• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang besar bagi kehidupan manusia. Manusia akan beralih dari kehidupan tradisional kekehidupan yang lebih maju/modern sehingga perkembangan kejahatan pun akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Maka untuk itu, harus dilakukan perubahan terhadap aturan hukum yang ada dalam masyarakat. Ketentuan hukum itu harus mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat agar aturan hukum itu tidak menjadi kaku, tidak hanya merupakan hukum yang tidur (sleeping law) atau bahkan menjadi hukum yang mati (dead law).1 Oleh karena itu, Indonesia sebagai salah satu Negara yang merasakan pesatnya perkembangan ini perlu mengadakan perubahan terhadap berbagai peraturan yang ada.

Di Indonesia, salah satu peraturan yang mengalami perubahan yaitu peraturan dibidang kenotariatan. Peraturan dibidang kenotariatan mengalami perubahan cukup signifikan, dimana pada pemerintahan orde reformasi telah diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN). “UUJN ini merupakan pengganti Peraturan Jabatan Notariat (untuk selanjutnya disebut PJN) atau Reglement op Het

1

Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, hlm. 209.

(2)

Notaris Ambt in Indonesie (Staatblad 1860 Nomor 3) yang merupakan peraturan Pemerintah Kolonial Belanda”.2

Perubahan peraturan dibidang kenotariatan tidak berakhir dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Hal ini karena adanya tuntutan dari berbagai kalangan termasuk notaris untuk melakukan perubahan terhadap undang-undang ini, sebab undang-undang tersebut dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Tuntutan untuk melakukan perubahan akhirnya terlaksana dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut UUJN P). Undang-Undang ini diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014.

Dalam UUJN P tersebut terdapat beberapa perubahan yaitu dihilangkannya Notaris Pengganti Khusus, soal jangka waktu magang, pelekatan sidik jari dalam akta notaris dan sebagainya. Berdasarkan beberapa perubahan tersebut, ada satu hal yang membuat penulis merasa tertarik dan tertantang untuk mencari tahu lebih dalam mengenai hal itu yaitu masalah pelekatan sidik jari dalam akta notaris.

Ketentuan tentang kewajiban pembubuhan sidik jari dalam minuta akta diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN P yang isinya: “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta”. Kewajiban untuk melekatkan sidik

2

Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Jakarta, hlm. 13.

(3)

jari pada minuta akta mengisyaratkan bahwa hal ini merupakan ketentuan formil dalam pembuatan akta notaris.

Namun pada kenyataannya organisasi notaris sempat dibingungkan dengan kewajiban notaris untuk melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta. Kebingungan ini terjadi karena ketidakjelasan mekanisme penggunaan sidik jari tersebut. Sedangkan, Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN P hanya mengatakan cukup jelas.3 Mekanisme yang dimaksud seperti: sidik jari mana yang harus digunakan, cara melekatkan sidik jari, bagaimana kalau ada pihak yang tidak dapat memberikan sidik jarinya misalnya penyandang cacat, implikasi hukum jika sidik jari tidak dilekatkan pada minuta akta.

Terhadap permasalahan ini kemudian diadakan Rapat Pleno Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia yang Diperluas Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan tentang “Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014: Paradigma Baru Bagi Notaris Menuju Profesionalisme Seutuhnya Melalui Ketelitian, Kecermatan dan Berpengetahuan” yang diadakan di Jakarta pada hari Senin, 24 Maret 2014. Salah satu hasil rapat tersebut adalah “Sidik jari penghadap yang diambil adalah jempol kanan dan dilekatkan dalam lembar tersendiri. Jika jempol kanan bermasalah, notaris dapat mengambil sidik jari dari jari lain”.4

Ketentuan pembubuhan sidik jari ini diterapkan untuk lebih memperkuat kekuatan pembuktian akta notaris. Mengenai sidik jari sebagai

3

Hukumonline.com, “Aturan Kewajiban Sidik Jari di UU Bikin Bingung Notaris”, http://www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 29 September 2014.

4

Hukumonline.com, “INI Tegaskan Sidik Jari Cukup Jempol Kanan”, http://www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 29 September 2014.

