• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan tuntutan zaman dewasa ini menempatkan pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan tuntutan zaman dewasa ini menempatkan pendidikan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan tuntutan zaman dewasa ini menempatkan pendidikan pada suatu posisi yang sangat penting dan harus dipenuhi. Dengan adanya pendidikan, akan terbentuk manusia yang berkepribadian dewasa dan menghasilkan manusia-manusia yang cerdas. Terlebih-lebih dalam menghadapi tuntutan globalisasi, manusia dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan hidup umat manusia.

Pendidikan juga membentuk mental dan watak manusia itu sendiri. Manusia menjadi mengerti etika dan moral, tahu apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang menjadi hak dan kewajiban, serta taat terhadap peraturan yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sehingga manusia yang mendapatkan pendidikan akan menjadi manusia yang baik.

Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Negara untuk menjamin pendidikan bagi warga negaranya. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu merupakan tanggung jawab Negara untuk menjamin pendidikan bagi warganya, maka Negara harus menjamin sebuah pemerataan pendidikan.

(2)

Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas)

Realitanya meskipun pendidikan disadari sebagai sesuatu kebutuhan di dalam masyarakat namun masih banyak masyarakat yang masih belum menyadari pentingnya pendidikan tersebut. Akibatnya kondisi pendidikan di Indonesia begitu memprihatinkan. Hasil survei Political and Economic Risk Consultacy (PERC) menyebutkan bahwa Sistem Pendidikan di Indonesia merupakan sistem pendidikan yang terburuk di kawasan Asia dari 12 negara yang di survei oleh lembaga yang berpusat di Hongkong tersebut.

Keadaan yang demikian erat kaitannya dengan pencapaian prestasi yang tidak memuaskan. Misalnya dalam bidang sains, pencapaian prestasi siswa Indonesia sangat rendah. siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara (Trends in Mathematic and Science Study-TIMSS. 2004)

Penyebab umum rendahnya mutu pendidikan antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standarisasi pengajaran. Selain itu, beberapa permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu: rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa,

(3)

rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.

Di Kabupaten Nias yang merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara sekaligus sebagai kabupaten induk dari empat wilayah pemekaran baru, kini memiliki beberapa persoalan dalam hal pemenuhan tenaga guru. Beberapa faktor yang menyebabkan minimnya tenaga guru di sekolah-sekolah khususnya SD (Sekolah Dasar) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Kabupaten Nias diantaranya adalah para guru yang telah pensiun sudah pasti tidak bisa lagi mengajar, sehingga mengurangi jumlah tenaga guru. Ada juga yang beralih pada jenjang struktural karena pengangkatan atau dipindah tugaskan. Misalnya menjadi pengawas atau menjadi pejabat di instansi tertentu.

Kurangnya tenaga guru juga disebabkan oleh dibukanya sekolah-sekolah baru tanpa memperhatikan jumlah tenaga guru yang tersedia. Sehingga satu sekolah memiliki jumlah guru yang sangat minim. Dan faktor terbesar yang menyebabkan kurangnya tenaga guru di kabupaten Nias ialah dampak dari pemekaran yang dilakukan beberapa tahun yang lalu. Akibat dari pemekaran tersebut, banyak guru yang dimutasikan di wilayah pemekaran kabupaten/kota yang baru. Dan juga karena ada guru-guru yang memilih untuk mengajar di kota, karena alasan tertentu, sehingga mengurangi jumlah guru yang ada di Kabupaten Nias.

Ada beberapa program-program yang telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Nias dalam menangani masalah ini salah satunya

(4)

menjadi tenaga honorer serta ditempatkan di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Nias. Dengan adanya program tersebut diharapkan tenaga guru dapat memadai demi kemajuan pelayanan pendidikan di Kabupaten Nias.

