• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Dan Angkatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Dan Angkatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

89 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono, 1999 : 8). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu : proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.

Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Dalam hal ini berkaitan dengan output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Jadi proses kenaikan output perkapita harus dianalisa dengan melihat apa yang terjadi dengan output total disatu pihak, dan jumlah penduduk di pihak lain. Dengan perkataan lain, pertumbuhan ekonomi mencakup pertumbuhan GDP total dan pertumbuhan penduduk.

(2)

90 kecenderungan menaik maka dapat kita katakan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periode-periode selanjutnya.

2.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

(3)

91 Asumsi utama yang digunakan dalam model Solow adalah bahwa modal mengalami diminishing returns. Jika persediaan tenaga kerja dianggap tetap, dampak akumulasi modal terhadap penambahan output akan selalu lebih sedikit dari penambahan sebelumnya, mencerminkan produk marjinal modal (marginal product of capital) yang kian menurun Jika diasumsikan bahwa tidak ada

perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja, maka diminishing return pada modal mengindikasikan bahwa pada satu titik, penambahan jumlah modal (melalui tabungan dan investasi) hanya cukup untuk menutupi jumlah modal yang susut karena depresiasi. Pada titik ini perekonomian akan berhenti tumbuh, karena diasumsikan bahwa tidak ada perkembangan teknologi atau pertumbuhan tenaga kerja.

Pertumbuhan ekonomi menurut model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa menuju pertumbuhan steady-state yang bergantung hanya pada perkembangan teknologi dan

pertumbuhan tenaga kerja.

(4)

92 Model solow diawali dari fungsi produksi Y/L = F(K/L) dan dituliskan sebagai y = f(k), dimana y = Y/L dan k = K/L produksi ini menunjukkkan bahwa jumlah output per pekerja (Y/L) adalah fungsi dari jumlah modal per pekerja (K/L) fungsi produksi mengasumsikan diminishing return terhadap modal yang mencerminkan dari kemiringan dari fungsi produksi tersebut. Kemiringan fungsi produksi menggambarkan produk marjinal modal (marginal product of capital) yang menggambarkan banyaknya output tambahan yang dihasikan seorang pekerja ketika mendapatkan satu unit modal tambahan ( Mankiw, 2007). Model solow secara matematis sebagai berikut :

Δk = sf (k)-(n+ δ+g)k

(2.1) dimana :

y = f(k) = F(K/L)

n = tingkat pertumbuhan penduduk δ = depresiasi

k = modal per pekerja = K/L y = output per pekerja = Y/L s = tingkat tabungan

g = tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja Pada model Solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut, yaitu investasi (s), pertumbuhan penduduk (n) dan depresiasi atau penyusutan (δ).

(5)

93

sf(k) = (n + δ+ g) k

(2.2)

Pada kondisi steady-state, output per tenaga kerja dan konsumsi per tenaga kerja masing- masing adalah

)

Pada kondisi golden-rule, diketahui bahwa produk marginal modal per tenaga kerja adalah

k g n

MPK =( +δ + )

Secara grafik, model pertumbuhan solow( tanpa perkembangan teknologi)

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan)

Gambar 2.1. Model Pertumbuhan Solow

y,i

k (n + δ+ g) k

y = f(k)

(6)

94 Jika sf (k) > (n+ δ+g)k , atau jika tabungan lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk ditambah tingkat depresiasi dan kemajuan teknologi, maka modal per pekerja (k) akan naik. Kondisi ini dikenal sebagai capital deepening. Sementara capital widening merujuk pada kondisi saat modal meningkat pada tingkatan yang hanya cukup untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dan depresiasi.

Pada kondisi steady-state, output per pekerja adalah konstan. Namun demikian, output total tumbuh dengan kecepatan sama dengan pertumbuhan penduduk, yaitu n. Apabila modal per pekerja lebih kecil dari modal pekerja steady- state atau tabungan lebih besar dari modal yang dibutuhkan maka modal

per pekerja naik menuju modal per pekerja steady state.

Ini menunjukkan capital deepening dan mendorong peningkatan output per pekerja. Apabila modal per pekerja lebih besar dari modal per pekerja steady state atau tabungan lebih kecil dari modal yang dibutuhkan maka modal per pekerja turun menuju modal per pekerja steady-state.

.

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )

(7)

95 Apabila tingkat tabungan (s) naik maka modal per pekerja steady-state naik. Peningkatan modal per pekerja (k) akan meningkatkan output per tenaga kerja (y) dan konsumsi per pekrja (c).

