• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

143

ANALISIS KEBIJAKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013

Gunawan Ali STMIK Dharmasraya E-mail: Gunawan022@yahoo.com

Abstrak

Analisis kebijakan merupakan suatu aktifitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan preskriptif. Analisis kebijakan yang dilakukan ini bertujuan untuk menganalisis peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Repbulik Indonesia Nomor 84 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Dosen Tetap non Pegawai Negeri Sipil pada Perguruan Tinggi Negeri dan Dosen Tetap pada Perguruan Tinggi Swasta. Analisis ini dilakukan pada setiap pasal, ayat dan butir yang ada pada peraturan ini. Permasalahan yang ditemukan pada analisis kebijakan peraturan ini adalah Ketidakpatuhan badan penyelenggara perguruan tinggi terutama pada perguruan tinggi swasta terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 84 Tahun 2013. Dari analisis kebijakan ini menghasilkan beberapa alternatif yang akan menjadi solusi, dan diambil satu alternatif untuk menjadi solusi perbaikan atau mempertegas kebijakan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2013 ini, sehingga pelaksanaan dari kebijakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 84 Tahun 2013 ini menjadi lebih kedepannya.

Kata Kunci: Analisis Kebijakan, Permendikbud RI No. 84 Tahun 2013

A. Pendahuluan 1. Deskripsi Masalah

Sebagai salah satu instrument hukum, keberadaan peraturan menteri masih sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan di atasnya yang secara jelas mendelegasikan. Bagaimana jika pendelegasian tersebut tidak jelas atau sama seklai tidak ada delegasian? Kemandirian menteri untuk mengeluarkan suatu peraturan atas dasar suatu kebijakan, bukan atas dasar pemberian kewenangan mengatur (delegasi) dari peraturan di atasnya, dalam praktik penyelenggaran pemerintahh selama ini diperbolehkan. Tindakan menteri untuk mengeluarkan peraturan tersebut didasarkan pada tertib penyelenggaran pemerintahan yang diinginkan dalam rangka mempermudah pelaksanaan administrasi atau kepentingan prosedural lainnya. Namun pelaksanaannya banyak ditemukan permasalahan atau disebut juga dengan masalah kebijakan. Masalah kebijakan merupakan

(2)

144

kebutuhan, nilai-nilai atau kesempatan-kesempatan yang tidak terealisasi tetapi dapat dicapai melalui tindakan publik. Untuk melakukan tindakan public tersebut perlu dilakukannya analisis kebijakan. Pada paper ini, penulis melakukan analisis kebijakan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2013.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2013 Tentang Pengangkatan Dosen Tetap non Pegawai Negeri Sipil Pada Perguruan Tinggi Negeri dan Dosen Tetap pada Perguruan Tinggi Swasta, dalam pelaksanaannya ditemukan permasalahan yang umumnya diakibatkan ketidakpatuhan badan penyelenggara perguruan tinggi terutama pada perguruan tinggi swasta. Kenyataan dalam implementasinya muncul permasalahan yang terkait dengan persyaratan umum dan khusus.

Pada Pasal 3 ayat 1 menyatakan Setiap orang dapat diangkat menjadi dosen tetap non PNS dan dosen tetap PTS apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus yang dirincikan pada Pasal 3 ayat 2 dan ayat 3. Pada Pasal 3 Ayat 2 Butir f dinyatakan Tidak terikat sebagai dosen PNS/dosen tetap non PNS pada perguruan tinggi lain dan/atau sebagai pegawai tetap pada lembaga lain. Namun kenyataannya yang kita temui dilapangan banyak pegawai dari lembaga atau istansi lain yang merangkap menjadi dosen dan mendapatkan NIDN, dan ini sering terjadi di daerah Kabupaten/Kota, banyak ditemui pegawai negeri spil daerah merangkap sebagai dosen tetap pada Perguruan Tinggi Swasta seperti pegawai puskesmas yang merangkap menjadi dosen Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan bahkan ada guru sekolah yang merangkap menjadi dosen tetap.

Pada Pasal 3 Ayat 3 butir a menyatakan Memiliki kualifikasi akademik minimum lulusan program magister atau setara dalam bidang ilmu dan teknologi yang sesuai dengan bidang penugasannya. Namun kenyataanya yang kita temui dilapangan masih banyak Perguruan Tinggi Swasta yang menerima dosen kualifikasi akademiknya lulusan sarjana, dan tidak dilaporkan penerimaannya ke Dirjen DIKTI melalui Kopertis.

(3)

145

2. Signifikansi Problematika Situasi

Ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 84 tahun 2013 Tentang Pengangkatan Dosen Tetap non Pegawai Negeri Sipil Pada Perguruan Tinggi Negeri dan Dosen Tetap pada Perguruan Tinggi Swasta yang dilakukan oleh badan penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta, secara signifikan mengakibatkan permasalahan terhadap kualitas dan profesionalisme pendidikan pada Perguruan Tinggi, bahkan akan menjadi penghambat utama dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, sebab tenaga pendidik yang tidak kompeten dibidangnya.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah disajikan di atas, masalah yang dianalisis adalah “Ketidakpatuhan badan penyelenggara

perguruan tinggi terutama pada perguruan tinggi swasta terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 84 Tahun 2013”, yang terkait dengan persyaratan umum dan khusus, yaitu :

dalam perekrutan dosen tetap, masih ada Perguruan Tinggi Swasta yang merekrut dosen tetapnya dari pegawai lembaga atau istansi lain bahkan mendapatkan NIDN dan masih ada badan penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta yang menerima dosen kualifikasi akademiknya lulusan sarjana serta penerimaannya tidak dilaporkan ke Dirjen DIKTI melalui Kopertis.

C. Kajian Teori 1. Konsep Kebijakan

Pengertian kebijakan merujuk pada tiga hal yakni sudut pandang (point of view), rangkaian tindakan (series of actions) dan peraturan (regulations). Ketiga hal tersebut menjadi pedoman bagi para pengambil keputusan untuk menjalankan sebuah kebijakan. Dari beberapa definisi mengenai kebijakan publik, ada satu definisi yang cukup komprehensif untuk menjelaskan apa itu kebijakan publik. Definisi tersebut berbunyi ―respons

(4)

146

dari sebuah sistem politik terhadap demands/claims dan support yang mengalir dari lingkungannya‖.

Dalam definisi tersebut, respon bisa dilihat sebagai isi dan implementasi serta analisis dampak kebijakan, sistem politik tentu saja merujuk pada aktor politik (pemerintah, parlemen, masyarakat, pressure

groups dan aktor yang lain), demands dan claim bisa jadi merupakan

tantangan dan permintaan dari aktor-aktor tadi, sedangkan support bisa merujuk pada dukungan baik sumber daya manusia maupun infrastruktur yang ada, dan yang terakhir, lingkungan merujuk pada satuan wilayah sebuah kebijakan diimplementasikan.

Berdasarkan konsep tersebut, tersusunlah sebuah sistem kebijakan publik yang terdiri dari atas elemen-elemen yakni: orientasi, tindakan yang benar-benar dilakukan, sifat positif maupun negatif untuk melakukan sesuatu dan pelaksanaan melalui perundangan yang bersifat memaksa.

Berdasarkan atas konsep tersebut, maka pemerintah sebagai pelaku utama imlementasi kebijakan publik memiliki dua fungsi yang berbeda yakni fungsi politik dan fungsi administratif. Fungsi politik terkait dengan fungsi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, sedangkan fungsi administratif terkait dengan fungsi pemerintah sebagai pelaksana kebijakan. Oleh karena itu, pemerintah sebagai lembaga pembuat dan pelaksana kebijakan publik memiliki kekuatan diskretif dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, aktor-aktor lain juga harus memainkan peran pengawasan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Sebuah kebijakan publik akan disusun berdasarkan sebuah proses sebagai berikut: identifikasi, formulasi, adopsi, implementasi dan evaluasi. Dalam proses identifikasi, pemerintah merasakan adanya masalah yang harus diselesaikan dengan pembuatan kebijakan. Berdasarkan identifikasi tersebut dilakukanlah formulasi kebijakan. Kebijakan disusun berdasarkan alternatif-alternatif tindakan dan partisan. Setelah alternatif-alternatif tindakan dan partisipan disusun, maka proses adopsi dilakukan dengan memilih alternatif terbaik dengan memperhatikan syarat pelaksanaan, partisipan, proses dan muatan kebijakan.

(5)

147

Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat, tindakan yang dilakukan dan dampak terhadap muatan kebijakan itu sendiri. Setelah implementasi kebijakan dilakukan, evaluasi kebijakan harus dilaksanakan.

2. Analisis Kebijakan

Menurut William N Dunn (2003) Analisis kebijakan merupakan disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan serta memindahkan informasi relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.

Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang bersifat deskriptif, evaluatif, dan preskriptif. Sebagai disiplin ilmu terapan, analisis kebijakan publik meminjam tidak hanya ilmu sosial dan perilaku tetapi juga administrasi publik, hukum, etika dan berbagai macam cabang analsisis sistem dan matematika terapan.

Dalam menganalisis kebijakan dibutuhkan metodologi, yaitu sistem standar, aturan dan prosedur untuk menciptakan penilaian secara kritis dan mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Ada dua metodologi yang digunakan untuk menganalisis kebijakan yaitu metodologi deskriptif dan metodologi normatif. Metodologi analisis kebijakan harus bisa menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:

1. Apa hakekat permasalahan?

2. Kebijakan apa yang sedang atau pernah dibuat untuk mengatasi masalah dan apa hasilnya?

3. Seberapa bermakna hasil tersebut dalam memecahkan masalah? 4. Alternatif kebijakan yang tersedia untuk memecahkan masalah? 5. Hasil apa yang dapat diharapkan?

Analisis kebijakan ini diharapkan mampu unntuk menghasilkan informasi dan argumen yang masuk akal mengenai:

1. Nilai yang merupakan sebagai tolok ukur masalah teratasi. 2. Fakta yang diaman sebagai pembatas atau meningkatkan nilai.

(6)

148

3. Tindakan yang penerapannya menghasilkan nilai, untuk menghasilkan ketiga hal tersebut seorang analis dapat memakai satu atau lebih pendekatan yang ada antara lain: empiris, valuatif, dan normatif.

Pendekatan Empiris ditekankan terutama pada penjelasan berbagai sebab dan akibat dari suatu kebijakan publik tertentu. Pendekatan ini menghasilkan informasi yang bersifat deskriptif. Pendekatan Evaluatif sendiri ditekankan pada penentuan bobot atau nilai beberapa kebijakan, pada pendekatan ini perkembangan disiplin ilmu inilah yang sering menjadi akibat dari penelitian terapan ketimbang sebagai penyebabnya. Pendekatan Normatif ditekanan pada rekomendasi tindakan, menghasilkan informasi yang bersifat preskriptif serta memiliki hasil rekomendasi terhadap kebijakan apa yang sebaiknya diadopsi untuk masalah publik. Kebijakan yang berorientasi pada masalah berdasarkan tahap prosedur analisis adalah sebagai berikut:

1. Permasalahan kebijakan adalah kebutuhan baik fisik maupun non fisik/tata nilai yang belum dapat dipenuhi atau kondisi yang menggangu dan perlu diatasi oleh tindakan publik/pemerintah.

2. Masa depan kebijakan adalah suatu kemungkinan keadaan (nilai, kebutuhan, kesempatan) dimasa mendatang akibat dari pilihan terhadap alternatif kebijakan.

3. Tindakan kebijakan adalah tindakan/aksi yang disusun berdasarkan suatu pilihan alternatif kebijakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.

4. Hasil kebijakan adalah konsekuensi atau akibat dari tindakan kebijakan yang dilakukan.Kinerja kebijakan adalah tingkat kemampuan atau hasil kebijakan terhadap pemenuhan/pencapaian nilai, kebutuhan dan kesempatan.

Model Analisis Kebijakan 1) Analisis Kebijakan Prospektif

Analisis ini berasal dari penciptaan dan pemindahan informasi sebelum tindakan kebijakan ditentukan dan dilaksanakan. Ciri-cirinya adalah:

(7)

149

a) Mengabungkan, memilih dan membandingkan informasi dari berbagai alternatif yang tersedia

b) Meramal secara kuantitatif dan kualitatif untuk pedoman pembuatan keputusan kebijakan

c) Secara konseptual tidak termasuk pengumpulan informasi.

d) Namun analisis ini sering menimbulkan pertentangan antara pemecahan masalah dengan upaya-upaya pemerintah untuk memecahkannya. Terkadang pemerintah sulit untuk menerima hasil dari analisis kebijakan yang telah dilakukan.

2) Analisis Kebijakan Retrospektif

Bentuk analisis ini selaras dengan deskripsi penelitian, dengan tujuannya adalah penciptaan dan pemindahan informasi setelah tindakan kebijakan diambil. Beberapa analisis kebijakan restropektif, adalah:

a) Analisis berorientasi disiplin, lebih terfokus pada pengembangan dan pengujian teori dasar dalam disiplin keilmuan, dan menjelaskan sebab akibat kebijakan.

b) Analisis berorientasi masalah, menitikberatkan pada aspek hubungan sebab akibat dari kebijakan, bersifat terapan, namun masih bersifat umum.

c) Analisis beriorientasi pada aplikasi (penerapan), menjelaskan hubungan

kausalitas, lebih tajam untuk mengidentifikasi tujuan dan sasaran dari kebijakan dan para pelakunya.

Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil kebijakan khusus, merumuskan masalah kebijakan, membangun alternatif kebijakan yang baru, dan mengarah pada pemecahan masalah praktis.

3) Analisis Kebijakan yang Terintegrasi

Meruapakan bentuk analisis yang menggabungkan gaya operasi praktisi terutama pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Namun, analisis ini tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan

(8)

150

retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.

D. Alternatif Kebijakan 1. Deskripsi alternatif

Adapun alternatif kebijakan dalam paper ini adalah sebagai berikut:

1) Menerbitkan Peraturan Dirjen tentang penertiban dosen yang merangkap sebagai pegawai pada lembaga dan instansi lain dan memberi sanksi tegas pada Perguruan Tinggi yang melanggar.

2) Melakukan monitoring dan evaluasi oleh Kopertis secara professional dan transparan langsung ke Perguruan Tinggi Swasta penyelenggara tanpa adanya kepentingan lain dalam melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi tersebut.

3) Menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang melarang keras pegawai daerah Kabupaten/Kota untuk menjabat rangkap bekerja sebagai dosen tetap di Perguruan Tinggi Swasta.

4) Mengubah Permendikbud Nomor 84 Tahun 2013 menjadi Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaan rekrutmen dan pengangkatan Dosen Tetap PNS, Dosen Tetap Non PNS dan Dosen Tetap Perguruan Tinggi Swasta.

2. Perbandingan Alternatif

Selanjutnya perlu dilakukan perbandingan antara alternatif-alternatif pilihan 1), 2), 3), atau 4) tersebut di atas, yaitu:

1) Alternatif 1: kemungkinan membutuhkan waktu sedang, biaya sedang, dan hasil besar.

2) Alternatif 2: kemungkinan membutuhkan waktu lebih lama, biaya lebih mahal, dan hasil rendah.

3) Alternatif 3: kemungkinan membutuhkan waktu lama, biaya lebih sedang, dan hasil rendah.

4) Alternatif 4: kemungkinan membutuhkan waktu lebih lama, biaya besar, dan hasil besar.

(9)

151

3. Spillovers and Externalities

Alternatif 1) yaitu: ―Menerbitkan Peraturan Dirjen tentang penertiban dosen

yang merangkap sebagai pegawai pada lembaga dan instansi lain dan sanksi tegas pada Perguruan Tinggi‖. Alternatif ini memerlukan waktu yang sedang, dan memberikan hasil yang besar.

Alternatif 2) yaitu: ―Melakukan monitoring dan evaluasi oleh Kopertis

secara professional langsung ke PTS penyelenggara‖. Alternatif ini memerlukan waktu yang lebih lama, sebab Dikti melalui Kopertis harus meninjau langsung dan memonitoring serta mengevaluasi rekrutmen dosen tetap ke Perguruan Tinggi Swasta yang ada di wilayah kerja Kopertis masing-masing, dan kegiatan ini juga memerlukan biaya yang mahal, karena harus mengeluarkan biaya transportasi dan akomodasi, serta kegiatan ini cenderung menimbulkan prasangka yang negatif.

Alternatif 3) yaitu: ―Menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang

melarang keras pegawai negeri sipil daerah Kabupaten/Kota untuk menjabat rangkap bekerja sebagai dosen tetap di Perguruan Tinggi Swasta‖. Alternatif ini akan sulit di implementasikan karena sulitnya koordinasi antara Bupati dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Alternatif 4) yaitu ―Mengubah Permendikbud Nomor 84 Tahun 2013

menjadi Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaan rekrutmen dan pengangkatan Dosen Tetap PNS, Dosen Tetap Non PNS dan Dosen Tetap Perguruan Tinggi Swasta‖. Alternatif ini, dalam penerbitannya akan mencakup waktu yang lama, karena pemerintah memerlukan masukan dari berbagai pihak, demikian juga untuk implementasinya diperlukan sosialisasi ke seluruh daerah, sehingga memerlukan biaya yang lebih besar.

