• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evidence-based Critical Review Pemberian Terapi Insulin Eksogen dan Risiko Hepatocellular Carcinoma (HCC) pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evidence-based Critical Review Pemberian Terapi Insulin Eksogen dan Risiko Hepatocellular Carcinoma (HCC) pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

Evidence-based Critical Review

Pemberian Terapi Insulin Eksogen dan

Risiko Hepatocellular Carcinoma (HCC)

pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2

Penulis:

dr. Ferry Valerian Harjito

1006767430

Divisi Hepatologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM

Jakarta

(2)

2 PENDAHULUAN

Hepatocellular carcinoma (HCC) merupakan kanker paling sering keenam di seluruh dunia, serta peringkat ketiga penyebab kematian karena kanker. Lebih dari tiga perempat kasus di Asia disebabkan oleh tingginya prevalensi infeksi hepatitis B kronis.1

Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan kelainan metabolik yang bersifat endemik dan berkaitan dengan berbagai macam komplikasi. Berbagai studi epidemiologis terbaru menunjukkan bahwa pasien diabetes mellitus tipe 2 memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita keganasan. Berbagai studi tersebut menunjukkan bahwa DM tipe 2 berkaitan dengan perkembangan keganasan pada faring, esofagus, kolorektal, pankreas, payudara, serviks, dan prostat.2 Selain itu, penelitian lainnya juga telah berhasil menunjukkan bahwa DM tipe 2 berkaitan dengan meningkatnya risiko terjadinya HCC hingga 2-3 kali lipat, bahkan setelah menyesuaikan dengan faktor risiko lainnya seperti infeksi hepatitis B dan C serta konsumsi alkohol.2,3

HIperinsulinemia dan resistensi insulin adalah salah satu keadaan umum yang didapatkan pada pasien dengan DM tipe 2. Insulin memiliki efek pertumbuhan sel dan efek mitogenik sehingga secara teori dapat menstimulasi hepatokarsinogenesis. Injeksi insulin eksogen telah dibuktikan meningkatkan karsinogenesis kolon pada hewan percobaan tikus, dan studi lain menunjukkan bahwa penggunaan insulin eksogen meningkatkan risiko kanker kolorektal pada pasien DM tipe 2.4

Walaupun demikian, studi yang menganalisis risiko terjadinya HCC pada pasien DM tipe 2 dengan pemberian insulin eksogen masih sangat terbatas, dan memiliki hasil yang beragam. Dalam evidence based critical review (EBCR) ini akan dibahas mengenai masalah klinis tersebut, kekuatan dan kelemahan masing-masing studi yang ada, serta berbagai faktor yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian tersebut. Dengan demikian diharapkan didapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai peran pemberian insulin eksogen dalam hepatokarsinogenesis pada pasien dengan DM tipe 2.

MASALAH KLINIS

Dalam telaah kritis berbasis bukti ini, penulis berusaha untuk merumuskan permasalahan klinis dalam pertanyaan sebagai berikut : Apakah pemberian insulin eksogen (dibandingkan dengan non-insulin) pada pasien diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan risiko terjadinya HCC?

(3)

3 METODE

Dalam rangka menjawab pertanyaan klinis di atas, maka dilakukan penelusuran literatur terhadap artikel penelitian asli (original article) dengan jenis desain studi kohort, kasus-kontrol, uji klinis (clinical trial), telaah sistematis (systematic review), dan meta analisis terhadap topik di atas menggunakan kata kunci

insulin AND (hepatocellular carcinoma OR liver cancer) AND diabetes mellitus”. Penelusuran dilakukan

pada basis data (database) kedokteran atau kesehatan The Cochrane Database of Systematic Reviews, MEDLINE, atau PubMed. Penelusuran secara manual (handsearching) juga dilakukan pada berbagai website atau naskah ilmiah melalui internet. Tahun penerbitan tidak dibatasi, namun bahasa yang digunakan dibatasi hanya untuk bahasa Inggris. Hasil yang ada juga dibatasi pada studi yang dilakukan pada manusia.

Sebelum memilih artikel-artikel yang relevan, dilakukan seleksi terhadap judul dan abstrak. Semua artikel yang dipilih sebagai referensi menjalani proses telaah kritis (critical appraisal) dengan mengutamakan aspek sebagai berikut: (1) kesesuaian topik naskah dengan permasalahan atau pertanyaan klinis, (2) diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang berkualitas atau menggunakan sistem peer-review (mitra bestari), (3) analisis statistik yang sesuai, serta (4) hasil penelitian dan kesimpulan yang jelas dan sesuai untuk permasalahan klinis. Studi meta analisis yang terpilih akan dianalisis lebih lanjut dengan metode PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta Analysis), sedangkan studi observasional kohort dan kasus kontrol akan ditelaah dengan STROBE (Strengthening the Reporting of Observational Studies in Epidemiology).

