• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dasar Pecahan Pada Siswa Tuna Rungu Wicara Kelas IV SLB/B Negeri Tabanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendekatan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dasar Pecahan Pada Siswa Tuna Rungu Wicara Kelas IV SLB/B Negeri Tabanan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Dasar (Volume 3 Tahun 2013)

Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Pemahaman

Konsep Dasar Pecahan pada Siswa Tuna Rungu Wicara Kelas IV

SLB/B Negeri Tabanan

Oleh

Warsawan, I Made,

Nyoman Dantes1,,I Made Candiasa, MI.Kom2 imadewarsawan@yahoo.co.id

dantes@undiksha.ac.id, candiasa@undiksha.ac.id Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep dasar pecahan dalam mata pelajaran matematika kelas IV SLB/B Negeri Tabanan melalui implementasi pendekatan matematika realistik, dan (2) kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam implementasi pembelajaran matematika realistik pada siswa kelas IV SLB/B Negeri Tabanan serta upaya mengatasinya. Penelitian ini tergolong Penelitian Tindakan Kelas dimana penelitian ini menggunakan

desain model Kemmis & McTaggart. Subyek penelitian adalah siswa kelas IV SLB/B Negeri Tabanan yang berjumlah 6 orang. Siswa tersebut terdiri atas 2 orang siswa laki-laki dan 4 orang siswa perempuan sedangkan obyek dalam penelitian ini adalah hasil belajar. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dengan tahapan tiap siklus mencakup perencanaan, tindakan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Dalam penelitian ini, siswa dikatakan tuntas apabila memenuhi ketuntasan klasikal • 5. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pra siklus yang tuntas hanya 1 orang. Nantinya, pada siklus I siswa yang tuntas mencapai 3 orang dan kemudian pada siklus II siswa yang tuntas mencapai 6 orang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi pendekatan matematika realistic dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SLB/B Negeri Tabanan semester II tahun pelajaran 2012/2013 dengan standar kompetensi menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

Kata kunci : Pendekatan Matematika Realistik, Pemahaman Konsep, Bilangan Pecahan, Tuna Rungu Wicara.

Abstract

This research aims at investigating (1) The improvement of students’ understanding toward fraction basic concept in mathematics course for the fourth grade students at SLB/B Negeri Tabanan through the implementation of Realistic Mathematics Approach, and (2) The obstacles faced by the students during the implementation and the solutions to solve the problems. This research belonged to an Action-Based Research where it used a model proposed by Kemmis & McTaggart. The subject of this research was the fourth grade of deaf-mute students at SLB/B Negeri Tabana as much as 6 students. Those students consisted of 2 male and 4 female students. Meanwhile, the object of this research was learning achievement. this research was conducted into 2 cycles where each cycle discovered planning, action, observation/evaluation, and reflection. The students were categorized passed if they passed classical achievement index • 7KH GDWD WKHQ ZDV DQDO\]HG GHVFULSWLYHO\ The results of this research show that students’ learning achievement at pre cycle which can pass achievement index is only 1 student. However, in cycle I there are 3 students and 6 students at cycle II who can pass the classical achievement index. Therefore, it can be concluded that Realistic Mathematics Approach can improve the learning achievement of the fourth grade of deaf-mute students at SLB/B Negeri Tabanan at second semester in the academic year of 2012/2013 by using fraction to solve the problems faced.

Key words : Realistic Mathematics Approach, The Understanding of Fraction Basic Concept

1. PENDAHULUAN

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) yaitu anak cerdas istimewa dan berbakat istimewa ( CI BI ), anak tuna netra, anak tuna rungu wicara. anak tuna grahita,

(2)

anak tuna daksa, anak tuna laras. anak autis dan anak cacat ganda. Sesuai dengan judul penelitian ini yakni implementasi pendekatan matematika realistik tuntuk meningkatkan pemahaman konsep dasar pecahan pada siswa tuna rungu wicara kelas Dasar IV SLB/B Negeri Tabanan maka salah satu pendidikan anak tuna rungu wicara adalah hal yang tidak bisa diabaikan, memegang peranan penting pula dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan ABK harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Pendidikan secara umum hendaknya dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut dapat dicapai dengan terlaksananya pendidikan yang tepat waktu dan tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Sejalan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi di bidang pendidikan telah banyak diupayakan oleh pemerintah, baik pada pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi termasuk didalamnya pendidikan luar biasa (PLB) guna meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya, meningkatkan kualitas guru melalui penataran-penataran, seminar pendidikan, dan pendidik-an lpendidik-anjutpendidik-an. Di samping itu, inovasi dalam pembelajaran telah banyak dilakukan seperti pembelajaran melalui simulasi komputer, cara belajar siswa aktif, atau pendekatan keteram-pilan proses. Namun belum menampakkan peningkatan hasil secara signifikan.

Banyak siswa yang mengalami kesu-litan belajar matematika. Hal tersebut tidak hanya dialami oleh siswa-siswa Indonesia tetapi juga dialami oleh siswa-siswa di berbagai negara. Di sekolah dasar sampai saat ini matematika dirasakan sebagai momok oleh sebagian siswa. Indikasinya adalah masih banyak siswa sekolah dasar mengalami kesulitan dalam belajar matematika.

