• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Metode Amenorea Laktasi Sebagai Kontrasepsi Pada Ibu Menyusui di Puskesmas Datuk Bandar Kota Tanjungbalai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Metode Amenorea Laktasi Sebagai Kontrasepsi Pada Ibu Menyusui di Puskesmas Datuk Bandar Kota Tanjungbalai Tahun 2016"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1Metode Amenorea Laktasi

2.1.1 Pengertian Metode Amenorea Laktasi

Lactational Amenorrhea Method (LAM) atau Metode Amenorea Laktasi

(MAL) adalah metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lainnya (Proverawati, 2010).

Penelitian menyatakan bahwa wanita yang memberikan ASI secara eksklusif dan belum mendapatkan menstruasinya maka biasanya tidak akan mengalami kehamilan selama masa 6 bulan setelah melahirkan (Marimbi, 2011).

MAL dapat dipakai sebagai alat kontrasepsi, apabila :

1. Menyusui secara penuh (full breast feeding), lebih efektif jika diberikan minimal 8 kali sehari.

2. Belum mendapat haid.

3. Umur bayi kurang dari 6 bulan.

(2)

(2008,dalam Suparmi 2010), berikut adalah alogaritma LAM sebagai metode kontrasepsi:

Tidak

Ya Apakah bayi diberi Ya

makanan tamba

Tidak Ya

Apakah bayi berusia lebih dari 6 bulan? Ti

Tidak

Ketika salah satu jawaban berubah menjadi “ya”

(Labbok,1994)

Gambar 2.1 Alogaritma Lactational Amenorrhea Method (LAM)

Dalam Alogaritma tersebut, ibu pascapersalinan ditanyakan “Apakah pernah

mengalami menstruasi setelah persalinan?”. Bila jawaban “Ya”,maka ibu disarankan

untuk menggunakan metode kontrasepsi lain. Bila jawaban “Tidak”, kemudian ibu

ditanyakan “Apakah bayi diberi makanan tambahan?”. Bila jawaban “Ya”, maka ibu

(3)

disarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi lain. Bila jawaban “Tidak”,

kemudian ibu ditanyakan “Apakah bayi berusia lebih dari 6 bulan?”. Bila jawaban

“Ya”, maka ibu disarankan untuk menggunakan metode kontrasepsi lain. Bila jawaban “Tidak”, maka kemungkinan ibu tersebut untuk mengalami kehamilan

adalah 1-2%. 2.1.2 Cara Kerja

Cara kerja dari MAL adalah menunda atau menekan terjadinya ovulasi.Pada masa laktasi/menyusui, hormon yang berperan adalah prolaktin dan oksitosin. Semakin sering menyusui, maka kadar prolaktin meningkat dan hormon gonadotropin melepas hormon penghambat (inhibitor). Hormon penghambat dapat mengurangi kadar esterogen, sehingga ovulasi tidak terjadi.

2.1.3 Efektifitas

Efektifitas MAL sangat tinggi sekitar 98% apabila digunakan secara benar dan memenuhi persyaratan yaitu digunakan selama 6 bulan pertama setelah melahirkan, belum mendapat haid pasca melahirkan dan menyusui secara eksklusif (tanpa memberikan makanan tambahan). Efektifitas dari metode ini juga sangat tergantung pada frekuensi dan intensitas menyusui.

2.1.4 Manfaat

MAL memberikan manfaat kontrasepsi maupun non kontrasepsi : 1. Manfaat kontrasepsi

(4)

a. Efektifitas tinggi (98%) apabila digunakan selama enam bulan pertama pasca melahirkan, belum mendapat haid dan meyusui eksklusif.

b. Dapat segera dimulai setelah melahirkan.

c. Tidak memerlukan prosedur khusus, alat maupun obat. d. Tidak memerlukan pengawasan medis.

e. Tidak mengganggu senggama. f. Mudah digunakan.

g. Tidak perlu biaya.

h. Tidak menimbulkan efek sampinhg sistematik. i. Tidak bertentangan dengan budaya maupun agama. 2. Manfaat Non Kontrasepsi

Manfaat non kontrasepsi dari MAL antara lain: a. Untuk bayi:

1. Mendapatkan kekebalan pasif., 2. Peningkatan gizi.

3. Mengurangi resiko penyakit menular.

4. Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi air, susu formula atau alat minim yang dipakai.

b. Untuk ibu:

1. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan.