(4)

alat pembuktian sebenarnya bukan merupakan hal yang tabu lagi khususnya bagi Kepolisian. Pengambilan sidik jari sudah dianut sejak dahulu oleh kepolisian dimana dalam Pasal 15 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa: “Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: mengambil sidik jari dan identitas lain serta memotret seseorang”.

Penggunaan sidik jari dikepolisian dimulai pada tahun 1985, dimana Sir William James Herschel, seorang kepala pamongpraja di Bengala, India, merupakan seorang pejabat yang pertama kali menggunakan sidik jari secara umum. Ia menggunakan untuk tentara dan untuk identifikasi beberapa dokumen.5 Pionir tentang penyelidikan dan penggunaan sidik jari dalam menyelidiki soal-soal kriminal sebenarnya adalah Dr. Henry Faulds, seorang Inggris yang telah menarik perhatian umum terhadap gambar-gambar dalam suatu sidik jari. Lewat gambar-gambar sidik jari ini dapat diidentifikasi orang-orangnya.6

Ketentuan mengenai sidik jari yang digunakan di Kepolisian sedikit berbeda dengan kesepakatan Ikatan Notaris Indonesia. Dalam fakta di Kepolisian, sidik jari yang diambil bukan hanya sidik jari jempol saja akan tetapi semua sidik jari tangan atau dengan kata lain 10 (sepuluh) sidik jari yang dibubuhkan pada kartu sidik jari AK-23.

5

Andi Hamzah,1986, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum,Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, hlm. 22.

6

Tan Thong Kie, 2011, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 479.

(5)

Meskipun jumlah sidik jari yang diambil oleh kepolisian dan notaris berbeda. Akan tetapi, sidik jari yang diambil oleh notaris yang dijadikan dokumen pendukung akta otentik suatu saat akan sangat diperlukan kepolisian dalam proses penyidikan jika terjadi suatu sengketa. Karena dalam proses penyidikan, penyidik harus menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah7 sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHAP) atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, didukung adanya barang bukti lainnya sehingga memberikan keyakinan kepada hakim dalam memutuskan suatu perkara.8 Jadi akta otentik dan dokumen pendukungnya sebagai salah satu alat bukti sebagaimana tersebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sangat berguna bagi penyidik.

Ketentuan antara notaris dengan kepolisian mengenai jumlah sidik jari yang diambil tentulah mempunyai dasar masing-masing sehingga kedua profesi ini mengeluarkan ketentuan tersebut, dan kemungkinan saja ketentuan pengambilan sidik jari kedua profesi ini mempunyai keserasian satu sama lainnya. Hal inilah yang kemudian membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Sinkronisasi Ketentuan tentang Pelekatan Sidik Jari Penghadap dalam Akta Notaris Sebagai Alat Bukti dalam Kaitannya dengan Pengambilan Sidik Jari di Kepolisian”. Dengan penelitian ini, penulis berharap mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut.

7

Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

8

Banurusman Astrosemitro, “Kedudukan Akte Notaris Sebagai alat Bukti Menurut Pandangan Penyidik”,

(6)

B. Rumusan Masalah

Berpijak pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana makna sidik jari dibidang kenotariatan dan kepolisian?

2. Bagaimana kekuatan pembuktian sidik jari yang diambil oleh notaris dan pihak kepolisian?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan di Media Sosial Internet, penulis menemukan 3 (tiga) penelitian ilmiah yang juga membahas mengenai peletakan sidik jari pada akta notaris yaitu:

Tesis yang ditulis oleh Dwi Pramono dengan judul “Analisis Yuridis tentang Pembubuhan Cap Jempol/Fingerprint Dalam Sebuah Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Notaris”. Permasalahan yang ditulis Dwi Pramonoada tiga yaitu pertama, Apakah pembubuhan cap jempol/fingerprint dapat diartikan sama dengan penandatanganan? Kedua, Apakah pembubuhan cap jempol/

fingerprint mempunyai akibat hukum dalam pembuatan akta otentik? Dan

yang ketiga, Bagaimana jika pihak yang membubuhkan cap jempol/

fingerprint mengingkari dan bagaimana pembuktiannya? 9

Dalam tesis Dwi Pramono disimpulkan bahwa pertama, keberadaan cap jempol/fingerprint sebagai “pengganti” tanda tangan hanya memberikan tambahan bahwa orang itu benar-benar hadir dalam proses pembuatan akta.