Dalam diskusi akan dibahas temuan-temuan utama dan sekunder dari RCT, systematic review, dan meta analisis dari permasalahan klinis ini. Berbagai parameter yang dipakai pada studi-studi tersebut akan diulas menggunakan pendekatan ilmiah dan objektif berdasarkan temuan pada studi-studi terkait. Di akhir telaah ini, kami akan memberikan rekomendasi sesuai dengan hasil dan diskusi mengenai penggunaan insulin dan risiko timbulnya HCC.

(4)

4 HASIL PENCARIAN

Berdasarkan kata kunci pencarian yang digunakan di atas, berhasil diidentifikasi 196 artikel. Setelah membaca judul dan abstrak masing-masing studi dengan lebih teliti, didapatkan 9 studi yang menjawab permasalahan klinis dan memenuhi kriteria inklusi. Pada analisis lebih lanjut, didapatkan bahwa 1 studi di antaranya merupakan meta-analisis yang sudah mencakup 7 studi observasional lainnya, sedangkan 1 studi tambahan adalah studi kohort yang dipublikasikan setelah meta-analisis tersebut. Oleh sebab itu, didapatkan 2 artikel yang dapat menjawab masalah klinis di atas. Kedua studi tersebut adalah :

1. Singh, et al. (Februari 2013) : Anti-Diabetic Medications and the Risk of Hepatocellular Cancer : A

Systematic Review and Meta-Analysis.5

2. Schlesinger, et al. (April 2013) : Diabetes Mellitus, Insulin Treatment, Diabetes Duration, and Risk

of Biliary Tract Cancer and Hepatocellular Carcinoma in European Cohort.6

TELAAH KRITIS

Telaah kritis terhadap studi meta analisis tersebut dilakukan berdasarkan checklist PRISMA, seperti dapat dilihat pada tabel 1 di halaman berikut.7 Kedua puluh tujuh poin yang ada pada syarat meta analisis yang baik tersebut dipenuhi pada studi ini.

Telaah kritis bagi studi kedua dengan desain kohort prospektif dilakukan berdasarkan checklist STROBE, seperti dapat dilihat pada tabel 2 di halaman berikutnya.8 Semua poin yang ada dalam checklist tersebut tersedia pada artikel ini. Penelitian Schlesinger, et al. merupakan analisis prospektif dari studi lain, yaitu studi kohort EPIC (European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition)9, sehingga beberapa data yang diperlukan seperti cara inklusi subjek penelitian dijelaskan dengan lebih detail pada studi tersebut.

(5)

5

(6)

6

(7)

7

ANTI-DIABETIC MEDICATIONS AND THE RISK OF HCC: A SYSTEMATIC REVIEW AND META-ANALYSIS.

Berdasarkan meta analisis dari 7 studi yang dilakukan oleh Singh, et al., penggunaan insulin (dibandingkan dengan tanpa insulin) menunjukkan peningkatan resiko HCC sebesar 161% pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Didapatkan nilai OR 2.61, 95% CI 1.46– 4.65). Forest plot dari hasil meta-analisis tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil analisis heterogenitas menunjukkan ketujuh studi cukup heterogen, sehingga dilakukan analisis sensitivitas. Tabel 3 menunjukkan analisis subgroup yang dilakukan untuk mengatasi heterogenitas yang ada. Didapatkan bahwa efek onkogenik insulin jauh lebih tinggi pada populasi Asia (2 studi) dibandingkan dengan populasi Barat (5 studi), dengan OR 4.36, 95%CI 4.16-4.58 dibandingkan dengan 2.01, 95%CI 1.17-3.44. Apabila analisis dibatasi hanya pada studi yang turut memperhatikan penggunaan antidiabetik lain (hanya 2 studi), OR meningkat hingga 4.36, 95%CI 4.16-4.58.5

Meta analisis ini juga menghitung number needed to treat (NNT) bagi penggunaan insulin dan risiko HCC. Karena studi yang heterogen, analisis perhitungan NNT dilakukan pada populasi Asia dan Barat. Pada populasi Barat dengan insidensi HCC pada pasien DM sebesar 23.9 orang-tahun, didapatkan NNT 4145. Sedangkan pada populasi Asia di mana insidensi HCC sebesar 210 per 100.000 orang-tahun, dibutuhkan 143 pasien yang diterapi dengan insulin untuk menyebabkan satu kasus HCC pada populasi DM tipe 2.5

(8)

8

Tabel 3 Analisis Subgroup untuk Mencari Sumber Heterogenitas Studi5

DIABETES MELLITUS, INSULIN TREATMENT, DIABETES DURATION, AND RISK OF BILIARY TRACT CANCER AND HCC IN EUROPEAN COHORT.

Dalam studi kohort yang dilakukan oleh Schlesinger, et al., dilakukan analisis terhadap 363.426 pasien dari 9 negara di Eropa dari tahun 1992-2000. Tujuan utama dari studi ini adalah mencari hubungan antara status diabetes, durasi diabetes, dan terapi insulin dengan kanker traktus biliaris dan HCC. Dari 363.426 pasien yang diikuti selama rata-rata 8,5 tahun, didapatkan kejadian 176 kasus HCC. Status diabetes berkaitan dengan risiko lebih tinggi untuk HCC, dengan RR 2.17 (1.36-3.47), independen terhadap indeks massa tubuh (IMT) dan perbandingan lingkar pinggang dan tinggi badan. Risiko lebih tinggi didapatkan pada pasien yang diterapi insulin, dengan RR 6.19 (3.5-10.98), dan setelah disesuaikan dengan IMT dan perbandingan lingkar pinggang dan tinggi badan, didapatkan RR 5.25 (2.93-9.44). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.6

(9)

9 Tabel 4 Relative Risks (RR) dan 95% CI HCC berdasarkan Diabetes6

DISKUSI

Meta analisis yang dibuat oleh Singh, et al. terdiri atas 7 studi berbeda yang cukup heterogen, yaitu Yu, et al., Oliveria, et al., Nkontchou, et al., Donadon, et al., Hassan, et al., Kawaguchi, et al., dan Chen, et al. Di dalam telaah kritis ini, akan dibahas secara singkat mengenai masing-masing studi yang ada untuk lebih jauh memahami karakteristik subjek penelitian yang menjadi bagian dari meta analisis tersebut.

Salah satu studi paling awal mengenai topik ini adalah penelitian kasus kontrol yang dilakukan oleh Yu, et al. pada tahun 1991, pada 74 pasien dengan HCC yang terbukti secara histopatologis, dengan 162 pasien sehat sebagai kontrol. Didapatkan berbagai faktor risiko terjadinya HCC, yaitu merokok (RR 2.1, 95% CI 1.1-4.0), konsumsi alkohol lebih dari 80 gram per hari (RR 4.7, 95% CI 1.4-15.4), penggunaan kontrasepsi oral pada wanita lebih dari 5 tahun (RR 5.5 95% CI 1.2-24.8), serta riwayat diabetes mellitus dengan RR 3.3, 95% CI 1.5-7.2, terutama pada pasien yang menerima terapi insulin dengan RR 18.5, 95% CI 2.2-156.0. Angka RR yang cukup tinggi dan signifikan secara statistik ini menunjukkan bahwa kemungkinan didapatkan hubungan etiologis antara terapi insulin dan risiko HCC, serta menjadi salah satu dasar bagi dilakukannya penelitian-penelitian selanjutnya.10

(10)

10 Dalam studi kohort retrospektif yang dilakukan oleh Oliveria, et al., dilakukan penelitian terhadap 191.223 pasien diabetes mellitus tipe 2 di Amerika Serikat. Didapatkan 813 kejadian kanker dari populasi tersebut, yang terdiri atas keganasan HCC (39 kasus), kolorektal, vesica urinaria, pankreas, maupun melanoma. Dibandingkan dengan tanpa farmakoterapi, penggunaan antidiabetik baik oral maupun insulin secara umum tidak meningkatkan risiko keganasan. Nilai adjusted RR = 0.76, 95% CI 0.32-1.83, untuk HCC. Sayangnya pada penelitian ini tidak dibedakan antara penggunaan insulin saja atau antidiabetik oral saja, padahal kedua modalitas terapi ini memiliki efek yang bertolak belakang terhadap risiko HCC, berdasarkan penelitian observasional lain yang telah ada. Selain itu, jumlah kasus HCC yang relatif sedikit juga membatasi analisis lebih lanjut bagi kelompok pasien ini.11

Dalam studi prospektif yang ditulis oleh Nkontchou, et al. dilakukan analisis terhadap 100 pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan sirosis hati akibat hepatitis C kronis, dan dibagi menjadi beberapa grup dengan terapi metformin, slufonilurea, modifikasi diet, dan insulin. Seluruh subjek lalu diikutsertakan dalam program screening untuk HCC dan diikuti selama median 5 tahun (range 2.3-8.3 tahun). Dari studi ini didapatkan 28 pasien yang mendapatkan terapi insulin, 17 di antaranya didapatkan menderita HCC, dibandingkan dengan hanya 2 kasus HCC pada 28 pasien yang diterapi dengan metformin. Sayangnya tujuan utama studi ini adalah membandingkan efek positif metformin bagi pencegahan HCC, sehingga OR bagi terapi insulin tidak dihitung secara khusus. Hasil studi ini menunjukkan efek protektif metformin dengan hazard ratio (HR) 0.19 (95% CI 0.04–0.79, p = 0.023. Jumlah subjek yang relatif sedikit dan tidak dilakukannya randomisasi juga merupakan salah satu kelemahan studi ini. Walaupun demikian, studi ini merupakan salah satu penelitian awal yang berhasil menunjukkan cukup tingginya angka kejadian HCC pada pasien yang diterapi dengan insulin.12

Dalam studi Donadon, et al. dilakukan penelitian kasus kontrol terhadap 465 pasien ras kulit putih dengan HCC di Italia (78.3% di anaranya pria) dan 490 pasien lainnya sebagai kontrol. Didapatkan prevalensi DM tipe 2 yang lebih tinggi pada pasien HCC, 31.2% vs 12.7%, dengan OR = 3.12, 95% CI 2.22-4.43. Kejadian HCC pada laki-laki dengan DM tipe 2 yang diterapi dengan insulin lebih tinggi dibandingkan dengan antidiabetik oral lainnya (38.1% vs 17.6%, p = 0.009). Oleh sebab itu, pasien dengan DM tipe 2, terutama yang berjenis kelamin pria dan diterapi dengan insulin perlu menjalani surveilans untuk HCC dengan lebih ketat agar dapat terdeteksi lebih awal.13

(11)

11 Hassan, et al. adalah sebuah studi kasus kontrol untuk menganalisis asosiasi durasi diabetes dan terapi diabetes terhadap risiko terjadinya HCC. Sebanyak 420 pasien dengan HCC dan 1104 orang kontrol yang sehat dianalisis secara regresi logistik multivariat. Kejadian diabetes mellitus memiliki adjusted odds ratio (AOR) 4.2 (95% CI 3.0-5.9). Dibandingkan dengan pasien DM dengan durasi 2-5 tahun, pasien dengan durasi DM 6-10 tahun dan > 10 tahun memiliki AOR masing-masing 1.8 (95% CI 0.8-4.1) and 2.2 (95% CI, 1.2-4.8), menunjukkan efek durasi DM pada terjadinya HCC. Terapi dengan insulin menunjukkan peningkatan risiko terjadinya HCC, walaupun dengan hasil yang tidak signifikan secara statistik, dengan AOR 1.9 (95% CI 0.8-4.6). Hal yang menarik dari penelitian ini adalah kontrol DM dengan diet saja (terapi nutrisi medis) ternyata memiliki risiko HCC yang paling tinggi, yaitu AOR 7.8 (95% CI 1.5-40.0).14

Kawaguchi, et al. adalah sebuah studi nested case-control pada pasien dengan diabetes mellitus dan hepatitis C. 138 pasien dengan HCC dan 103 pasien non-HCC sebagai control dibandingkan, serta penggunaan antidiabetik termasuk insulin dianalisis dengan menggunaan regresi logistik. Berdasarkan data tersebut didapatkan bahwa selain usia, jenis kelamin pria, sirosis, dan hipoalbuminemia, penggunaan insulin eksogen merupakan prediktor independen terjadinya HCC dengan OR 2.969 (95% CI 1.293-6.819, p<0.103). Efek ini lebih nyata pada pasien non-sirotik dibandingkan dengan pasien dengan sirosis, juga pada pasien dengan kadar albumin > 3,5 gr/dL.15

Penelitian dengan sampel terbesar mengenai efek pengobatan anti diabetes dan risiko HCC dilakukan oleh Chen, et al. Studi ini dilakukan di Taiwan, dengan desain kasus kontrol, melibatkan 97.430 pasien HCC dan 194.860 pasien lain sebagai kontrol yang dipasangkan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan tanggal kontrol ke dokter. Odds ratio untuk diabetes pada pasien HCC adalah 2.29 dengan 95% CI 2.25-2.35, p < 0.001. Walaupun tujuan utama penelitian ini adalah melihat efek protektif metformin terhadap HCC pada pasien DM tipe 2 (OR 0.79, 95% CI 0.75-0.83, p < 0.0001), dalam analisis multivariat dengan regresi logistik yang dilakukan didapatkan bahwa penggunaan insulin dibandingkan dengan tanpa insulin memiliki OR 4.37 dengan 95% CI 4.17-4.59. Penambahan setiap tahunnya dalam pemakaian insulin juga memiliki OR yang signifikan, yaitu 1.13 dengan 95% CI 1.10-1.16 (p < 0.0001).16

Ketujuh studi di atas tercakup dalam meta analisis Singh, et al., dan data yang ada dihitung dalam Forest plot yang disajikan pada gambar 1.5 Penelitian ini adalah meta analisis pertama (dan sejauh ini satu-satunya) yang menganalisis efek pemberian insulin eksogen pada risiko terjadinya HCC. Selain itu, kelebihan dari studi ini adalah adanya analisis subgroup untuk menganalisis heterogenitas berbagai studi

(12)

12 yang ada. Kemungkinan adanya bias publikasi pada studi ini minimal, dan kualitas berbagai studi yang dibahas dalam meta analisis ini cukup baik.

Seperti dapat dilihat pada tabel 3, efek onkogenik insulin tampak lebih nyata pada populasi Asia dibandingkan dengan Barat, karea alasan yang masih belum jelas. Di negara barat, HCC terutama disebabkan oleh sirosis alkoholik, hepatitis C kronik, dan non-alcoholic fatty liver diseases (NAFLD) yang terutama berkaitan dengan obesitas dan sindroma metabolik, sedangkam hepatitis B kronik adalah faktor risiko utama terjadinya HCC, hingga mencapai 23% di negara berkembang.5

Walaupun didesain dengan cukup baik, meta analisis ini tetap memiliki berbagai kelemahan. Pasien diabetes pada ketujuh studi tersebut umumnya menerima insulin bersamaan dengan obat antidiabetik

oral, atau dibandingkan dengan kelompok “non-insulin” yang menerima obat antidiabetik oral lainnya,

dengan efek risiko HCC tersendiri. Misalnya, telah diketahui bahwa metformin memiliki efek protektif terhadap terjadinya HCC. Dengan demikian, sangat sulit untuk menentukan bahwa modifikasi risiko bagi insulin bagi terjadinya HCC adalah benar sepenuhnya karena efek mitogenik insulin, atau dipengaruhi oleh pembanding antidiabetik lain yang memiliki efek protektif terhadap HCC. Kelemahan lainnya adalah diagnosis HCC yang didapatkan berdasarkan kode diagnosis (misalnya ICD). Akibatnya, bagaimana prosedur surveilans rutin yang dilakukan bagi HCC, dan apakah semua subjek mengikuti prosedur tersebut tidak dapat dipastikan. Dengan demikian, besar kemungkinan banyak kasus HCC yang tidak terdiagnosis, terutama pada kelompok pasien dengan risiko tinggi.5

Kelemahan lain dari studi ini adalah tidak dipertimbangkannya efek penggunaan statin pada modifikasi risiko HCC. Sebuah meta analisis 10 studi pada 4298 kasus HCC dari total 1.459.417 pasien menunjukkan bahwa pengguna statin memiliki penurunan risiko sebesar 37% untuk terjadinya HCC. Mengingat sebagian besar pasien DM tipe 2 menderita dyslipidemia dan sindroma metabolik, besar kemungkinan pasien-pasien tersebut mengkonsumsi statin secara rutin. Hal ini kemungkinan dapat mempengaruhi angka RR yang ada secara signifikan.5,17

Studi Schlesinger, et al. adalah studi prospektif yang cukup baik, dengan analisis tambahan bagi beberapa bias yang mungkin ada, seperti obesitas umum (indeks massa tubuh) dan obesitas abdominal (rasio lingkar pinggang dan tinggi badan). Walaupun demikian, didapatkan beberapa kelemahan pada studi ini. Jumlah kasus HCC yang dianalisis pada studi prospektif ini relative sedikit (176 kasus), sehingga

(13)

13 membatasi analisis subgrup yang dapat dilakukan. Status diabetes pada pasien-pasien di penelitian ini didapatkan berdasarkan laporan pasien (self-reported), sehingga dapat mengakibatkan inakurasi diagnosis DM. Selain itu kejadian diabetes baru yang terjadi selama kohort diamati tidak diikutkan dalam perhitungan, sehingga memungkinkan terjadinya estimasi hasil yang kurang tepat. Penggunaan obat anti-diabetes kainnya tidak dicantumkan dalam penelitian ini, sehingga dapat mempengaruhi efek insulin terhadap risiko HCC. Misalnya, penggunaan metformin bersamaan dengan insulin dapat menurunkan risiko HCC sebenarnya dan penggunaan sulfonilurea bersamaan dengan insulin kemungkinan dapat meningkatkan risiko HCC. Selain itu, informasi durasi penggunaan insulin dan penggantian terapi juga tidak tersedia pada penelitian ini. Kelemahan terakhir yang ada adalah pada penelitian ini informasi mengenai adanya sirosis hati maupun riwayat keluarga dengan HCC tidak dianalisis, padahal kedua hal ini tentu dapat mempengaruhi risiko terjadinya HCC secara signifikan.6

Terlepas dari berbagai kelemahan di atas, studi Schlesinger, et al. adalah studi prospektif yang didesain dengan baik dan berhasil menunjukkan diabetes sebagai factor risiko terjadinya HCC, serta hubungan penggunaan insulin eksogen dengan risiko HCC, bahkan setelah dilakukan penyesuaian dengan obesitas umum dan abdominal sebagai faktor confounding. Studi ini dipublikasikan setelah meta analisis oleh Singh, et al. ditulis, sehingga diharapkan hasil studi kohort prospektif ini dapat memberikan suplementasi data yang sejalan dengan hasil meta analisis tersebut.

Kebanyakan studi yang ada tidak menganalisis lebih jauh alasan pemberian insulin pada pasien diabetes. Kemungkinan insulin diberikan bagi pasien dengan derajat diabetes yang lebih berat sehingga membutuhkan bantuan insulin eksogen untuk mengontrol gula darah, ataupun didapatkan komorbiditas seperti gangguan hati dan ginjal yang cukup parah. Hal-hal tersebut dapat menjadi bias yang cukup signifikan bagi risiko terjadinya HCC pada penggunaan insulin eksogen. Diperlukan studi kohort besar yang menganalisis data gula darah puasa, HbA1C, konsentrasi gula darah plasma rata-rata dalam waktu tertentu, dan komplikasi diabetes seperti gangguan ginjal atau hepar untuk menjelaskan pengaruh tingkat keparahan diabetes maupun komplikasi bagi terjadinya HCC.5,13,15

Patofisiologi

Resistensi insulin ditandai dengan berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, sehingga kemampuan insulin untuk menekan produksi glukosa dan utilisasi glukosa di perifer terganggu. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mempertahankan fungsi metabolisme, sekresi insulin meningkat hingga terjadi keadaan hiperinsulinemia kompensata. Hepar juga mensekresikan Insulin-like growth factor (IGF)-1,

(14)

14 salah satu aktivator paling poten untuk proliferasi seluler melalui jalur sinyal Akt (atau jalur sinyal protein kinase B (PKB)), serta inhibitor dari apoptosis. Hiperinsulinemia kronis telah lama dikaitkan dengan kejadian berbagai macam keganasan. Perubahan dari ekspresi aksis IGF didapatkan pada mencit dengan HCC dan HCC cell lines, Aksis IGF terdiri atas IGF-1, IGF-2, reseptornya IGF-1R dan IGF-2R, serta IGF-binding proteins (IGFBP 1-6).18

Resistensi insulin dan hiperinsulinemia sebagai kompensasi akan meningkatkan fosforilasi dan jalur aktivasi downstream, yang berakibat inhibisi apoptosis dan peningkatan mitogenesis, sehingga meningkatkan pembentukan tumor. Resistensi insulin juga secara langsung meningkatkan hepatokarsinogenesis melalui stimulasi neovaskularisasi di hepar. Insulin mengakibatkan peningkatan reseptor terhadap hepatic growth hormone (GH), dan GH adalah stimulus utama untuk aktivasi IGF-1. IGF-1, seperti insulin, akan meningkatkan proliferasi sel, ekspresi factor pertumbuhan endotel, dam menghambat apoptosis. Lebih lanjut lagi, hiperinsulinemia dapat menurunkan sintesis IGFBP-1 dan IGFBP-2 oleh hepar serta menurunkan kadarnya dalam darah, sehingga bioavailabilitas IGF-1 akan meningkat. Analisis system IGF menunjukkan bahwa pada HCC didapatkan peningkatan ekspresi IGF, IGFBP, protease IGFBP, dan reseptor IGF.18

(15)

15 Berikut adalah jalur sinyal insulin hingga memiliki efek dalam transkripsi sel, seperti tampak pada gambar 2. Insulin receptor (IR) akan terfosforilasi oleh insulin, sehingga mengaktifkan insulin receptor substrate (IRS). PI3K (phospho-inositide kinase) akan memfosforilasi 3-phosphoinositide sehingga membentuk binding sites untuk PIP3-dependent kinase (PDK) dan Akt. Lebih lanjut lagi, Akt akan difosforilasi oleh PDK dan mammalian target of Rapamycin (mTOR)-Rictor, yang mengaktivkan Akt kinase dan efek pleiotropiknya, termasuk uptake glukosa ke dalam sel, sintesis lipid, glikogen, dan protein, serta menurunkan apoptosis.18

(16)

16 Insulin adalah hormon utama yang berperan dalam mengontrol fungsi energi yang penting, seperti metabolisme glukosa dan lipid. Insulin yang mengaktifkan reseptor tirosin kinase (IR) di membran sel yang lalu mengalami fosforilasi dan menarik berbagai substrat adaptor berbeda, seperti keluarga protein insulin receptor substrate (IRS). Seperti dapat dilihat di gambar 3, IRS yang sudah terfosforilasi lalu mengekspresikan berbagai binding sites di permukaannya untuk berbagai signaling partner yang berbeda. Di antaranya, PI3K memiliki peran cukup besar dalam jalur sinyal insulin, terutama melalui aktivasi jalur Akt/PKB dan kaskade protein kinase C. Aktivasi Akt akan menginduksi sintesis glikogen melalui inhibisi GSK-3, sintesis protein melalui mTOR dan elemen di bawahnya, serta meningkatkan survival sel, melalui inhibisi berbagai agen pro-apoptotik, seperti BAD, GSK-3, dan keluarga faktor transkripsi (Fox).18

Insulin analog vs insulin reguler (human insulin)

Suatu wacana yang menarik adalah perbandingan penggunaan insulin analog dengan human insulin atau insulin reguler dengan risiko keganasan, terutama HCC. Sayangnya, penulis tidak menemukan bukti yang secara khusus membahas perbandingan kedua jenis insulin ini dengan risiko HCC. Walaupun demikian, terdapat beberapa studi yang menunjukkan meningkatnya risiko keganasan pada penggunaan insulin analog, terutama glargine. Studi Hemkens, et al dan Jonasson, et al. menunjukkan bahwa didapatkan peningkatan risiko kanker pada penggunaan glargine dibandingkan dengan insulin reguler. Sebaliknya, pada studi lainnya tidak didapatkan peningkatan risiko kanker dengan penggunaan insulin analog.19

Pada studi Hemkens, et al. dilakukan studi kohort observasional terhadap 127.031 pasien di Jerman dari Januari 1998 hingga Juni 2005, dengan waktu follow up rata-rata 1,63 tahun. Didapatkan peningkatan risiko terjadinya kanker yang tergantung dosis pada penggunaan glargine dibandingkan dengan insulin reguler (p < 0.0001), dengan adjusted HR 1.09 (95% CI 1.00-1.19 ) untuk dosis 10 IU per hari, 1.19 (95% CI 1.10-1.30) untuk dosis 30 IU per hari, dan 1.31 (95% CI 1.20-1.42) untuk dosis 50 IU per hari. Tidak ditemukan peningkatan risiko kanker pada penggunaan aspart (p = 0.30) ataupun lispro (p = 0.96) bila dibandingkan dengan insulin reguler.19

Studi lain oleh Jonasson, et al. menganalisis 114.841 pasien diabetes mellitus yang diresepkan insulin di Swedia. Kejadian keganasan lalu diamati selama 2 tahun ke depan. Didapatkan bahwa pengggunaan insulin glargine saja dibandingkan dengan tipe insulin lainnya memiliki risiko lebih tinggi untuk kanker payudara dengann RR 1.99 (95% CI 1.31-3.03). Risiko adenokarsinoma gastrointestinal tidak meningkat, RR 0.93 (95% CI 0.61-1.40), risiko kanker prostat dan tumor solid lainnya pun tidak meningkat, dengan

(17)

17 RR masing-masing 1.27 (95% CI 0.89-1.82) dan 1.07 (95% CI 0.91-1.27). Walaupun demikian dari studi observasional ini masih belum dapat ditarik hubungan kausal yang pasti antara penggunaan insulin glargine dan kejadian keganasan.20

KESIMPULAN

Selain diabetes mellitus tipe 2, terapi insulin eksogen berkaitan erat dengan risiko terjadinya HCC. Walaupun demikian, saat ini bukti yang ada belum cukup untuk menghindari penggunaan insulin pada pasien dengan risiko HCC. Pertimbangan keuntungan dan risiko dari setiap kasus perlu diutamakan, karena studi menunjukkan bahwa kontrol gula darah yang buruk juga dapat meningkatkan risiko HCC. Dengan tingginya risiko HCC pada pasien dengan diabetes mellitus dan pemakaian insulin, sangat perlu dilakukan pemantauan ketat bagi terjadinya HCC. Subset yang perlu pemantauan lebih ketat di antaranya adalah pasien dengan penyakit hati kronik dan pasien pria. Strategi perbaikan kontrol metabolik untuk memperbaiki keadaan hiperinsulinemia juga perlu dilakukan, misalnya dengan memberikan obat-obatan yang memperbaiki sensitivitas insulin.

Bukti-bukti yang ada sejauh ini hanya berasal dari studi observasional, baik kohort maupun kasus kontrol. Studi randomized clinical trial (RCT) yang menganalisis efek insulin terhadap risiko HCC dapat menghilangkan berbagai bias dan faktor confounding yang mungkin ada, namun secara realistis cukup sulit untuk dilakukan, mengingat besarnya sampel yang diperlukan dan lamanya follow-up yang harus dilakukan hingga terjadinya HCC.

(18)

18 REFERENSI

1 Omata M, Lesmana LA, Tateishi R, Chen PJ, Lin SM, Yoshida H, et al. Asian Pacific Association od the Study of the Liver consensus recommendations on hepatocellular carcinoma. Hepatol Int. 2010;(4):439-74.

2

Wang C, Wang X, Gong G, et al. Increased risk of hepatocellular carcinoma in patients with diabetes mellitus: a systematic review and meta-analysis of cohort studies . Int J Cancer 2012 ; 130 : 1639 – 48 .

3

Chang CH, Lin JW, Wu LC, et al. Oral insulin secretagogues, insulin, and cancer risk in type 2 diabetes mellitus. J Clin Endocrinol Metab 2012 ;97:E1170–5.

4

Manucci E. Insulin therapy and cancer risk in type 2 diabetes: review article. International Scholarly Research Network (ISRN) Endocrinology. 2012. Article ID 240634.

5 Singh S, Singh PP, Singh AG, Murad MH, Sanchez W. Anti-diabetic medications and the risk of hepatocellular cancer : a systematic review and meta-analysis. Am J Gastroenterol 2013; 108:881-91.

