukleat TMV berbentuk untai tunggal RNA dan terdiri atas kurang lebih 6400 nukleotida. Untai RNA juga berbentuk helix sejajar dengan untai protein. Berat dari setiap partikel virus antara 3,9 x 107 dan 4 x 107 unit berat molekul.

TMV merupakan salah satu virus yang diketahui paling stabil terhadap panas, dan memiliki titik panas aktivasi hingga 93º C dalam cairan perasan tanaman. Virus pada daun yang terinfeksi, pada kondisi kering masih mampu menginfeksi walaupun telah dipanaskan sampai pada suhu 120º C selama 30 menit. TMV yang menginfeksi tanaman tembakau berisi 4 g virus per liter cairan perasan tanaman, dan virus masih infektif walaupun telah diencerkan hingga perbandingan 1:1.000.000. Virus menjadi tidak aktif setelah 4-6 minggu dalam cairan perasan biasa, tetapi pada cairan perasan virus yang bebas bakteri (steril) mungkin dapat bertahan hingga 5 tahun, dan TMV pada daun terinfeksi yang dikeringkan di laboratorium selama lebih dari 50 tahun masih infektif (Agrios 1997). Menurut Sutic et al. (1999), CABI (2003) menyebutkan pada tanaman yang terinfeksi, beberapa menit setelah virus menginfeksi jaringan tanaman, RNA mulai disintesis dan partikel baru berkembang dalam sitoplasma dan menyebar dari sel ke sel melalui plasmodesmata.

TMV merupakan parasit obligat yang hanya dapat hidup pada tanaman atau jaringan sel yang hidup. Virus ini menginfeksi tanaman melalui luka. Bagian tanaman yang rentan jika kontak dengan TMV akan segera terinfeksi. TMV dapat bertahan selama berbulan-bulan pada tanah bekas penanaman dan juga telah ditemukan di air dan didalam tanah di hutan. Sejumlah strain TMV pada tanaman obat-obatan telah diuraikan hampir diseluruuh dunia, dimana virus ini dapat

(35)

25

dibedakan dari yang lainnya melalui reaksi inang, tetapi tidak pada tembakau (Wardhanah, 2007).

Penyebaran dan Sebaran Inang TMV

TMV sudah tersebar luas hampir ke seluruh dunia. Sebaran inang TMV juga sangat luas. Beberapa tanaman inang yang penting termasuk dalam famili Solanaceae, Scrophulariaceae, Labiatae, Leguminoceae, Chenopodiaceae, Cucurbitaceae, dan Alliaceae. Namun tidak semua spesies yang terinfeksi TMV menunjukan gejala sistemik. Beberapa diantaranya hanya menunjukkan lesio nekrotik lokal pada titik infeksi (reaksi hipersensitif). Beberapa varietas yang menunjukkan reaksi hipersensitif yaitu tembakau, tomat, dan cabai.

Inang utama TMV ialah Nicotiana tabacum, Lycopersicon esculentum Mill., C. annuum L., Solanum melongena L., Allium sativum L., Beta vulgaris L., Phaseolus vulgaris, Vigna unguiculata (L) Walp., Glycine max, Brassicaea, Apium graveolens, Solanum tuberosum L.. Beberapa inang alternatif dari TMV yaitu Rosa sinensis, Malus domestica Borkh., Helianthus annuus, Citrulus lanatus, dan Cucumis sativus L.. Anggota tobamovirus yang menginfeksi cabai antara lain TMV, PMMV, TMGMV, dan ToMV (Wardhanah, 2007).

2.6.8. Lanas Tembakau

Lanas disebabkan oleh jamur Phytophthora nicotianae vBdH var. nicotinae Waterhouse. Jamur ini bersifat fukultatif saprofitik, artinya penyakit ini dapat hidup pada sisa tanaman dan dapat bertahan hingga lima tahun. Penyakit ini berkembang pada daerah suhu tanahnya beriklim antara 20-30 derajat celcius. Penyakit Lanas ini muncul karena kondisi pengolahan tembakau yang kurang tepat. Penyakit dapat terjadi pada berbagai fase pertumbuhan, mulai dari pembibitan sampai tanaman di lapangan.