Pertanyaan yang akan muncul apakah imbalan yang akan dijanjikan kepada para guru tersebut? Fenomena seperti ini tentu amat memprihatinkan. Jika ada keinginan pemerintah menaikkan gaji guru, karena harga-harga kebutuhan telah melambung tinggi mendahului kenaikan sesungguhnya masih saja tetap tidak memadai. Ditambah lagi dengan efek berita kenaikkan gaji yang disebabkan karena meningkatnya kenaikan harga. Alhasil, kadang-kadang justru dengan kenaikan gajinya, kesejateraan guru bukan semakin membaik malah semakin memburuk.

Rendahnya tingkat kesejahteraan guru tersebut turut mempengaruhi kualitas pendidikan pada umumnya. Keadaan guru di Indonesia sekarang ini cukup memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar.

Syarat terpenting dalam upaya pembangunan di Indonesia ialah ketersediaan guru yang memadai baik secara kuantitas maupun kualitas. Ada dua permasalahan pokok yang dihadapi dalam hal ketersediaan guru di Indonesia, yang pertama ialah pemenuhan kebutuhan tenaga guru yang masih belum sesuai

(5)

dengan kebutuhan daerah, dan yang kedua ialah peningkatan kualitas profesional guru yang belum memenuhi standar minimal. Kedua permasalahan tersebut yang pada akhirnya menimbulkan disparitas kualitas guru di berbagai tanah air. Di lain pihak, pemenuhan kebutuhan guru ini secara nasional akan sangat dipengaruhi oleh sistem kebijakan pendidikan sebagai institusi pendidikan tenaga pendidik yang berkompeten dalam memproduksi guru yang memenuhi persyaratan yang baik.

Terjadinya ketimpangan antara program pemerintah dengan realita yang terjadi di lapangan disebabkan oleh minimnya tenaga guru yang tidak sebanding dengan jumlah murid dan hal ini merupakan masalah yang sangat serius. Dimana dalam satu sekolah, terutama sekolah yang berada di daerah terpencil ketersediaan guru sangat minim. Para guru harus mengajar enam kelas setiap harinya, padahal tenaga guru yang tersedia hanya dua orang. Berbicara mengenai efektivitas sangat jauh dari harapan. Namun itulah tuntutan yang harus mereka alami. Itu adalah bagian kecil yang menggambarkan masalah rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Idealnya dalam satu sekolah, contohnya di SD, enam orang guru kelas, dua guru bidang studi, satu kepala sekolah, dan satu pesuruh paling tidak sepuluh orang. Kebanyakan di pedesaan, jumlah guru sekolah hanya ada sekitar 3-4 orang. Sementara itu, di daerah perkotaan yang sarana dan prasarananya lengkap, terjadi penumpukan guru. Sampai saat ini sekolah yang berada diperkotaan dapat terus bertahan dengan kemajuannya, sementara sekolah yang kekurangan guru di pedesaan semakin terisolasi dan menurun kualitasnya.

(6)

Berdasarakan pemaparan diatas maka Penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang “Evaluasi Kebijakan Pemenuhan Guru SD dan SMP dalam Meningkatkan Layanan Pendidikan di Kecamatan Sogae Adu-Kabupaten Nias”

1.2 Fokus Masalah

Dalam penelitian kualitatif, batasan masalah penelitian disebut fokus masalah. Fokus masalah ditentukan agar ada batasan yang jelas di dalam melaksanakan penelitian. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat proses pemenuhan guru SD dan SMP dalam meningkatkan layanan pendidikan di kecamatan Sogae Adu dan bagaimana menjamin kesejahteraan guru. Serta untuk mengetahui proses dalam mencapai standar dalam pelayanan pendidikan.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: “Bagaimana proses pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dalam pemenuhan guru SD dan SMP untuk meningkatkan Layanan Pendidikan di Kecamatan Sogae Adu Kabupaten Nias?”

(7)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pemenuhan guru SD dan SMP dalam meningkatkan Layanan Pendidikan di Kecamatan Sogae Adu Kabupaten Nias.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pemenuhan guru SD dan SMP di Kecamatan Sogae Adu Kabupaten Nias.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Subyektif: sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir secara ilmiah dan sistematis dalam memecahkan suatu permasalahan, melalui sebuah kajian literatur sehingga diperoleh kesimpulan yang teruji dan bermanfaat.

2. Secara Praktis: Dalam hal ini memberikan referensi bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara teknis bergelut dalam dunia pendidikan. 3. Secara Akademis: Penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan

kontribusi bagi konsentrasi Kebijakan di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai Penelitian Evaluasi.

(8)

1.6 Kerangka Teori

Teori merupakan serangkaian asumsi, konsepsi, konstruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun, 1989:37).

Dengan adanya teori, peneliti dapat memahami secara jelas masalah yang akan diteliti. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1.6.1 Kebijakan Publik

1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggirs. Kebijakan (Policy) adalah istilah yang tampaknya banyak disepakati bersama. Dalam penggunaannya yang umum, istilah Kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbag keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial. Jadi kebijakan dari sudut pandang tingkat analisis, adalah sebuah konsep yang kurang lebih berada di tengah-tengah (Parsons, 2005:14).

Menurut Wilson (Parsons, 2005:15) makna modern dari gagasan “kebijakan” dalam Bahasa Iggris ini adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan poitik-yang berbeda dengan makna “administration” . Sejak periode pasca Perang dunia II, kata policy mengandung makna kebijakan sebagai sebuah rationale, sebuah manifestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan. Jadi sebuah kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan. Publik itu sendiri

(9)

berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama. Ide kebijakan publik mengandung anggapan bahwa ada suatu ruang atau dominan dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum.

Menurut Thomas Dye (Subarsono, 2009) Kebijakan Publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan. Definisi kebijakan publik dari Dye tersebut mengandung makna bahwa kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah .

David Easton (Hesel Nogi, 2003:2) memberikan pengertian kebijakan Publik sebagai pegalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

James E. Anderson (Tangkisilan, 2003:2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan – badan dan aparat pemerintah. Dalam hal ini, kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya pendidikan, pertanian, dan lain sebagainya.

(10)

Anderson memberikan definisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah:

1. Kebijakan Publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Kebijakan Publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

3. Kebijakan Publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan

4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut dapat diperoleh gambaran awal mengenai konsep kebijakan publik yakni adalah sesuatu yang dilakukan ataupun tidak dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara dengan cara pemanfaatan sumber daya yang tersedia.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada

(11)

masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan (Nugroho, 2012:123)

1.6.1.2 Proses Kebijakan Publik

Adapun proses pembuatan kebijakan publik menurut Anderson (Subarsono, 2009:12) yaitu:

a. Formulasi masalah (Problem Formulation) / Agenda Setting

Apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah? Proses ini juga berkaitan dengan cara suatu masalah bisa mendapat perhatian pemerintah.

b. Formulasi kebijakan (Formulation)

Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berartisipasi dalam formulasi kebijakan? Hal ini berkaitan dengan proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.

c. Penentuan Kebijakan (Adoption)

Bagaimana Alternatif ditetapkan? Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan? Hal ini berkaitan dengan proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.

(12)

d. Implementasi (Implementation)

Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Hal ini berkaitan dengan proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil

e. Evaluasi (evaluation)

Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan? Hal ini berkaitan dengan proses memonitorir atau menilai hasil atau kinerja kebijakan melibatkan upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.

1.6.2 Implementasi Kebijakan

1.6.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia. Oleh karena itulah implementasi Kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Menurut Jones (1996), mungkin tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan.

Menurut Lineberry (Fadillah Putra, 2001:81) menyatakan bahwa setidaknya, proses implementasi setidak-tidaknya memiliki beberapa elemen sebagai berikut:

(13)

1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana

2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana (Standard Operating Proceduress/ SOP)

3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran; pembagian tugas di dalam dan diantara dinas-dinas/ badan pelaksana 4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.

