• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi

Komunikasi berawal dari gagasan yang ada pada seseorang. Gagasan itu diolahnya menjadi pesan dan dikirimkan melalui media tertentu kepada orang lain sebagai penerima. Penerima menerima pesan itu, dan mengerti isi pesan, sesudah mengerti isi pesan itu kemudian menanggapi dan menyampaikan tanggapannya kepada pengirim pesan. Pengirim pesan dapat menilai efektifitas pesan yang dikirim. Everett M. Rogers pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak member perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaraan inovasi membuat defenisi bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka (Hardjana, 2003)

Dalam komunikasi menurut effendi (2004) mulanya dilukiskan secara model sederhana dengan model S-M-C-R (Source-Message-Channel-Receiver) artinya komunikasi terdiri dari tiga unsur yaitu : Sumber-Pesan-Media-Penerima.

Proses komunikasi meliputi unsur-unsur yaitu (effendi,2004) :

a. Komunikator yakni orang yang menyampaikan, mengatakan ayau menyatakan suatu pesan.

b. Pesan yaitu ide, informasi,opini dan sebagainya

c. Saluran atau chanel adalah alat yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan

(2)

d. Komunikan adalah orang yang menerima pesan.

e. Efek yaitu pengaruh kegiatan komunikasi yang dilakukan komunikator untuk komunikan.

Berkaitan dengan efektivitas komunikasi interpersonal DeVito menyatakan efektifitas komunikasi interpersonal mempunyai lima cirri yaitu;

a. Keterbukaan

Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima didalam menghadapi hubungan antarpribadi.

b. Emphaty

Merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan

Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi yang berlangsung efektif d. Rasa positif

Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih efektif berpartisipasi dan menciptakan situasi komunikasi yang konduktif untuk interaksi yang efektif.

e. Kesetaraan

Pengakuan secara dia-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

(3)

Untuk menentukan langkah dalam komunikasi, menurut Stock dan Rachboun dalam effendi (1994) diperlukan pengetahuan tentang faktor psikologis dan sosial budaya. Dengan menggunakan faktor ini maka strategi yang digunakan dalam komunkasi adalah sebagai berikut :

a. Persuatif, membujuk sasaran (komunikan) akan mempunyai kesamaan pengertian sehingga pesan dapat disampaikan dengan daya tarik positif yaitu dengan memberikan imbalan, insentif dan lain-lain

b. Kompulsif, menciptakan sesuatu sedemikian rupa sehingga secara tidak langsung komunikan menerima pesan dari sumber.

c. Pervasif, dilakukan pengulangan secara terus-menerus terhadap pesan yang diadopsi sehingga secara tidak sadar komunikan ikut menerima pesan.

d. Koersif, dengan cara memaksa seperti hukuman.

Zulkifli (1997) menyatakan faktor yang mendukung proses komunikasi adalah pengetahuan dan pengalaman ddari komunikator. Jika pengetahuan, keterampilan dan pengalaman komunikator cukup, maka proses komunikasi tentunya akan membawa hasil yang baik, sedangkan faktor-faktor yang dapat menghambat proses komunikasi adalah :

a. Komunikator tidak mengenal isi pesan yang disampaikan, kurang pengalaman dan penampilan kurang menyakinkan.

b. Pesan yang disampaikan tidak jelas, susah ditangkap oleh penerima atau menyampaikannya menggunakan istilah-istilah asing yang tidak dimengerti.

(4)

c. Media yang digunakan tidak cocok dengan topic permasalahan yang disampaiaknan.

d. Lingkungan tempat komunikasi berlangsung terlalu bising sehingga pesan yang disampaikan tidak jelas

2.2. Jenis-jenis Komnikasi Kesehatan

Ada 4 tipe komunikasi menurut buku cangara harried (2012) a. Komunikasi dengan diri sendiri

Adalah proses komunikasi yang terjadi didalam diri individu, atau dengan kata lain proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjdinya proses ini karena adanya orang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbentuk dalam pikirannya.

b. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)

Adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih, menurut sifatnya komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam yakni komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil

• Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka, komunikasi dialik menurut pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog dan wawancara.

• Komunikasi kelompok kecil adalah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggota saling berinteraksi satu sama lainnya.

(5)

c. Komunikasi publik

Adalah proses komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar, komunikasi public memiliki kesamaan dengan komunikasi interpersonal, karena berlangsung dengan secara bertatap muka, tetapi terdapat beberapa perbedaan yang cukup mendasar sehingga memiliki cirri masing-masing.

d. Komunikasi Massa Adalah proses komunikasi yang berlangsung dimana pesan nya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayaknyang sifatnya missal melalui alat-alat yang bersifat mekanis.