Jamur ini merupakan pathogen tular tanah (soil born disease) dan sulit dikendalikan apabila keadaannya berada didalam tanah. Jamur mempunyai hifa yang tidak berwarna dan bersekat, menjalar didalam jaringan tanaman sakit. Jika jaringan ini terendam air atau berada diruangan yang sangat lembab, jamur akan membentuk banyak sporangium yang berbentuk seperti buah per yang

(36)

26

mempunyai sebuah papil (tonjolan) yang jelas. Sporangium dapat berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara (zoospora) yang keluar satu per satu dari dalam sporangium (Agustina et.al, 2013).

Gejala Penyakit Lanas Tembakau

Gejala yang tampak pada tanaman tembakau yang terserang lanas adalah :

1. Diawali dengan adanya warna daun hijau kelabu kotor pada daun.

2. Pada cuaca dingin dengan tingkat kelembaban udara cukup tinggi, penyakit ini berkembang dengan sangat cepat dan menyebabkan kebusukan pada bibit.

3. Akar dan batangnya sebagian besar berwarna hitam pekat dan mengeluarkan cairan bening.

4. Pada tanaman dewasa terdapat pembusukan pada leher akar. 5. Daun menjadi layu dengan sangat cepat atau mendadak.

6. Jika batangnya dibelah, empulur tampak mengering dan empulur berkamar-kamar (mengamar).

2.7. Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tembakau Pengendalian Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura)

Secara mekanis, adalah telur yang ada diambil bersama dengan daun tempat menempelnya. Pengambilannya jangan sampai terlambat sebab ulat akan bersembunyi di dalam tanah jika telah besar. Secara Kimia, Caranya adalah hama disemprotkan insektisida seperti Azodrin sedini mungkin sebelum ulat pergi bersembunyi ke dalam tanah.

Secara biolgis, adalah hama disemprotkan dengan Bacillus thuringiensis atau Barrelinavirus litura. Pemanfaatan musuh alami. Musuh alami yang potensial mengendalikan ulat grayak adalah virus patogen SlNPV (Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus). Di pasaran musuh alami ini sudah dijual dengan nama Vir-X yang diproduksi oleh Perusahaan Dompet Duafa Republika.

(37)

27

Penyemprotan virus patogen ini dilakukan mulai umur tanaman 1 minggu setelah tanam dengan interval 1 minggu.

Pembuatan perangkap ulat grayak, Caranya adalah dengan pembuatan parit sepanjang sisi kebun dengan lebar 60 cm dan dalam 45 cm. Ulat grayak yang masuk ke dalam parit dimatikan dengan menggulung kayu bulat yang digerakkan maju mundur di atas ulat grayak. Cara lain adalah paritnya diisi dengan jerami atau bahan lainnya yang mudah terbakar, lalu dibakar hingga ulat grayak mati. Pemasangan feromonoid seks atau perangkap lampu. Untuk menekan populasi awal S. litura dipasang perangkap feromonoid seks atau perangkap lampu mulai saat tanam. Tujuannya adalah untuk menangkap imago atau ngengat S. litura. Pembersihan gulma supaya tidak menjadi tempat berkembang biak dan bersembunyi ngengat dan ulat (Pracaya, 2008).

Pengendalian Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)

Secara teknis pengendalian hama kutu kebul dapat dilakukan dengan Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung atau bunga mat ahari sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati. Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus satu hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin. Sanitasi lingkungan, terutama untuk mengendalikan gulma daun lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus. Dan juga tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes untuk mengurangi risiko serangan.

Pengendalian Fisik/Mekanis dapat dilakukan dengan pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha), Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman, terutama saat populasi tinggi/musim kemarau dan di daerah serangan virus dan sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.

