MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS BAYES
UNTUK DATA KEMISKINAN
(Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)
YUSNITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Model Regresi Terboboti Geografis
Bayes untuk Data Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten
Jember) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2012
Yusnita
NIM G151090141
ABSTRACT
YUSNITA. Bayesian Geographically Weighted Regression Model for Poverty
Data (Case of 35 Villages in Jember Regency). Supervised by AJI HAMIM
WIGENA and ANIK DJURAIDAH.
Bayesian Geographically Weighted Regression (BGWR) is locally linear
regression method to solve some difficulties that arise in Geographically
Weighted Regression (GWR) model, such as outliers or non-constant variance.
The Bayesian approach solves the problems by producing estimates that are robust
against aberrant observations. The aberrant observations are automatically
detected and downweighted to mitigate their influence on the estimates. In this
research, the weighting used for BGWR model is Gaussian and bi-square kernel
function. The results showed that BGWR model is better than GWR model.
According to mean square error (MSE) values and coefficient of determinant (R
2),
Gaussian kernel function is better than bi-square kernel function as BGWR
weighting to analyze the data on average expenditure per capita of 35 villages in
Jember Regency.
Keywords: Bayesian, Geographically Weighted Regression, outlier, non-constant
variance, Gaussian kernel, bi-square kernel
RINGKASAN
YUSNITA. Model Regresi Terboboti Geografis Bayes untuk Data Kemiskinan
(Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember). Dibimbing oleh AJI
HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.
Permasalahan kemiskinan penduduk di Indonesia masih cukup serius.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah
ini, diantaranya dengan memprediksi wilayah-wilayah miskin hingga tingkat
administrasi desa, sehingga diharapkan upaya pengentasan kemiskinan lebih tepat
sasaran. Data yang biasanya digunakan dalam menentukan suatu wilayah desa
tergolong miskin atau tidak adalah rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita.
Analisis untuk menentukan miskin tidaknya suatu desa, umumnya masih
menggunakan analisis yang masih bersifat global dan diberlakukan pada seluruh
lokasi yang diamati. Namun kondisi data di lokasi yang satu dengan lokasi yang
lain tidak sama, baik dari segi geografis, keadaan sosial-budaya maupun hal-hal
lain yang melatarbelakanginya, sehingga muncul keragaman antar wilayah lokal
atau heterogenitas spatial. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari munculnya
heterogenitas spasial adalah parameter regresi
bervariasi secara spasial. Selain itu,masalah kemiskinan dan kondisi ketertinggalan suatu desa sangat mungkin
dipengaruhi oleh lokasi pengamatan atau kondisi geografis desa, termasuk
posisinya terhadap desa lain disekitarnya. Hal ini dipertegas dengan hukum
pertama geografi yang dikemukakan Tobler (1979) yang menyatakan bahwa
segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang
lebih dekat akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh.
Efek spasial
menyebabkan asumsi kebebasan antar pengamatan yang diperlukan dalam regresi
global sulit dipenuhi. Untuk mengakomodir permasalahan tersebut, analisis
Regresi Terboboti Geografis (RTG) atau Geographically Weighted Regression
adalah salah satu solusi yang dapat digunakan untuk membentuk model regresi
yang bersifat lokal untuk setiap lokasi.
Isu penting dalam model RTG adalah masalah pencilan atau ragam tidak
konstan antar amatan. Koefisien regresi yang berbeda-beda di tiap lokasi
pengamatan memungkinkan ragam galat yang berbeda-beda pula untuk tiap lokasi
pengamatan, sehingga salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah
pendekatan Bayes yang disebut Regresi Terboboti Geografis Bayes (RTGB) atau
Bayesian Geographically Weighted Regression. Model RTGB mengasumsikan
ragam galat tidak konstan antar lokasi amatan, sehingga dapat mengakomodir
adanya permasalahan keheterogenan ragam. Pendekatan Bayes secara langsung
mendeteksi dan memboboti pengamatan yang berpotensi mengandung pencilan,
sehingga dapat mengurangi efek pencilan terhadap pendugaan parameter model.
Pendugaan parameter model RTGB menggunakan Gibbs sampling yaitu suatu
teknik yang digunakan untuk membangkitkan contoh acak dari distribusi
berdasarkan pendekatan Markov Chain Monte Carlo (MCMC). Pembobot yang
digunakan adalah fungsi kernel normal (Gaussian) dan fungsi kernel kuadrat
ganda (bi-square).
Hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan nilai KTG dan R
2yang
digunakan sebagai indikator kebaikan model, model RTGB lebih baik daripada
model RTG dalam menjelaskan peubah jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota
kabupaten atau kota (km), banyaknya sarana kesehatan di desa (poskesdes,
polindes, posyandu, apotek dan toko khusus obat) per 1000 penduduk, dan
persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir terhadap
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk desa atau kelurahan di Kabupaten
Jember. Pada penelitian ini, fungsi pembobot kernel normal lebih baik daripada
fungsi pembobot kernel kuadrat ganda sebagai pembobot model RTGB untuk
analisis data kemiskinan di 35 desa atau kelurahan di Kabupaten Jember.
Kata kunci : Bayes, Regresi Terboboti Geografis, pencilan, ragam tidak konstan,
Gibbs sampling, kernel normal, kernel kuadrat ganda
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar bagi IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS BAYES
UNTUK DATA KEMISKINAN
(Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)
YUSNITA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Tesis
: Model Regresi Terboboti Geografis Bayes untuk Data
Kemiskinan (Kasus 35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten
Jember)
Nama
: Yusnita
NRP
: G151090141
Program Studi
: Statistika
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc.
Ketua
Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Statistika
Dr. Ir. Erfiani, M.Si.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini
adalah “Model Regresi Terboboti Geografis Bayes untuk Data Kemiskinan (Kasus
35 Desa atau Kelurahan di Kabupaten Jember)”.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Aji Hamim Wigena,
M.Sc selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS selaku
pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, saran dan waktunya. Disamping itu
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Anang Kurnia selaku
penguji luar komisi pada ujian tesis. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada
seluruh staf Program Studi Statistika.
Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada
keluarga, terutama kedua orangtua saya tercinta dan kakak-kakakku atas do‟a,
dukungan dan dorongan semangat, serta kasih sayangnya tanpa henti. Terima
kasih pula kepada teman-teman Statistika dan Statistika Terapan atas bantuan dan
kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Buton, Sulawesi Tenggara pada tanggal 1 November
1986 dari pasangan Bapak H. Nur Salim dan Ibu Hj. Siti Rukaya. Penulis
menyelesaikan pendidikan SLTA di SMAN 2 Bau-Bau pada tahun 2004 dan pada
tahun yang sama melanjutkan perkuliahan di Program Studi Statistika Terapan
Fakultas Sains Terapan Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta dan
selesai pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Statistika
pada Sekolah Pascasarjana IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………..
DAFTAR GAMBAR……….
DAFTAR LAMPIRAN………..
PENDAHULUAN
Latar Belakang………...
Tujuan Penelitian………...
TINJAUAN PUSTAKA
Model RTGB……….
Pendugaan Parameter RTGB……….
Pembobot Spatial………...
Kebaikan Model RTGB……….
METODOLOGI PENELITIAN
Data………
Metode………
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data………
Model RTGB………..
Model Terbaik………
Asumsi Normalitas……….
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan………
Saran………..
DAFTAR PUSTAKA……….
LAMPIRAN……….
xiii
xiv
xv
1
3
5
7
9
9
11
12
15
16
21
25
27
27
29
31
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Statistik deskriptif peubah penjelas…...………...
2 Korelasi Pearson antar peubah………..
3 Nilai R
2dan KTG untuk model RTGB dengan fungsi
pembobot kernel normal………...
4 Nilai R
2dan KTG untuk model RTGB dengan fungsi
pembobot kernel kuadrat ganda……….
5 Nilai R
2dan KTG untuk model RTG dan RTGB dengan
pembobot kernel normal dan pembobot kernel kuadrat ganda …...………..
15
16
22
22
23
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta Kabupaten Jember……...……….
2 Plot koefisien 𝜷
1model RTG dan RTGB kernel normal
pada r = 35 dan
= 10…….………
3 Plot koefisien 𝜷
1model RTG dan RTGB kernel kuadrat ganda
pada r = 35 dan
= 10…….………
4 Plot koefisien 𝜷
2model RTG dan RTGB kernel normal
pada r = 35 dan
= 10…….………
5 Plot koefisien 𝜷
2model RTG dan RTGB kernel kuadrat ganda
pada r = 35 dan
= 10…….………
6 Plot koefisien 𝜷
3model RTG dan RTGB kernel normal
pada r = 35 dan
= 10…….………
7 Plot koefisien 𝜷
3model RTG dan RTGB kernel kuadrat ganda
pada r = 35 dan
= 10…….………
8 Nilai 𝑽
𝑖pada model RTGB pembobot kernel normal
dan RTGB pembobot kernel kuadrat ganda……..………..
9 Diagram pencar Y amatan dan Y duga: Regresi, RTG dan RTGB
pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda……..………..
10 Plot peluang galat RTGB pembobot kernel normal……...….………
11 Plot peluang galat RTGB pembobot kernel kuadrat ganda ……..…..……
11
17
17
18
19
19
20
21
24
25
25
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Penduga parameter model RTGB kernel normal………..
2 Penduga parameter model RTGB kernel kuadrat ganda……….…………..
3 Nilai 𝑉
𝑖model RTGB kernel normal ……..………..
4 Nilai 𝑉
𝑖model RTGB kernel kuadrat ganda ……….………
5 Program RTGB……….……….
33
45
57
60
63
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS 2011), penduduk miskin adalah
penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan. Garis kemiskinan dipergunakan sebagai batas untuk menentukan
miskin atau tidaknya seseorang. Pada periode Maret 2011, garis kemiskinan
sebesar Rp. 233.740,- per kapita per bulan. Dengan memperhatikan garis
kemiskinan, berdasarkan survei BPS tahun 2011, jumlah orang miskin di
Indonesia sebesar 30,02 juta jiwa atau 12,49 persen dari total jumlah penduduk.
Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan kemiskinan penduduk di Indonesia
cukup serius. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk
menanggulangi masalah ini, di antaranya dengan memprediksi wilayah-wilayah
miskin hingga tingkat administrasi desa, sehingga dengan adanya informasi
sampai tingkat wilayah desa ini diharapkan upaya pengentasan kemiskinan lebih
tepat sasaran (BPS 2005).
BPS menggunakan rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita sebagai
indikator utamanya dalam mengukur kemiskinan. Analisis mengenai kemiskinan
yang umum digunakan adalah analisis yang masih bersifat global dan
diberlakukan pada seluruh lokasi yang diamati, di antaranya analisis regresi.
Pendekatan model global ini berarti menggunakan rata-rata dari wilayah-wilayah
yang lebih kecil (wilayah lokal) ditempat tersebut. Namun kondisi data di lokasi
yang satu dengan lokasi yang lain tidak sama, baik dari segi geografis, keadaan
sosial-budaya maupun hal-hal lain yang melatarbelakanginya, sehingga muncul
heterogenitas spatial. Pendekatan model global akan memberikan informasi yang
andal untuk wilayah lokal jika tidak ada atau hanya ada sedikit keragaman antar
wilayah lokalnya (Fotheringham et al. 2002).
Salah satu dampak yang ditimbulkan dari munculnya heterogenitas spasial
adalah parameter regresi
bervariasi secara spasial.
Jika terjadi heterogenitas spasial pada parameter regresi, maka informasi yang tidak dapat ditangani oleh metode regresi global akan ditampung sebagai galat. Bila kasus semacam itu terjadi, regresi global menjadi kurang mampu dalam menjelaskan fenomena data yang sebenarnya.Salah satu asumsi yang diperlukan pada analisis regresi global adalah antar pengamatan harus bersifat saling bebas, tetapi
masalah kemiskinan dan kondisi
ketertinggalan suatu desa sangat mungkin dipengaruhi oleh lokasi pengamatan
atau kondisi geografis desa, termasuk posisinya terhadap desa lain di sekitarnya.
Hal ini dipertegas dengan hukum pertama geografi yang dikemukakan Tobler
(1979) dalam Schabenberger dan Gotway (2005) yang berbunyi ”Segala sesuatu
saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat
akan lebih berpengaruh daripada sesuatu yang jauh”.
Efek spasial menyebabkan
asumsi kebebasan antar pengamatan yang diperlukan dalam regresi sulit dipenuhi,
sehingga dalam statistika, model yang dapat menjelaskan hubungan antara suatu
wilayah dengan wilayah di sekitarnya adalah model spatial.