2.3. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antara dua atau beberapa orang dimana pengirim dapat menyampikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Hardjana, 2003). Sehingga komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan hubungan insane, menghindari atau mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Canggara, 2012)

Komunikasi interpersonal merupakan salah satu bentuk yang dilakukan seorang lainnya. Interaksi yang melibatkan dua orang ini menyebabkan proses komunikasi yang terjadi diaglogis. Keduanya dapat berperan sebagai komunikator sekaligus menjadi komunikan. (effendi, 2004). Komunkasi interpersonal sanagt ampuh dalam mengubah komponen jiwa (effendi, 2004)

(6)

a. Komunikator dapat dapat mengetahui kerangka refrensi komunikan secara penuh dan utuh.

b. Komunikasi berlangsung secara dialogis, berbentuk percakapan, Tanya jawab sehingga komunikator dapat mengetahui segalanya mengenai diri komunikan. c. Komunikasi berlangsung secata tatap muka, saling berhadapan dan saling

menatap sehingga komunikator dapat menyaksikan ekspresi wajah, sikap dalam bentuk dslsm bentuk gerak-gerik dan lain-lain yang merupakan umpan balik nonverbal dalam komunikasi yang berlangsung.

Proses komunikasi interpersonal adalah proses dua arah, lingkaran interaktif dimana pihak-pihak yang berkomunikasi saling bertukar pesan. Kedua pihak menjadi pengirim maupun penerima pesan. Dalam proses ini sipenerima menafsirkan pesan pengirim sebelumnya dan member tanggapan dengan pesan yang baru. Dengan kata lain komunikasi interpersonal adalah tatap muka penyampaian informasi dan saling pengertian antara dua orang atau lebih, pesan -pesan yang disampaikan dapat secara verbal maupun nonverbal (Depkes RI, 1993)

2.3.1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal

Menurut Devito (1989), Faktor-faktor efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :

1. Keterbukaan (Openness)

Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka

(7)

kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi, sebaliknya harus ada kesediaan membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk dan pada ketidakacuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain.Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata saya (kata ganti orang pertama tunggal).

2. Empathy (empathy)

Empati adalah sebagai “kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya,

(8)

berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya

3. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidakmendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategis, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.

4. Sikap positif (positiveness)

Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap

(9)

positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.

5. Kesetaraan (Equality)

Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebihefektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.

(10)

2.3.2 Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Hardjana (2003) menyatakan komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi interpersonal mempunyai ciri-ciri yang tetap sebagai berikut:

1. Komunikasi interpersonal adalah verbal dan nonverbal

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya selalu mencakup dua unsure pokok yaitu isi pessan dan bagaimana isi itu disampaikan, baik secara verbal maupun nonverbal. Kefektifan kedua unsur itu dipengaruhi berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi dan keadaan penerima pesan

2. Komunikasi interpersonal mencakup perilaku tertentu yaitu; Ada tiga perilaku komunikasi yaitu :

i. Perilaku spontan dalah perilaku yang dilakukan karena dalam desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif artinya perilaku itu terjadi begitu saja.

ii. Perilaku menurut kebiasaan adalah perilaku yang kita pelajari dari kebiasaan kita, perilaku itu khas dilakukan pada situasi tertentu dan dimengerti orang

iii. Perilaku sadar adalah perilaku yang dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya dan disesuaikan dengan orang yang dihadapi.

(11)

3. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang berproses pengembangan. Komunikasi interpersonal berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan itu berkembang berawal dari saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam dan berakhir dengan saling pengenalan yang amat mendalam. Tetapi juga dapat putus sampai akhinya melupakan.

4. Komunikasi interpersonal mengandung umpan balik, interaksi dan koherensi. Komunikas interpersonal merupakan komunikasi tatap mika karena itu kemungkinan umpan balik besar sekali. Dalam komunikasi itu, komunikan dapat langsung menanggapi dengan menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, diantara komunikator dan komunikan terjadi interaksi. Keduanya saling mempengaruhi, member serta menerima dampak. Pengaruh itu terjadi pada dataran pengetahuan, perasaan dan perilaku.

5. Komunikasi interpersonal berjalan menurut peraturan tertentu

Agar komunikasi interpersonal berjalan baik, maka harus mengikuti peraturan tertentu yaitu yang bersifat intrinsic dan ekstrinsik. Peraturan intrinsik adalah peraturan yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus berkomunikasi satu sama lain. Peraturan ekstrinsik adalah peraturan yang ditetapkan oleh situasi atau masyarakat.