Pengendalian Hayati dengan memanfaatkan Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae), mampu memangsa 200-400 ekor nimfa kutu kebul.

(38)

28

Siklus hidup predator 18-24 hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir. Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya mampu menghasilkan telur sebanyak 100-200 butir, Cara pelepasan E. formosa untuk tanaman tomat : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu, dilakukan selama 8-10 minggu, untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan pelepasan parasitoid dan predator secara berkala.

Pengendalian Kimiawi dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian. Antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP (imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan Orthene 75 SP (asefat 75%). Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat mendorong meningkatnya populasi kutu kebul (Pracaya, 2008).

Pengendalian Hama Ulat Tanah (Agrotis ipsilon)

Pengendalian ulat tanah atau biasa di sebut ulat lutung secara kimiawi dengan penyemprotan di sekitar tanaman, hingga bisa menyasar pada hamanya. Pestisida yang digunakan adalah Bayrusil 0,3% dan Phasvel dengan konsentrasi 0,1%. Secara mekanis, dilakukan pembongkaran pada tanah tersebut kemudian ulatnya dibunuh. Penggunaan musuh alami misalnya Tritaxys braurei, Cuphocera varia dan jamur misalnya Botrytis sp. (Pracaya, 2008).

Pengendalian Hama Merki / Kutu Daun (Myuz persicae)

Pengendalian kultur teknis dilakukan dengan cara, antara lain pemupukan yang berimbang, pupuk N (200 kg/ha Urea + 400 kg/ha ZA), P2O5 (250 kg/ha TSP) dan K2O (300 kg/ha KCL). Sanitasi dan pemusnahan gulma dan bagian tanaman yang terserang dengan cara dibakar. Tumpang sari kentang dengan tanaman bawang daun dapat menghadang serangan M. persicae, dan tanaman cabai atau tomat dengan tegetes untuk mengurangi risiko serangan. Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung, tagetes, orok – orok dan kacang panjang sebagai barier dan memperbanyak populasi agens hayati (terutama pada tanaman cabai). Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama

(39)

29

bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, dan Cucurbitaceae seperti mentimun). Pergiliran tanaman harus per hamparan, tidak perorangan, serentak dan seluas mungkin. Sanitasi lingkungan, terutama mengendalikan gulma berdaun lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus. Pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat.

Pengendalian secara fisik/mekanik dengan penggunaan perangkap likat berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 di pasang di tengah pertanaman dengan ketinggian + 50 cm (sedikit di atas tajuk tanaman) sejak tanaman berumur 2 minggu. Setiap minggu perangkap diolesi dengan oli atau perekat. Pemasangan kelambu di pembibitan dan tanaman barrier dilapangan (terutama untuk tanaman bawang merah dan cabai), Sisa tanaman yang terserang dikumpulkan dan dibakar.

Pengendalian secara biologi dengan pemanfaatan musuh alami parasitoid Aphidius sp., dan Aphelinus sp., predator kumbang Coccinella transversalis,

Menochillus sexmaculata, Chrysopa sp., larva syrphidae, Harmonia

octomaculata, Microphis lineata, Micoromus pusillus, Veranius sp., dan pathogen Entomophthora sp., Verticillium sp. Sedangkan pengendalian secara kimiawi Jika saat pengamatan ditemukan 7 ekor kutu daun /10 tanaman contoh atau persentase kerusakan oleh serangan hama pengisap telah mencapai 15% per tanaman contoh dianjurkan menggunakan insektisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian, misalnya yang berbahan aktif profenofos, deltametrin, abamektin, sipermetrin dan imidakloprid (Pracaya, 2008).

Pengendalian Penyakit Lincat

Pengendalian penyakit lincat perlu dilakukan secara terpadu dengan menggunakan bibit sehat dari varietas tahan/toleran, agens hayati, dan rotasi tanaman. Komponen teknologi yang akan diterapkan harus bisa diterima masyarakat dan secara komersial tetap kompetitif sehingga kualitas hidup petani dan masyarakat secara keseluruhan tidak terabaikan (Rochman, 2012).