Matematika sampai saat ini masih dipandang sebagai ilmu yang “angker” oleh sebagian orang. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidak tahuan mereka mengapa mereka mempelajari matematika. Maka timbullah ke-engganan dan kejenuhan mereka mempelajari matematika. Untuk menepis paradigma ter-sebut perlu ditanamkan tentang apa penting-nya belajar matematika, mengapa harus

belajar matematika dan apa tujuan mereka mempelajari matematika.

Pandangan sebagian orang selama ini yang mengatakan matematika hanya berkutat dengan angka-angka saja harus dibuang jauh-jauh, karena nalar merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam mempelajari matematika. Melalui penalaran dan eksperimen imajinasi para matematikawan menemukan fakta dan ide baru demi kesejahteraan dan peradaban manusia.

Bila betul-betul ingin meningkatkan kemampuan bangsa di bidang teknologi di masa depan, maka tidak boleh ada anak-anak muda yang buta matematika (mathematically illiterate). Memang tidak semua siswa berminat menjadi ahli matematika, ahli sains, ahli teknologi. Tetapi suatu masyarakat hanya akan berhasil mengembangkan kemampuan tekno-logi cukup tinggi bila di masyarakat ada lapis-an-lapisan penduduk dengan tingkat pema-haman matematika dan ilmu pengetahuan alam (MIPA) yang beragam, dari kemampuan yang bersifat expertise, sampai yang bersifat apresiatif. Salah satu bagian matematika yang perlu menjadi pusat perhatian dalam hal penguasaan siswa adalah konsep dasar bilangan pecahan, karena konsep bilangan pecahan merupakan konsep dasar yang masih sulit dikuasai oleh siswa sehingga memerlukan perhatian khusus dalam pembelajarannya di sekolah, terutama di sekolah dasar. Hal ini disebabkan karena sekolah dasar merupakan basis yang sangat menentukan dalam pembentukan sikap, kecerdasan, dan kepri-badian peserta didik. Salah satu kelemahan keluaran siswa sekolah dasar adalah kurang mampu menguasai dengan baik konsep dasar bilangan pecahan dan operasinya.

Perkembangan pendidikan matematika saat ini menekankan pada pentingnya pengembangan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah akan memberikan bekal kemampuan bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya maupun untuk menghadapi kehidupan di masyarakat. Demikian pentingnya peranan kemampuan pemecahan masalah sehingga pemecahan masalah dipandang sebagai tujuan utama dalam pembelajaran matematika (Schoenfeld, 1992). Pemecahan masalah menjadi fokus dalam pembelajaran matematika karena matematika bukan hanya sekumpulan konsep, fakta, dan prinsip yang harus dihafalkan oleh

(3)

siswa dan diterapkan untuk menjawab soal tetapi matematika adalah pemecahan masalah itu sendiri.

Siswa diposisikan sebagai objek. Siswa dianggap tidak tahu dan belum tahu apa-apa, sementara guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan. Guru ceramah dan menggurui, otoritas tertinggi adalah guru. Dalam proses pembelajaran “dunia nyata” hanya digunakan untuk mengaplikasikan konsep dan kurang mematematisasi “dunia nyata”. Apabila dalam pembelajaran di kelas, pengalaman anak sehari-hari dijadikan inspi-rasi menemukan, mengkonstruksikan konsep (mematisasikan pengalaman sehari-hari) dan mengaplikasikan kembali ke “dunia nyata” maka anak akan mengerti konsep dan dapat melihat manfaat matematika. Paradigma guru mengajar tidak dapat lagi dipertahankan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Sudah saatnya paradigma guru mengajar diganti dengan paradigma belajar. Dalam paradigma belajar siswa diposisikan sebagai subjek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, tetapi suatu proses yang harus dipraktikkan, dipikirkan dan dikonstruksikan siswa, tidak dapat ditransferkan kepada mereka yang hanya menerima secara pasif. Salah satu metode pembelajaran yang sesuai dengan paradigma belajar dimana peserta didik memiliki potensi untuk belajar dan berkembang sehingga peserta didik harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan adalah PMR (Pembelajaran Matematika Realistik). Namun kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran matematika di sekolah saat ini belum memberikan kemampu-an pemecahkemampu-an masalah kepada siswa dkemampu-an cenderung dilaksanakan dengan sangat teoritik dan mekanistik. Pendekatan matematika yang dimulai dengan penjelasan konsep, disertai contoh, lalu dilanjutkan dengan mengerjakan latihan soal-soal matematika (untuk selanjutnya disebut pendekatan konvensional), cenderung hanya melatih skill dasar matematika (mathematical basic skills) secara terbatas dan terisolasi, yang akhirnya berujung pada rendahnya prestasi belajar matematika siswa.

Matematika harus dekat dengan anak dan kehidupan sehari-hari. Upaya ini dilihat dari berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu

yang dapat dibayangkan. Model pembelajaran PMR telah dikembangkan di Belanda selama kurang lebih 30 tahun. Penerapan PMR telah menempatkan Negeri Belanda pada posisi ke-7 dari 38 negara peserta Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 1999 dan pada posisi ke-4 dari 40 negara peserta PISA 2003 (Zulkardi. 2005). Melihat perkembangan tersebut, maka PMR kemudian diadopsi oleh banyak negara maju seperti Inggris, Jerman, Denmark, Spanyol, Portugal, Afrika Selatan. Brasilia, Amerika Serikat. Jepang, dan Malaysia (Zulkardi, 1999). Jenning dan Dunne dalam (Suharta, 2002: 642) mengatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan nyata. Hal lain yang menyebabkan sulitnya matema-tika bagi siswa karena pembelajaran matematika kurang bermakna, artinya guru dalam pembelajaran di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna. Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika, terlebih anak tuna rungu wicara.

Berdasarkan uraian di atas, pembela-jaran matematika yang tepat adalah pembe-lajaran yang menekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari, serta pende-katan pembelajaran matematika yang ber-orientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (everydaying mathe-matics), adalah pendekatan matematika realistik. Pendekatan matematika realistik memberikan peluang yang cukup besar untuk mengembangkan kreativitas siswa, dengan alasan bahwa siswa akan berminat pada sesuatu bila sesuatu itu ada manfaatnya dan dekat dengan lingkungan siswa, serta siswa diberikan kebebasan untuk menyampaikan ide-idenya. Atas dasar ini, pendekatan pembe-lajaran matematika realistik dipakai sebagai

(4)

acuan guna meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep dasar bilangan pecahan.

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. (1) Apakah implementasi pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep dasar bilangan pecahan dalam mata pelajaran matematika pada siswa kelas IV SLB/B Negeri Tabanan ?, (2) Kendala-kendala apa yang dihadapi siswa dalam impelementasi pembelajaran matematika realistik pada siswa kelas IV SLB/B Negeri Tabanan serta upaya mengatasinya ?

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep dasar bilangan pecahan dalam mata pelajaran matematika siswa kelas IV SLB/B Negeri Tabanan setelah implementasi pendekatan matematika realistik, dan (2) Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi siswa dalam impelementasi pembelajaran matematika realistik pada siswa kelas IV SLB/B Negeri Tabanan serta upaya mengatasinya.

Manfaat teoritis yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: (1) dengan penelitian ini diharapkan dunia pendidikan Anak Berke-butuhan Khusus (ABK) dalam hal ini Anak Tuna Rungu Wicara, khususnya bidang studi matematika menjadi lebih menarik dan bukan menjadi pelajaran yang menakutkan bagi siswa Tuna Rungu Wicara, dan (2) bagi dunia pendidikan: diharapkan PMR ini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matema-tika khususnya di sekolah luar biasa. Sedang-kan manfaat praktis yang dapat dipetik dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) bagi Siswa, diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan hasil pembelajaran matematika, dan siswa dapat belajar lebih menyenangkan karena mengimplementasikan pendekatan matematika realistik sebagai media pembelajaran matematika di kelas pada standar kompetensi menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah, (2) bagi guru, diharapkan dapat membantu guru dalam upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa tuna rungu wicara, dan diharapkan para guru dapat meman-faatkan lebih banyak lingkungan sebagai sumber belajar sehingga pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna dalam

kehidupan siswa sehari-hari, (3) bagi sekolah, diharapkan dapat memberikan wawasan pembelajaran matematika yang lebih bermakna bagi siswa tuna rungu wicara, dan (4) bagi peneliti, diharapkan dapat mempe-roleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pendekatan matematika realistik khusus-nya pada ABK.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti digolongkan dalam Penelitian Tindakan (action research). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kenerja sebagai guru sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih meningkat. Pada prinsipnya penelitian tindakan kelas itu dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran agar hasil pembelajaran dan proses pembelajaran yang diharapkan dapat meningkat.

Penelitian terhadap pembelajaran yang dilakukan di kelas pada dasarnya adalah untuk mengkaji dan memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang dialami guru dalam hubungannya dengan situasi kelas, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Untuk itu peneliti melakukan penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan proses pembelajaran di kelas.

Penelitian tindakan ini dilakukan secara bersiklus karena harus diuji beberapa kali sampai ditemukan tindakan terbaik untuk memperoleh kevalidan data. Siklus berikutnya dirancang kembali berdasarkan hasil refleksi siklus yang telah dilaksanakan sebelumnya. Segala sesuatu yang diperlukan dalam pelaksanaan tindakan kelas ini telah diper-siapkan perencanaan.

Pada saat pelaksanaan tindakan guru, sudah berkonsentrasi terhadap tindakan yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran sesuai dengan rancangan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap observasi guru sudah menyiapkan pedoman yang akan digunakan untuk mengobservasi siswa atau mengevaluasi siswa. Sedangkan tahap refleksi guru kembali merenungkan hasil yang telah diperoleh siswa serta memberikan suatu interpretasi dari hasil tersebut.

(5)

Hasil dari refleksi ini kembali untuk menentukan PTK itu dilanjutkan siklus berikut atau tidak dilanjutkan. Guru harus mampu merefleksikan suatu hasil dari siklus sebelumnya yang nantinya dapat mengambil keputusan yang tepat.

Tempat penelitian adalah di SLB/B Negeri Tabanan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan. Subjek penelitian adalah siswa Tuna Rungu Wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan yang berjumlah 6 orang siswa. Siswa tersebut terdiri atas 2 orang siswa laki-laki dan 4 orang siswa perempuan.

Prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) ini diambil mengikuti model Kemmis dan McTaggrat. Model Kemmis&McTaggart meru-pakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Hanya saja, komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa antara penerapan acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisah-kan. Maksudnya, kedua kegiatan harus dilakukan dalam satu kesatuan waktu, ketika tindakan dilaksanakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan

Siklus pada kesempatan ini

dilaksanakan putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Mengingat penelitian ini dilakukan pada siswa penyandang tunarungu wicara yang sangat terbatas kumunikasi yang

mengakibatkan daya serap terhadap pelajaran matematika tarutama bilangan pecahan sangat rendah maka minimal penelitian tindakan ini dilakukan dalam 2 siklus

Perencanaan sangat penting dalam melakukan PTK sesuai dengan rumusan permasalahan yang akan dipecahkan. Untuk itu matangnya perencanaan yang dirancang akan menunjang dalam pelaksanaan PTK. Dalam melaksanakan tindakan proses pembelajaran, guru menjadi faktor penting untuk mengamati aktifitas belajar siswa walaupun dapat dibantu oleh teman sejawat. Selama proses pembelajaran dan akhir pembelajaran dilakukan observasi dan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Data yang diperoleh digunakan untuk bahan perenungan untuk melakukan proses pembela-jaran sikIus berikutnya.

Setelah dilakukan refleksi atau pere-nungan yang menyangkut analisis, sintesis dan penilaian hasil pengamatan terhadap proses serta hasil tindakan tadi, biasanya muncul permasalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian, sehingga pada gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang, pengamatan ulang dan refleksi ulang. Tahapan-tahapan ini terus berulang sampai permasalahan selesai. Siklus berikutnya dilakukan berdasarkan hasil refleksi dari siklus sebelumnya. Berdasarkan hasil refleksi itu dilakukan perbaikan dan interpretasi untuk melaksanakan siklus selanjutnya Ketepatan dalam merefleksi hasil dari siklus yang telah dilaksanakan sangat berpengaruh dalam melaksanakan siklus selanjutnya.

Oleh karena itu guru sebagai pelaku dalam PTK harus mampu menemukan dan memberi perenungan terhadap tindakan dan observasi yang dilakukan. Penelitian ini diawali dengan mengadakan refleksi awal. Pada tahap ini dilakukan pemberian tes pemahaman konsep bilangan pecahan, observasi, dan dilanjutkan dengan wawancara kepada siswa, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang konsepsi awal siswa. Kemudian dilakukan validasi data yang didapatkan sebagai dasar untuk menetapkan dan merumuskan rancangan pembelajaran melalui pendekataan matamatika realistik. Langkah selanjutnya adalah: (1). Tahap Peren-canaan Tindakan,(2). Tahap Pelaksanaan Tindakan, (3). Observasi Tindakan dan Evaluasi, serta (4). Refleksi Siklus.

Fase proses pembelajaran matematika menurut Carr. J. Caroroll, et.all., (2009) menyatakan bahwa fase pembelajaran matematika dibagi menjadi tiga fase, yaitu: (1) fase memulai atau memperkenalkan (introduce), (2) fase investigasi atau eksplorasi (investigate), dan (3) fase meringkas (summarize) atau wrap-up. Fase pembelajaran matematika yang pertama disebut fase memulai atau memperkenalkan (introduce), yaitu suatu fase pembelajaran di mana guru mendorong siswa untuk memanfaatkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan tujuan untuk terlibat dengan konsep baru. Fase kedua disebut fase

(6)

investigasi atau eksplorasi (investigate), yaitu suatu fase pembelajaran di mana siswa bekerja dengan konsep baru dalam bentuk masalah yang bermakna. Lebih lanjut fase ketiga pembelajaran matematika disebut fase meringkas (summarize) atau wrap-up. Dalam fase ketiga ini siswa dan guru menarik kesimpulan dan menetapkan hubungan dengan konsep terkait. Seperti terlihat pada gambar 2.4 di bawah bahwa asesmen siswa berlanjut sepanjang tiga fase karena guru menggunakan umpan balik dari asesmen untuk menyesuaikan pembelajaran selama semua fase. Fase pembelajaran matematika seperti dikemukan di atas tercermin dalam gambar 2.4 berikut.

Dalam pendidikan matematika dua komponen matematisi yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Matematisi horizontal menunjuk pada proses transformasi masalah yang dinyatakan dalam bahasa sehari-hari ke bahasa matematika. Sedangkan matematisi vertikal adalah proses dalam matematika itu sendiri. Pendekatan realistik selain dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah horizontal sehingga pada pendekatan realistik langkah-langkah memahami suatu masalah dengan melalui teranslasi timbal balik dari bentuk-bentuk representasi enaktif, ikonok dan simbolik, serta pengertian datam matematika (Marpaung, 2001: 3).

Menurut Yuwono (2001: 3), pembelajaran yang berorientasikan pada Matematika Realistik Indonesia dapat dicirikan oleh: (a) Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b). Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar siswa; (c). Selama proses pematematikaarn siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya; (d). Hasil pemikran siswa di konfrontir dengan hasll pemikian siswa yang lainya.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil pemahaman konsep dasar bilangan pecahan pada siswa Tuna Rungu Wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan sebelum kegiatan perbaikan pembelajaran matematika (pra siklus) dapat diketahui nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 79 dan nilai yang paling rendah adalah 50, dengan rerata hasil belajar 63,17, dan simpangan baku (Standard Deviation) sebesar 10,50.

Untuk mengatasi hasil belajar yang belum mencapai kategori yang ditetapkan, perlu diberikan bimbingan yang lebih efektif untuk proses pembelajaran selanjutnya. Siswa yang memperoleh nilai yang masih kurang dan belum tuntas, diberikan program remidi dan juga sebagai bahan refleksi pada siklus berikutnya.

Temuan-temuan yang diperoleh sebe-lum siklus yang merupakan kekurangan model pembelajaran, perlu diperbaiki dan ditingkatkan efektivitas belajar siswa untuk memperoleh hasil yang lebih optimal. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam siklus I dilakukan dengan memberikan kesempatan secara merata terhadap setiap siswa dalam menyam-paikan pendapat, pertanyaan berdiskusi maupun dalam pemecahan masalah.

Bimbingan guru yang lebih optimal selalu diharapkan. Hasil analisis dan refleksi dari sebelum siklus (awal tindakan) akan dipakai acuan untuk penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pada siklus I.

Hasil pemahaman konsep dasar bilangan pecahan pada siswa Tuna Rungu Introduce

Assess

Summarize Investigate

Gambar 2.4 Tiga Fase Pembelajaran Matematika((Sumber : Carr. J. Caroroll, et .all,2009: 6

(7)

Wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan siklus I dapat diketahui nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 85 dan nilai yang paling rendah adalah 65, dengan rerata hasil belajar 74,67, dan simpangan baku (Standard Deviation) sebesar 6,65.

Hasil penelitian siklus I menunjukkan bahwa nilai rerata hasil belajar siswa Tuna Rungu Wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan pada siklus I sebesar 74,67 lebih tinggi dari pada nilai awalnya sebesar 63,17. Perbandingan perolehan hasil belajar siswa pada awal tindakann dan akhir siklus I untuk masing-masing kategori disajikan seperti tertera pada gambar 2 sebagai berikut.

63.17 74.67 55 60 65 70 75 80 Awal Siklus I N il ai M at em at ik a

Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa secara individual sudah ada pening-katan. Secara klasikal aktivitas belajar siswa mencapai rata-rata 50% berada dalam kategori tidak tuntas, sedangkan dari hasil observasi pada siklus I terungkap beberapa kendala dan hambatan yang dijadikan sebagai refleksi untuk siklus II terkait dengan proses pembelajaran melalui pendekatan matematika realistik yang diterapkan di kelas IV SLB/B Negeri Tabanan untuk pokok bahasan arti pecahan dan urutannya

Hasil pemahaman konsep dasar bilangan pecahan pada siswa Tuna Rungu Wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan siklus II dapat diketahui nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 95 dan nilai yang paling rendah adalah 78, dengan rerata hasil belajar 84,83, dan simpangan baku (Standard Deviation) sebesar 6,56.

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh pada siklus II, menunjukkan bahwa

nilai rerata hasil belajar siswa kelas IV SLB/B Negeri Tabanan pada siklus II 84,83 lebih tinggi daripada nilai siklus I sebesar 74,67. Perbandingan perolehan hasil belajar siswa pada akhir siklus II untuk masing-masing kategori disajikan seperti tertera pada gambar 3 berikut. 74.67 84.83 65 70 75 80 85 90 Siklus I Siklus II N il ai M at em at ik a

Gambar 3. Perbandingan Hasil Belajar Siswa Siklus I, dan II

Pada Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa nilai rerata hasil belajar (tes akhir siklus II) siswa mengalami peningkatan yakni dari 76,67 pada siklus I, menjadi 84,83 pada siklus II dengan nilai ketuntasan secara individual sudah terlampaui maka hasil belajar matematika siswa dinyatakan tuntas 100%, sehingga dapat dikategorikan siswa Tuna Rungu Wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan memperoleh ketuntasan secara klasikal 100%. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disim-pulkan bahwa penerapan pendekatan mate-matika realistik dapat meningkatkan pemaha-man siswa terhadap konsep dasar bilangan pecahan pada siswa Tuna Rungu Wicara Kelas IV SLB/B Negeri Tabanan.

Melalui perbaikan proses pembelajaran pada pelaksanaan siklus l, maka pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus II telah tampak adanya suatu peningkatan proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Adapun beberapa temuan yang dapat diperoleh selama tindakan pelaksanakan siklus II, yaitu: (1) kondisi dan situasi belajar siswa pada setiap pertemuan menunjukkan situasi belajar yang lebih kondusif, jika dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya pada siklus I. Siswa sudah mulai terbiasa dengan penerap-an model pembelajarpenerap-an ypenerap-ang menuntut aktivitas tinggi seperti mau mencoba untuk mengajukan pendapat. Pada siklus lI, tampak Gambar 2. Perbandingan Hasil Belajar

Siswa Awal Tindakan dan Siklus I

(8)

bahwa siswa sudah bisa memberikan penjelas-an kepada tempenjelas-annya ypenjelas-ang keliru, walaupun dengan menggunakan bahasa isyarat, (2) dominasi siswa-siswa yang lebih mengerti sudah mulai berkurang. Siswa-siswa tersebut sudah mau memberi kesempatan kepada rekan-rekannya untuk mencoba mengajukan pendapat, serta memberi penjelasan apabila rekannya tersebut mengalami kekeliruan, (3) dilakukannya pemberitahuan mengenai hasil tugas (PR) dan LKS yang diperoleh siswa di depan kelas dapat meningkatkan kegairahan siswa dalam beraktivitas. Hal ini karena setiap nilai yang diperoleh siswa yang bersumber dari tugas, dan LKS dipertimbangkan untuk menentukan nilai siswa, sehingga pada siklus II hasil belajar siswa meningkat dari siklus I, dan (4) hasil portofolio siswa yang meliputi pengerjaan LKS dan tugas-tugas rumah telah mengalami perbaikan kualitas melalui pemberian refleksi dan catatan langsung pada portofolio siswa yang akan dikembalikan.

Berdasarkan KKM •75 siswa SLB/B Negeri Tabanan adalah 100% hasil belajar siswa dinyatakan tuntas secara klasikal. Dan berdasarkan hasil dari siklus II dapat dinyatakan bahwa implementasi pendekatan matematika realistik Indonesia telah dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Guru dalam pengelolaan proses pembelajaran perlu memperhatikan situasi kelas dan kelompok belajar yang menyenangkan.

Tabel 1. Perbandingan Profil Hasil

Belajar Siswa pada Awal Tindakan, Siklus I, dan Siklus II

No. Nama Siswa

Nilai Matematika Awal Tindakan Siklus I Siklus II 1 A K D 79 85 95 2 W O W 70 78 90 3 K P P 65 75 84 4 E A 60 73 83 5 W P 55 72 79 6 A S P 50 65 78 Rerata 63,17 74,67 84,83 Simpangan Baku (St.Dev.) 10,50 6,65 6,56 Nilai Tertinggi 79,00 85,00 95,00 Nilai Terendah 50,00 65,00 78,00 Frekuensi Nilai • 75 1 3 6 Frekuensi Nilai ” 75 5 3 0 Kategori Tidak tuntas Tidak tuntas Tuntas Ketuntasan Klasikal (%) 16,67% 50% 100%

Berdasarkan data pada tabel 1, nilai rerata hasil belajar siswa Tuna Rungu Wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan pada siklus II sebesar 84,83 lebih tinggi daripada nilai rerata siklus I sebesar 74,67, dan nilai awal sebesar 63,17. Perbandingan perolehan hasil belajar siswa pada akhir siklus II untuk masing-masing kategori disajikan seperti tertera pada gambar 4 sebagai berikut. 63.17 74.67 84.83 0 20 40 60 80 100

Awal Siklus I Siklus II

N il ai M at em at ik a

Gambar 4. Perbandingan Hasil Belajar Siswa Awal Tindakan, Siklus I, dan II Berdasarkan gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa nilai rerata hasil belajar (tes akhir siklus) siswa mengalami peningkatan yakni 63,17 dengan ketuntasan klasikal sebesar 16,67% sebelum dilaksanakan tindakan (awal tindakan) menjadi 76,67 pada siklus I dengan ketuntasan klasikal sebesar 50%, dan menjadi 84,84, pada siklus II dengan ketuntasan klasikal sebesar 100%. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep dasar bilangan pecahan pada siswa Tuna Rungu Wicara Kelas IV SLB/B Negeri Tabanan.

Dalam Implementasi Pendekatan Mate-matika Realistik di SLB/B Negeri Tabanan dalam pelaksanaanya menemukan beberapa kendala, diantaranya : (1) kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran Ada beberapa siswa yang datang ke sekolah masih terlambat sehingga mengganggu proses belajar mengajar dan keadaan itu sudah sering terjadi. Disamping itu alat-alat pelajaran misalnya buku yang ketinggalan di rumah alasannya lupa, (2) beberapa siswa masih

(9)

digolongkan rendah kemampuannya bila dibandingkan dengan siswa seusianya sehing-ga walaupun sudah dilakukan tindakan bahkan sampai akhir siklus I tetap tidak ada kemajuan karena mempuyai kemampuan di bawah rerata dan untuk mengatasi masalah tersebut diatas harus mendapat bimbingan dari tenaga khusus dan membutuhkan waktu yang agak panjang, (3) ketika mengikuti pembelajaran ada saja siswa yang mengganggu temannya pada saat proses pembelajaran berlangsung, (4) buku pedoman yang dimiliki oleh siswa masih sangat terbatas. Siswa menjadi kurang optimal dalam mempersiapkan diri terhadap materi yang akan dibelajarkan Padahal peneliti telah menginformasikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya, (5) jawaban siswa mengenai tugas-tugas (pekerjaan rumah) yang diberikan pada setiap pertemuan memiliki kemiripan antara siswa yang satu dengan lainnya. Hal ini menyebabkan nilai yang diperoleh antar siswa satu dengan lainnya hampir sama. Akibatnya, nilai yang diperoleh terkesan kurang optimal untuk menggali pengetahuan dan kemampuan siswa setiap individunya.

Berdasarkan temuan dari kegiatan observasi yang dilakukan selama pelaksanaan tindakan awal, tindakan siklus I dan siklus II diadakan upaya untuk memperbaiki proses tindakan pada setiap siklus sehingga diharapkan kendala-kendala yang ditemukan selama proses pelaksanaan tindakan dapat diatasi. Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut. (1). memberikan kesempatan lebih banyak pada siswa untuk bertanya dan mengajukan pendapat mengenai materi yang dibahas selama proses pembelajaran berlangsung, (2) menunjuk siswa-siswa yang kurang aktif dalam berpendapat untuk mencoba mengajukan pendapat sesuai dengan pengetahuannya. Tujuannya, agar siswa tersebut menjadi lebih berani dalam mengungkapkan pendapatnya selama proses pembelajaran berlangsung, (3) membimbing dan memantau siswa secara lebih intensif, agar kegiatan diskusi kelas tidak didominasi oleh siswa-siswa tertentu saja, (4) memberikan latihan soal-soal yang lebih banyak dan bervariasi kepada siswa agar kemampuan penerapan konsep yang dimiliki lebih baik dan mendalam dari pada sebelumnya, dan (5) memberikan refleksi terhadap semua hasil portofolio yang berupa

hasil LKS dan tes dan memberikan catatan langsung pada portofolio siswa yang akan dikembalikan.

4. PENUTUP

Hasil belajar siswa mulai dari awal tindakan (pra siklus), siklus I dan siklus II rata--rata mengalami peningkatan. Pada waktu pelaksanaan awal tindakan (pra siklus) hasil yang didapatkan adalah dari jumlah siswa 6 orang yang tuntas hanya 1 orang ( 16,67%) dan kemudian dilanjutkan ke Siklus I terjadi peningkatan yaitu dari 6 orang siswa yang tuntas bertambah menjadi 3 orang , masih ada yang tertinggal yaitu 3 orang lagi. Disebabkan belum tuntasnya pada pelaksanaan siklus I maka dipandang perlu untuk melanjutkan ke siklus berikutnya yaitu Siklus II.

Pada pelaksanaan siklus II berdasarkan hasil yang dicapai perlu dilakukan refleksi untuk mengadakan perbaikan-perbaikan,dalam hal ini guru kembali mengadakan proses pembelajaran tetapi harus sesuai dengan prosedur yang ditetapkan terdahulu. Dalam hal ini terjadi pengulangan-pengulangan untuk memantapkan dan menarik simpati siswa agar lebih konsentrasi sebab yang diajarkan tetap materi konsep dasar bilangan pecahan.

Setelah dilaksanakan pembelajaran siklus lI terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang tadinya masih belum tuntas 3 orang siswa dari 6 orang siswa secara keseluruhan menjadi 6 siswa dinyatakan tuntas (100%) dan dikatakan tuntas karena sudah mencapai ketuntasan klasikal • 85%. Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan di atas dapat disimpul-kan bahwa Implementasi Pendekatan Matema-tika Realistik dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa tuna rungu wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil-hasil belajar matematika siswa dari awal tindakan (sebelum siklus) siswa tuntas 1 orang (16,67%), Siklus I siswa tuntas yaitu 3 orang (50%), dan Siklus II siswa yang tuntas 6 orang (100%). Maka nilai yang dicapai di atas KKM 75 untuk pembelajaran Matematika di SLB/B Negeri Tabanan dinyatakan tuntas 100%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa Tuna Rungu Wicara kelas IV SLB/B Negeri Tabanan pada standar kompetensi

(10)

menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Fathani. 2009. Matematika: Hakikat dan Logika Jogjakarta : Ar Ruzz Media.

Arikunto,S, 2006. Dasar Evaluasi Pendidikan edisi revisi Jakarta: Bumi Aksara

Basuki, W. 2003. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta Bumi Aksara De Lange.1987. Mathematics Insight and

Meaning. Utrecht: OW & OC (eds) International Handbook of Mathematics Education. Kluwer, Academic Publisher. The Netherland.

Dwijo Sumarto.Andreas 1990. Ortopaedagogik ATR. Bandung : Depdikbud

Freudenthal. 1991. Resiving mathematics Education. Dordrecht : Ridel Publishing Gagne. 1970. The Conditions of Learning, New

York : Holt. Rinehart and Wiston Inc Gerardus Polla. 2000. Upaya menciptakan

Pengajaran matematika yang menyenangkan . Dalam Buletin Pelangi Pendidikan (Hal. 46-50)

Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrech: Freudenthal Institute.

Jening, Sue &R. Dune.1999. Math Stories, Real Stories, Real-life Strories. www.ex.ac.uk/telematics/T3/maths/mat hfram.html.

Johar, Rahmah. 2001. Konstruktivis atau Realistik. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Realistic Mathematics Education (RME), di Jurusan Matematika FMIPA UNESA, 24 Pebruari 2001.

Kusumah, Wijaya dan Dwitagama, Dedi, 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas Edisi Kedua.Jakarta: PT. Indeks

Marhaeni,A.A.LN. 2007. Menggunakan Asesmen Otentik Dalam Implementasi KTSP. Makalah Pelatihan KTSP bagi MGMP SMP Kabupaten Karangasem Tanggal 9-14 Juli 2007

Marks, John L. et.a1.1988. Metode Pengajaran Matematika untuk Sekolah Dasar.Terjemahan Bambang Sumantri. Teaching Elementary School Mathematics for Understanding 1985.Jakarta: Erlangga.

Marpaung, Y. 2001. Prospek RME untuk Pembelajaran Matematika di Indonesia.Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Realistic Mathematics Education (RAM), di Jurusan Matematika FMIPA LINESA, 24 Pebruari 2001.

M. Cem Girgin, http :// www. Google.co.id/# hl = id & q = jurnal + internasional + children + with + hearing + impairment & aqi = & oq = r fai = 4dd 331 607e 3e 3ce8, jurnal of Special Education vol 23 no 2 2008.

Mufti Salim.1984. Pendidikan Anak Tunarungu. Jakarta : Depdikbud

Permanarian Samad & Tati Herawati.1996. Ortopedagogik Anak Tunarungu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru

Permendiknas, 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta

Putro, S.P. 2006. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Segi Sikap Percaya Diri. Tesis (tidak dipublikasikan). Universitas Sebelas Maret: Surakarta.

Rusefendi,H.E.T.1980.Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid dan Guru SPG. Penerbit Tarsito Bandung. Schoenfeld, A.H. 1992. Learning to think

Mathematically: Problem Solving, Metacognition, and Sense-making in Mathematics. In D. Grouws (Ed), Hanbook for Research on Mathematics Teaching and Learning (pp, 334370). New York: Mac Milan.

(11)

Soedjadi, R. 2001. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika. Makalah di Sampaikan pada Seminar Nasional Realistics Mathematics Education (RME) di Jurusan Matematika FMIPAA UNESA, 24 Pebruari 2001

Sudiarta, P. 2005. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-ended. Dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Volume 8 nomor 4 (him. 582)

Streefland, h. 1991. Realistic Mathematics Education in Primary School. Utrecht Freudenthal Institue

Sutjihati Sumantri.1996. Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta : Depdikbud.

Suharta, I Gusti Putu. 2001.Profil Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Laporan Penelitian Singaraja: IKIP

Suharta., I Gusri Putu. 2002. Matematika Realistik: Apa dan Bagaimana. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 08 Tahun ke-8 (hlm. 641-652).

Suharta, I Gusti Putu. 2004. Pembelajaran Pecahan di Sekolah Dasar dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi (tidak dipublikasikan). Unesa Surabaya. Suherman, E,at.al. 2003.Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UPI. Bandung

Sumantri, M. dan Johar P. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Perrdidikan Guru Sekolah Dasar. Suparno, P.2001.Teori Perkembangan Kognitif

Jean Piaget; Yogyakarta: Kanisius. Suradi, 1998. Penguasaan Konsep Pecahan

siswa Sekolah Dasar. dalam Jurnal Ilmu Pendidikan

Suweken, I Gede. 1997. Pemantapan Pema-haman Bilangan Pecahan pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar NO I, 2, 3

Kelurahan Astina Singaraja Melalui pengajaran Secara Bermakna. Jurnal Aneka Widia (hal 84-91 )

Traffers. 1991. Didactical Background of a Mathematics Programa for Primary Education. Dalam Realistic Mathematics Education in Primary School. Institue Utrecht

Van den Heuvel-Panhuizen. 1998. Realistic Mathematics Education Work in Progress.http:llwww.fi.nl/2000.Mathema tics Education in the Netherlands a Guided

Tour.http://www.fi.uu.nl/en/indexpublicat ies.html.

Van den Heuvel-Panhuizen. 2000. Mathematics Education in the Netherlands a Guided Tour. http://www.fl.uu.nl/en/indexpublicaties.h tml.

Dantes, Metode Penelitian.(Raka Joni,1998 Wardani, IGAK at al. 2007.Penelitian

Tindakan Kelas. Cetakan ke 20. Jakarta: Universitas "Terbuka

Dantes, 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Wardani, IGAK at al. 2007.Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan ke 20. Jakarta: Universitas "Terbuka

Wibawa, Basuki.2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas

Widyastono,,Herry. Jurnal Rehabilitasi & Remediasi, Pusat Penelitian Rehabilitasi Dan Remediasi (PPRR) Lembaga Penelitian UNS Surakarta nomor 1 juni 2003.

Yuwono, Ipung. 2001. "RME dan Hasil Studi awal Implementasinya di SLTP"

(12)

Gambar

Gambar 2.4  Tiga Fase Pembelajaran  Matematika((Sumber : Carr. J. Caroroll, et  .all,2009: 6
Gambar 3.  Perbandingan  Hasil Belajar Siswa   Siklus I, dan II
Gambar 4.   Perbandingan  Hasil Belajar Siswa  Awal Tindakan, Siklus I, dan II  Berdasarkan  gambar  4    di  atas  dapat  dilihat bahwa nilai rerata hasil belajar (tes akhir  siklus)  siswa  mengalami  peningkatan    yakni  63,17  dengan  ketuntasan  klas

Referensi

Dokumen terkait

Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup akibat dari kelainan sistem imun tubuh yang menghancurkan sel penghasil insulin atau juga

This research has four object ives, t o describe t he Vocat ional School Curriculum , Human Resources, Facilities, and Funds at SM K Pelit a Bangsa.. Sum berlaw

d) Ceritakan kejadian-kejadian yang dialami oleh Peserta didik baik yang merupakan kekuatan Peserta didik maupun kelemahan Peserta didik sesuai dengan pengamatan

[r]

Atas nama keluarga, mohon do’a agar anak kami menjadi anak yang sholeh, bertakwa. kepada Alloh SWT, berbakti kepada orang tua, berguna bagi

Salah satu iklan di media sosial instagram yang menawarkan produk bagi pria metroseksual adalah produk Minyak Rambut Pomade.. Dimana Pomade mengerti bahwa minyak rambut

propagation of callus used lhe leaf explant of binahong wilh Completely Randomized Design (CRD). rne resutr showeo tnat

Menimbang : bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Ketua Bapepam tentang Laporan Yang