6 Schlesinger S, Aleksandrova K, Pischon T, Jenab M, Fedirko V, Trepo E, et al. Diabetes mellitus, insulin treatment, diabetes duration, and risk of biliary tract cancer and hepatocellular carcinoma in a European cohort. Ann Oncol 2013;24(9):2449-55.

7 Moher D, Liberati A, Tetzlaff J, Altman DG. Preferred reporting items for systematic reviews and meta-analyses : the PRISMA statement. BMJ 2009;339:b2535; 332-6.

8

Vandenbroucke JP, von Elm E, Altman DG, Gotzsche PC, Mulrow CD, Pocock SJ, et al. Strengthening the reporting of observational studies in epidemiology (STROBE): explanation and elaboration. Ann Int Med 2007; 147;W163-94.

9

Riboli E, Hunt KJ, Slimani N, et al. European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC): study populations and data collection. Public Health Nutr 2002; 5:1113–24.

10

Yu MC, Tong MJ, Govindarajan S, Henderson BE.Nonviral risk factors for hepatocellular carcinoma in a low-risk population, the non-Asians of Los Angeles County, California. J Natl Cancer Inst. 1991; 18;83(24):1820-6. 11 Oliveria SA , Koro CE , Yood MU et al. Cancer incidence among patients treated with antidiabetic

pharmacotherapy . Diab Metabol Syndr Clin Res Rev 2008 ; 2 : 47 – 57.

12 Nkontchou G , Cosson E , Aout M et al. Impact of metformin on the prognosis of cirrhosis induced by viral hepatitis C in diabetic patients. J Clin Endocrinol Metab 2011 ; 96 : 2601 – 8.

13

Donadon V , Balbi M , Casarin P, et al. Association between hepatocellular carcinoma and type 2 diabetes mellitus in Italy: potential role of insulin. World J Gastroenterol 2008 ; 14 : 5695 – 700.

14

Hassan MM , Curley SA , Li D et al. Association of diabetes duration and diabetes treatment with the risk of hepatocellular carcinoma. Cancer 2010 ; 116 : 1938 – 46.

(19)

19

15 Kawaguchi T, Taniguchi E, Morita Y, et al. Association of exogenous insulin or sulphonylurea treatment with an increased incidence of hepatoma in patients with hepatitis C virus infection. Liver Int 2010;30:479–86. 16 Chen HP , Shieh JJ , Chang CC et al. Metformin decreases hepatocellular carcinoma risk in a dose-dependent

manner: population-based and in vitro studies . Gut 2013 (e-pub ahead of print) . 17

Singh S , Singh PP , Singh AG et al. Statins are associated with a reduced risk of hepatocellular cancer: a systematic review and meta-analysis . Gastroenterology 2013 (e-pub ahead of print).

18

Siddique A, Kowdley KV. Insulin resistance and other metabolic risk factors in the pathogenesis of hepatocellular carcinoma. Clin Liver Dis 2011 (15);281-96.

19

Hemkens LG, Grouven U, Bender R, Gunster C, Gutschmidt S, Selke GW, et al. Risk of malignancies in patients with diabetes treated with human insulin or insulin analogues : a cohort study. Diabetologia. 2009;52:1732-44.

20Jonasson JM, Ljung R, Talback M, Haglund B, Gudbjornsdottir S, Steineck G. Insulin glargine use and short-term

incidence of malignancies-a population-based follow-up study in Sweden. Diabetologia. 2009;52 (9):1745-54.

Gambar

Tabel 1   Checklist PRISMA untuk Meta Analisis 7
Tabel 2   Checklist STROBE untuk Studi Observasional Kohort dan Kasus Kontrol 8
Gambar 1  Insulin dan Risiko HCC : Forest Plot  5
Tabel 3   Analisis Subgroup untuk Mencari Sumber Heterogenitas Studi 5
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berangkat dari hal-hal yang harus diperhatikan pada readiness assesment untuk organizational change, para peneliti mencoba membuat pendekatan untuk readiness assesment dalam

Jadi metode dakwah merupakan sebuah jalan atau cara yang digunakan atau dilakukan dalam melaksanakan aktifitas mengajak manusia kepada jalan yang lurus, yang mana

(6) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/D4

Hasil dari evaluasi input dapat digali sebuah informasi terkait pendekatan pengelolaan apa yang perlu diterapkan dalam pembelajaran evaluasi pendidikan PAI melalui

Pada tahapan ini adalah tahap permulaan untuk membangun dan mengembangkan aplikasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Bagian ini merupakan kegiatan tentang

Memelihara harta dalam peringkat dharuriyyat, seperti syariat tentang cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah, apabila

Client yang diberikan hak akses dapat mengamati data gempa dari pusat bencana serta mengatur sampling rate dari sensor melalui website yang terhubung dengan jaringan

Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Utara sebagai Kabupaten harus dalam upayakan meningkatkan struktur perekonomian Produk Domestik Regional bruto (PDRB) atas