Analisis Regresi Terboboti Geografis (RTG) dapat digunakan untuk
mengatasi masalah tersebut. RTG merupakan bagian dari analisis spasial yang
bersifat lokal dengan pembobotan berdasarkan posisi atau jarak dari satu lokasi
pengamatan dengan lokasi pengamatan lainnya.
Parameter regresi pada model RTG diasumsikan bervariasi secara spasial, sehingga interpretasi yang berbeda dan berharga dapat diperoleh untuk setiap titik lokasi yang diteliti.Isu penting dalam model RTG adalah masalah pencilan atau ragam tidak
konstan antar amatan. Koefisien regresi yang berbeda di tiap lokasi pengamatan
memungkinkan ragam galat yang berbeda pula untuk tiap lokasi pengamatan.
Efek pencilan juga akan mengakibatkan masalah heteroskedastisitas. Pendekatan
Bayes dalam model RTG yang disebut Regresi Terboboti Geografis Bayes
(RTGB) atau Bayesian Geographically Weighted Regression yang diperkenalkan
LeSage adalah analisis yang tepat untuk menangani permasalahan tersebut.
Pendekatan ini secara langsung mendeteksi dan memboboti pengamatan yang
berpotensi mengandung pencilan, sehingga dapat mengurangi efek pencilan
terhadap pendugaan parameter model. Pendekatan Bayes mengasumsikan ragam
galat tidak konstan antar lokasi amatan, sehingga dapat mengatasi adanya
permasalahan keheterogenan ragam galat antar lokasi.
Penelitian tentang analisis spasial telah banyak dikembangkan, antara lain
Meilisa (2010) menyatakan bahwa model otoregresif bersyarat (CAR) dan model
otoregresif simultan (SAR) sama baiknya dalam menentukan faktor-faktor
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Arisanti (2010) menyatakan bahwa model
otoregresif lag spasial lebih baik dalam menentukan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dibandingkan regresi
linier klasik. Khusus untuk penelitian tentang RTG telah dilakukan oleh
Rahmawati (2010) yang meneliti tentang model Regresi Terboboti Geografis
(RTG) dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda untuk data
kemiskinan pada desa atau kelurahan di Kabupaten Jember. Hasil penelitiannya
diperoleh bahwa model RTG dengan pembobot kernel normal lebih baik
digunakan untuk memodelkan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan desa atau
kelurahan dengan peubah-peubah penjelasnya, dibandingkan dengan model RTG
dengan pembobot kernel kuadrat ganda dan model regresi klasik.
Pembobot yang digunakan pada penelitian ini adalah pembobot jarak yang
juga digunakan pada penelitian Rahmawati (2010), yaitu pembobot kernel normal
(Gaussian) dan pembobot kernel kuadrat ganda (bi-square), sehingga diharapkan
dapat membandingkan dan menentukan model terbaik antara RTG dan RTGB
dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda pada kasus 35 desa
atau kelurahan di Kabupaten Jember. Kabupaten Jember dipilih sebagai studi
kasus pada penelitian ini karena berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional
(Susenas) Maret 2009, dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, jumlah masyarakat
miskin yang tertinggi yakni Kabupaten Jember yang mencapai 237.700 rumah
tangga.
Tujuan
Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Membentuk model RTGB dengan fungsi pembobot kernel normal dan kernel
kuadrat ganda untuk pendugaan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
desa atau kelurahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Model RTGB
Analisis regresi merupakan analisis statistika yang bertujuan untuk
memodelkan hubungan antara peubah respon Y dengan peubah penjelas X, di
mana dugaan parameter persamaan berlaku untuk semua lokasi pengamatan.
Model RTG merupakan pengembangan dari model regresi, tapi pada model RTG
parameter persamaan untuk setiap lokasi pengamatan berbeda dengan lokasi
lainnya, sehingga banyaknya vektor parameter yang diduga sama dengan
banyaknya lokasi pengamatan yang digunakan dalam data. Model yang dihasilkan
pada analisis RTG juga tidak dapat digunakan untuk menduga parameter selain
parameter di lokasi pengamatan (Walter et al. 2005). Secara umum model RTG
dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut:
𝑾
𝑖𝒚 = 𝑾
𝑖𝑿𝜷
𝑖+ 𝜺
𝑖(1)
𝜷
𝑖merupakan vektor parameter berukuran k
1 pada pengamatan ke-𝑖. Pendugaan
parameter model untuk setiap lokasi pengamatan dengan metode kuadrat terkecil
terboboti untuk lokasi ke-𝑖, yaitu:
𝒃
𝑖= (𝑿′𝑾
𝑖𝑿)
−1𝑿′𝑾
𝑖
𝒚
(2)
dengan
𝑾
𝑖= 𝑑𝑖𝑎𝑔[𝑤
𝑖1, 𝑤
𝑖2, … , 𝑤
𝑖𝑛] dan 0 ≤ 𝑤
𝑖𝑗≤ 1 (𝑖, 𝑗 = 1, 2, …, n)
𝑾
𝑖adalah matriks diagonal berukuran n
n (n = banyaknya pengamatan) yang
merupakan matriks pembobot spasial lokasi ke-𝑖 (spatial weighting). Unsur-unsur
diagonal matriks
𝑾
𝑖diambil dari vektor baris atau kolom ke-𝑖 dari matriks
pembobot W. Nilai unsur-unsur diagonal
𝑾
𝑖ditentukan oleh kedekatan
pengamatan (lokasi) ke-𝑖 dengan lokasi lainnya (lokasi ke-𝑗). Semakin dekat
lokasinya, semakin besar nilai pembobot pada unsur yang bersesuaian.
Ragam galat pada model RTG diasumsikan homogen, sehingga tidak dapat
menyelesaikan masalah yang muncul akibat adanya ragam yang tidak konstan
antar area atau pencilan. LeSage (1998) menyelesaikan permasalahan tersebut
dengan menggunakan pendekatan Bayes. Model RTG pada persamaan (1)
dikembangkan dengan memasukan parameter penghalus hubungan atau
parameter smoothing relationship berikut:
𝜷
𝑖= 𝑤
𝑖1⊗ 𝑰
𝑘… 𝑤
𝑖𝑛⊗ 𝑰
𝑘𝜷
1⋮
𝜷
𝑛+ 𝒖
𝑖(3)
𝑤
𝑖𝑗merupakan pembobot jarak antara lokasi ke-𝑖 dengan lokasi lainnya (lokasi
ke-𝑗) yang dinormalkan sehingga jumlah vektor baris (𝑤
𝑖1,
𝑤
𝑖2, …, 𝑤
𝑖𝑛) = 1,
dengan 𝑤
𝑖𝑖= 0.