(5)

3. Mengurangi resiko anemia.

4. Meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi (Proverawati, 2010).

2.1.5 Keterbatasan

Pada dasarnya, penggunaan MAL menjadi terbatas dan kurang efektif karena beberapa hal berikut:

1. Banyaknya persiapan sejak perawatan kehamilan agar ibu dapat segera menyusui bayi pada 30 menit pasca persalinan.

2. Pengaruh kondisi sosial.

3. Efektifitas tinggi hingga menstruasi datang kembali atau 6 bulan.

4. Tidak mampu melindungi dari IMS, termasuk virus hepatitis B/HVB, dan HIV/AIDS (Prasetyono, 2012).

2.1.6 Yang Dapat Menggunakan MAL

MAL dapat digunakan oleh wanita yang ingin menghidari kehamilan dan memenuhi criteria sebagai berikut:

1. Wanita yang menyusui secara eksklusif.

2. Ibu pasca melahirkan dan bayinya kurang dari 6 bulan. 3. Wanita yang belum mendapat haid pasca melahirkan.

Wanita yang menggunakan MAL, harus menyusui dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(6)

2. Frekuensi menyusui sering dan tanpa jadwal. 3. Pemberian ASI tanpa botol atau dot.

4. Tidak mengkonsumsi suplemen.

5. Pemberian ASI tetap dilakukan baik ketika ibu atau bayi sedang sakit. 2.1.7 Yang Tidak Dapat Menggunakan MAL

MAL tidak dapat digunakan oleh:

1. Wanita pasca melahirkan yang sudah mendapat haid. 2. Wanita yang tidak menyusui secara eksklusif.

3. Wanita yang bekerja dan terpisah dari bayinya lebih dari 6 jam. 4. Wanita yang harus menggunakan metode kontrasepsi tambahan., 5. Wanita yang menggunakan obat yang mengubah suasana hati. 6. Bayi sudah berumur lebih dari 6 bulan.

7. Bayi yang mempunyai gangguan metabolisme (Proverawati, 2010).

2.2Program Keluarga Berencana Nasional 2.2.1 Pengertian Keluarga Berencana

Menurut WHO (1970), dikutip dalam Hartanto (2004) keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapat objek tertentu, yaitu : (1) Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, (3) Mengatur interval di antara kehamilan, (4) Menentukan jumlah anak dalam keluarga.

(7)

menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.

Berdasarkan dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga berencana adalah usaha-usaha yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun individu untuk mengatur jarak kelahirannya dengan menggunakan alat atau metodekontrasepsi.

Secara umum tujuan keluarga berencana adalah untuk mewujudkan keluarga yang sehat dan sejahtera dalam upaya untuk menjarangkan kehamilan dan membatasi jumlah anak dua orang saja, upaya ini juga dapat menyehatkan sosial ekonomi keluarga (Saifuddin, 2003).

2.2.2 Perkembangan Keluarga Berencana Di Indonesia

Permulaan pemikiran tentang KB di Indonesia tidak mempersoalkan angka kelahiran tetapi tingginya angka kematian ibu akibat terlalu sering melahirkan, berkisar pada 800 per 100.000 kelahiran, bahkan tidak jarang ibu meninggal bersama bayinya. Hal inilah yang menggugah Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia kala itu Sarwono Prawirohardjo untuk mendirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tanggal 25 Desember 1957.

(8)

pembangunan nasional, disusul dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1970 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Memasuki Pelita V, pemerintah dalam hal ini BKKBN telah memperkenalkan satu program baru yang disebut dengan Gerakan KB Mandiri. Dengan program yang baru ini pemerintah memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi organisasi profesi serta sektor swasta lainnya dalam memberikan pelayanan KB. Proses pembangunan konsep KB mandiri berawal dari diperkenalkannya konsep alih peran kemudian berkembang menjadi alih kelola dan selanjutnya mengkristalkan menjadi KB mandiri.