1.6.2.2 Model Implementasi Kebijakan

Adapun dalam mengimplemetasikan suatu kebijakan dikenal beberapa model (Subarsono, 2009:93) sebagai berikut:

a. Teori Merilee S. Grindle (1980)

Keberhasilan implementasi menurut merilee S. Grindle dipengaruhi dua variabel besar, yakni:

1. Variabel isi kebijakan (content of policy) mencakup:

1) Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan

2) Jenis manfaat yang diterima oleh target group

3) Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan

4) Apakah letak suatu program sudah tepat

5) Apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci

(14)

2. Variabel lingkungan kebijakan mencakup:

1) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementsi kebijakan

2) Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa

3) Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran

Bagan 1.1 Model Implementasi Grindle

(15)

b. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

Menurut Meter dan Horn, ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik antara para agen implementasi.

2. Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human resource) maupun sumber daya non manusia (non human resource).

3. Hubungan antar organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana

Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

(16)

5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal penting, yakni respon implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi yaitu pemahamannya terhadap kebijakan,intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Bagan 1.2 Model Impelementasi Van Meter and Van Horn

(17)

1.6.3 Evaluasi Kebijakan

1.6.3.1 Pengertian Evaluasi Kebijakan

Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan. Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu. Memang tidak ada batasan waktu yang pasti kapan sebuah kebijakan harus dievaluasi. Untuk dapat mengetahui out-come dan dampak suatu kebijakan sudah tentu diperlukan waktu tertentu, misalnya 5 tahun semenjak kebijakan tersebut diimplementasikan. Sebab apabila Evaluasi dilakukan terlalu dini, maka outcome dan dampak dari suatu kebijakan belum tampak.

Menurut Badjuri dan Yuwono (Tangkisilan, 2003:25) evaluasi kebijakan merupakan tahapan yang cukup penting dan sering terlupakan efektivitasnya dalam konteks kebijakan publik Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar kebijakan publik di Indonesia secara formal telah dilakukan evaluasi dengan baik, namun demikian, substansi kebijakan tersebut ternyata tidak tercapai secara efektif, bahkan sebagian lagi mengalami kegagalan. Oleh karenanya studi evaluasi ini penting, khususnya dalam rangka penanaman urgensi pencapaian tujuan substansial dari sebuah kebijakan, dan bukan formalitas semu semata. Berbicara mengenai jenis atau tipe kebijakan, Heath (Tangkisilan, 2003:27) membedakan evaluasi kebijakan Publik atas tiga bagian yaitu sebagai berikut:

1. Tipe Evaluasi Proses (Process Evaluation), dimana evaluasi dilakukan dengan memusatkan perhatian pada pertanyaan bagaimana program

(18)

2. Tipe Evaluasi Dampak, dimana evaluasi ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah dicapai dari program?

3. Tipe Evaluasi Strategi, dimana evaluasi ini bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana program dapat dilaksanakan secara efektif, untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat dibanding program-program lain yang ditujukan pada masalah yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.

Semakin strategis suatu kebijakan, maka diperlukan tenggang waktu yang lebih panjang untuk melakukan evaluasi. Sebaliknya, semakin teknis sifat dari suatu kebijakan atau program, maka evaluasi dapat dilakukan dalam kurun waktu yang relatif lebih cepat semenjak diterapkannya kebijakan yang bersangkutan.

1.6.3.2 Tujuan Evaluasi

Evaluasi memiliki beberapa tujuan (Subarsono, 2009:120) yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui beberapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur beberapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.

(19)

4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.

5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

6. Sebagai bahan masukan untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar menghasilkan kebijakan yang lebih baik.

1.6.3.3 Pendekatan terhadap Evaluasi

Menurut William N. Dunn (Subarsono, 2009:611:612) ada tiga jenis pendekatan terhadap evaluasi yakni:

1. Evaluasi Semu: adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan, tanpa menanyakan manfaat atau nilai dari hasil kebijakan tersebut pada individu, kelompok atau masyarakat.

2. Evaluasi formal: adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan berdasarkan sasaran program kebijakan yang telah ditetapkan secara formal oleh pembuat kebijakan.

3. Evaluasi Proses Keputusan Teoritis adalah pendekatan evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang dapat

(20)

dipercaya dan valid mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai stake holders.

1.6.3.4 Indikator Evaluasi

Menurut Subarsono (2005), untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan perlu dikembangkan beberapa indikator, karena penggunaan indikator yang tunggal akan membahayakan, dalam arti hasil penilaiannya dapat bias dari yang sesungguhnya. Indikator atau kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh Dunn mencakup lima indikator sebagai berikut:

a. Efektivitas : Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai ?

b. Kecukupan : Seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah ?

c. Pemerataan : Apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok yang berbeda ?

d. Responsivitas : Apakah hasil kebijakan memuat preferensi / nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka ?

e. Ketepatan : Apakah hasil yang dicapai bermanfaat ?

1.6.3.5 Metode Evaluasi

Finsterbusch dan Motz (Subarsono, 2005:28) untuk melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, ada beberapa metode evaluasi yang dapat dipilih yakni:

(21)

a. Single program after-only yaitu informasi diperoleh berdasarkan keadaan kelompok sasaran sesudah program dijalankan

b. Single program before-after yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan perubahan keadaan sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan

c. Comparative after-only yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan keadaan sasaran dan bukan sasaran program dijalanakan

d. Comparative before-after yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan efek program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.

1.6.3.6 Model evaluasi yang digunakan peneliti

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan evaluasi proses dengan menggunakan model Single program before-after. Peneliti hendak melihat perubahan keadaan kelompok sasaran sebelum dan sesudah program Kebijakan Pemenuhan guru SD dan SMP diimplementasikan.

1.6.4 Layanan Pendidikan

1.6.4.1 Pengertian Pelayanan

Menurut Munir, pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya. Hal ini menjelaskan bahwa pelayanan adalah suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu yang diberikan kepada orang lain dalam hal ini pelanggan agar kebutuhan pelanggan tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan

(22)

harapan mereka. (http://www.zoeldhan-infomanajemen.com/2012/07/pengertian-pelayanan.html diakses pukul 20.15 WIB, 10 November 2013)

Sedangkan menurut Siagian pelayanan secara umum adalah rasa menyenangkan yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan memenuhi segala kebutuhan mereka. Dengan demikian pelayanan merupakan upaya memberikan kesenangan-kesenangan kepada pelanggan dengan kemudahan-kemudahan agar pelanggan dapat memenuhi kebutuhannya. ((http://www.zoeldhan-infomanajemen.com/2012/07/pengertian-pelayanan.html diakses pukul 20.15 WIB, 10 November 2013)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Kep. MenPan No. 81/93 menyatakan bahwa pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat / daerah, BUMN /BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Servis berasal dari orang-orang bukan dari perusahaan. Tanpa memberi nilai pada diri sendiri, tidak akan mempunyai arti apa-apa. Demikian halnya pada organisasi atau perusahaan yang secara esensial merupakan kumpulan orang-orang. Oleh karena itu, harga diri yang tinggi adalah unsur yang paling mendasar bagi keberhasilan organisasi yang menyediakan jasa pelayanan yang berkualitas.

(23)

1.6.4.2 Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan

Salah satu langkah kongkrit peningkatan mutu pendidikan adalah pemberdayaan sekolah agar mampu berperan sebagai subyek penyelenggara pendidikan dengan menyajikan pendidikan yang bermutu. Sekolah diberi kewenangan dan peran yang luas untuk merancang dan melaksanakan pendidikan sesuai dengan potensi dan kondisinya masing-masing dengan tetap mengacu pada standar minimal yang ditetapkan pemerintah melalui Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu yang bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Pemerintah menetapkan standar nasional pendidikan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan meliputi: 1) standar isi, 2) standar kompetensi lulusan, 3) standar proses 4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, 5) standar sarana dan prasarana, 6) standar pengelolaan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian pendidikan.

Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(24)

Nasional Pendidikan pasal 11 menyatakan bahwa dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka pemerintah memiliki kepentingan untuk memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Salah satu upaya untuk membantu sekolah agar dapat memenuhi Standar Nasional Pendidikan, diperlukan pemahaman yang menyeluruh tentang pemenuhan standar nasional pendidikan.

