16
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sungai Batanghari, Kota Jambi, Provinsi Jambi. Panjang Sungai Batanghari yang melalui wilayah administratif Kota Jambi sekitar 18 km. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2011 hingga Juni 2011.
Daerah penelitian dibagi dalam 4 segmen yaitu: a) segmen 1 meliputi meliputi Kecamatan Telanai Pura (Kelurahan Penyengat Rendah); b) segmen 2 meliputi Danau Teluk (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang dan Tanjung Pasir) dan Kecamatan Telanaipura (Kelurahan Buluran Kenali, Legok, dan Teluk Kenali); c) segmen 3 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Arab Melayu, Tahtul Yaman, Jelmu, Mudung Laut dan Tengah), Kecamatan Pasar Jambi (Kelurahan Pasar Jambi), dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Kasang); d) segmen 4 meliputi Kecamatan Pelayangan (Kelurahan Tanjung Johor) dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Sijenjang dan Pulau Sijenjang). Peta lokasi peneliltian tiap segmen tersaji pada Lampiran 1.
3.2. Rancangan Penelitian 3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggabungkan 2 (dua) teknik pengumpulan data yaitu melalui observasi dan indepth-interview (Sugiyono, 2009) serta menggunakan kuisioner sebagai panduan (Colfer et al. 1999a).
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen yang dipublikasikan pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, data dari instansi terkait, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sungai.
3.2.2. Teknik Penentuan Contoh
Penentuan contoh atau sampling untuk aspek sosial dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu purposive sampling dan random sampling. Random sampling digunakan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat pada empat segmen penelitian yang diambil berdasarkan jumlah populasi di daerah
17
penelitian. Menurut Arikunto (2000), apabila jumlah populasi lebih dari 100, maka jumlah contoh yang dapat diambil adalah 10-15% dari populasi tersebut. Dalam penelitian ini jumlah contoh yang digunakan adalah 10% dari populasi.
Teknik pengambilan contoh yang digunakan untuk menganalisis kepentingan dan pengaruh stakeholders, dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih adalah pelaku baik individu maupun lembaga yang dinilai mengerti permasalahan penelitian. Keseluruhan responden yang diwawancarai untuk analisis stakeholders dan alternatif pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Instansi/lembaga/individu terkait penelitian
No Kelompok Stakeholders
Jumlah Responden
(orang)
1. Pemerintah Pusat BWS Sumatera VI 1
BPDAS Batanghari 1
2. Pemerintah Provinsi Bappeda 1
BAPEDALDA 1
Dinas Kehutanan 1
Dinas PU 1
Dinas Pariwisata 1
3. Pemerintah Kota BAPPEDA 1
BLHD 1
Dinas Tata Ruang dan Perumahan 1
Dinas PU 1
Dinas Perindag 1
Dinas Pariwisata 1
Dinas Perikanan 1
4. Perguruan Tinggi Pusat Penelitian Manejemen Daerah
Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM DAS Unja)
1
5. Masyarakat Lembaga Adat Jambi 1
Masyarakat tiap segmen
6. LSM Walhi 1
Warsi 1
7. Swasta Industri crumb rubber 1
Industri saw mill 1
3.2.3. Metode Analisis Data
Data primer dan data sekunder yang diperoleh dianalisis dengan beberapa alat analisis sesuai dengan karakteristik data yang tersedia dengan teknik analisis terdiri dari:
A. Analisis Pengembangan
Pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city agar dapat berjalan dengan berkesinambungan dan berkelanjutan (sustainable) maka pengembangannya harus memperhatikan beberapa hal agar dapat mewujudkan
18
keberadaan sungai bukan sebagai halaman belakang (back yard) akan tetapi sebagai halaman depan (riverfront), dengan konsep pengembangan sebagai berikut: (1) konsep dasar. Konsep dasar perencanaan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city yaitu meningkatkan kualitas lingkungan alami dan mengembalikan fungsi sempadan Sungai Batanghari sebagai kawasan ekologi yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai Batanghari itu sendiri; (2) konsep ruang. Pembentukan dan pengembangan ruang dibuat berdasarkan karakter alami Sungai Batanghari. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi sangat tinggi tidak boleh dibangun karena harus dilindungi agar tidak rusak. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi tinggi boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan penyediaan RTH kota. Sedangkan subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi kurang tinggi boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi di antara bangunan yang ada; (3) konsep tata hijau. Konsep tata hijau yang dipergunakan pada perencanaan pengembangan sempadan adalah penggunaan vegetasi yang diharapkan dapat menjaga keberlangsungan kualitas lingkungan alami sempadan melalui fungsi-fungsinya; (4) konsep infrastruktur sungai. Infrastruktur persungaian yang dibangun untuk mendukung karakter alami sungai adalah teknologi yang ramah lingkungan, seperti green building dan dinding penahan bioengineering yang direncanakan secara fungsional dan estetik serta mendukung keberlangsungan sungai.