Falsafah KB mandiri pada hakekatnya merupakan keadaan dan sikap mental dari pemerintah maupun pengelola/pelaksana KB secara individu maupun kelompok dalam mengelola dan melaksanakan KB atas kemauan sendiri tanpa tergantung dari orang lain dalam memelopori menjadi peserta KB. Dengan demikian ketergantungan program KB terhadap pemerintah semakin berkurang. Agar masyarakat mau membiayai sendiri pelayanan KB, maka beberapa hal yang menyangkut tersedianya pelayanan yang mudah dicapai dan dijangkau masyarakat serta kualitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat perlu diusahakan (BKKBN, 1990).

(9)

memperkenalkansederetan pelayanan swasta maupun alat kontrasepsi untuk KB. Untuk memperluas pilihan alat kontrasepsi terhadap kebutuhan ber-KB, maka tanggal 1 Juli 1992 telah diresmikan oleh Presiden Suharto sebuah lambang baru yaitu Lingkaran Emas (LIMAS). Pemasaran KB LIMAS bukan satu pengganti pemasaran kontrasepsi LIBI, tetapi suatu usaha yang bersamaan untuk lebih memberikan banyak pilihan kontrasepsi diharapkan memberikan kepuasan kepada akseptor (BKKBN, 1992).

2.3 Kontrasepsi

2.3.1 Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah alat atau obat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan serta menghentikan kesuburan. Kotrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti mencegah atau melawan sedangkan konsepsi

adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang telah matang dengan sperma yang akan mengakibatkan kehamilan. Maka kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dan sperma tersebut.

2.3.2 Kontrasepsi Periode Menyusui

(10)

laktasi, hal tersebut berperan penting dalam menunda kembalinya ovulasi setelah persalinan.Setelah persalinan, prolaktin bertindak sebagai hormon utama yang mendukung produksi ASI, terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron beserta efek inhibitornya terhadap prolaktin secara bermakna. Refleks isap bayi akan merangsang prolaktin dan mempertahankan produksi ASI. Kembalinya siklus menstruasi setelah persalinan merupakan salah satu indikator kembalinya kemampuan reproduksi, tetapi terjadinya mentruasi tidak selalu berarti terjadi ovulasi. Pada wanita yang memilih untuk tidak menyusui, kadar gonadotropin tetap rendah selama 2-3 minggu pertama masa nifas dan kembali ke normal pada minggu ke-3 dan ke-5 saat kadar prolaktin mengalami penurunan di bawah kadar normal.8 Rerata waktu terjadinya ovulasi pertama kali pada wanita AS adalah 45±3.8 hari (rentang 25-72 hari) (Kemenkes RI, 2010).

(11)

Ada berbagai alternatif metode kontrasepsi pasca persalinan. Hal ini dapat terlihat jelas pada bagan berikut:

Gambar 2.2 Metode kontrasepsi pasca persalinan (Shegaw, 2007 dalam Suparmi, 2010).

Berdasarkan bagan diatas, pemberian ASI merupakan salah satu metode kontrasepsi pada wanita menyusui.Menurut WHO (dalam Kemenkes RI, 2010), penggunaan kontrasepsi pada masa pascapersalinan dibagi menjadi dua yaitu wanita pascapersalinan yang menyusui dan wanita pascapersalinan yang tidak menyusui. Masa menyusui yang dimaksud adalah masa pemberian ASI eksklusif.

(12)

memberikan ASI eksklusif, bayi dapat mulai mengkonsumsi makanan tambahan selain tetap mendapat ASI sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih. ASI merupakan makanan alami pertama untuk bayi, ASI menyediakan seluruh energi dan nutrisi yang diperlukan bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Pemberian ASI setelah 6 bulan pascakelahiran mencukupi lebih dari setengah kebutuhan nutrisi bayi pada setengah tahun kedua, serta menyediakan lebih dari sepertiga kebutuhan nutrisinya selama tahun kedua kehidupan.