(40)

30

Pengendalian Penyakit Tobacco Mosaik Virus (TMV)

Pengendalian penyakit tobacco mosaik virus ini menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah terserang, Eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan dimusnahkan supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman lain yang sehat, Penanganan bibit secara hati-hati agar tidak bersentuhan satu sama lain, Menghindari menanam tomat pada lahan yang sama untuk jangka waktu minimum 7 bulan, Benih dapat dibebaskan dari kontaminasi virus dengan cara merendam benih dalam larutan 10 % (w/v), Na3PO4 selama 20 menit, dan Perlakuan benih dengan pemanasan (heat treatment) pada suhu 70ºC selama 2-4 hari dapat mengeradikasi virus yang terbawa dalam endosperm (Wardhanah, 2007).

2.8. Pemanenan dan Pasca Panen

Panen dilakukan secara bertahap, pemetikan daun sebanyak 5-8 kali tergantung kemasakan dan jumlah daun. Saat panen biasanya dimulai apabila sudah ada berita tentang dimulainya pembelian tembakau rajangan oleh pabrik rokok atau gudang mulai buka. Panen daun tembakau dilakukan 10-15 hari sebelum awal pembelian tembakau rajangan. Pemetikan daun dimulai dari bawah, dipetik 2-3 lembar daun setiap kali petik.

Daun yang siap panen ditandai oleh perubahan warna daun, dari hijau menjadi kuning kehijauan, warna tulang daun putih/hijau terang, tepi daun mengering, permukaan daun agak kasar dan tangkai daun mudah dipatahkan. Waktu panen pagi hari setelah embun menguap sampai siang hari. Apabila waktu panen turun hujan, maka daun yang cukup matang segera dipetik atau ditunda 6-8 hari. Daun yang telah dipetik segera diproses atau diolah menjadi tembakau rajangan. Pengolahan tembakau rajangan terdiri dari 3 tahap kegiatan, yaitu Pemeraman, perajangan dan penjemuran.

Sebelum diperam, daun tembakau disortasi agar diperoleh daun hijau yang ukurannya seragam. Pemeraman dilakukan dengan cara mengatur daun, yaitu didirikan di rak pemeraman. Lamanya pemeraman tergantung dari posisi daun

Gambar

Tabel    Naskah  Halaman
Gambar  Naskah  Halaman
Tabel 1. Perbedaan Tembakau Varietas Kemloko 1,2,3, dan Sindoro.
Gambar 1. Telur Spodoptera litura (www.google.co.id, 2017)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi dosis penyemprotan ekstrak daun tapak liman terhadap mortalitas hama ulat tritip, pemendekan fase larva

Untuk mengantisipasi ancaman serangan ulat grayak pada tanaman kedelai perlu diketahui: 1) perkembangan ekobiologi populasi hama, 2) tingkat kerusakan tanaman yang terserang,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa bioinsektisida terhadap intensitas serangan ulat grayak (Spodoptera exigua Hbn.) pada tanaman bawang merah (Allium

Penelitian eksperimen yang telah dilakukan dengan menggunakan air rendaman daun pepaya sebagai pestisida nabati mengendalikan hama ulat grayak (Spodoptera litura)

Karakterisasi Jamur Entomopatogen dari Areal Rhizosfer Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Meminimalisir Serangan Ulat Grayak

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul : Pemanfaatan Limbah Batang Tembakau Untuk Pengendalian Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura F.),

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan hama ulat kantung terbesar pada afdeling 2 terdapat pada blok B16h dengan persentase sebesar 30% dengan luas serangan

Setelah dilakukan analisis ragam (Anova) untuk mengetahui pengaruh pestisida organik dari urin sapi dan interval penyemprotan terhadap serangan hama pada bibit