Sumber: N.Gregory Mankiw ( MakroEkonomi edisi delapan )

Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk pada grafik diatas, kenaikan tingkat pertumbuhan penduduk dari n ke n1 menghasilkan garis capital widening baru (n1+d). Kondisi state tingkat per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi steady-state awal titik B, memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dibandingkan kondisi steady-state awal di titik A. Model Solow memprediksi bahwa perekonomian dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi akan memiliki tingkat modal per pekerja yang lebih rendah dan karenanya pendapatan yang lebih rendah pula.

(8)

96 kerja efektif akan berimplikasi pada keragaman yang sangat besar pada tingkat pengembalian terhadap modal. Jika pasar bersifat kompetitif, tingkat pengembanlian terhadap modal adalah sama dengan produk marginal, f(k) dikurangi depresiasi.

2.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Pemerintah Versi Keynes Teori yang membahas mengenai hubungan pengeluaran pemerintah dengan pertumbu- han ekonomi diuraikan panjang lebar dalam The General Theory Keynes. Teori ini menguraikan bahwa pendapatan total perekonomian

dalam jangka pendek, sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya. Untuk memodelkan pandangan Keynesian mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertum- buhan ekonomi ini diilustrasikan dengan pemodelan yang disebut perpotongan Keynesian (Mankiw, 2007), seperti yang ditunjuk- kan pada gambar 1.

(9)

97 Besarnya kenaikan output sebagai dampak dari kenaikan pengeluaran peme- rintah disebut pengganda pembelian peme- rintah (Government purchases multiplier) yang diukur dengan rasio ∆Y/∆G. Implikasi dari perpotongan Keynesian adalah bahwa kenaikan output (∆Y) lebih besar dari kenaikan pengeluaran pemerintah (∆G), hal ini di sebabkan karena adanya efek berantai yang ditimbulkan dari peningkatan penge- luaran pemerintah. Proses ini bermula dari perubahan awal pengeluaran pemerintah sebesar ∆G meningkatkan output ∆Y sebesar ∆G, peningkatan output atau pendapatan ini selanjutnya meningkatkan konsumsi masya- rakat sebesar MPC x ∆G, di mana MPC (Marginal Propensity to Consume) adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal. Kenaikan dalam

pendapatan yang kedua ini sekali lagi meningkatkan konsumsi sekarang sebesar MPC x (MPC x ∆G) dan seterusnya, sehingga angka pengganda ini merupakan seri geometri tidak terhingga. Secara aljabar pengganda pemerintah ini dapat dituliskan:

(10)

98 menjadi subyek penelitian. Di sisi lain, studi pembiayaan publik telah diarahkan untuk mengidentifikasikan penye- bab pertumbuhan sektor publik. Hukum Wagner mengenai pengeluaran publik adalah salah satu usaha paling awal yang menekankan pertumbuhan ekonomi sebagai determinan mendasar dari pertumbuhan sektor publik. Sejumlah studi menemukan hubungan positif yang nyata antara pertumbuhan sektor publik dan pertumbuhan ekonomi hanya untuk negara berkembang tetapi bukan pada negara maju, yang lainnya malahan melaporkan hubungan negatif antara pembe- lanjaan pemerintah dan GNP.

2.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern

Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000 : 60) pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui tahapan: masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, tahap kematangan dan masyarakat berkonsumsi tinggi.

Kuznet (dalam Suryana, 2000 : 61) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya.

(11)

99 ekonomi yang langsung antar besarnya stok modal ( C ) dan jumlah produksi nasional ( Y ).

COR S

Growth=

(2.8) dimana :

Growth = Pertumbuhan S = Saving

COR = Capital Output Ratio

2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, faktor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumberdaya manusia, modal, usaha, teknologi dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi politik, dan nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Di dalam pertumbuhan ekonomi, lembaga sosial, sikap budaya, nilai moral, kondisi politik dan kelembagaan merupakan faktor non ekonomi.

(12)

100 Faktor-faktor non ekonomi bersama-sama faktor ekonomi saling mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor non ekonomi juga memiliki arti penting di dalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan terdiri dari :

1. Faktor Sosial. Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

2. Faktor Manusia. Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.

3. Faktor Politik dan Administratif. Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang.

Menurut Nurkse (dalam Jhingan, 1995 : 93) : “Pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang histories”. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya, politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor ekonomi.

2.6. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

(13)

101 Dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2006: 19).

Dalam konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999: 15).