(10)

152

4. Kendala

Adapun kendala yang akan ditemui dalam alternatif kebijakan ini adalah sebagai berikut :

1) Alternatif 1

Kendala yang akan ditemui pada alternatif 1 tidak begitu besar, hanya diperlukan kemauan dari pimpinan badan penyelenggara perguruan tinggi, baik dari Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta untuk berkomitmen menyelesaikan permasalahan rekrutmen dosen tetap. 2) Alternatif 2

Kendala yang akan ditemui pada alternatif 2, belum tentu Kopertis di masing-masing wilayah kerjanya berkomitmen untuk bekerja secara profesional.

3) Alternatif 3

Kendala yang akan ditemui pada alternatif 3, belum tentu dipatuhi oleh Bupati/ Walikota sebagai kepala daerah Kabupaten/Kota, karena adanya unsur atau kepentingan politik.

4) Alternatif 4

Dalam penerbitannya akan menjadi kendala karena ruang lingkupnya terlalu sempit.

E. Rekomendasi Kebijakan

1) Kriteria Rekomendasi Alternatif

Beberapa tipe pilihan rasional dapat ditentukan sebagai kriteria keputusan yang digunakan untuk saran pemecahan masalah kebijakan. Kriteria untuk merekomendasikan suatu pilihan terdiri dari enam tipe utama yaitu: efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan kelayakan (Dunn, 2003: 429). Dalam analisis kebijakan ini digunakan kriteria: efisiensi, efektifitas, dan kelayakan.

2) Deskripsi Alternatif yang Dipilih

Dalam analisis kebijakan ini, untuk merekomendasi pilihan kebijakan digunakan kriteria: (1) waktu singkat dan biaya murah (efisiensi), (2) hasil besar (efektivitas), (3) kelayakan. Dengan demikian direkomendasikan

(11)

153

pilihan 1) yaitu: ―Menerbitkan Peraturan Dirjen tentang penertiban dosen yang merangkap sebagai pegawai pada lembaga dan instansi lain dan memberikan sanksi yang tegas pada Perguruan Tinggi yang melanggar‖, karena lebih efisien dan mempunyai tingkat efektivitas tinggi.

3) Strategi Implementasi

Pilihan kebijakan yang direkomendasikan supaya dilaksanakankan oleh Perguruan Tinggi dan Kopertis serta komitmen dari badan penyelenggara Perguruan Tinggi.

4) Pemantauan dan Evaluasi

Dengan adanya Peraturan Dirjen berkoordinasi dengan Kopertis di setiap wilayah harus membentuk tim untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut setiap tahun.

5) Batasan dan Konsekuen yang tidak Terantisipasi

Keterbatasan dari kebijakan yang direkomendasikan adalah tidak amanahnya Kopertis dalam melaksanakan Peraturan Dirjen ini untuk memonitoring dan mengevaluasi Perguruan Tinggi.

F. Referensi

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2013 Tentang Pengangkatan Dosen Tetap Non Pegawai Negeri Sipil Pada Perguruan Tinggi Negeri Dan Dosen Tetap Pada Perguruan Tinggi Swasta.

Dunn, William N. [Penerjemah: Wibawa, Samudra, dkk], 2003, Pengantar

Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Pasal 71 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi perlu memberikan pengaturan mengenai pengangkatan dosen tetap non pegawai negeri sipil pada perguruan tinggi negeri.

Soebagyo, Daryono. Makalah Analisis Kebijakan Publik. Seminar Nasional-BEM UMS Upgrading Kabinet Pendidikan Perjuangan-Kepemimpinan Populer dan Berkarakter, 1-3 September 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Guru atas nama: Susilowati, S.Pd lahir di Surabaya, 12 Juni 1976 pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 aktif melaksanakan tugas sebagai Guru Kelas/Mata Pelajaran ....

Data yang diperoleh dari rekapitulasi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) masih belum mencapai target hal ini dapat di uraikan sebagai berikut: (1) Pada uraian tugas Pelayanan

Saat ini telah banyak perusahaan yang menerapkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama yang berkaitan dengan proses peningkatan pelayanan pada pelanggan, namun

“Barang siapa yang mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 28

Mafa Tugas menjadi salah satu Adanya penjadwalan dalam kewajiban yang dikerjakan oleh pengerjaan tugas ini memiliki Mahasiswa Baru untuk mengikuti RAJA beberapa

Para ilmuan mengkon&irmasi bah$a substansi kesehatan yang ditemukan dalam teh hijau organi#, yang se#ara luas dikenal untuk antioksidan yang kuat dan bersi&at mela$an kanker,

Ralph Tyler (dalam Arikunto, 2010:3) mengatakan bahwa evaluasi adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan dan