WHO dan UNICEF (dalam Kemenkes RI, 2010) telah merumuskan rekomendasi mengenai pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pascapersalinan bagi ibu menyusui, yaitu sebagai berikut :

a) Proses menyusui bayi pertama kali dilakukan oleh ibu dalam 1 jam pertama pascapersalinan, atau lazim dikenal sebagai inisiasi menyusui dini (IMD);

b) Proses menyusui ASI eksklusif berarti bayi mendapat asupan nutrisi hanya dari ASI selama 6 bulan pertama pascakelahiran, tanpa pemberian makanan atau minuman tambahan apapun (tidak terkecuali air putih);

c) Ibu memberikan ASI sesuai kebutuhan/semau bayi (on demand) yaitu sesegera mungkin ketika bayi minta disusui, siang dan malam;

d) Tidak diperkenankan pemakaian botol susu, dot atau kempeng.

(13)

satu payudara sebelum memberikan payudara lain, supaya bayi mendapat cukup banyak susu akhir (hind milk). Bayi hanya membutuhkan sedikit ASI dari payudara berikut atau sama sekali tidak memerlukan lagi. Ibu dapat memulai dengan memberikan payudara lain saat menyusui berikutnya sehingga kedua payudara memproduksi banyak ASI. Waktu antara 2 pengosongan payudara tidak lebih dari 4 jam.

American Academy of Pediatrics/AAP (1997, dalam Kemenkes RI,2010)

merekomendasikan frekuensi menyusui perhari (24 jam) sebanyak 8-12 kali dengan durasi menyusui selama 10-15 menit untuk tiap payudara. Pada minggu pertama pasca

kelahiran, meskipun bayi tidak memberi tanda ingin menyusu, bayi tetap rutin diberi ASI setiap 4 jam setelah menyusui terakhir. Tidak diperbolehkan suplementasi makanan dan minuman apapun, kecuali obat-obatan atas indikasi medis.

Menyusui bayi akan menstimulasi perkembangan sistem sensorik dan kognitif, serta melindungi bayi dari penyakit infeksi dan penyakit kronik. Pemberian ASI eksklusif menurunkan mortalitas bayi terhadap penyakit diare atau pneumonia, serta mempercepat masa penyembuhan. Dampak ini dapat diukur pada sumber daya masyarakat miskin dan kaya.

(14)

kanker payudara, meningkatkan sumber daya keluarga dan negara, serta merupakan metode pemberian makan yang aman terhadap bayi dan lingkungan.

2.4 Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Metode Amenorea Laktasi Pemberian ASI

ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan. Menurut Suraatmadja (1997,dalam Suparmi 2010), faktor – faktor yang mempengaruhi penggunaan ASI antara lain :

1. Perubahan sosial budaya, antara lain: a. Ibu-ibu bekerja atau kesibukan lainnya

b. Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol c. Merasa ketinggalan jaman jika menyusui bayinya

2. Faktor psikologis, misalnya takut kehilangan daya tarik seorang wanita dan tekanan batin

3. Faktor fisik ibu

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI

5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI

(15)

kebudayaan barat menyebabkan terjadinya pergeseran sosio budaya masyarakat setempat. Memberi susu botol dianggap kebiasaan modern dan menempatkan ibu pada kedudukan sama dengan ibu-ibu golongan atas. Faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI menurut Suradi adalah faktor ekonomi, tata laksana rumah sakit dan kesehatan ibu dan bayi.

Moehyi (2008), menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan laktasi, yaitu:

a. Proses pertumbuhan jaringan pembuat ASI b. Dimulainya produksi ASI setelah bayi lahir c. Kelangsungan atau kontinuitas produksi ASI d. Refleks pengeluaran ASI

Terdapat beberapa kesukaran atau masalah yang mungkin terjadi dalam kegiatan menyusui. Kesukaran tersebut dapat dilihat dari faktor ibu maupun faktor anak. Kesukaran pemberian ASI dari faktor ibu adalah :

a. Puting susu nyeri/lecet

Sekitar 57% dari ibu menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada putingnya. Hal ini kebanyakan disebabkan kesalahan pada teknik menyusui. b. Payudara bengkak (engorgement)