9

Dwi Pramono, “Analisis Yuridis Tentang Pembubuhan Cap Jempol/Fingerprint Dalam Sebuah Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Notaris”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2010.

(7)

Tanpa pembubuhan cap jempol, akta tersebut tetap sah asal notaris memberikan alasan yang jelas tentang sebab-sebab para pihak tidak membubuhkan tandatangannya. Alasan-alasan yang dikemukakan tersebut merupakan pengganti tanda tangan yang dinamakan “surrogoat”. Kedua, akibat hukum yang ditimbulkan oleh pembubuhan cap jempol/fingerprint dalam pembuatan akta notaril maupun dalam akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah sama dengan akibat hukum yang ditimbulkan oleh pembubuhan tanda tangan. Keberadaan tanda tangan maupun cap jempol/fingerprint bukan merupakan alat pembuktian, yang menjadi alat pembuktian adalah aktanya. Tanda tangan dan cap jempol/fingerprint hanyalah alat yang meyakinkan bahwa akta itu betul-betul telah memenuhi syarat lahiriah, formil, dan materiil. Ketiga, cara membuktikan tentang keaslian mengenai cap jempol/fingerprint adalah melalui ilmu yang disebut sebagai dactyloscopy yang biasa diuji dilaboratorium forensik. Dengan pembuktian secara forensik ini dapat diketahui tentang siapa orang yang membubuhkan cap jempol/fingerprint tersebut.

Tesis yang berjudul “Telaah Penggunaan Sidik Jari Penghadap Yang Dilekatkan Pada Minuta Akta Pasca Revisi Undang-Undang Jabatan Notaris” yang ditulis oleh Nesia Zara Ferina, dengan dua permasalahan. Pertama, bagaimana pelaksanaan melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta Notaris sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris? Kedua,apakah faktor

(8)

yang menghambat pelaksanaan penggunaan sidik jari penghadap yang dilekatkan pada minuta akta pasca revisi Undang-Undang Jabatan Notaris? 10

Kesimpulan dalam tesis Nesia Zara Ferina bahwa maksud adanya pasal ini ialah melindungi Notaris dari banyaknya pengingkaran kehadiran dan tanda tangan penghadap apabila di kemudian hari terjadi sengketa di antara mereka. Tujuan dari pasal ini mewujudkan prinsip kehati-hatian Notaris dalam proses pembuatan akta. Pelaksanaanya di tiap kantor Notaris beragam sesuai penafsiran Notaris. Akibat hukum yang muncul apabila ketentuan ini tidak dijalankan ialah akta tidak kehilangan otensitas karena sidik jari bukan merupakan bagian dari minuta akta. Faktor penghambat seperti bunyi pasal yang tidak menyebutkan mengenai sidik jari mana yang dipakai bukan menjadi permasalahan karena maksud pembuat Undang-Undang agar penghadap cacat juga bisa memberikan sidik jarinya. Faktor selanjutnya yang menghambat ialah mengumpulkan penghadap saat peresmian akta karena dengan adanya sidik jari ini, penghadap harus datang sendiri untuk memberikan sidik jarinya.

Jurnal yang ditulis oleh Arief Rahman Mahmoud, Ismail Novianto dan Nurini Aprilianda, dengan mengangkat judul “Implikasi Hukum Bagi Notaris Yang Tidak Melekatkan Sidik Jari Penghadap Pada Minuta Akta” dengan rumusan masalah pertama, apa yang menjadi latar belakang dilekatkan sidik jari penghadap pada Minuta Akta? Dan kedua, bagaimana implikasi hukum bagi Notaris yang tidak melekatkan sidik jari penghadap pada Minuta akta?

10

Nesia Zara Ferina, “Telaah Penggunaan Sidik Jari Penghadap yang Dilekatkan Pada Minuta Akta Pasca Revisi Undang-Undang Jabatan Notaris”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2014.

(9)

Adapun hasil penelitiannya yaitu pertama, latar belakang dilekatkan sidik jari penghadap pada Minuta Akta bertujuan untuk mengantisipasi apabila para penghadap menyangkal tandatangannya, maka sebagai bukti tambahan digunakan sidik jari penghadap tersebut. Kedua, Implikasi hukum bagi Notaris yang tidak melekatkan sidik jari penghadap pada Minuta Akta dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 16 ayat (11) Undang-Undang Jabatan Notaris berupa: (a) peringatan tertulis; (b) pemberhentian sementara; (c) pemberhentian dengan hormat; (d) pemberhentian dengan tidak hormat. Jika sanksi peringatan tertulis kepada Notaris tidak dipatuhi atau terjadi pelanggaran oleh Notaris yang bersangkutan, maka dapat dijatuhi sanksi berikutnya secara berjenjang.11

Penelitian ini jelas berbeda dengan ketiga penelitian tersebut di atas, karena penelitian ini mengaitkan ketentuan pelekatan sidik jari yang ada dalam UUJN P dengan ketentuan pengambilan rekam sidik jari di kepolisian dan ketiga penelitian tersebut tidak membahas sama sekali mengenai hal ini.

Keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan dan berlandaskan asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif, orisinalitas dan terbuka untuk menemukan kebenaran ilmiah.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan tesis ini, yaitu:

1. Untuk segi teoritis, diharapkan dapat menjadi bahan untuk menambah wawasan dibidang hukum kenotariatan khususnya mengenai pelekatan sidik jari penghadap dalam minuta akta.

11

Arief Rahman Mahmoud, Ismail Novianto dan Nurini Aprilianda, Implikasi Hukum Bagi Notaris yang Tidak Melekatkan Sidik Jari Penghadap pada Minuta Akta, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014.

(10)

2. Untuk segi praktisi, diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada para penghadap mengenai arti pentingnya pelekatan sidik jari. Serta dapat memberikan informasi dan masukan kepada para notaris dan pemerintah sehingga dapat ditempuh suatu kebijakan bagi dunia kenotariatan utamanya mengenai pelekatan sidik jari penghadap dalam minuta akta.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis paparkan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Memahami makna sidik jari dalam bidang kenotariatan dan kepolisian. 2. Mengetahui kekuatan pembuktian sidik jari yang diambil oleh notaris dan

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Romlah 2001 (dalam Erlina, 2013:81), “bimbingan kelompok merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu dalam situasi kelompok yang

3. Bagaimana pengaruh interaksi edukatif terhadap prestasi belajar mata pelajaran Fiqh siswa kelas V di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ashriyah Simpang Sari Kecamatan Lawang

Strategi CRM menjadi acuan yang telah direncanakan untuk melakukan langkah-langkah dari aktifitas CRM yang akan dilakukan oleh perusahaan.Penelitian dilakukan

Interface) berbasis bahasa pemrograman JAVA yang digunakan untuk merancang aplikasi berbasis platform android BAHASA C JAVA PHP PASCAL VB ANDROID FRAMEWORK ….. Untuk dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada jangka pendek variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh negatif secara signifikan terhadap rasio pembiayaan PPK dan pada

52 dilakukan pada jaringan yang sudah difiksasi dalam formalin buffer netral 10% sehingga spesimen dapat disimpan dalam waktu yang relatif lebih lama pada suhu ruang

Hasil Pengamatan dan Beberapa Prediksi Pergerakan Lateral Tanah di Bagian Permukaan akibat Pemancangan Tiang Diameter 600 mm pada Proyek Kedua .... Hasil Pengamatan dan

Kegiatan pemantauan pembuangan limbah B3 dievaluasi oleh petugas Kesling dan dilaporkan kepada panitia MFK setiap bulan.. Evaluasi pelaporan insiden/kontaminasi B3