(14)

102

PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Yt = Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu

Yt-1 = Produk Domestik Regional Bruto Periode Sebelumnya

Keseimbangan pendapatan daerah tanpa ekspor impor dirumuskan oleh persamaan :

Y = C + I + G (2.10)

Pengeluaran atau pembelian pemerintah daerah (G) dibiayai oleh penerimaan pemerintah daerah, yaitu pajak (T) setelah dikurangi transfer (Tr). Penerimaan pajak oleh pemerintah daerah akan mengurangi konsumsi (C), namun pemberian transfer (Tr) akan menambah konsumsi, sehingga konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan, pajak dan transfer, yaitu:

C = C (Y-T + Tr) (2.11)

Substitusi persamaan (2.11) ke (2.10) akan menghasilkan keseimbangan pendapatan daerah, yaitu:

Y = C ( Y - T + Tr ) + I + G

(2.12)

(15)

103 serta pemberian transfer (Tr) terhadap pendapatan daerah ditunjukkan melalui proses multiplier belanja atau pembelian pemerintah dan penerimaan pemerintah, yaitu:

Dalam konsep ekonomi makro dC/dY disebut Marginal Propensity to Consume (MPC), sehingga:

Dari persamaan (2.14) ditunjukkan bahwa peningkatan penerimaan atau pendapatan pemerintah (T) akan menurunkan pendapatan daerah, akan tetapi sebaliknya peningkatan transfer dan peningkatan belanja atau pembelian pemerintah akan meningkatkan pendapatan daerah.

(16)

104 daerah dan belanja pemerintah daerah. Pendapatan daerah dibedakan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer (PT), Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPYS). Sedangkan belanja daerah (BD) adalah alokasi belanja yang bersumber dari pendapatan daerah yang diyakini langsung mempengaruhi PDRB.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa kinerja keuangan daerah digambarkan oleh realisasi pendapatan daerah dan realisasi belanja daerah. Dari rumusan pendapatan nasional diketahui bahwa peningkatan pendapatan daerah akan menurunkan PDRB, sehingga peningkatan realisasi PAD akan menurunkan PDRB. Sedangkan peningkatan realisasi anggaran belanja daerah akan meningkatkan PDRB. Dengan kata lain, jika realisasi pendapatan daerah lebih besar dari realisasi belanja maka PDRB turun. Sebaliknya jika realisasi pendapatan lebih rendah dari realisasi belanja daerah maka PDRB akan naik. Pengaruh tingkat capaian belanja daerah terhadap PDRB adalah positif, di mana realisasi belanja daerah yang makin tinggi teralokasi terhadap 9 (sembilan) sektor ekonomi akan dapat memacu pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi tersebut.

Menurut hukum wagner, dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat (Mangkoesoebroto, 2001 : 173). Hukum tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

GpCt

>

GpCt-1

>

GpCt-2

> ……. >

GpCt-n

(17)

105 Keterangan :

GpC : Pengeluaran pemerintah per kapita

YpC : Produk atau pendapatan nasional per kapita t : indeks waktu (tahun)

Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu : tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demografi, dan ketidakefisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah (Dumairy, 1996 : 162).

Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tariff pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat.

2.6.1. Komponen Pendapatan dan Belanja Daerah

(18)

106 Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut Pasal 6 ayat (2) Undang- Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi potonga ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

Dana perimbangan adalah penerimaan daerah dalam bentuk pendapatan transfer yaitu pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah yang bersumber dari transfer pemerintah atasan yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan ini meliputi Dana Bagi Hasil (DBH) pajak, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

(19)

107 dikelompokkan menjadi:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;

2. Pendapatan transfer yang terdiri dari pendapatan transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) yang terdiri dari DBH-SDA, DAU dan DAK, transfer pemerintah pusat lainnya (dana otonomi khusus dana penyesuaian); transfer pemerintah provinsi yang terdiri dari pendapatan bagi hasil pajak dan pendapatan bagi hasil lainnya;

3. Lain-lain pendapatan yang sah yang terdiri dari pendapatan hibah, pendapatan dana darurat dan pendapatan lainnya.

Sedangkan komponen belanja daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terikat langsung dengan program dan kegiatan yang dipergunakan untuk mendanai belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil kepada provinsi, kabupaten/ kota dan pemerintah desa dan belanja tak terduga Belanja langsung adalah belanja yang terikat langsung dengan program dan kegiatan yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal.

(20)

108 1. Belanja operasi yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja

bunga, belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan.

2. Belanja modal yang terdiri dari belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan irigasi dan jaringan, belanja aset tetap lainnya dan belanja aset lainnya.

3. Belanja tak terduga adalah belanja yang dianggarkan untuk mendanai kegiatan yang sifatnya darurat dan belum dapat diperkirakan sebelumnya. 4. Belanja transfer/bagi hasil ke desa yang meliputi bagi hasil pajak, bagi

hasil retribusi, bagi hasil pendapatan lainnya.

Reformasi dalam pengelolaan anggaran daerah adalah merupakan kebutuhan mendesak yang perlu dilakukan mengingat anggaran daerah sebagai rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam periode tertentu (satu tahun), selama ini belum mampu memberikan hasil secara optimal. Hal ini disebabkan karena selama ini anggaran daerah lebih merupakan instrumen pembinaan pemerintah atasan kepada pemerintah di bawahnya. Namun demikian di era reformasi, memang telah terlihat adanya perubahan yang mendasar dalam peran dan fungsi anggaran daerah seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dengan reformasi ini diharapkan anggaran daerah mampu memainkan perannya sebagai instrumen kebijakan dan instrumen manajemen bagi pemerintah daerah.