(16)

c. Saluran susu tersumbat

Suatu keadaan dimana terjadi sumbatan pada satu atau lebih duktus laktiferus. Penyebabnya adalah tekanan jari pada waktu ibu menyusui, pemakaian BH yang terlalu ketat dan komplikasi payudara bengkak yaitu susu yang terkumpul tidak segera dikeluarkan sehingga terjadi sumbatan.

d. Mastitis

Mastitis adalah radang pada payudara. Penyebabnya adalah payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya akan menyebabkan terjadinyamastitis.

e. Kelainan anatomis pada putting susu

Kelainan puting susu karena tidak tumbuh sempurna juga merupakan kesukaran ibu dalam menyusui bayinya.

f. Adanya penyakit kronis tertentu seperti tuberkulosa, malaria merupakan alasan tidak menganjurkan ibu menyusui bayinya. Demikian juga dengan ibu yang gizinya tidak baik, akan menghasilkan ASI dalam jumlah yang relatif sedikit dibandingkan ibu sehat yang gizinya baik.

(17)

yang mengakibatkan kegagalan pemberian ASI adalah trauma persalinan, infeksi, kelainan congenital misalnya celah palatum dan bayi kembar.

Pemberian ASI dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor bayi itu sendiri, faktor ibu, faktor komunitas sosial, faktor pelayanan kesehatan dan tempat kerja serta kebijakan dan dukungan pemerintah (Labbok,2008).

Gambar 2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelangsungan Pemberian ASI

2.5 Landasan Teori

Lactational Amenorrhea Method (LAM) atau Metode Amenorea Laktasi

(18)

Kondisi yang harus terpenuhi agar menyusui dapat memberikan efek kontrasepsi adalah:

1. Belum mengalami menstruasi kembali setelah persalinan (perdarahan pada massa nifas tidak diperhitungkan)

2. Bayi berusia kurang dari 6 bulan 3. Bayi diberi ASI eksklusif.

Bila ketiga kondisi ini terpenuhi, maka pemberian ASI dapat memberikan perlindungan 98% dari kehamilan pada 6 bulan pertama setelah persalinan (Kennedy, 1998). Bahkan beberapa penelitian menyebutkan perlindungan terhadap kehamilan dapat lebih dari 6 bulan. Pemberian ASI dapat memberikan perlindungan 10% - 30% pada 12 bulan pertama, dimana bayi setelah 6 bulan diberikan makanan tambahan.

Menurut penelitian yang dilakukan Suparmi (2010) faktor-faktor yang berhubungan dengan amenorea laktasi :

a. Frekuensi Pemberian ASI

(19)

Tetapi, keadaan ini bervariasi antara ibu menyusui yang satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, semakin tinggi frekuensi menyusui maka semakin banyak sekresi beta- endorphin, sehingga durasi amenorrhea laktasi akan semakin lama (Karim,

2002).

b. Pemakaian Kontrasepsi

Kontrasepsi hormonal seperti pil, IUD, suntik yang mengandung estrogen dapat menurunkan produksi ASI (Hasanah, 2006). Sekitar 0,2 - 1% kandungan hormon dalam kontrasepsi akan terekskresi dalam ASI. Hasil penelitian RCT (Randomized Controled Trial) menyebutkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal berpengaruh terhadap volume, inisiasi, lama menyusui dan perkembangan bayi (Miller, 1970).

Menurut Diaz (1996), wanita yang menggunakan kontrasepsi progrestin memiliki durasi amenorrhea laktasi lebih panjang (4-5 bulan) dibandingkan menggunakan IUD atau LAM.

c. Paritas

(20)

d. Umur ibu

Umur merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Segala kegiatan di dalam siklus manusia banyak ditentukan oleh umurnya. Banyak masalah yang dihadapi ibu-ibu yang berumur belasan tahun baik dalam kehamilan, persalinan maupun waktu menyusui. Kembalinya menstruasi pada ibu yang berumur diatas 30 tahun lebih lama yaitu sebesar 27% dibandingkan ibu yang berumur dibawah 20 tahun. Umur ibu memiliki hubungan negatif dengan kembalinya massa menstruasi dengan risiko relatif sebesar 0,98 (P=0,01). Dengan demikian, semakin bertambah usia maka risiko untuk mengalami menstruasi kembali menurun sebesar 2% (Karim,2002).

e. Pendidikan Ibu

Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk memberi pengaruh positif terhadap perkembangan anak didik, dengan cara memberikan pengalaman dan pengetahuan. (Notoatmodjo, 1993) semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang, semakin banyak pengetahuannnya. Hal ini mengakibatkan semakin terbuka dan tanggap mereka terhadap ide-ide serta tata cara kehidupan baru, termasuk tata cara pemberian ASI sebagai salah satu metode kontrasepsi untuk memperpanjang lama menstruasi.

(21)

Penelitian Tesfayi berdasarkan data DHS (Demographic and Health Surveys) di Indonesia (2008) hanya membagi ibu menjadi dua, yaitu ibu bekerja dan tidak bekerja. Diperoleh hasil bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki risiko 0,98 kali lebih lama untuk kembali menstruasi dibandingkan ibu yang tidakbekerja (Tesfayi, 2008). g. Sosial ekonomi

Penelitian Tesfayi berdasarkan data DHS (Demographic and Health Surveys) pada ibu yang amenorea di 12 bulan pertama setelah kelahirannya di Dominika, diperoleh hasil HR lebih kecil yaitu 1,10 (1,03-1,17 95% CI) untuk ibu yang memiliki status sosial ekonomi menengah dan 1,12 (1,40 – 1,20 95% CI) yang memiliki status sosial ekonomi kaya (Tesfayi, 2008).

(22)

Berdasarkan konsep tersebut maka kerangka teorinya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Kerangka Teori Labbok (2008, Peng.1998, dalam Suparmi 2010)

pemberian ASI

Frekuensi pemberian ASI

Faktor demografi

(pengetahuan, pendidikan, pekerjaan) dan tingkat sosial ekonomi.

Metode Amenorea Laktasi

Penggunaan kontrasepsi

(23)

2.6Kerangka Konsep

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kondisi pemberian ASI, faktor demografi (pengetahuan, pendidikan, pekerjaan, paritas) dan sosial ekonomi sedangkan variabel dependen adalah pemakaian metode amenorea laktasi sebagai kontrasepsi.

Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan pada bagan berikut ini :

Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Pemakaian Metode Amenorea Laktasi Sebagai Kontrasepsi Kondisi

Pemberian ASI

Faktor demografi (pengetahuan, pendidikan,

Gambar

Gambar 2.1 Alogaritma Lactational Amenorrhea Method (LAM)
Gambar 2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelangsungan Pemberian ASI
Gambar 2.4 Kerangka Teori
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

menyangkal bingkai obyektif masyarakat kolonial yang dominan/ absolut, yang ternyata menyimpang dari kebenaran. Inilah sebuah bukti bahwa obyektivitas.. Bisakah pandangan

Berdasarkan hasil kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pinjaman Bank Dunia untuk LMPDP dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan kegiatan ajudikasi dan sertifikasi tanah

Beban pekerjaan yang diberikan kepada saya sengaja dikurangi, karena saya dinilai kurang mampu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.. Saya berusaha keras

Pandangan dari masyarakat sudah dapat dipastikan tidak jauh berbeda dengan pandangan-pandangan dari pemerintah, tokoh agama serta tokoh masyarakat. Penguburan di

Pictures at an Exhibition secara crossover dalam format band seperti Mekong Delta, namun terdapat beberapa perbedaan seperti penggunaan instrumen, penggarapan teknik, dan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran faktor pencetus serangan asma pada pasien asma di poliklinik paru dan

(Android apps provide little to no protection against reverse engineering, where an attacker can take a compiled application and recover the source code for it.) Unfortunately,

Untuk memastikan bahwa simulasi telah berjalan dengan baik, maka data kandungan air yang didapat dari hasil simulasi dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis