• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Binjai"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1.Pengertian

ISPA sering di salah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Istlah ISPA yang benar merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut di perkenalkan pada tahun 1984. Infeksi pada system pernapasan dideskripsikan sesuai dengan areanya, yaitu ISPA atas dan ISPA bawah. ISPA atas (upper airway), meliputi hidung dan faring. System pernapasan bawah meliputi bronkus, bronkeolus dan alveolus (Hartono dan Rahmawati H, 2012).

Chang, Daly, Elliott (2010) ketika individu bernapas dan system pernapasan menyaring udara, terjadi pajanan dengan berbagai partikel iritatif dan agens penyebab infeksi yang terbawa di dalam udara yang dihirup. Infeksi saluran napas atas didominasi oleh infeksi ringan dan dapat ditangani di pusat pelayanan kesehatan primer (puskesmas). Infeksi saluran napas bawah dapat lebih kompleks dan mengubah pada fungsi sitem tubuh lain serta kondisi kesehatan individu secara keseluruhan.

(2)

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dadapat berlangsung lebih dari 14 hari. Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung 14 hari. Salurapn pernapasan yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksenya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura.

2.1.2 Etiologi

1. Agen penginfeksi

(3)

Tabel 2.1.2.1

Agen Penyebab dalam Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Lankein, 1994 Depkes 2009, Widoyono, 2008 dan Kusetiarini, 2012)

Bakteri Virus Other Aspirasi

Streptococcus

• Influenza Viruses • Enteroviruses

(4)

antibody keibuan dan produksi antibody bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan pada waktu balita dan prasekolah. Pada waktu anak-anak berumur 5 tahun, infeksi pernapasan yang disebabkan virus akan berkurang frekuensinya, tetapi pengaruh infeksi mycoplasma pneumonia dan grup A B-Hemolytic Streptococcus akan meningkat. Jumlah jaringan limfa meningkat seluruhnya pada masa anak-anak dan diketahui berulang-ulang meningkat kekebalan pada anak yang sedang tumbuh dewasa. Beberapa agen virus membuat sakit ringan pada anak yang lebih tua tetapi menyebabkan sakit yang hebat di system pernapasan bagian bawah.

3. Ukuran

Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi system pernapasan. Diameter saluran pernapasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan produksi sekresi. Disamping itu jarak antara struktur dalam system yang pendek pada anak-anak, walaupun organism bergerak dengan cepat ke bawah system pernapasan yang mencakup secara luas. Pembuluh eustachius relative pendek dan terbuka pada anak kecil dan anak muda yang membuat pathogen mdah untuk masuk ke telinga bagian tengah.

4. Daya Tahan

(5)

kelelahan, dan tubuh yang menakutkan. Kondisi yang melmahkan pertahanan pada system pernapasan cenderung yang menginfeksi melibatkan alergi seperti: alergi rhinitis, asma, kelainan jantung yang disebabkan tersumbatnya paru-paru, dan cystic fibrosis. Partisipasi ari perawatan, khususnya jika pelaku perokok, juga meningkat kemungkinan infeksi (Blumer,1998).

5. Variasi Musim

Banyaknya pathogen pada system pernapasan yang muncul dalam wabah selama bulan musim semi dan dingin, tetapi infeksi mycoplasma sering muncul pada musim gugur dan awal musim semi. Infeksi yang berkaitan dengan asma (seperti asma bronchitis) frekuensi banyak muncul selama cuaca dingin. Musim semi dan dingin adalah tipe “musim RSV”.

2.1.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) a. Berdasarkan Lokasi Anatomik

Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas (ISPaA) dan ISPA bawah (ISPaB). Contoh ISPA atas adalah batuk, pilek, pharingitis, sinusitis, flusalesma, sinusitis, dan lain-lain. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.

b. Berdasarkan Golongan Umur

(6)

1. Kelompok kurang dari 2 bulan, dibagi atas: pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat, yaitu sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan dinding dada yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada pada bagian bawah dan napas tidak cepat.

2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi atas: pneumonia berat, pneumonia, dan bukan pneumonia. Pneumonia berat bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

2.1.4 Cara Penularan ISPA

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.

Pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu: 1. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk

(7)

3. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission)

Pada beberapa virus, transmissi diawali dengan penyebaran virus ke daerah sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Dari beberapa penelitan klinik, laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand merupakan modus terbesar dibandingkan dengan cara penularan aerogen (yang semula banyak diduga sebagi penyebab utama) (Hood Alsagaff,2002).

2.1.5 Tanda Tanda Klinis

Manifestasi klinis ISPA dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga (Depkes RI, 1999).

Menurut berat ringanya, ISPA dibagi menjadi 3 golongan,yaitu : 1. ISPA Ringan, dengan gejala yaitu:

a. Batuk

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pa da waktu mengeluarkan suaranya , misalnya pada waktu berbicara atau menangis

c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir dari hidung d. Demam, yaitu suhu badan anak lebih dari 37ºC. 2. ISPA Sedang

Jika dijumpai gejala-gejala seperti ISPA ringan dan disertai dengan Gejala:

(8)

b. Suhu lebih dari 39ºC

c. Tenggorokan berwarna merah d. Timbul bercak-bercak campak

e. Telinga sakit atau mnegeluarkan nanah dari lubang telinga f. Pernafasan berbunyi

3. ISPA Berat

Jika seorang anak dijumpai gejala -gejala seperti ISPA ringan atau sedang ditambah dengan gejala sebagai berikut:

a. Bibir atau kulit membiru b. Pernafasan cuping hidung

c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun d. Bunyi nafas gargling, atau snoring

e. Dijumpai adanya terraksi otot -otot bantu pernafasan, seperti intercostal, sternal, suprasternal

f. Nadi cepat dan lemah > 160x/menit (anak umur < 1 tahun) g. Tenggorokan berwarna merah

2.1.6 Tanda- tanda Bahaya

(9)

diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

2.1.7 Faktor Resiko Terjadinya ISPA 1. Faktor Lingkungan

a. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.

b. Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

c. Kepadatan hunian rumah

(10)

d. Faktor Individu Anak 1. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak- anak.

2. Berat badan lahir

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dib andingkan dengan berat badan lahir normal,karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi.

3. Status Gizi

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi no rmal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.

4. Vitamin A

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibody yang spesifik dan tampaknya berada dalam nilai yang cukup tinggi.

5. Status imunisasi

(11)

e. Faktor Perilaku

Peran aktif keluarga dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari - hari di dalam masyarakat/keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius, karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit (Maryunani, 2011).

2.1.8 Penatalaksanaan Kasus ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .

(12)

Penatalaksanaan ISPA meliputi tindakan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan di klasifikasikan.

2. Pengobatan

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

(13)

merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotic (penisilin) selama 10 hari. Setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemer iksaan selanjutnya.

d. Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.

1. Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perl u air es).

2. Mengatasi batuk

(14)

3. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit- sedikit tetapi berulang - ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih - lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

5. Lain- lain

(15)

2.1.9 Pencegahan dan Pemberantasan ISPA Pencegahan dapat dilakukan dengan : 1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik. 2. Imunisasi

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan. 4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. Pemberantasan yang dilakukan adalah :

1. Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu 2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan

3. Imunisasi 2.2 Konsep Imunisasi 2.2.1 Pengertian

Imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif terhadap penyakit menular (Mansjoer, 2000). Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2001).

Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody yang dalam bidang ilmu immunologi merupakan kuman atau racun (Riyadi, 2009).

(16)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa imunisasi adalah usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin dalam tubuh bayi atau anak. Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes,2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar menurut Ranuh dkk (2001) adalah pemberian imunisasi BCG (1x), Hepatitis B (3x), DPT (3x), Polio (4x), dan campak (1x) sebelum bayi berusia 1 tahun.

2.2.2 Tujuan Imunisasi

1. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang.

2. Untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.

3. Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu ( Hanum, 2010 ).

2.2.3 Manfaat Imunisasi

1. Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.

(17)

3. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara (Hanum, 2010).

2.2.4 Jenis-jenis Imunisasi

1. Imunisasi BCG (bacillus calmette-guerrin)

Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini berhasil maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Dengan cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas.

2. Imunisasi DPT

(18)

3. Imunisasi Polio

Merupakan imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit polio yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes dan di berikan 4 kali dengan interval 4 minggu.

4. Imunisasi Campak

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali yaitu pada usia 9 bulan. Cara pemberian imunisasi campak melalui subkutan. 5. Imunisasi Hepatitis B

Merupakan imunisasi yang digunakan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi yang merusak hati. Frekuensi pemberian imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 kali dengan cara pemberian melalui intramuskuler.

2.2.5 Jadwal Imunisasi

(19)

Tabel 2.2.5.1 Jadwal Imunisasi Nasional (Depkes) bagi bayi yang baru lahir di rumah

Jadwal imunisasi

Umur Jenis Vaksin Tempat

Bayi Lahir di

Tabel 2.2.5.2 Jadwal Imunisasi Nasional (Depkes) bagi bayi yang lahir RS/RSB

Jadwal Imunisasi

Umur Jenis Vaksin Tempat

Bayi

(20)

2.2.6 Kontraindikasi

Penting sekali untuk memberi imunisasi semua anak, termasuk anak yang sakit dan kurang gizi, kecuali bila terdapat kontraindikasi. Adapun kontra-indikasi imunisasi, yakni:

1. Jangan beri BCG pada anak dengan infeksi HIV/AIDS simtomatis, tetapi beri imunisasi lainnya.

2. Beri semua imunisasi, termasuk BCG, pada anak dengan infeksi HIV asimtomatis.

3. Jangan beri imunisasi DPT-2 atau -3 pada anak yang kejang atau syok dalam jangka waktu 3 hari setelah imunisasi DPT sebelumnya.

4. Jangan beri DPT pada anak dengan kejang rekuren atau pada anak dengan penyakit syaraf aktif pada SSP.

5. Anak dengan diare yang seharusnya sudah waktunya menerima vaksin oral polio harus tetap diberi vaksin polio. Namun demikian, dosis ini tidak dicatat sebagai pemberian terjadwal. Buat catatan bahwa pemberian polio saat itu bersamaan dengan diare, sehingga petugas nanti akan memberikan dosis polio tambahan.

2.2.7 Status Imunisasi

(21)

Dalam pemberian imunisasi, anak harus dalam kondisi sehat. Imunisasi diberikan dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Untuk membentuk kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Anak yang sedang sakit, misalnya diare atau demam berdarah, badannya sedang memerangi penyakit. Jika dimasukkan kuman atau virus lain dalam imunisasi, maka tubuhnya akan bekerja sangat berat, sehingga kekebalan yang terbentuk tidak tinggi (Ranuh, 2005).

Gambar

Tabel 2.1.2.1
Tabel 2.2.5.2 Jadwal Imunisasi Nasional (Depkes) bagi bayi yang lahir

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari kesalahan relatif dari solusi yang dihasilkan dari metode biseksi, regulafalsi, dan sekan terlihat bahwa metode sekan lebih cepat perhitungannya dari metode

[r]

Moeslem Millionair, Life is changeable that we have to improve every time, Life is competition so we have to fight every moment not for our self but also for our family and

Xenograft merupakan bahan graft yang dapat diambil dari spesies yang berbeda dan biasanya berasal dari kerbau atau babi, yang nantinya akan dipergunakan

Universitas Sumatera

For other rows, transform Pivot Column to leaving basic variable column... Divide Right Side value by

mengakses sistem komputer. Saat diketikkan, komputer tidak menampilkan dilayar. Teknik ini mempunyai kelemahan yang sangat banyak dan mudah ditembus. Pemakai cenderung memilih

Beberapa saran yang dapat diajukan untuk pengembangan program aplikasi ini bagi peniliti lain adalah: (1) pengembangan dari program ini dapat dikembangkan menjadi 3D anaglyph dengan