Sebaran galat pada persamaan (1) dan (3) sebagai berikut:
𝜺
𝑖~𝑁[0, 𝜎
2𝑽
𝑖]
(4)
𝒖
𝑖~𝑁[0, 𝜎
2𝛿
2(𝑿
′𝑾
𝑖𝟐𝑿)
−1]
(5)
dengan:
𝑽
𝑖= 𝑑𝑖𝑎𝑔[𝑣
1, 𝑣
2, … , 𝑣
𝑛]
𝑟 𝑣𝑖~ 𝜒
2 (𝑟)𝑟
𝜎
2adalah ragam galat dan
𝑽
𝑖adalah matriks diagonal berukuran nxn yang
menunjukkan ragam tidak konstan antar lokasi amatan. Sebaran prior
𝑽
𝑖
2(r),
dimana r adalah hyperparameter yang mengontrol sejumlah sebaran pendugaan
𝑽
𝑖. Prior ini digunakan oleh Lindley (1971) dalam LeSage (1998) untuk analisis
masalah ragam, Geweke (1993) dalam LeSage (1998) untuk model
heteroskedastisitas dan pencilan, LeSage (1998) dalam model spatial autoregresif.
Prior ini digunakan dengan memodifikasi
𝑽
𝑖sehingga E(
𝑽
𝑖) = 1 dan Var(𝑽
𝑖) =
2/r, jika r menjadi sangat besar, maka ragam galat model RTGB menjadi
𝜎
2𝑰
𝑛
(homoskedastisitas atau ragam konstan). Nilai hyperparameter r yang kecil
mengasumsikan bahwa prior meyakini adanya ragam yang tidak konstan antar
lokasi.
Parameter stokastik 𝒖
𝑖pada parameter penghalus hubungan dalam
persamaan (3) menyebar normal dengan rataan nol dan ragam berdasarkan
Zellner‟s g-prior yang sebanding dengan matriks ragam-peragam, 𝜎
2(𝑿
′𝑾
𝑖𝟐
𝑿)
−1dengan
𝛿
2sebagai faktor skala (scale factor) yang mengatur
𝜷
𝑖. Prior ini
digunakan untuk menunjukkan keragaman parameter penghalus hubungan
𝜷
𝑖(LeSage 1998). Jika
𝛿
2→ ∞ (𝑽
𝑖= I
n), maka pendugaan RTGB akan
menghasilkan pendugaan yang sama dengan RTG. LeSage menunjukkannya pada
bentuk persamaan berikut :
𝜷
𝑖= 𝑱
𝑖𝜸 + 𝒖
𝑖(7)
dengan:
𝒚
𝑖= 𝑾
𝑖𝒚
𝑿
𝑖= 𝑾
𝑖𝑿
𝑱
𝑖= 𝑤
𝑖1⊗ 𝑰
𝑘… 𝑤
𝑖𝑛⊗ 𝑰
𝑘𝜸 =
𝜷
1⋮
𝜷
𝑛Persamaan (6) dan (7) dapat ditulis dalam bentuk persamaan (8).
𝒚
𝑖𝑱
𝑖𝜸
=
𝑿
𝑖−𝑰
𝑘𝜷
𝑖+
𝒖
𝝐
𝑖 𝑖(8)
Jika 𝑽
𝑖= I
n, maka 𝜷
𝑖adalah sebagai berikut:
𝜷
𝑖= 𝑹(𝑿
𝑖′𝒚
𝑖+ 𝑿
𝑖′𝑿
𝑖𝑱
𝑖𝜸/𝛿
2)
𝑹 = (𝑿
𝑖′𝑿
𝒊+ 𝑿
𝑖′𝑿
𝑖/𝛿
2)
−1dan jika
𝛿
2→ ∞, maka pendugaan RTGB sama dengan pendugaan RTG yang
ditunjukkan pada persamaan berikut:
𝜷
𝑖= (𝑿
𝑖′𝑿
𝑖)
−1(𝑿
𝑖′𝒚
)
𝑖Pendugaan Parameter RTGB
LeSage (2001) menggunakan Gibbs sampling yaitu suatu teknik yang
digunakan untuk membangkitkan contoh acak dari distribusi berdasarkan
pendekatan Markov Chain Monte Carlo (MCMC) untuk mendapatkan pendugaan
parameter. Metode Gibbs sampling digunakan untuk
menemukan solusi masalah matematis (yang dapat terdiri dari banyak peubah) yang susah dipecahkan, misalnya dengan kalkulus integral, atau metode numerik lainnya. Parameter yang akan didugadalam proses ini adalah
𝜷
𝑖,
𝜎, 𝛿, 𝑽
𝑖dan
dengan sebaran posterior bersyarat
adalah sebagai berikut:
Sebaran posterior 𝜷
𝑖dengan syarat 𝜎
𝑖, 𝛿, 𝜸 dan 𝑽
𝑖adalah:
𝑝(𝜷
𝑖| … ) ∝ 𝑁(𝜷
𝑖, 𝜎
𝑖2𝑹)
(9)
dengan:
𝑹 = (𝑿
𝑖′𝑽
𝒊−𝟏𝑿
𝒊+ 𝑿
𝑖′𝑿
𝑖/𝛿
2)
−1Sebaran posterior bersyarat untuk σ adalah
2(m)yang ditunjukkan pada
persamaan (10).
𝑝(𝜎
𝑖| … ) ∝ 𝜎
𝑖− 𝑚 +1exp
{− 1 2𝜎
𝑖2𝜺
𝑖 ′𝑽
𝑖−1𝜺
𝑖}
(10)
𝜺
𝑖= 𝒚
𝑖− 𝑿
𝑖𝜷
𝑖dengan m menunjukkan jumlah pengamatan dengan pembobot yang berarti atau
tidak bernilai nol.
Sebaran posterior bersyarat untuk 𝑽
𝑖adalah:
𝑝{[ 𝒆
𝑖𝟐𝜎
𝑖2
+ 𝑟]/𝑽
𝑖| … } ∝ 𝜒
2(𝑟+1)(11)
Sebaran posterior bersyarat untuk
adalah
2(nk)yang ditunjukkan pada
persamaan (12).