6. Komunikasi interpersonal adalah kegiatan aktif

Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang aktif bukan pasif. Komunikasi interpersonal bukan hanya komunikasi dari pengirim dan

(12)

penerima. Karena itu pihak-pihak yang berkomunikasi harus bertindak aktif pada waktu menerima dan menyampaikan pesan.

7. Komunikasi interpersonal saling mengubah

Komunikasi interpersonal juga berperan saling mengubah dan mengembangkan melalui interaksi, pihak-pihak yang terlibat dapat saling member inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pikiran, perasaan dan sikap sesuai dengan topik yang dibahas bersama.

2.4. Kepuasan

Kepuasan pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Atmojo, 2006)

Menurut Irawan (2003) kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya. Tjiptono (2006) berpendapat bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Hal ini juga dinyatakan oleh Sugito (2005) yang menyebutkan bahwa tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan, apabila kinerja di bawah harapan maka pelanggan akan

(13)

kecewa. Pada dasarnya harapan klien adalah perkiraan atau keyakinan klien tertang pelayanan yang diterimanya akan memenuhi harapannya. Sedangkan hasil kinerja akan dipersepsikan oleh klien. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa pengertian di atas terdapat kesamaan pandangan bahwa kepuasan pelanggan/klien merupakan ungkapan perasaan puas apabila menerima kenyataan / pengalaman pelayanan memenuhi harapan klien.

2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien

Menurut Kotler & Amstrong (dalam Huriyati, 2005 & Rangkuti, 2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologi. a. Faktor budaya

Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam mempengaruhi keinginan atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif

homogen mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor

melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel lainnya.

(14)

b. Faktor sosial

Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status. Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat.

c. Faktor Pribadi

Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual, artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit misal penyakit kardio vaskuler dengan peningkatan usia. Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal yang dialami seseorang. Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi. Pekerjaan merupakan aktifitas jasa seseorang untuk mendapat imbalan berupa materi dan non materi.

(15)

Pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak pada sistem imunitas tubuh. Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan. seseorang untuk berperilaku dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Status perkawinan sementara diduga ada kaitannya dengan gaya hidup dan kepribadian

d. Faktor Psikologi

Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Sutojo, 2003). Menurut Kotler (2005 dalam Wijono 1999) menyebutkan bahwa kepuasan pasien dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : pendekatan dan perilaku petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi yang diterima, outcomes pengobatan dan perawatan yang diterima, prosedur perjanjian, waktu tunggu. Oleh karena itu kepuasan pasien merupakan respon kebutuhan pasien terhadap keistimewaan suatu kualitas produk jasa atau pelayanan.

2.6. Aspek-aspek kualitas pelayanan pengukuran kepuasan pasien

Menurut Zeithhml Parasuraman (1997, dalam Purwanto,2007), aspek- aspek kepuasan yang diukur adalah: kenyataan, kehandalan, ketanggapan, jaminan,empati.

(16)

a) Kenyataan: meliputi fasilitas fisik, peralatan dan penampilan petugas, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kesiapan dan kebersihan alat. Pasien akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai kualitas pelayanan seperti menilai gedung, peralatan, seragam, yaitu hal-hal yang menimbulkan kenikmatan bila dilihat.

b) Kehandalan: yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan dengan segera, tepat waktu dan benar misalnya penerimaan yang cepat, pelayanan pemeriksaan dan perawatan yang cepat dan tepat. Kehandalan juga merupakan kemampuan bidan dalam pelayanan yang akurat atau tidak ada kesalahan

c) Ketanggapan: yaitu kemampuan petugas dalam menanggapi keluhan pasien termasuk kemampuan petugas untuk cepat tanggap dalam menyelesaikan keluhan dan tindakan cepat pada saat dibutuhkan.

d) Jaminan: yaitu kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan sehingga akibat pelayanan yang diberikan termasuk pengetahuan termasuk pengetahuan petugas kesehatan dalam memberikan tindakan pelayanan nifas. Aspek ini juga mencakup kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan.

e) Empati ; meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan klien yang terwujud dalam penuh perhatian terhadap setiap pasien.

(17)

2.7. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan yang melaksanakan

pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal disuatu wilayah kerja tertentu (Muninjaya, 1999). Menurut Dep.Kes RI (2002) Puskesmas dibedakan atas 4 macam, yaitu : . 1. Puskesmas tingkat desa

2. Puskesmas tingkat kecamatan 3. Puskesmas tingkat kewedanan

4. Puskesmas tingkat kabupaten Pada raker kesnas ke II tahun 1969, pembagian Puskesmas dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

1. Puskesmas tipe A, dipimpin oleh dokter penuh 2. .Puskesmas tipe B, dipimpin dokter tidak penuh 3. Puskesmas tipe C, dipimpin oleh tenaga paramedik

Pada tahun 1970 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional dirasakan pembagian Puskesmas berdasarkan kategori tenaga ini kurang sesuai karena untuk puskesmas tipe B dan tipe C tidak dipimpin oleh dokter penuh atau sama sekali tidak ada tenaga dokternya, sehingga dirasakan sulit untuk mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan atau pada suatu daerah dengan jumlah penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa. Konsep berdasrkan wilayah kerja ini tetap dipertahankan sampai dengan akhir

(18)

Pelita II pada tahun 1979 yang lalu, dan ini yang lebih dikenal dengan konsep wilayah (Dep.Kes RI, 2002).

Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan dikeluarkannya Inpres Kesehatan Nomor 5 tahun 1974, Nomor. 7 tahun 1975 dan Nomor. 4 tahun 1976, telah berhasil mendirikan serta menempatkan tenaga dokter di semua wilayah tingkat kecamatan diseluruh pelosok tanah air, maka sejak Repelita III konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah dengan penduduk sekitar 30.000 jiwa (Dep.Kes RI, 2002).

Sejak tahun 1979 mulai dirintis pembangunan Puskesmas di daerah-daerah tingkat kelurahan atau desa yang memiliki jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa. Untuk mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang berada di suatu kecamatan, maka salah satu puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggung jawab dan disebut dengan nama Puskesmas tingkat kecamatan atau Puskesmas pembina. Puskesmas- Puskesmas yang ada ditingkat kelurahan atau desa disebut Puskesmas kelurahan atau yang lebih dikenal dengan puskesmas pembantu, dan sejak itu puskesmas dibagi dalam 2 kategori yaitu:

1. Puskesmas kecamatan (Puskesmas pembina)

2. Puskesmas Kelurahan/desa (Puskesmas pembantu) (Dep.Kes RI, 2002). Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilakukan dengan cara:

1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong mereka sendiri.

2. Memberi petunjuk kepada masyarakat bagaimana menggali dan menggunakan sarana yang ada secara efektif dan efisien.

(19)

3. Memberikan bantuan-bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan. 4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat. 5. Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program Puskesmas (Dep.Kes RI, 2002). 2.7.2. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang ertempat tinggal diwilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2010 (Dep.Kes RI, 2002).

2.7.3. Upaya Kesehatan di Puskesmas

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional (Dep.Kes RI, 2002).

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut yakni Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan

(20)

masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus dilaksanakan oleh setiap Puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah : (Kepmenkes, 2004).

1. Upaya promosi kesehatan 2. Upaya kesehatan lingkungan 3. Upaya perbaikan gizi masyarakat

4. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular 5. Upaya pengobatan

Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru terdapat 20 usaha pokok kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas, hal ini sangat tergantung kepada faktor tenaga, sarana dan prasarana serta biaya yang tersedia. Kegiatan pokok puskesmas tersebut antara lain:

1. Upaya kesehatan ibu dan anak 2. Upaya keluarga berencana 3. Upaya Peningkatan gizi 4. Upaya kesehatan lingkungan

5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

6. Upaya pengobatan termasuk pelayanan gawat darurat karena kecelakaan 7. Upaya penyuluhan

8. Upaya kesehatan sekolah 9. Upaya kesehatan olah raga

10 .Upaya perawatan kesehatan masyarakat 11. Upaya kesehatan kerja

(21)

12. Upaya kesehatan gigi dan mulut 13. Upaya kesehatan jiwa

14. Upaya kesehatan mata

15. Upaya laboratorium sederhana

16. SUpaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan 17. Upaya kesehatan usia lanjut

18. Upaya pembinaan pengobatan tradisional 19. Upaya kesehatan remaja

20. Dana sehat

Pelaksanaan kegiatan pokok diarahkan kepada keluarga sebagai satuan masyarakat terkecil. Oleh karena itu kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk kepentingan keluarga sebagai bagian dari masyarakat diwilayah kerjanya (Effendy, 1998)

2.7.4. Wilayah Kerja Puskesmas

Puskesmas harus bertanggung jawab untuk setiap masalah kesehatan yang terdiri dari wilayah kerjanya, meskipun masalah tersebut lokasinya berkilo-kilo meter dari Puskesmas. Azas inilah puskesmas dituntut untuk lebih mengutamakan tindakan pencegahan penyakit, dan bukan tindakan untuk pengobatan penyakit. sehingga dengan demikian puskesmas harus secara aktif terjun ke masyarakat dan bukan menantikan masyarakat datang ke puskesmas (Dep.Kes RI, 2002).