(21)

109 optima difungsikan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Berdasarkan Organisasi Komunitas Perpustakaan Online Indonesia (diakses tanggal 18 Agustus 2010) dijelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Oleh karena itu ada 3 (tiga) bentuk kebijakan anggaran/politik anggaran yang dapat dilakukan sesuai kondisi perekonomian daerah, yaitu:

(22)

110 sedang resesif.

2. Anggaran surplus (surplus budget) atau disebut juga kebijakan fiskal kontraktif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Sebaiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran berimbang (balanced budget), yaitu suatu bentuk kebijakan anggaran di mana pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

(23)

111 2.7. Penelitian Sebelumnya

Siti Aisyah Tri Rahayu (2000). Dalam penelitiannya tentang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, menyebutkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah (ΔY) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan angkatan kerja (ΔL), rasio investasi swasta PMA dan PMDN yang disetujui terhadap PDRB (IP), rasio investasi pemerintah daerah terhadap PDRB (IG), rasio pengeluaran/konsumsi pemerintah (belanja rutin) daerah terhadap PDRB ((G/Y) ΔG) dan rasio penerimaan pemerintah daerah yang berasal dari pajak daerah dan penerimaan non pajak terhadap PDRB (R/Y).

Arief Hadiono (2001) Dalam penelitiannya tentang pertumbuhan ekonomi di propinsi Jawa Tengah menggunakan data polling sampel populasi kab/kota di Jateng selama tahun 1994-1998 menyebutkan bahwa output suatu daerah (PDRB) merupakan fungsi dari investasi pemerintah, penyerapan tenaga kerja dan sarana angkutan umum.

Devarajan, Swaroop dan Zou (1996) mengemukakan bahwa di 43 negara berkembang selama 20 tahun menunjukkan peningkatan pengeluaran rutin dan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sebaliknya pengeluaran pembangunan menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

(24)

112 perannya sebagai penggerak perekonomian relatif masih terbatas. Pertumbuhan Ekonomi di negara Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian dunia. Liberalisasi perdagangan dan globalisasi ekonomi telah mempercepat laju pertumbuhan negara-negara tersebut. Perubahan tersebut yang disertai teknologi dan telekomunikasi telah mendorong berkurangnya hambatan hambatan lalu lintas barang dan modal antar negara.

Hanum (2004) yang menggunakan metode OLS ( Ordinary Least Square) antara lain menemukan bahwa untuk variabel pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

(25)
(26)

114 2.8. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat. Berdasar pada uraian sebelumnya maka kerangka pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi (sebagai variabel terikat) yang dipengaruhi oleh pengeluaran rutin, pengeluaran pemerintah, dan investasi.

Gambar 2.5. Kerangka konseptual

2.9. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi.

2. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Dairi. 3. Angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Dairi.

Pengeluaran Pemerintah

Daerah Investasi

Angkatan Kerja

Gambar

Gambar 2.1. Model Pertumbuhan Solow
Gambar 2.2. Model Pertumbuhan Solow Dengan Perubahan pada Tingkat                        Tabungan
Gambar 2.3. Model Pertumbuhan Solow dengan Perubahan pada                         Pertumbuhan Penduduk
Gambar 2.4. Perpotongan Keynesian, Pergeseran ke atas dalam               Pengeluaran Pemerintah yang Direncanakan Sebesar
+2

Referensi

Dokumen terkait

A synthesized source is generated as a weighted combination of all candidate sources using a MMD -based domain distance3. The method has cubic complexity in the number of

[r]

bagi Bapak/Ibu peneliti yang belum mengunggahkan Laporan Kemajuan, Laporan Keuangan 70%, catatan harian, agar segera melakukan pengunggahan ke SIMLITABMAS Dikti.. secepatnya,

For mobile mapping systems with high accuracy demands, moving from standard stereo systems with their proven camera models, calibration procedures and measuring accuracies

[r]

Desain monitoring untuk kebijakan otonomi khusus Papua juga melibatkan logika bottom up yang lebih didasarkan pada persepsi masyarakat Papua yang menjadi obyek

Kelemahan dalam aspek keabsahan filsafati merupakan kelemahan yang fatal, karena kelemahan itu menunjukkan kurangnya keterkaitan antara materi muatan rancangan UU dengan cita

Hal ini dikarenakan bahwa pada proses Med-Arb, arbitrase hanya dapat dilakukan apabila para pihak yang bersengketa itu setuju untuk melanjutkannya kepada proses arbitrase,