𝑝(𝛿| … ) ∝ 𝛿
−𝑛𝑘exp
{−
𝜷
𝑖
− 𝑱
𝑖𝜸
′ 𝑛𝑖=1
(𝑿
𝑖′𝑿
𝑖)
−1𝜷
𝑖− 𝑱
𝑖𝜸 / 2𝜎
𝑖2𝛿
2} (12)
Tahapan proses Gibbs sampling adalah sebagai berikut:
1. Menentukan nilai secara acak untuk parameter 𝜷
𝑖0, 𝜎
0, 𝛿
0, 𝑽
𝑖0
, 𝜸
02. Tiap observasi 𝑖 = 1,…, n,
a. Bangkitkan 𝜷
𝑖1dari 𝑃(𝜷
𝑖|𝜎
0, 𝛿
0, 𝑽
𝑖0, 𝜸
0) pada persamaan (9)
b. Bangkitkan 𝜎
1dari 𝑃(𝜎|𝛿
0, 𝜷
𝑖1, 𝑽
𝑖0
, 𝜸
0) pada persamaan (10)
c. Bangkitkan 𝑉
𝑖1dari 𝑃(𝑽
𝑖|𝜷
𝑖1, 𝜎
1, 𝛿
0, 𝜸
0) pada persamaan (11)
3. Gunakan nilai 𝜷
𝑖1, 𝑖 = 1, …, n untuk memperbaharui 𝜸
0menjadi 𝜸
14. Nilai 𝛿
1diperoleh dari 𝑃(𝛿|𝜷
𝑖1, 𝜎
1, 𝑽
𝑖1, 𝜸
1) pada persamaan (12)
5. Ganti nilai 𝜷
𝑖0, 𝜎
0, 𝛿
0, 𝑽
𝑖0
, 𝜸
0pada langkah 1 dengan 𝜷
𝑖1, 𝜎
1, 𝛿
1, 𝑽
𝑖1, 𝜸
16. Ulangi langkah 1-5 sebanyak q bangkitan hingga mendekati konvergen.
Dugaan parameter diperoleh dari rataan contoh posterior.
Pembobot Spasial
Fungsi pembobot spasial yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1.
𝑤
𝑖𝑗=
𝑒𝑥𝑝 − 1 2
𝑑
𝑖𝑗𝜃
2
dengan 𝑑
𝑖𝑗adalah jarak dari lokasi-𝑖 ke lokasi-𝑗
dan
𝜃 adalah lebar jendela, yaitu suatu nilai parameter penghalus fungsi yang
nilainya selalu positif. Fungsi ini biasa disebut fungsi kernel normal
(Gaussian).
2.
𝑤
𝑖𝑗=
1 −
𝑑
𝑖𝑗𝜃
2 2
jika
𝑑
𝑖𝑗<
𝜃, dan 𝑤
𝑖𝑗= 0 untuk
𝑑
𝑖𝑗≥
𝜃. fungsi ini
mengikuti bentuk kernel pembobot ganda (biweight) dan biasa disebut sebagai
fungsi pembobot kernel kuadrat ganda (bi-square).
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai lebar jendela
optimum yaitu dengan validasi silang (cross validation). Lebar jendela optimum
yang digunakan adalah yang menghasilkan nilai koefisien validasi silang
minimum, dengan rumus koefisiennya adalah:
𝐶𝑉 =
𝑛𝑖=1𝑦
𝑖− 𝑦
≠𝑖(𝜃)
2dengan
𝑦
≠𝑖(𝜃) adalah nilai dugaan
y
i(fitting value) dengan pengamatan di lokasi
ke-𝑖 dihilangkan dari proses prediksi (Fotheringham et al. 2002). Lebar jendela
optimum diperoleh dengan proses iterasi hingga didapatkan CV minimum.
Kebaikan Model RTGB
Ukuran kebaikan model yang digunakan pada penelitian ini adalah koefisien
determinasi (R
2) dan kuadrat tengah galat (KTG). R
2diartikan sebagai rasio antara
jumlah kuadrat regresi (JKR) dan jumlah kuadrat total (JKT), sehingga R
2yang
lebih tinggi mengindikasikan model yang lebih baik.
R
2=
𝑛𝑖=1𝑦
𝑖− 𝑦
2 𝑛𝑖=1𝑦
𝑖− 𝑦
2= JKR JKT
KTG diartikan sebagai perbedaan rata-rata jumlah kuadrat y
isebenarnya dan
penduganya, sehingga pendugaan yang paling akurat akan mengarah ke nilai KTG
terkecil.
METODOLOGI PENELITIAN
Data
Wilayah yang digunakan pada penelitian ini adalah 35 desa atau kelurahan
yang teramati dalam Susenas 2008 dari 248 desa atau kelurahan di Kabupaten
Jember. Kabupaten Jember merupakan bagian dari Propinsi Jawa Timur, terletak
± 200 km ke arah timur dari Surabaya. Secara geografis Kabupaten Jember
terletak pada 113,30º - 113,45º BT dan 8,00º - 8,30º LS. Wilayah Kabupaten
Jember berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, dan
Kapubaten Situbondo di sebelah utara, sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo, sebelah selatan berbatasan
dengan Samudra Hindia. Luas wilayah Kabupaten Jember adalah 3.293,34 km²
yang terbagi menjadi 31 kecamatan dan 248 desa/kelurahan, dengan jumlah
penduduk 2.168.732 jiwa yang terdiri atas laki-laki 1.054.729 jiwa dan perempuan
1.114.003 jiwa.
Gambar 1 Peta Kabupaten Jember
Bagian selatan wilayah Kabupaten Jember adalah dataran rendah dengan
titik terluarnya adalah Pulau Barong. Pada kawasan ini terdapat Taman Nasional
Meru Betiri yang berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten
Banyuwangi. Bagian barat laut berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo adalah
pegunungan, bagian dari Pegunungan Iyang, dengan puncaknya Gunung
Argopuro (3.088 m). Bagian timur merupakan bagian dari rangkaian Dataran
Tinggi Ijen. Kabupaten Jember memiliki beberapa sungai antara lain Sungai
Bedadung yang bersumber dari Pegunungan Iyang di bagian Tengah, Sungai
Mayang yang bersumber dari Pegunungan Raung di bagian timur, dan Sungai
Bondoyudo yang bersumber dari Pegunungan Semeru di bagian barat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data potensi desa (Podes)
dan survei sosial nasional (Susenas) tahun 2008. Peubah responnya (Y) adalah
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk desa atau kelurahan yang
diperoleh dari data Susenas 2008. Peubah-peubah penjelas diperoleh dari data
Podes 2008 yang terdiri dari:
X
1= Jarak dari desa atau kelurahan ke ibukota kabupaten atau kota (km),
X
2= Banyaknya sarana kesehatan di desa atau kelurahan (poskesdes, polindes,
posyandu, apotik, dan toko obat) per 1000 penduduk (X
2),
X
3= Persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir (%).