Rencana pengembangan dalam penelitian ini akan dikaji dari aspek legal, aspek ekologis dan aspek fisik.
1) Aspek Legal
Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menentukan batas kawasan perencanaan pengembangan. Aspek legal yang dinalisis adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yang terkait masalah sungai, sempadan sungai dan Garis Sempadan Sungai (GSS).
2) Aspek Biofisik
Analisi aspek biofisik dengan dua cara yaitu analisis kualitas air sungai dan fisik sungai (sempadan). Analisis kualitas air sungai berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BLHD Kota Jambi tahun 2010 dan dibandingkan dengan PP. No. 82 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun fisik sungai dilakukan analisis terhadap luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan jenis land cover yang ada
19
pada sempadan sungai tersebut. Klasifikasi skoring nilai pada luas RTH ditentukan berdasarkan persentase luas RTH pada tiap segmen sempadan sungai, yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang), dan 3 (tinggi). Luas RTH tersebut ditentukan berdasarkan rasio antara ketersediaan RTH dengan luas persegmen di setiap daerah penelitian. Analisis terhadap RTH ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kawasan alami yang terdapat pada sempadan Sungai Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut kemudian ditentukan intervalnya berdasarkan rentangan nilai persentase RTH yang diperoleh. Interval pada standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Standar penilaian peubah pada luas RTH, luas land cover dan sinousitas
Peubah Skor
1 (rendah) 2 (sedang) 3 (tinggi)
Luas RTH <23% 23-46% >46%
Land cover Vegetasi tidak ada sampai jarang, dominasi ruang terbangun Vegetasi cukup rapat, diantara vegetasi terdapat bangunan individual Vegetasi sangat rapat (dominan vegetasi), tidak ada bangunan atau ruang kosong lainnya
Sinousitas 1,245-1,597 1,598-1,949 1,950-2,301 Sumber: Anisa, 2009
Klasifikasi skoring pada jenis land cover ditentukan berdasarkan perbandingan antara dominansi penutupan lahan oleh vegetasi dengan lahan kosong dan bangunan yang terdapat pada sempadan sungai, yaitu: 1 (kurang), 2 (sedang), dan 3 (baik). Analisis terhadap jenis land cover ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan sempadan pada tiap segmen Sungai Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan gambaran rasio standar penilaian peubah pada land cover dapat dilihat pada Gambar 2.
20
Gambar 2 Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover
Hasil analisis luas RTH dan jenis land cover kemudian di-overlay untuk menentukan nilai kualitas lingkungan alami. Sehingga, akan diperoleh pembagian ruang fisik sungai yang menggambarkan kondisi eksisting kualitas lingkungan alami yang dimiliki tiap segmennya.
3) Aspek ekologi
Dari aspek ekologis, proses analisis dilakukan terhadap data sinuositas untuk menentukan karakter alami sungai. Nilai sinuositas sungai dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak kelokan yang terdapat pada suatu sungai, menyebabkan semakin tingginya nilai sinuositas sungai. Hal ini menandakan semakin tingginya potensi sungai tersebut untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi ekosistem sungai. Standar penilaian pada sinuositas sungai pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tingkat kealamian karakter yang dimiliki tiap segmen sungai. Klasifikasi skoring nilai sinuositas yang diberikan b
erdasarkan
sinuosity
rasio
yaitu bentuk kelokan sungai dibagi menjadi 3 jenis, yaitu lurus
(
sinuosity rasio
≈1) dengan skor nilai kurang tinggi, sinuous (
sinuosity
rasio
antara 1-1.5) dengan skor nilai tinggi, dan meander (
sinuosity rasio
>1.5) dengan skor nilai sangat tinggi
(Allen, 1970 ). Perhitungan sinuositas sungai dapat dilihat pada Gambar 3 dan standar penilaian peubah pada sinousitas sungai disajikan pada Tabel 3. Untuk titik penentuan nilai sinousitas dalam penelitian ini tersaji pada Lampiran 1.21
Gambar 3 Perhitungan sinousitas sungai
4) Aspek Sosial
Analisis aspek sosial dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat terhadap keberadaan Sungai Batanghari. Analisis aspek sosial diperoleh melalui indepth-interview dengan panduan kuisiner.
B. Analisis Stakeholders
1) Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders
Analisis dilakukan untuk mengetahui stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city serta melakukan penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholders. Menurut Reed et al. (2009), analisis stakeholders dilaksanakan dengan cara: 1) melakukan identifikasi stakeholders, 2) mengelompokkan dan membedakan antar stakeholders, dan 3) menyelidiki hubungan antar stakeholders.
Setelah para stakeholders teridentifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu mengelompokkan dan membedakan antar stakeholder. Menurut Eden dan Ackermann (1998) yang dikutip oleh Bryson (2004) dan Reed et al. (2009) metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan matriks pengaruh dan kepentingan dengan mengklasifikasikan stakeholders ke dalam key players, context setters, subjects, dan crowd. Pengaruh (influence) merujuk pada kekuatan (power) yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil dari suatu keputusan. Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan
Sinousitas =
Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B Panjang garis lurus sungai yang menghubungkan titik A-B
22
stakeholders didalam pencapaian output dan tujuan (Hartrisari 2007; Reed et al. 2009).Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada deskripsi pernyataan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor), dan selanjutnya dikelompokkan menurut kriterianya. Penetapan skoring pertanyaan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yaitu pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 4.
Pengaruh stakeholders terhadap pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city diukur berdasarkan instrumen dan sumber kekuatan, sebagaimana yang disebutkan oleh Galbraith (1983) dalam Reed et al. (2009), sebagai berikut: a. Instrumen kekuatan:
i. Candign power; yaitu pengaruh stakeholders tertentu karena memiliki kemampuan memberikan hukuman/sanksi yang sepadan/selayaknya terhadap stakeholders lain karena stakeholders ini adalah pengambil kebijakan. Pengaruh ini diperoleh melalui emosi, keuangan, ancaman fisik, sanksi adat, sanksi hukum, atau sanksi lainnya.
ii. Compensatory power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui kemampuan dalam mengkompensasi stakeholders lainnya melalui simbolisasi, keuangan, serta penghargaan berupa materi, seperti pemberian gaji/ upah, bribes/sogokan, pemberian bantuan desa penyangga, atau pemberian sebidang lahan.
iii. Conditioning power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui manipulasi kepercayaan atau pembentukan opini dan informasi, misalnya melalui kelompok yang sepadan, norma budaya, pendidikan, atau propaganda. b. Sumber kekuatan:
i. Organisation power; yaitu pengaruh dari suatu organisasi karena memiliki massa, jejaring kerja, kesesuaian bidang tugas, atau kontribusi fasilitas. ii. Personality power dan property power; yaitu pengaruh yang diperoleh
berdasarkan kepribadian, kepemimpinan seseorang (karisma, kekuatan fisik, kecerdasan mental, atau pesona seseorang), atau kepemilikan/ kekayaan.
Berdasarkan data jawaban stakeholders yang teridentifikasi terhadap tingkat kepentingan dan pengaruhnya, dilakukan skoring menggunakan Microsoft Excel untuk menentukan angka pada setiap indikatornya yang kemudian
23
disandingkan sehingga membentuk koordinat. Hasil analisis ini diilustrasikan seperti Gambar 4.
Tabel 4 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders
Skor Nilai Kriteria Keterangan
Kepentingan Stakeholders
5 21-25 Sangat tinggi Sangat Mendukung
4 16-20 Tinggi Mendukung
3 11-15 Cukup tinggi Cukup mendukung
2 6-10 Kurang tinggi Kurang mendukung
1 0-5 Rendah Tidak mendukung
Pengaruh Stakeholders
5 20-25 Sangat tinggi Sangat mampu mempengaruhi
4 16-20 Tinggi Mampu
3 11-15 Cukup tinggi Cukup mampu
2 6-10 Kurang tinggi Kurang mampu
1 0-5 Rendah Tidak mampu
Gambar 4 Matriks pengaruh dan kepentingan (diadaptasi dari Eden dan Ackermann 1998 dalam Bryson 2004 dan Reed et al. 2009).
2) Persepsi dan Preferensi Stakeholders
Setelah teridentifikasi dan diketahui posisi pengaruh dan kepentingan stakeholders yang terkait dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city selanjutnya adalah menngetahui persepsi dan preferensi stakeholders yang diperoleh melalui kuisioner dan indepth-interview.
C. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 2008). Dalam penelitian ini analisis SWOT dilakukan secara deskriptif
24
untuk perencanaan pengembangan pada tiap segmen penelitian berdasarkan analisis ekologi, biofisik, legalitas, sosial serta persepsi dan preferensi stakeholders terkait.
D. Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City Metode analisis yang digunakan untuk pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city adalah metode Analisis Hierarchy Process (AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarki. AHP merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Proses analisis dengan AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparions) untuk mendapatkan tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan berpasangan ini dilakukan untuk setiap level/tingkat; tingkat 1 (tujuan umum), tingkat 2 (kriteria), tingkat 3 (sub kriteria), tingkat 4 (alternatif kegiatan). Dengan berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004). Pendekatan AHP menggunakan skala banding berpasangan menurut Saaty (1993) yang disajikan pada Tabel 5.
25
Tabel 5 Skala banding secara berpasangan Tingkat
Kepentingan Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar
terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting
daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting
daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting
daripada elemen yang lainnya
Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan
terlihat dalam praktek 9 Satu elemen mutlak lebih penting
daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan reciprocals Jika aktivitas i mendapat suatu angka dan bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i
Sumber : Saaty (1993)
Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan sebagai berikut:
1) Identifikasi sistem, yakni mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para informan yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
2) Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan level fokus, dilanjutkan dengan level tujuan, level sasaran dan level alternatif kebijakan pada tingkatan paling bawah. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan penelitian di lapangan, dapat disusun struktur hirarki penelitian sebagaimana disajikan pada Gambar 5.
3) Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria di atasnya. Teknik ini yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para informan yang dianggap key person.
26
Tabel 6 Matrik pendapat individu
A=(aij)= A1 A2 ... An A1 1 A12 ... a1n A2 1/a12 1 ... a2n ... ... ... ... ... An 1/a1n A2n ... 1
Notasi A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matrik berukuran n x n, nilai aij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj.
5) Matrik pendapat gabungan, merupakan matrik baru yang elemennya berasal dari rata-rata geometri elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat.
6) Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban informan.
7) Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama
Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (> 0,10). Penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Jika hasil perhitungan menunjukkan nilai consintency ratio (CR) < 0,1 artinya penilaian pada pengisian kuisioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Proses analisis AHP ini dilakukan dengan perangkat lunak Expert Choise versi 9.0.
27
Gambar 5 Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city Penyempurnaan
database DAS
Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City
Ekologi Sosial Budaya Ekonomi Kelembagaan Teknologi
Aspek Pilihan Strategi Kriteria Tujuan Penegakan hukum Pemberdayaan masyarakat Pengembangan kawasan industri hijau
M eni ngk at n y a i nf or m a s i tek n ol og i pe nge lol aan s un gai P enggu naa n t e k no logi r am ah ling k un gan T er pel ihar any a bu day a lo k al T er c ipt an y a l apa nga n k er ja T er jad in y a p er ub ahan per ila k u m as y ar a k at M eni ngk at n y a p end apat an m as y ar a k at M eni ngk at n y a P A D T er w uj u dny a s ink roni s a s i pr ogr a m an tar s ta k eho lder s T er w uj u dny a k epa s ti an h uk u m bes er ta r e gul a s iny a M eni ngk at n y a i ns ti tu s i penge lol a D A S M eni ngk at n y a k ua lit a s d an d a y a duk u ng s ung ai M enur unn y a k on s ent ras i penc em ar T e rs us u nn y a R T R W ber w aw as an l ing k un gan Revitalisasi sungai Peningkatan koordinasi antar stakeholders
28 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Umum
4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi
Kota Jambi sebagai pusat wilayah dan Ibukota Provinsi Jambi, secara geografis terletak pada koordinat 01°32′ 45″ sampai dengan 01°41′ 41″ Lintang Selatan dan 103°31′ 29″ sampai dengan 103°40′ 6″ Bujur Timur. Secara administrasi wilayah kota Jambi berbatasan langsung dengan:
• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi
• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi
• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi
• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi.
Luas keseluruhan wilayah Kota Jambi ± 20.538 Ha terdiri dari 8 kecamatan dan 55 kelurahan. Pembagian daerah administrasi Kota Jambi disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6.
Tabel 7 Luas daerah dan pembagian daerah administrasi menurut kecamatan tahun 2009
Kecamatan Luas Wilayah (km2)
Jumlah Kelurahan Jumlah RT
1. Kota Baru 77,78 10 316 2. Jambi Selatan 34,07 9 305 3. Jelutung 7,92 7 231 4. Pasar Jambi 4,02 4 58 5. Telanaipura 30,39 11 266 6. