BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Lingkungan
Menurut pendapat G. Melvyn Horve (1980) Pengertian lingkungan berbeda –
beda menurut disiplin ilmu yang dipunyai. Menurut ahli cuaca dan iklim lingkungan
berarti atmosfer; sedangkan menurut ahli tehnologi lingkungan, maka lingkungan
berarti atmosfer dengan ruangannnya. Ahli ekologi berpendapat bahwa lingkungan
sama artinya dengan habitat hewan dan tumbuhan.
Agen fisik dam kimia dihasilkan oleh aktifitas manusia dan mempunyai
berbagai efek pada kesehatan. Paparan oleh faktor lingkungan mengenai host (induk semang) yang peka atau tebal terhadap paparan dan akan memberikan pula suatu
perubahan fungsi atau menyebabkan perubahan prepatologik. Tahap permulaan untuk
mengetahui efek agen lingkungan adalah dengan pencatatan mortalitas morbiditas
(Mukono,2002).
Melihat besarnya masalah yang dihadapi, untuk menghadapi dan
mengantisipasi pengaruh lingkungan terhadap kesehatan sudah dirasa perlu
melakukan kegiatan-kegiatan yang terprogram dan terkoordinasi dengan mendirikan
Pusat Nasional Kesehatan Lingkungan (National Center for Enviromental Health) di
Indonesia. Dimana kegiatan pusat ini meliputi: (1). Melakukan pemantauan dan
pengumpulan data tentang perubahan faktor-faktor lingkungan; (2). Menyusun
indikator biologi dan kesehatan yang berkaitan dengan perubahan lingkungan; (3).
pengkajian tentang dinamika sosial dan kependudukan yang mempunyai dampak
terhadap perubahan lingkungan dan kesehatan. (Kusdwiratri,2010)
Lingkungan merupakan faktor penentu penyebaran penyakit malaria dan
insidensi malaria disuatu wilayah tertentu yang meliputi suhu udara yang dapat
mempengaruhi lamanya daur proses sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik
(Yudhastuti, 2011). Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara
lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah, seperti melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(1) Menguras bak mandi atau tempat-tempat penampungan air
sekurang-kurangnya sekali seminggu.
(2) Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum binatang peliharaan
seperti: burung, ayam dan sebagainya seminggu sekali.
(3) Menutup rapat tempat penampungan air.
(4) Mengubur kaleng-kaleng bekas, ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.
(5) Menyediakan jamban keluarga, sumur air yang bersih dan sebagainya
(Abdullah, 2012).
2.1.1. Macam Komponen Lingkungan
Macam komponen lingkungan hidup menurut Leopold, adalah:
1. Komponen lingkungan hidup fisik dan kimia adalah lingkungan
tempat perindukan, misalnya An.aconitus lebih suka pada tempat perindukan air
tawar, An.sundaicus hanya bersarang di lagun yang airnya mengandung garam.
2. Komponen lingkungan hidup sosial adalah lingkungan sosial budaya
kadang – kadang lebih besar pengaruhnya terhadap penularan penyakit malaria. Faktor sosial meliputi pendidikan,pekerjaan, adat kebiasaan dan budaya setempat
seperti kebiasaan berada di luar rumah, tidur di kebun, memungkinkan untuk kontak
dengan vektor malaria yang kebetulan bersifat eksopagik. Kebiasaan penduduk dalam
hal pemakaian kelambu, pemakaian kawat kasa pada lubang angin sangat
berpengaruh terhadap kontak manusia dengan nyamuk. Kondisi politik dan keamanan
negara juga sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan program pengendalian malaria.
3. Komponen lingkungan hidup biologi dan hubungan ekologi adalah
lingkungan biologik seperti tumbuhan bakau, lumut, ganggang, dan berbagai
tumbuhan air lainnya dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena mereka
memberikan perlindungan baginya dari sinar matahari atau sergapan berbagai musuh
alaminya. Berbagai jenis ikan pemangsa larva yang ada dalam tempat perindukan
nyamuk akan membatasi pertambahan populasi larva nyamuk setempat. Berbagai
musuh alamiah lainnya seperti nematoda parasitik, jamur, protozoa, bakteri sampai ke
virus tertentu dapat juga berperan sebagai kendala pertambahan kepadatan larva
nyamuk. Tumbuhan tertentu di daratan diperlukan nyamuk untuk berlindung dari
sinar matahari dan dari pengaruh lingkungan lainnya untuk istirahat. Beberapa
predator seperti katak, cecak dapat mengancam kelangsungan hidup nyamuk
Peningkatan kasus malaria juga berkaitan kondisi lingkungan sekitar rumah
yang mendukung perindukan nyamuk yaitu ada tidaknya tempat perindukan dan
persinggahan nyamuk disekitar rumah (Wahyuningtyas, 2011).
2.2. Pengertian Malaria
Istilah malaria berasal dari bahasa latin yaitu “mal” yang berarti “buruk” dan
“aria” yang berarti “udara”. Penyakit malaria adalah suatu penyakit demam yang
disebabkan oleh plasmodium yang ditularkan nyamuk oleh genus Anopheles. Parasit
malaria termasuk genus plasmodium. Pada manusia terdapat 4 spesies: plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae dan plasmodium ovale (staf pengajar bagian parasitologi, FKUI, Jakarta, 1998).
Masa inkubasi dari infeksi P. Falciparum ialah 9-14 hari, P.vivax 12-17 hari ( dapat sampai 6-12 bulan), P. Ovale 16- 18 hari, dan P. Malariae 18-40 hari. Fase prodroma yang berlangsung 2-3 hari ditandai oleh simtom yang berupa nyeri kepala,
lelah, anoreksia, nyeri otot, demam ringan, serta sakit dada, perut dan persendian
(widagdo,2011).
Macam – macam penyakit malaria:
1. Malaria tropikana, penyebabnya adalah plasmodium falciparum
2. Malaria tersiana, penyebabnya adalah Plasmodium Vivax dan P. Ovale.
3. Malaria kwartana, Penyebabnya adalah Plasmodium malariae
(Zulkoni, 2010).
Epidemiologi penyakit malaria, tidak terlepas dari tiga faktor determinan yang
di teliti yaitu inang, agen dan lingkungan. Parasit malaria memiliki keunikan karena
parasit itu mempunyai dua macam inang yaitu manusia sebagai inang perantara
tempat reproduksi secara aseksual berlangsung, nyamuk Anopheles spp sebagai inang definitif tempat reproduksi secara seksual berlangsung. Faktor yang berkaitan dengan
nyamuk sebagi host definitif adalah perilaku nyamuk, yaitu kebiasaan hinggap atau
istirahat, bisa didalam rumah atau bisa di luar rumah, dan yang perlu diperhatikan
adalah semakin panjang umur nyamuk semakin potensial sebagai penular atau vektor
malaria (Yudhastuti,2011).
Sifat malaria dapat berbeda dari satu daerah kedaerah lain, yang banyak
tergantung pada beberapa faktor, yaitu: parasit yang terdapat pada pengandung
parasit, manusia yang rentan, nyamuk yang dapat menjadi vektor dan lingkungan
yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing-masing.
a. Parasit
Yang penting untuk penularan malaria ialah manusia yang mengandung
stadium gametosit, yang dapat membentuk stadium infektif (sporozoit) di dalam nyamuk (vektor). Sifat parasit juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain,
terutama mengenai sensitivitas terhadap berbagai obat anti malaria. Sekarang telah
banyak ditemukan P.falciparum yang resisten terhadapat klorokuin. Di Indonesia resistensi ini makin lama makin tersebar dibanyak daerah.
Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit, yang dapat
meneruskan daur hidupnya dalam nyamuk, adalah penting sekali. Manusia ada yang
rentan (suseptibel), yang dapat ditulari dengan malaria, tapi ada pula yang lebih kebal dan tidak mudah ditulari dengan malaria. Berbagai bangsa (ras) mempunyai
kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial). Pada umumnya pendatang baru ke
suatu daerah endemi, lebih suseptibel terhadap malaria dari pada penduduk aslinya.
c. Vektor
Nyamuk anopheles diseluruh dunia meliputi kira- kira 2000 spesies, sedang
yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut
pengamatan terakhir ditemukan kembali 80 spesies Anopheles, sedang yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 16 spesies dengan tempat perindukannya
yang berbeda-beda. Di Jawa dan Bali An. sundaicus dan An. maculatus merupakan vektor sekunder. An. sundaicus dan An. subpictus banyak terdapat didaerah pantai, sedang An. maculatus dan An. nigerrimus, sedang An. sinensis dan An. letifer
merupakan vektor yang kurang penting.
d. Lingkungan
Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan
malaria di suatu daerah. Pengaruh iklim penting sekali terhadap ada atau tidaknya
malaria. Didaerah yang beriklim dingin, transmisi malaria hanya mungkin terjadi
pada musim panas, juga masa inkubasinya dapat terpengaruh oleh iklim. Didaerah
yang beriklim dingin, transmisi malaria hanya mungkin terjadi pada musim panas,
juga masa inkubasinya dapat terpengaruh oleh iklim. Didaerah yang kurang baik
Daerah pengunungan yang tinggi pada umumnya bebas malaria. Perubahan
lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan tempat perindukan vektor, sangat
berpengaruh terhadap keadaan malaria dan dapat mempunyai dampak yang positif
atau negatif terhadap keadaan malaria didaerah itu. Suhu udara, kelembaban dan
curah hujan merupakan faktor penting untuk transmisi penyakit malaria (Staf
Pengajar Departemen Parasitologi, FKUI, 1998).
2.4. Morfologi dan Daur Hidup Plasmodium Adapun morfologi dan daur hidup Plasmodium adalah:
1. Plasmodium vivax
Dengan tusukan nyamuk Anopheles betina sporozoit dimasukkan melaui kulit ke peredaran darah perifer manusia, setelah kira-kira ½ jam sporozoit
masuk dalam sel hati dan tumbuh menjadi skizon hati dan sebagian menjadi
hipnozoit. Skizon hati berukuran 45 mikron dan membentuk kira-kira 10.000
merozoit. Skizon hati ini masih dalam daur praeritrosit atau daur eksoeritrosit primer
yang berkembangbiaknya secara aseksual dan disebut skizogoni hati. Hipnozoit tetap
istirahat dalam sel hati selama beberapa waktu (sampai kira-kira 3 bulan) sampai aktif
kembali dan mulai dengan daur eksoeritrosit sekunder.
Merozoit dari skizon hati masuk ke peredaran darah menghinggapi eritrosit dan
mulai dengan daur eritrosit untuk pembiakan aseksual (skizogoni darah). Merozoit
dari skizon eritrosit tumbuh menjadi tropozoit muda yang berbentuk cincin, besarnya
kira-kira 1/3 eritrosit, dengan pulasan giemsa sitoplasma berwarna biru, inti merah,
merah, yang bentuk dan besarnya sama. Kemudian tropozoit muda menjadi tropozoit
stadium lanjut (tropozoit tua) yang sangat aktif sehingga sitoplasma tampak
berbentuk ameboid.
Skizon matang dari daur eritrosit mengandung 12 – 18 buah merozoit dan mengisi seluruh eritrosit dengan pigmen berkumpul dibagian tengah atau pinggir.
Daur eritrosit pada P.vivax berlangsung 48 jam dan terjadi secara sinkron. Setelah daur eritrosit berlangsung beberapa kali, sebagian merozoit yang tumbuh menjadi
tropozoit dapat membentuk sel kelamin, yaitu makrogametosit dan mikrogametosit
(gametogoni) yang bentuknya bulat atau lonjong, mengisi hampir seluruh eritrosit
dan masih tampak titik Schüffner disekitarnya. Dalam nyamuk terjadi daur seksual (sporogoni) yang berlangsung selama 16 hari pada suhu 20ºC dan 8 – 9 hari pada
suhu 27ºC. Dibawah 15ºC perkembangbiakan secara seksual tidak mungkin
berlangsung. Ookista muda dalam nyamuk mempunyai 30 – 40 butir pigmen
berwarna kuning tengguli dalam bentuk granula halus tanpa susunan khas.
2. Plasmodium malariae
Daur praeritrosit pada manusia belum pernah ditemukan. Inokulasi
sporozoit P.malariae manusia pada simpanse dengan tusukan nyamuk Anopheles
membuktikan adanya stadium praeritrosit P.malariae. parasit ini dapat hidup pada simpanse yang merupakan hospes reservoar yang potensial. Plasmodium rhodaini
yang hidup pada simpanse sinonim dengan P.malariae pada manusia. Skizon praeritrosit menjadi matang 13 hari setelah infeksi. Bila skizon matang, merozoit
dilepaskan ke aliran darah tepi, siklus eritrosit aseksual dimulai dengan periodisitas
Stadium trofozoit muda dalam darah tepi tidak berbeda banyak dengan
P.vivax, meskipun sitoplasmanya lebih tebal dan pada pulasan giemsa tampak lebih gelap. Sel darah merah yang dihinggapi P.malariae tidak membesar. Dengan pulasan khusus, pada sel darah merah dapat tampak titik-titik yang disebut titik ziemann,
tropozoit yang lebih tua bila membulat besarnya kira-kira setengah eritrosit. Pada
sediaan darah tipis, stadium trofozoit dapat melintang sepanjang sel darah merah,
merupakan bentuk pita yaitu bentuk yang khas pada P.malariae. butir-butir pigmen jumlahnya besar, kasar, dan berwarna gelap.
Skizon mudah membagi intinya dan akhirnya terbentuk skizon matang yang
mengandung rata-rata 8 buah merozoit. Skizon matang mengisi hampir seluruh
eritrosit dan merozoit biasanya mempunyai susunan yang teratur sehingga merupakan
bentuk bunga “daisy” atau disebut juga “roset”. Derajat parasitemia pada malaria
kuartana lebih rendah dari pada malaria yang disebabkan oleh spesies lain dan hitung
parasitnya (parasite count) jarang melampaui 10.000 parsit per mm³ darah. Siklus aseksual dengan periodisitas 72 jam biasanya berlangsung sinkron dengan
bentuk-bentuk parasit di dalam darah.
Gametosit P.malariae mungkin dibentuk dalam alat-alat dalam dan tampak dalam darah tepi bila telah tumbuh sempurna. Makrogametosit mempunyai
sitoplasma berwarna biru tua berinti kecil dan padat, mikrogametosit sitoplasmanya
berwarna biru pucat, berinti difus dan lebih besar. Pigmen tersebar pada sitoplasma.
Daur sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu rata-rata 26 – 28 hari,pigmen didalam ookista berbentuk granula kasar, berwarna tengguli tua dan
3. Plasmodium ovale
Morfologi P.ovale mempunyai persamaan dengan P.malariae tetapi perubahan pada eritrosit yang dihinggapi parasit mirip dengan P.vivaks. Tropozoit muda berukuran kira – kira 2 mikron (1/3 eritrosit). Titik – titik Schüffner (disebut juga titik james) terbentuk sangat dini dan tampak jelas. Stadium trofozoit berbentuk
bulat dan kompak dengan granula pigmen yang lebih kasar tetapi tidak sekasar
pigmen P.malariae. Pada stadium ini eritrosit agak membesar dan sebagian besar berbentuk lonjong (oval) dan pinggir eritrosit bergigi pada salah satu ujungnya
dengan titik – titik Schüffner yang menjadi lebih banyak.
Stadium praeritrosit mempunyai periode prapaten 9 hari, skizon hati besarnya
70 mikron dan mengandung 15.000 merozoit. Perkembangan siklus eritrosit aseksual
pada P.ovale hampir sama dengan P.vivax dan berlangsung 50 jam, stadium skizon berbentuk bulat dan bila matang, mengandung 8 – 10 merozoit yang letaknya teratur
di tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok di tengah. Stadium gametosit
betina (makrogametosit) bentuknya bulat, mempunyai inti kecil, kompak dan
sitoplasma berwarna biru. Gametosit jantan (mikrogametosit) mempunyai inti difus,
sitoplasma berwarna pucat kemerah–merahan, berbentuk bulat. Pigmen dalam ookista berwarna coklat/tengguli tua dan granulanya mirip dengan yang tampak pada
P.malariae. Siklus sporogoni dalam nyamuk Anopheles memerlukan waktu 12 – 14 hari pada suhu 27ºC.
4. Plasmodium falciparum
Parasit ini merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang
menyangkut fase praeritrosit saja, tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat
menimbulkan relaps jangka panjang (rekurens) seperti terjadi pada infeksi P.vivax
dan P.ovale yang mempunyai hipnozoit dalam sel hati. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran kira – kira 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang (matur) kira – kira 40.000 buah, dalam darah bentuk cincin stadium trofozoit muda P.falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran kira – kira 1/6 diameter eritrosit.
Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin bentuk pinggir (marginal)
dan bentuk accolé sering ditemukan, beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam
satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accolé, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multipel dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang
diinfeksi oleh spesies plasmodium lain pada manusia, sifat – sifat ini lebih sering ditemukan pada P.falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis spesies. Bentuk cincin P.falciparum, kemudian menjadi lebih besar, berukuran ¼ dan kadang – kadang hampir ½ diameter eritrosit dan mungkin dapat disangka parasit
P.malariae.
Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium
perkembangan daur aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsung dalam
darah tepi, kecuali pada kasus berat (pernistosa). Adanya skizon muda dan skizon
matang P.falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Bentuk skizon muda
yang menggumpal, pada spesies parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir
pigmen pada stadium skizon yang lebih tua.
Bentuk cincin dan tropozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan
tertahan di kapiler alat–alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang di tempat–tempat ini parasit berkembang lebih lanjut. Waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang secara skizogoni. Bila skizon sudah matang, akan mengisi
kira–kira 2/3 eritrosit dan membentuk 8 sampai 24 buah merozit, dengan jumlah rata– rata 16 buah merozoit. Skizon matang P.falciparum lebih kecil dari pada skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi
dari spesies lainnya, kadang–kadang melebihi 500.000/mm³ darah.
Dalam badan manusia parasit tidak tersebar rata di alat – alat dalam jaringan
sehingga gejala klinis pada malaria falciparum dapat berbeda- beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit
menggumpal dan menyumbat kapiler. Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang
mengandung tropozoit tua dan skizon mempunyai titik – titik kasar yang tampak jelas
(titik maurer) tersebar pada 2/3 bagian eritrosit.pembentukan gametosit berlangsung di alat-alat dalam, tetapi kadang- kadang stadium muda dapat ditemukan di daerah
tepi.
Gametosit muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih
panjang atau berbentuk elips, akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang
sebagai gametosit matang. Gametosit untuk pertama kali tampak di darah tepi setelah
pertama kali tampak dalam darah, gametosit betina atau makrogametosit biasanya
lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantan atau mikrogametosit dan
sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romanowsky/Giemsa.
Intinya lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir – butir pigmen tersebar di sekitar inti. Mikrogametosit berbentuk lebih lebar dan seperti sosis,
sitoplasmanya biru pucat atau agak kemerah – merahan dan intinya berwarna merah
muda, besar dan tidak padat, butir – butir pigmen tersebar di sitoplasma sekitar inti. Jumlah gametosit pada infeksi P.falciparum berbeda – beda, kadang – kadang sampai 50.000 – 150.000/mm³ darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh spesies plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada P.falciparum
selesai dalam waktu 48 jam dan periodisitasnya khas tersiana, seringkali pada spesies
ini terdapat dua atau lebih kelompok – kelompok parasit dengan sporolasi yang tidak sinkron, sehingga periodisitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur terutama
pada stadium permulaan serangan malaria.
Siklus seksual P.falciparum dalam nyamuk umumnya sama seperti pada
plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20ºC, 15 sampai 17 hari pada suhu 23ºC dan 10 sampai 11 hari pada suhu 25º - 28ºC. Pigmen pada ookista
berwarna agak hitam dan butir – butirnya relatif besar, membentuk pola pada kista
sebagai lingkaran kecil di pusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari ke delapan
pigmen tidak tampak, kecuali beberapa butir masih dapat dilihat (Staf Pengajar
Departemen Parasitologi, FKUI, 1998).
Gejala malaria sering kali tidak terdeteksi karena gejala awalnya seperti
mengalami demam dan influenza biasa yang di sertai sakit kepala, sakit otot dan
menggigil, setiap jenis infeksi dari parasit plasmodium akan menimbulkan efek
penyakit berbeda tergantung jenis parasit yang menginfeksi penderita. Berikut ini
adalah gejala yang sering terjadi:
a. Demam ringan, sakit kepala, sakit otot, dan menggigil. Kondisi ini
berlangsung selama 2-3 hari dan cenderung keliru didiagnosa sebagai gejala flu.
b. Jumlah limfosit dan monosit meningkat. Jika tidak segera diobati
biasanya akan timbul jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran harti dan
limpa.
c. Kadar gula darah rendah
d. Jika sejumlah parasit menetap didalam darah, kadang malaria bersifat
menetap. Menyebabkan penurunan nafsu makan, rasa pahit pada lidah, lemah disertai
demam (Misnadiarly,2014).
2.6. Cara Penularan dan Vektor Malaria 2.6.1. Cara Penularan Malaria
Umumnya penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina, karena hanya yang betina yang menghisap darah untuk dipergunakan dalam
(perkembangan) pertumbuhan telur disamping menggunakan 02 dan protein yang
berasal dari darah bagi hidupnya. Penularan cara lain dapat terjadi dengan cara:
b. Pada bayi (malaria bawaan = congenital) melalui tali pusat atau plasenta karena ibunya menderita malaria
c. Oral, biasanya pada binatang: burung dara (plasmodium relection),
Ayam (Plasmodium gallinasium), dan Monyet (Plasmodium knowlessi).
Sumber infeksi bagi manusia adalah manusia lain yang menderita penyakit
malaria dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. (Dewi Susanna,2011)
2.6.2. Vektor Malaria
Vektor penyebab penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles spp,
nyamuk Anopheles biasanya berkembangbiak di air – air tergenang, air payau, dan bahkan air – air kotor (sembel,2009). Ciri mengggigitnya lurus dari ujung mulut yang runcing sampai ekor. Warna tubuhnya berbeda dengan nyamuk Aedes aegypti
(Ircham,2008).
Pemahaman terhadap bionomik nyamuk penular malaria, sangat penting
sebagai landasan untuk memahami pemutusan dinamika penularan malaria. Bionomik
adalah nyamuk dengan lingkungannya termasuk didalamnya bagaimana berhubungan
dengan manusia (sebagai lingkungan nyamuk). Bionomik nyamuk meliputi perilaku
bertelur, larva, pupa, dan dewasa. Misalnya perilaku menggigit, tempat dan waktu
kapan bertelur, perilaku perkawinan. Iklim dalam hal ini berperan besar dalam
menentukan binomik nyamuk (Achmadi,2008).
Peran nyamuk sebagai vektor penular malaria tergantung, kepada beberapa
faktor antara lain (Susanna, 2005; Saefudin, 2004; Depkes, 2003):
bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih
pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh (nyamuk sekitar 5
hingga 10 hari), maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.
b. Peluang kontak dengan manusia. Tidak selamanya nyamuk memiliki
kesempatan ketemu manusia, apalagi nyamuk hutan. Namun harus diwaspadai pada
nyamuk yang memiliki sifat zoofilik, meskipun lebih suak menghisap darah binatang,
bila tak dijumpai ternak juga menggigit manusia. Pada kesempatan inilah nyamuk
yang siap dengan sporozoit dalam kelenjer ludahnya, untuk menularkan malaria.
Sebagai contoh An. aconitus di Banjar meskipub zoofilik memiliki juga indeks antropofilik 0,53 – 2,295, sedangkan An. sundaicus di Yogyakarta kurang dari 7%, serta di Sulawesi 72%. Peluang kontak dengan manusia, merupakan kesempatan
untuk menularkan atau menyuntikkan sporozoit ke dalam darah manusia.
c. Frekuensi menggigit seekor nyamuk. Semakin sering seekor nyamuk
yang membawa sporozoit dalam kelenjer ludahnya, semakin besar kemungkinan dia
berperan sebagi vektor penular penyakit malaria.
d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit itu sendiri. Nyamuk yang terlalu
banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri.
Perut bisa meletus dan mati karenanya.
e. Ketersediaan manusia disekitar nyamuk. Nyamuk yang memiliki
bionomik atau kebiasaan menggigit di luar rumah pada malam hari, maka akan
mencoba mencari manusia dan masuk kedalam rumah. Setelah menggigit, beristirahat
f.Kepadatan nyamuk. Umur nyamuk serta pertumbuhan gametosit didalam
perutnya, dipengaruhi suhu. Suhu lingkungan yang dianggap kondusif berkisar antara
25 - 30ºC dan kelembaban 60 – 80% (Bruce Chwatt, 1985 dalam susanna, 2005).
Kalau populasi nyamuk terlalu banyak, sedangkan ketersediaan pakan misalnya
populasi binatang atau manusia disekitar tidak ada, maka kepadatan nyamuk akan
merugikan populasi nyamuk itu sendiri. Sebaliknya bila pada suatu wilayah cukup
padat, maka akan meningkatkan kapasitas vektorial yakni kemungkinan tertular akan
lebih besar.
g. Lingkungan. Beberapa faktor lingkungan sangat berperan dalam
tumbuhnya nyamuk sebagai vektor penular penyakit malaria. Faktor – faktor tersebut antara lain, lingkungan fisik, seperti suhu udara. Suhu udara mempengaruhi panjang
pendeknya masa inkubasi ekstrinsik, makin tinggi suhu makin pendek masa inkubasi
ektrinsik, yakni fase pertumbuhan sporogoni dalam perut nyamuk.
2.7. Klasifikasi, Spesies dan Perilaku Nyamuk Anopheles 2.7.1. Klasifikasi Nyamuk Anopheles
Jenis Anopheles di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari sekian jenis, hanya
beberapa yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria. Vektor utama yang
An. leucopshyrus, An. hyracanus group, An. annularis, An. punctulatus, An. letifer, An. maculatus, An. subpictus, An. vagus, An. farauti (Dewi Susanna,2011).
Adapun Urutan penggolongan klasifikasi nyamuk Anopheles seperti binatang lainnya adalah sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Classis : Hexapoda / Insecta
Sub Classis : Pterigota
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Sub Famili : Anophellinae
Genus : Anopheles
Ada 90 jenis Nyamuk Anopheles spp di Indonesia, beberapa diantaranya sebagai penular malaria (Depkes RI, 2003).
2.7.2. Spesies Nyamuk Anopheles a. Anopheles aconitus
An. aconitus merupakan salah satu vektor utama di daerah Sumatera dan Pulau Jawa. Spesies ini memiliki karakteristik menggigit antar pukul 18.00
hingga 22.00. Habitat spesies ini pada umumnya di persawahan yang berteras, dengan
aliran air lambat. Pada umumnya nyamuk ini lebih tertarik kepada ternak ketimbang
manusia. Bila ada ternak dalam rumah merupakan salah satu daya tarik, namum dapat
Tempat perindukan utama An. aconitus adalah sawah berteras dan saluran irigasi. Selain itu tempat perindukan nyamuk ini juga dapat diketemukan di tepi
sungai dengan aliran perlahan atau kolam yang bersifat agak alkalis. Ada hubungan
antara umur padi dengan densitas nyamuk yakni ketika tanaman padi berumur antara
3 hingga empat minggu. Dengan pola tanaman yang tidak teratur sepanjang tahun,
maka potensi penularan bisa terjadi sepanjang tahun.
b. Anopheles balabacensis
Spesies ini merupakan spesies yang antropofilik, lebih menyukai darah manusia
ketimbang darah binatang. Nyamuk ini juga memiliki kebiasaan menggigit pada
tengah malam hingga menjelang fajar sekitar jam 04 pagi. Spesies ini memiliki
habitat asli di hutan – hutan, berkembang biak di genangan – genangan air tawar.
Pada siang hari sulit menjumpai nyamuk ini dalam rumah. Mereka lebih menyukai
hutan – hutan atau semak disekitar pekarangan rumah.
c. Anopheles barbirostris
Seperti halnya An. balabacensis nyamuk ini menggigit antara pukul 23.00 hingga 05.00 pagi, dan setelah mengigit hinggap di kebun kopi, pohon nanas,
habitatnya di rawa- rawa, kolam darat, dan irigasi. Spesies ini di pulau Sumatera dan
Pulau Jawa jarang di jumpai menggigit orang, namum di Pulau Sulawesi dan Nusa
Tenggara Timur banyak yang tertarik menghisap darah orang.
d. Anopheles sundaicus
Nyamuk ini merupakan salah satu spesies utama dalam penularan malaria di
baju, di rumah – rumah, meski kadang- kadang dijumpai pula di luar rumah. Spesies ini termasuk memiliki daya jelajah terbang cukup jauh, yakni 3 km. Nyamuk ini
memiliki habitat air payau, ekosistem pantai, jemtik berkumpul di tempat yang
tertutup oleh tanaman, dan pada lumut yang mendapat sinar matahari langsung. Bekas
galian pasir, muara sungai kecil yang tertutup pasir, tambak yang tidak dikelola, atau
ditinggalkan oleh pemiliknya merupakan tempat sangat ideal untuk
perkembangbiakan An. sundaicus.
An. sundaicus aktif menggigit antara pukul 22.00 hingga 01.00 dan lebih banyak menggigit orang di luar rumah dari pada didalam rumah. Namun demikian
banyak pula yang masuk kedalam rumah, menggigit dan beristirahat di dalam rumah.
Perilaku istirahat nyamuk bervariasi antara wilayah di Indonesia, sehingga diperlukan
data dasar berupa pengamatan bionomik nyamuk untuk setiap wilayah.
e. Anopheles subpictus
An. subpictus lebih menyukai darah ternak ketimbang darah manusia. Nyamuk ini aktif sepanjang malam, dan beristirahat di dinding rumah. Jentik nyamuk ini
sering dijumpai bersama jentik An. sundaicus, namun lebih toleran terhadap salinitas yang rendah mendekati tawar.
f.Anopheles maculatus
An. maculatus lebih menyukai darah binatang ternak, memiliki kebiasaan menggigit antara pukul 23.00 hingga 03.00 pagi. Spesies ini juga lebih suka
– sungai kecil, air jernih, dan mata air yang langsung kena sinar matahari. Pada
musim kemarau biasanya kepadatan tinggi, namun musim hujan menurun karena
tempat perkembang biakan terkena aliran sungai deras akibat hujan (Achmadi, 2008)
.
2.7.3. Perilaku nyamuk Anopheles (Bionomik Nyamuk) 1. Perilaku mencari darah
Nyamuk betina yang mempunyai telur pada tingkat pertumbuhan saja yang
aktif mencari darah. Nyamuk ini akan terbang menuju sumber rangsangan,
rangsangan ini menjadi indikator keberadaan host, kemudian baru menggigit host
nya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses menggigit ini adalah:
a. Waktu menggigit, malam hari merupakan waktu yang baik bagi
nyamuk untuk mencari darah terutama bagi nyamuk Anopheles spp.
b. Tempat menggigit, vektor berdasarkan tempat menggigit dibagi
menjadi dua yaitu termasuk golongan eksofagik yaitu nyamuk suka menggigit di luar
rumah, kelompok endofagik yaitu nyamuk yang lebih suka menggigit di dalam
rumah, namum demikian didalam ataupun di;uar sangat tergantung dari keberadaan
host yang ada.
menggigit tanpa ada kecenderungan kesukaan tertentu, nyamuk ini bisa menggigit
manusia atau hewan.
d. Frekuensi menggigit, semakin pendek waktu antar menggigit akan
memperbesar faktor resiko penularan plasmodium, dengan demikian potensi vektor
akan baik dalam menularkan penyakit malaria.
2. Perilaku istirahat
Waktu istirahat nyamuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu waktu istirahat
sebenarnya yaitu waktu dimana nyamuk istirahat sambil menunggu proses
pematangan telur untuk kemudian siap bertelur pada breeding site, sedangkan istirahat sementara adalah waktu sebelum dan sesudah nyamuk mencari darah.
Tempat yang disenangi nyamuk untuk istirahat adalah tempat yang teduh dengan
intesitas cahayta yang rendah, lembab, sedikit angin, gelap.
3. Perilaku berkembangbiak
Perkembang biakan nyamuk selalu menggunakan media air genangan untuk
melakukan siklus aquatic, namun demikian kebutuhan akan air ini tidak harus banyak, hanya sedikit saja ada air, pasti digunakan nyamuk sebagai tempat
perindukan. Nyamuk Anopheles spp betina mempunyai kemampuan memilih tempat perindukan atau berkembangbiak sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannnya.
Meskipun yang disukainya genangan yang kontak dengan tanah, namun jika hal
genangan air yang ada meskipun tidak bersentuhan langsung dengan tanah. (santjaka,
2013) .
2.8. Pola Demam dan Penularan Malaria
Pola siklus demam malaria yang terjadi sesuai dengan saat berlangsungnya
skizogoni eritrosik pada masing-masing spesies plasmodium. Pada malaria tertiana.
Baik yang ditimbulkan oleh plasmodium falciparum maupun yang ditimbulkan oleh
plasmodium vivax, demam berlangsung setiap hari ke-3 dan pada malaria kuartana yang ditimbulkan oleh plasmodium malariae, demam berlangsung setiap hari ke-4. Dengan demikian pada malaria tertiana terdapat siklus 48 jam, sedang pada malaria
kuartana terdapat siklus 72 jam.
Akan tetapi baik pada malaria oleh Plasmodium vivax maupun pada malaria yang ditimbulkan oleh Plasmodium malariae, dapat terjadi suatu siklus demam 24 jam oleh karena terdapat kemungkinan terjadinya pematangan 2 generasi Plasmodium vivax dalam waktu 2 hari atau pematangan 3 generasi Plasmodium malariae dalam waktu 3 hari. Siklus demam24 jam yang terjadi pada Plasmodium vivax disebut tertiana dupleks dan pada Plasmodium malariae disebut Kuartana tripleks.
Berkaitan dengan terjadinya stadium demam, berbagai gejala dan keluhan
penderita dapat pula mengikutinya, misalnya pada stadium kedinginan atau rigor,
penderita menggigil meskipun temperatur tubuhnya lebih tinggi dari pada suhu tubuh
normal. Juga pada stadium panas, kulit penderita menjadi kering, mukanya menjadi
merah dan nadinya lebih cepat. Penderita juga mengeluh pusing-pusing, mual yang
akibat keluarnya cairan yang berlebihan, penderita akan merasa sangat lelah dan
lemah (Harijanto,2009).
2.8.1. Penularan Malaria
Melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif. Sebagian besar spesies
menggigit pada senja hari dan menjelang malam, beberapa faktor utama mempunyai
waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Dalam tubuh orang
yang terkena infeksi, sporosit memasuki sel-sel hati dan membentuk stadium yang
disebut skison eksoeritrositer. Sel-sel hati tersebut pecah dan parasite aseksual
(Merosit jaringan) memasuki aliran darah, berkembang (membentuk siklus
eritrositer). Umumnya perubahan dari troposit menjadi skison yang matang dalam
darah memerlukan waktu 48-72 jam, sebelum melepaskan 8-30 merosit eritrositik
(tergantung spesies) untuk menyerang eritrosit-eritroit lain. Malaria juga dapat
ditularkan melauli injeksi atau transfusi darah dari orang-orang yang terinjeksi atau
bila menggunakan jarum suntik yang terkontaminasi seperti pada pengguna narkoba.
Penularan kongenital jarang sekali terjadi tetapi bayi lahir mati dari ibu-ibu yang
terinjeksi seringkali terjadi (J,Firdaus,2013).
2.9. Faktor yang Mempengaruhi Malaria dan Pencegahan Malaria 2.9.1. Faktor yang Mempengaruhi Malaria
1) Faktor lingkungan (Environment)
Menurut Mukono (2000), bahwa lingkungan adalah sebagai faktor ekstrinsik
yang terdiri dari lingkungan fisik, biologis dan sosial. Lingkungan (environment)
Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan
keadaan yang dibutuhkan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya
distribusi, prevalensi dan insidensi penyakit malaria di suatu wilayah tertentu,
mencakup kondisi lingkungan fisik, biologis, kimia dan sosial ekonomi penduduk.
2) Lingkungan fisik
Termasuk dalam lingkungan fisik, yaitu: (a) suhu udara; (b) kelembaban
udara; (c) curah huja; (d) angin; (e) sinar matahari; dan (f) arus air atau kecepatan
aliran. Suhu udara sangat mempengaruhi lamanya daur proses sporogoni atau masa
inkubasi ekstrinsik, yaitu mulai siapnya gametosit oleh nyamuk vektor sampai kepada
terjadinya dan siapnya sporozoit di bagian mulut nyamuk vektor tersebut. Suhu udara
yang optimal untuk perkembangan nyamuk berkisar antara 20º - 30º C. Pada suhu
udara kurang dari 16º C parasit di dalam tubuh nyamuk tidak bisa berkembang
sedangkan nyamuk adalah 25 – 27ºC dan pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama
sekali bila suhu udara kurang dari 10ºC atau lebih dari 40ºC.
Kelembaban udara menentukan rentang umur nyamuk kelembaban udara
yang optimal bagi perkembangan nyamuk minimal 60%. Suhu udara yang lebih dari
35ºC dan kelembaban udara kurang dari 50% dapat memperpendek umur nyamuk
secara drastis, sehingga memperkecil kesempatan parasit malaria untuk
menyelesaikan masa inkubasi estrinsiknya. Kelembaban udara juga mempengaruhi
kecepatan berkembang biak, kebiasaan mengigit, istirahat dan lain- lain dari nyamuk.
3) Curah hujan
Curah hujan mempunyai hubungan langsung dengan perkembangan
kepada jenis, derasnya hujan, jumlah hari hujan, jenis nyamuk dan tipe tempat
perindukannya. Hujan yang diselingi oleh panas, besar peluangnya untuk
meningkatakan perkembangbiakan nyamuk Anopheles.
4) Sinar matahari
Sinar matahari sedikit banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan larva nyamuk vektor. Sebagia contoh An. sundaicus menyukai tempat yang teduh, tetapi An. hyracanus menyukai tempat terbuka, sedangkan larva An. barbirostris dapat hidup baik dengan tempat yang teduh maupun yang terbuka dan terkena sinar matahari langsung An. balabacensis menyukai tempat yang teduh di hutan untuk beristirahat dan berlindung dari sinar matahari yang menyinari langsung.
5) Arus air
Arus air di tempat perindukan ikut pula menentukan kesukaan jenis nyamuk
vektor untuk bersarang, yang juga menentukan pertumbuhan dan perkembangan
stadia akuatik nyamuk contoh: An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya tenang atau sedikit mengalir.
6) Lingkungan biologis
Lingkungan biologis meliputi berbagai biota berupa tumbuhan bakau, lumut,
ganggang, dan berbagai tumbuhan air lainnya. Biota tersebut dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk karena mereka memberikan perlindungan baginya dari sianr
matahari atau dari sergapan berbgai musuh alaminya, seperti ikan pemangsa jentik.
Larva An. sundaicus, berkembang dengan baik di tambak ikan atau udang di sepanjang pantai cilacap yang banyak tumbuhan ganggang nya (tidak terawat). Bagi
dan enak serta bisa berlindung dari ancaman-ancaman musuh alaminya, misalnya An. balabacencis di ketahui lebih banyak bertengger dibawah pohon salak di daerah pedalaman banjar negara.
Kondisi lingkungan fisik kimiawi dan biologis suatu wilayah tertentu,
ditentukan oleh lokasi geografisnya (daerah tropis atau subtropis dan tingkat
ketinggian atau elevasi tempat tersebut dari permukaan laut). Dengan mengenali
lingkungan, akan dapat ditentukan spesies nyamuk vektor malarianya. Misalnya An. sundaicus di laguna daerah pantai, An. aconitus di daerah persawahan yang berteras di dataran rendah sampai ketinggian 1200 m, sedangkan An. maculatus terdapat di daerah pegunungan.
7) Lingkungan kimia
Lingkungan kimiawi diketahui sangat besar pengaruhnya pada
populasi vektor. Hal ini disebabkan oleh spesies nyamuk anopheles spp, dapat berbeda beda dalam hal lingkungan kimiawi. Air yang digunakan sebagi tempat
perindukan, misalnya An. sundaicus umumnya hanya bertempat perindukan di lagun tepi pantai yang airnya bergaram atau payau. Kadar garam yang optimal yang
Larva nyamuk Anopheles spp, umumnya menyenangi habitat air yang jernih, kaya dengan kandungan oksigen. Pencemaran air yang mengurai kandungan
oksigennya akan mengurangi populasi larva Anopheles spp.
8) Lingungan sosial ekonomi
Lingkungan sosial ekonomi pendudk yang terkait dengan malaria antara lain:
pendidikan, pekerjaan, kepadatan, konstruksi rumah, sanitasi, lingkungan, gizi, serta
sikap dan perilaku penduduk terhadap berbagai upaya kesehatn.
9) Perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam penanggulangan malaria
Kebiasaan adalah suatu tindakan yang diulang- ulang dan kadang tanpa
disadari oleh orang/ masyarakat yang melakukannya. Kebiasaan masyarakat yang erat
hubungannya dengan penularan dan pencegahan antar lain meliputi: kebiasaan tidur
diluar kamar atau diluar rumah, tidak memakai kelambu sewaktu tidur, kebiasaan
kerja dikebun (pekerja) dan kebiasaan keluar rumah pada malam hari. Faktor yang
cukup penting adalah pola pandangan / reseptif disuatu daerah terhadap malaria.
Apabila malaria dianggap sebagi suatu kebutuhan (demand) untuk diatasi, upaya untuk menyehatkan lingkungan akan dilaksanakan oleh masyarakat secar spontan.
10) Kontruksi rumah
Kontruksi dengan dinding yang tidak tertutup rapat memungkinkan terjadinya
penularan penyakit malaria di dalam rumah.
11) Bionomik vektor
Jika kita tinjau kehidupan nyamuk ada tiga jenis tempat untuk kelangsungan
hidupnya yaitu tempat untuk istirahat (resting site), tempat untuk berkembang biak
merupakan suatu sistem, yang satu dengan yang lainnya saling terkait untuk
menunjang kelangsungan hidupnya. Ada dua macam perilaku untuk istirahat, yaitu
istirahat sebenarnya, yaitu selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan
istirahat sementara yaitu pada waktu sebelum dan sesudah mencari darah.
Perilaku mencari darah umumnya dilakukan pada malam hari bisa dilakukan di
luar rumah atau di dalam rumah, terhadap darah hewan atau darah manusia.
12) Bionomik nyamuk vektor malaria
Pengetahuan bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan
pengendalian vektor malaria bionomik adalah bagian dari biologi (sering disebut
dengan auteccology) yang menerangkan hubungan antara spesies tertentu dengan lingkungan. Pengetahuan bionomik nyamuk tersebut meliputi stadia aquatic/ pradewasa (telur, larva, pupa) dan stadium dewasa. Hal ini meliputi tempat dan waktu
nyamuk meletakkan telurnya (oviposition), faktor-faktor tempat perkembangan larva, dan perkawinan (mating), perilaku menggigit (bitting behaviour), jarak terbang (fight range) dan perilaku istirahat (resting habit) nyamuk dalam hubungannya dengan iklim yang mempengaruhi reaksi nyamuk dengan lingkungannya.
13) Bionomik stadium nyamuk vektor malaria pradewasa
Pada siklus kehidupannya, nyamuk Anopheles sebagai vektor malaria membutuhkan permukaan air untuk meletakkan telurnya, permukaan air yang
dibutuhkan adalah permukaan air yang tergenang. Didaerah yang tidak terdapat air
yang tergenang (air mengalir deras) biasanya bebas dari Anopheles. WHO (1991), mengelompokkan tempat perindukan nyamuk menjadi 11 kelompok besar yaitu:
Sungai/irigasi, Selokan, Kontainer alami, Konteiner buatan, Lain-lain tempat
perindukan sesuai lokasinya (Yudhastuti, 2011)
2.9.2. Pencegahan Malaria
Sudah dikemukakan bahwa sejak tahun 1968 Indonesia tidak lagi
melaksanakan pembasmian penderita meskipun tujuan akhir yang belum diketahui
kapan tercapainya. Pencegahan malaria dilakukan dengan menghindari, mengurangi
kontak gigitan nyamuk. Adapun cara yang dilakukan untuk melakukan pencegahan
penyakit malaria adalah:
a. Memasang kawat kasa pada jendela
Kawat kasa harus dipasang pada setiap lubang yang ada pada rumah. Kesulitan
biasanya pada pemasangan di pintu dimana biasanya diperlukan pintu ganda. Jumlah
lubang pada kawat kasa yang dianggap optimal 14- 16 per inci (2,5 cm). Bahannya
bermacam-macam mulai tembaga aluminium sampai plastik.
b. Menggunakan kelambu
Kelambu merupakan alat yang telah digunakan sejak dahulu. Penggunaannya
dewasa ini sudah jauh berkurang karena dianggap kurang praktis. Banyak penduduk
menganggap bahwa penggunaannya menyebabkan perasaan yang lebih panas
diruangan yang telah penuh sesak. Jumlah lubang per cm kelambu sebaiknya 6 – 8
dengan diameter 1,2 – 1,5 mm.
c. Berbagai macam obat nyamuk yang beredar di masyarakat dari yang
tidak mengandung bahan aktif sampai yang mengandung insektisida. Kelemahan obat
nyamuk adalah timbul iritasi pada orang yang sensitif sehingga dapat menimbulkan
d. Obat nyamuk bakar.
e. Obat nyamuk gosok (repellant) (Yatim, 2007). 2.10. Konsep Perilaku Kesehatan
Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner
(1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (soekidjo,2003). Becker
(1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan dan membedakan menjadi
tiga, yakni:
1. Perilaku sehat (healthy behavior)
Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan yang berkaitan
dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
2. Perilaku sakit (ilness behavior)
Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang
yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan atau keliarganya, untuk mencari
penyembuhan, atau teratasi masalah kesehatan yang lain.
3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior )
Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles),
yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban orang yang sakit (obligation).
Menurut becker hak dan kewajiban orang yang sedang sakit merupakan perilaku
Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert), maupun perilaku terbuka (overt). Perilaku adalah totalias yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan
(totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara
faktor internal dan eksternal tersebut. Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan
mempunyai bentangan yang sangat luas (notoatmodjo, 2010). Benyamin Bloom
(1908) seorang ahli psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah, ranah
atau domain perilaku ini, yakni kognitif (conitive), afektif (affective), dan psikomotor
(psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di Indonesia, ketiga domain ini di terjemahkan kedalam cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau
pericipta, perirasa, dan peritindak.
Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh
Bloom ini, dan untuk kepentingan praktis, di kembangkan menjadi 3 tingkat ranah
perilaku sebagai berikut:
1. Pengetahuan (knowledge):
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagai
nya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh intensitas perhatian perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui
indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.secara garis
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat mengintrepretasikan
secara benar tentang objek yang di ketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kempuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antar komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau objek yang diketahui.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formula baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
f.Evalusi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
didasarkan pada sutau kriteria yang ditentukan sendri atau norma-norma yang berlaku
dimasyarakat.
2. Sikap (Attitude):
Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell
(1950) mendefenisikan sangat sederhana, yakni: “An individual’s attitude is
syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi jelas di sini dikatakan
bahwa sikap ini suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau
objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala
kejiwaan yang lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi menyatakan bahwa sikap adalah
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan
(reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku
Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yakni:
a. Kepercayaan atau keyakinan,ide,dan konsep terhadap objek, artinya
bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap
objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah
merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
Ketiga komponen tersebut di atas secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap
juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima (receiving):
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang
diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran ibu untuk mendengarkan penyuluhan
tentang ante natal care di lingkungannya.
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya seorang ibu yang mengikuti
penyuluhan ante natal tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh,
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memeberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan
mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh butir
a tersebut, ibu itu mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atau bahkan
mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap
apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain
yang mencemoohkan ada resiko lain. Contoh tersebut, ibu yang sudah mau mengikuti
penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya,atau
mungkin kehilangan penghasilannya,atau diomeli oleh mertuanya karena
meninggalkan rumah, dan sebagainya.
Ciri-ciri Sikap:
Ciri-ciri sikap menurut Wawan & Dewi (2011) adalah sebagai berikut:
1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini
membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan
akan istirahat.
2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap
dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat
3. Sikap tidak berdiri sendri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu
3. Tindakan atau Praktik (practice)
Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk
bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas ataub sarana dan
prasarana. Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa kehamilan itu penting untuk
kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa kehamilan. Agar
sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan, posyandu, atau
puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut mudah dicapainya.
Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya.
Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut
kualitasnya, yakni:
a. Praktik terpimpin (guide response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih
tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu
hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.
c. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah sutau tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya,
apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah
Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagi berikut:
Independent Variabel
Dependent Variabel
2.11. Hipotesa Penelitian
1. Ho: tidak ada hubungan pengetahuan dengan kejadian malaria
Ha: ada hubungan pengetahuan dengan kejadian malaria 2. Ho: tidak ada hubungan sikap dengan kejadian malaria
Ha: ada hubungan sikap dengan kejadian malaria
3. Ho: tidak ada hubungan tindakan dengan kejadian malaria
Ha: ada hubungan tindakan dengan kejadian malaria
4. Ho: tidak ada hubungan tempat berkembangbiak potensial dengan kejadian malaria
Ha: ada hubungan tempat berkembangbiak potensial dengan kejadian malaria 5. Ho: tidak ada hubungan tempat beristirahat potensial dengan kejadian malaria
Ha: ada hubungan tempat beristirahat potensial dengan kejadian malaria 6. Ho: tidak ada hubungan kandang ternak dengan kejadian malaria