Metode
Prosedur analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Menentukan matriks W dari jarak antar desa dan lebar jendela optimum untuk
kedua fungsi pembobot yang digunakan dalam penelitian ini.
2. Normalisasi vektor baris dari matriks W pada langkah 1 untuk kedua fungsi
pembobot yang digunakan dalam penelitian ini.
3. Membentuk matriks Wi
dari baris atau kolom ke-i dari matriks W
,4. Menentukan nilai r dan
.5. Selanjutnya melakukan simulasi gibbs sampling:
a. Tentukan nilai secara acak untuk parameter 𝛽
𝑖0, 𝜎
0, 𝛿
0, 𝑉
𝑖0, 𝛾
0b. Untuk tiap observasi i = 1,…, n,
Bangkitkan 𝛽
𝑖1dari 𝑃(𝛽
𝑖|𝜎
0, 𝛿
0, 𝑉
𝑖0, 𝛾
0)
Bangkitkan 𝜎
1dari 𝑃(𝜎|𝛿
0, 𝑉
𝑖0, 𝛾
0)
Bangkitkan 𝑉
𝑖1dari 𝑃(𝑉
𝑖|𝛽
𝑖1, 𝜎
0, 𝛿
0, 𝛾
0)
c. Menggunakan nilai 𝛽
𝑖1, i= 1, …, n untuk memperbarui 𝛾
0menjadi 𝛾
1d. Nilai 𝛿
1diperoleh dari 𝑃(𝛿|𝜎
1, 𝑉
𝑖1, 𝛾
1)
f. Ulangi langkah 1-5 sebanyak 550 bangkitan dengan 50 bangkitan pertama
dibuang.
6. Menentukan model RTGB terbaik, selanjutnya membandingkannya dengan
model RTG.
Penelitian ini menggunakan program Matlab 7.8.0 (R2009a) dan Minitab 14.0
dalam menganalisis data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Peubah penjelas yang digunakan adalah jarak dari desa atau kelurahan ke
ibukota kabupaten atau kota (X
1), banyaknya sarana kesehatan di desa (poskesdes,
polindes, posyandu, apotek dan toko khusus obat) per 1000 penduduk (X
2), dan
persentase keluarga penerima ASKESKIN dalam setahun terakhir (X
3). Nilai
jangkauan, minimum, maksimum, rata-rata dan simpangan baku dari ketiga
peubah penjelas dapat dilihat dari Tabel 1.
Tabel 1 Nilai jangkauan, minimum, maksimum, rata-rata dan simpanga baku
peubah penjelas
Peubah
Jangkauan Min Maks Rata-rata
Simpangan
Baku
Jarak desa-kabupaten (X
1) 55.00
1.00 56.00
25.91
13.94
Sarana Kesehatan (X
2)
1.76
0.91
2.67
1.50
0.36
ASKESKIN (X
3)
60.62
11.07 71.69
34.72
17.78
Berdasarkan Tabel 1, simpangan baku pada peubah penjelas X
3(persentase
keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun) cukup besar, yang
berarti bahwa jumlah penerima ASKESKIN di tiap desa/kelurahan beragam.
Simpangan baku pada peubah sarana kesehatan (X
2) kecil, yang berarti bahwa
sarana kesehatan di desa/kelurahan di Kabupaten Jember cukup merata di tiap
desa atau kelurahan.
Sebelum melakukan pendugaan parameter, peubah-peubah penjelas harus
dipastikan berpengaruh terhadap peubah respon. Selain itu, antar peubah penjelas
tidak saling berkorelasi atau saling bebas. Untuk menunjukkan hal tersebut,
digunakan analisis korelasi Pearson. Korelasi pearson antar peubah ditunjukan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Korelasi Pearson antar peubah
Peubah
Korelasi Pearson Nilai-p
Y dan X
1-0.46*
0.01
Y dan X
20.69*
0.00
Y dan X
3-0.38*
0.02
X
1dan X
2-0.26
0.13
X
1dan X
3-0.12
0.51
X
2dan X
3-0.23
0.19
Keterangan: * : nyata pada α = 5%Nilai korelasi antar ketiga peubah penjelas dengan peubah respon pada
Tabel 2 nyata dengan taraf kepercayaan 95%, yang berarti bahwa semua peubah
penjelas berpengaruh terhadap peubah respon. Sedangkan semua nilai korelasi
antar peubah penjelas tidak nyata pada taraf kepercayaan 95%, sehingga antar
peubah penjelas tidak saling berkorelasi atau tidak terjadi multikolinearitas.
Ketiga peubah penjelas tersebut dapat langsung digunakan untuk keperluan
analisis selanjutnya.
Model RTGB
Sebelum digunakan model RTGB untuk analisis data, digunakan terlebih
dahulu analisis RTG yang diperoleh dari hasil penelitian Rahmawati pada tahun
2010. Berdasarkan penelitian Rahmawati (2010) diperoleh nilai lebar jendela
optimum yang dihasilkan dengan meminimumkan CV, yaitu 9.09 km untuk fungsi
pembobot kernel normal dan 27.48 km untuk fungsi pembobot kernel kuadrat
ganda. Nilai lebar jendela sebesar 9.09 km untuk fungsi pembobot kernel normal
menunjukkan bahwa jarak antar desa atau kelurahan yang kurang dari 9.09 km,
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap data yang diamati. Sedangkan
jika lokasi antar desa atau kelurahan sudah melebihi jarak 9.09 km, maka
pengaruhnya akan menurun seiring dengan semakin jauhnya jarak antar desa atau
kelurahan. Nilai lebar jendela sebesar 27.48 km untuk fungsi pembobot kernel
kuadrat ganda menunjukkan bahwa jarak antar desa atau kelurahan kurang dari
27.48 km, dianggap mempengaruhi data dengan semakin dekat jarak maka
semakin besar pengaruhnya terhadap data yang diamati. Sedangkan jarak antar
desa atau kelurahan yang lebih dari atau sama dengan 27.48 km, dianggap sudah
tidak mempengaruhi data yang diamati.
Berbeda dengan pendugaan model RTG yang menggunakan WLS,
pendugaan koefisien regresi pada model RTGB menggunakan Gibbs Sampling
dengan melakukan iterasi sebanyak 550 kali dimana 50 ulangan pertama dibuang.
Dengan menggunakan fungsi pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda
serta berbagai nilai r (r = 8, 15, 25 dan 35) dan
(
= 1, 10 dan 100) maka
diperoleh penduga parameter model RTGB. Penduga parameter model RTGB
kernel normal dan kernel kuadrat ganda untuk berbagai prior r dan
pada
Lampiran 1 dan Lampiran 2. Berikut penduga koefisien model RTG dan model
RTGB kernel normal dan kuadrat ganda dengan r = 35 dan
= 10 pada Gambar 2
sampai Gambar 7.
Gambar 2 Plot koefisien 𝜷
1[RTGB (■), RTG (
■
)] model RTGB kernel normal
pada r = 35 dan
= 10
-15000 -10000 -5000 0 5000 10000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435 Desa𝜷
1Gambar 3 Plot koefisien 𝜷
1[RTGB (■), RTG (
■
)] model RTGB kernel kuadrat
ganda pada r = 35 dan
= 10
Pada model regresi, nilai-nilai penduga parameter dapat dijadikan sebagai
pertimbangan besarnya kontribusi peubah penjelas terhadap peubah respon.
Berbeda dengan regresi linear global yang hasil penduga parameter untuk tiap
peubah sama untuk semua desa atau kelurahan, pada model RTG dan RTGB
menghasilkan penduga parameter yang dapat bernilai positif ataupun negatif pada
desa atau kelurahan yang berbeda untuk peubah yang sama. Sehingga suatu
peubah penjelas yang sama bisa memberi kontribusi negatif maupun positif
terhadap rata-rata pengeluaran per kapita desa atau kelurahan yang berbeda.
Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai 𝜷
1yang berbeda di tiap
desa atau kelurahan di Kabupaten Jember. Gambar 2 dan Gambar 3 juga
menunjukkan pola yang cenderung sama antara model RTG dan RTGB dengan
pembobot kernel normal dan kuadrat ganda, tapi ada beberapa desa yang
mempunyai pola yang berlawanan atau berbeda yaitu desa ke-4, 8, 9, dan 21.
sebagian besar nilai 𝜷
1model RTG dan RTGB kernel normal dan kuadrat ganda
bernilai negatif. Nilai negatif pada
𝜷
1berarti bahwa semakin jauh jarak dari desa
atau kelurahan ke ibukota kabupaten, maka semakin rendah rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan. Tapi nilai 𝜷
1pada desa ke- 1, 2, 3, 4, 8, 9, 18, 19, 20 dan 21
bernilai positif yang berarti bahwa semakin jauh jarak dari desa atau kelurahan ke
ibukota kabupaten, maka semakin tinggi rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan. Gambar 2 dan Gambar 3 juga menunjukkan Nilai
𝜷
1dengan pembobot
kernel normal dan kernel kuadrat ganda yang cenderung sama, baik pada model
RTG maupun RTGB.
-15000 -10000 -5000 0 5000 10000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435 Desa𝜷
1Gambar 4 Plot koefisien 𝜷
2[RTGB (■), RTG (
■
)] model RTGB kernel normal
pada r = 35 dan
= 10
Gambar 5 Plot koefisien 𝜷
2[RTGB (■), RTG (
■
)] model RTGB kernel kuadrat
ganda pada r = 35 dan
= 10
Nilai
𝜷
2dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda pada
Gambar 4 dan Gambar 5 cenderung sama, baik pada model RTG maupun RTGB.
Tapi pada desa 1 nilai
𝜷
2pada model RTGB pembobot kernel normal jauh
berbeda dengan model RTGB pembobot kernel kuadrat. Sebagian besar nilai 𝜷
2model RTG dan RTGB kernel normal dan kuadrat ganda bernilai positif yang
berarti bahwa semakin banyak sarana kesehatan di desa atau kelurahan di
Kabupaten Jember, maka rata-rata pengeluaran per kapita per bulan penduduk
desa semakin besar. Tapi ada beberapa desa atau kelurahan yang nilai 𝜷
2bernilai
negatif seperti desa ke- 5, 7, 20, 21, 29, 30 dan 31 yang berarti bahwa semakin
banyak sarana kesehatan di desa atau kelurahan tersebut, maka rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan penduduk semakin kecil.
-300000 -200000 -100000 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435 Desa
𝜷
2 -200000 -100000 0 100000 200000 300000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435 Desa𝜷
2Gambar 6 Plot koefisien 𝜷
3[RTGB (■), RTG (
■
)] model RTGB kernel normal
pada r = 35 dan
= 10
Gambar 7 Plot koefisien 𝜷
3[RTGB (■), RTG (
■
)] model RTGB kernel kuadrat
ganda pada r = 35 dan
= 10
Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa sebagian besar nilai
𝜷
3bernilai negatif yang berarti bahwa semakin besar persentase keluarga penerima
ASKESKIN dalam setahun terakhir, maka semakin rendah rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan. Tapi pada desa ke-1, 2, 3, 4, 5, 7 dan 18 pada pembobot
kernel normal serta desa ke-19, 29 dan 30 pada pembobot kernel kuadrat ganda,
nilai
𝜷
3positif yang berarti bahwa semakin besar persentase keluarga penerima
ASKESKIN dalam setahun terakhir, maka semakin tinggi rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan penduduk di desa atau kelurahan di Kabupaten Jember. Nilai
𝜷
3dengan pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda pada Gambar 6 dan
Gambar 7 cenderung sama, baik pada model RTG maupun RTGB. Tapi pada desa
1, 2, 3, 29 dan 30, nilai
𝜷
3pada model RTGB pembobot kernel normal jauh
berbeda dengan model RTGB pembobot kernel kuadrat.
-8000 -6000 -4000 -2000 0 2000 4000 6000 8000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435 Desa
𝜷
3 -8000 -6000 -4000 -2000 0 2000 4000 6000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435 Desa𝜷
3Ragam galat pada model RTGB diasumsikan tidak konstan antar lokasi.
Gambar 8 menunjukkan nilai
𝑽
𝑖untuk r = 8 dan
= 1. Nilai
𝑽
𝑖model RTGB
pembobot kernel normal dan kernel kuadrat dengan berbagai r dan
selengkapnya
pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Gambar 8 Plot
𝑽
𝑖pada model RTGB pembobot kernel normal (■) dan RTGB
pembobot kernel kuadrat ganda (
■
)
Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa 𝑽
𝑖cukup beragam di tiap desa. Desa
ke-4, 5, 6, 7, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 32, 33, 34 dan 35
menghasilkan 𝑽
𝑖yang cenderung besar baik pada model RTGB dengan pembobot
kernel normal maupun kernel kuadrat ganda. Nilai
𝑽
𝑖ini dengan konsisten
memboboti
𝜷
𝑖untuk semua desa yang diamati, sehingga desa atau pengamatan
yang mungkin berpotensi mengandung pencilan akan diboboti dengan nilai
𝑽
𝑖yang besar. Nilai 𝑽
𝑖pada model RTGB pembobot kernel normal lebih besar dari
pada pembobot kernel kuadrat ganda, hal ini karena pembobot kernel normal
memberi pengaruh pada seluruh lokasi amatan, sedangkan pembobot kernel
normal memberi pengaruh pada daerah yang jaraknya kurang dari
.
Model Terbaik
Sebelum membandingkan model RTG dan RTGB untuk fungsi pembobot
kernel normal dan kernel kuadrat ganda terlebih dahulu menentukan model RTGB
terbaik dengan berbagai nilai r dan
untuk kedua fungsi pembobot. Salah satu
indikator yang dapat digunakan adalah R
2. Nilai R
2yang lebih tinggi
mengindikasikan model yang lebih baik. Pada penelitian ini, nilai R
2diperoleh
dari pemodelan antar Y amatan dan Y duga dari model RTGB untuk berbagai
0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132333435
Desa
𝑽𝒊nilai r dan
. Indikator lainnya adalah kuadrat tengah galat (KTG) atau mean
square error. Nilai KTG yang lebih kecil mengindikasikan model yang lebih baik.
Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan nilai R
2dan KTG untuk model RTGB dengan
fungsi pembobot kernel normal dan model RTGB dengan fungsi pembobot kernel
kuadrat ganda untuk berbagai r dan
.
Tabel 3 Nilai R
2dan KTG model RTGB pembobot kernel normal
r
8
15
25
35
R
2(%)
KTG
(10
9)
R
2(%)
KTG
(10
9)
R
2(%)
KTG
(10
9)
R
2(%)
KTG
(10
9)
1
89.20 1.51 91.20 1.22 91.70 1.15 91.70 1.14
10
89.40 1.49 91.50 1.17 91.70 1.15 91.80 1.12
100 89.30 1.50 91.40 1.19 91.70 1.15 91.80 1.13
Tabel 4 Nilai R
2dan KTG model RTGB pembobot kernel kuadrat ganda
r
8
15
25
35
R
2(%)
KTG
(10
9)
R
2(%)
KTG
(10
9)
R
2(%)
KTG
(10
9)
R
2(%)
KTG
(10
9)
1
83.40 2.29 84.80 2.08 85.70 1.96 86.10 1.89
10
84.90 2.08 85.40 1.98 85.30 2.00 86.30 1.87
100 82.80 2.33 84.80 2.09 85.30 2.01 85.80 1.94
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa pada prior r = 35 dan
=
10, model RTGB dengan pembobot kernel normal dan pembobot kernel kuadrat
ganda adalah model RTGB dengan nilai R
2tertinggi dan KTG terkecil. Model
RTGB menghasilkan nilai R
2sebesar 91.8% dan KTG sebesar 1.12 x 10
9untuk
pembobot kernel normal dan R
2sebesar 86.3% dan KTG sebesar 1.87 x 10
9untuk
pembobot kernel kuadrat ganda, sehingga prior r = 35 dan
= 10 adalah prior
yang menghasilkan model RTGB terbaik untuk kedua fungsi pembobot yang
digunakan. Tabel 3 dan Tabel 4 juga menunjukkan bahwa semakin besar prior r,
maka nilai R
2cenderung makin besar dan nilai KTG yang menurun. Tabel 3 dan
Tabel 4 juga terlihat bahwa prior
tidak cukup signifikan berpengaruh terhadap
model.
Setelah menentukan model RTGB terbaik, selanjutnya membandingkannya
dengan model RTG pada penelitian Rahmawati (2010). Tabel 5 menunjukkan
nilai R
2dan KTG untuk model RTG dan RTGB dengan pembobot kernel normal
dan pembobot kernel kuadrat ganda.
Tabel 5 Nilai R
2dan KTG model RTG dan RTGB dengan pembobot kernel
normal dan pembobot kernel kuadrat ganda
Model
R
2KTG
RTG kernel normal
85.30%
2.00
10
9RTGB kernel normal
91.80%
1.12
10
9RTG kernel kuadrat ganda
82.20%
2.40
10
9RTGB kernel kuadrat ganda 86.30%
1.87
10
9Berdasarkan Tabel 5, model RTGB dengan pembobot kernel normal adalah
model terbaik yang menghasilkan nilai R
2tertinggi dan KTG terkecil dari model
RTG dengan fungsi pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda maupun
model RTGB dengan pembobot kernel kuadrat ganda. Tabel 5 juga menunjukkan
bahwa pada pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda, model RTGB
lebih baik dari pada model RTG.
Untuk menunjukkan bahwa model RTGB dengan pembobot kernel normal
adalah model yang terbaik juga dipertegas pada diagram pencar antara Y amatan
dengan
Y
regresi, Y RTGB kernel normal, Y RTGB kernel kuadrat ganda, Y RTG
kernel normal, dan Y
RTG kernel kuadrat ganda pada Gambar 9.
Gambar 9 Diagram pencar Y amatan dan
Y
: Regresi, RTG dan RTGB dengan
pembobot kernel normal dan kernel kuadrat ganda
Berdasarkan Gambar 9,
Y
RTGB dengan fungsi pembobot kernel normal
lebih mendekati Y amatan dibandingkan dengan
Y
model RTGB dengan fungsi
pembobot kernel kuadrat ganda,
Y
RTG dengan fungsi pembobot kernel normal
dan kernel kuadrat ganda maupun Y
regresi, sehingga model RTGB dengan fungsi
pembobot kernel normal adalah model terbaik untuk pendugaan rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan desa atau kelurahan di Kabupaten Jember.
0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 0 200000 400000 600000 800000 Y amatan
Y RTG kernel normal Y RTG kernel kuadrat ganda
Y RTGB kernel normal Y RTGB kernel kuadrat ganda
Y regresi Linear (Y RTG kernel normal)
Linear (Y RTG kernel kuadrat ganda) Linear (Y RTGB kernel normal)
Linear (Y RTGB kernel kuadrat ganda) Linear (Y regresi)