Wilayah kerja Puskesmas, bisa kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan faktor pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan

(22)

perangkat Pemerintah Kabupaten, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati, mendengar saran teknis dari Kantor Dinas Kesehatan Provinsi. Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan, sedangkan Puskesmas di ibu kota kecamatan merupakan puskesmas rujukan, yang berfungsi sebagai pusat rujukan dari puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungsí koordinasi. Sasaran penduduk yang dilaksankan oleh sebuah puskesmas rata-rata 30.000 penduduk. Luas wilayah yang masih efektif untuk sebuah puskesmas di daerah pedesaan adalah suatu area dengan jari-jari 5 km, sedangkan luas wilayah kerjanya yang dipandang optimal adalah dengan radius 3 km (Effendy, 1998).

2.7.5.

Kedudukan Puskesmas

1. Kedudukan dalam bidang administrasi Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II.

2. Kedudukan dalam hirarki pelayanan kesehatan dalam urutan hirarki pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) maka puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas kesehatan pertama

2.8. Program Pemerintah dalam meningkatkan kepuasaan pasien

Kepuasan pelayanan adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diberikan aparatur penyelenggara pelayanan publik. Indeks kepuasan masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari

(23)

aparatur penyelenggara pelayanan publik dan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.

Sasaran pengukuran kepuasan masyarakat: (a) tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; (b) penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan sehingga pelayaan dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna; (c) tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.

Ruang lingkup pedoman umum ini diterapkan terhadap seluruh unit pelayanan instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, sebagai instrumen penilaian dan evaluasi kinerja pelayanan publik di lingkungan instansi masing-masing. Manfaat dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: (a) diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik; (b) diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik;(c) sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan; (d) diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan public

pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah; (e) memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan; (f) bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan.

(24)

Unsur indeks kepuasan masyarakat berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid dan reliabel dalam KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut: (1) prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; (2) persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; (3) kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya); (4) kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; (5) tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; (6) kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; (7) kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; (8) keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak (KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004 )

(25)

2.9. Kerangka konsep

Menurut teori komunikasi Devito (1989), bahwa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kepuasan keluarga pasien adalah efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (opennes), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality). Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhinya, konsumen akan puas dan menerima informasi yang diberikan oleh petugas

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Kepuasaan Pasien: Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal : - Keterbukaan (Openes) - Empati (Empaty) - Sikap mendukung (Supporti) - Sikap positif (Positiveness) - Kesetaraan (Equality) Kateristik Responden: - Umur - Pendidikan - Pendapatan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep        Kepuasaan Pasien:  Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal : -  Keterbukaan (Openes)  -  Empati  (Empaty)  -  Sikap mendukung (Supporti) -  Sikap positif (Positiveness)  -  Kesetaraan (Equality)    Kateris

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Bupati Natuna Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Penetapan Kurikulum Muatan Lokal. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1995 tentang Pengembangan Proyek

Jika melihat dari kemampuan diri praktikan sendiri, saya merasa bahwa kemampuan saya masih kurang jika dibandingkan dengan kemampuan tenaga pengajar SDN Purwoyoso

- Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaa PKL meliputi: (1) memperkenalkan mahasiswa pada dunia industri/perusahaaan/institusi/instansi secara empiris, (2) mahasiswa

Bagi pelamar yang berusia Iebih dan 35 (tiga puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 40 (empat puluh) tahun pada tanggal 1 Januari 2010 tahun yang bekerja pada pelayanan

Adapun yang menjadi objek kajian penelitian penulis pada suku bangsa Rejang adalah penyelesaian konflik sosial yang timbul dari pemasangan tapal batas Kabupaten Rejang

Silor, P.F., 2011, Korelasi Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar hs-CRP, Skripsi , Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, xiv.. Surat

Salah satu upaya PPPPTK Penjas dan BK dalam merealisasikan program peningkatan kompetensi Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) dan Guru

Adjektiva bahasa Inggris yang memiliki satu silabe dan dua silabe dengan bunyi akhir -er, -le, -y, -ow, dan -some mengalami proses afiksasi dengan penambahan