1.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak: kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya (Singarimbun, 1995:33)

Untuk menentukan batasan yang lebih jelas, dalam rangka menyederhanakan pemikiran atas masalah yang diteliti, maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Kebijakan Publik adalah sesuatu yang dilakukan ataupun tidak dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan Negara dengan cara pemanfaatan sumber daya yang tersedia.

2. Implementasi Kebijakan adalah tahapan penting dalam proses kebijakan publik dalam rangka untuk melaksanakan keluaran kebijakan (peraturan perundang-undangan) oleh organisasi pelaksana kebijakan demi pencapaian tujuan kebijakan.

(25)

Adapun model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini yakni: Impelementasi Kebijakan yang dirumuskan oleh Van Meter dan Van Horn. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang saling berkaitan. Variabel-variabel tersebut yaitu:

a) Standar dan Sasaran Kebijakan merupakan ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja suatu kebijakan dan tingkat keberhasilannya.

b) Sumber daya: Merupakan energi yang dimiliki suatu organisasi baik itu manusia, waktu dan uang yang dipakai untuk mengejar tujuan sebuah implementasi kebijakan.

c) Hubungan antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksana. Komunikasi merupakan proses penyampaian standar dan tujuan yang harus dipahami oleh para pelaksana.

d) Disposisi atau sikap para pelaksana merupakan sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik.

3. Pelayanan: adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya.

4. Standar Nasional Pendidikan: adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik

(26)

dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

1.8 Definisi Operasional

Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka mempermudah pengumpulan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan

Adapun fenomena yang diamati adalah:

a) Jumlah Guru pada kondisi awal dan kondisi akhir kebijakan b) Kompetensi Guru

c) Kesejahteraan Guru

d) Pemerataan terhadap akses pendidikan 2. Sumber Daya

Adapun fenomena yang diamati

a) Kemampuan Sumber Daya Manusia dan dana dalam pelaksanaan kebijakan

b) Penyediaan fasilitas-fasilitas yang mendukung kebijakan 3. Hubungan antar organisasi

a) Sosialisasi teknis pelaksanaan kebijakan b) Batas-batas kewenangan organisasi 4. Disposisi atau sikap para pelaksana

a) Pemahaman para pelaksana terhadap kebijakan b) Intensitas terhadap kebijakan

(27)

1.9 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi sejarah singkat, potensi wilayah, visi misi, tugas dan fungsi serta struktur kelembagaan.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil data – data yang diperoleh di lapangan.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini membahas analisis data – data yang diperoleh saat penelitian dilakukan dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan.

(28)

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan.

Referensi

Dokumen terkait

11 Dewan Syariah Nasional, Fatwa DSN MUI NO: 75/DSN MUI/VII/2009 Tentang Pedoman Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS) , 6-7.. langsung dengan volume atau

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memberikan jaminan perlindungan tenaga kerja/buruh menuntut hak-haknya melalui

Studi yang dilakukan untuk melihat keberhasilan perawatan yang diberikan berdasarkan ICON pada pasien di RSGM UNAIR Surabaya juga menunjukkan hasil yang minimal

Seperti halnya Tono dan Tini, Yah juga merupakan tokoh sentral yang mendominasi cerita dlam novel belenggu ini, Yah juga termasuk tokoh penting dalam cerita karena tokoh ini

Jika pemilik kapal bermaksud untuk menawarkan kapal yang masih dalam kondisi docking atau dalam proses pembangunan, maka pemilik kapal diwajibkan untuk melampirkan

Kabupaten Bima adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bima yang mencakup 14 (empat belas) Wilayah Kecamatan dan Seluruh Desa dan Dusun yang berada dibawahnya. Maju dalam Bidang

Sebagaimana halnya untuk subtes Verbal dan subtes Kuantitatif, pada subtes Penalaranpun tampak bahwa aitem-aitem yang lebih sulit cenderung memiliki Jurnal Penelitian dan

Kemampuan kolom yang dapat menahan beban terbesar baik kolom panjang atau kolom pendek baik berpengisi maupun tanpa pengisi beton ringan adalan kolom dengan variasi jarak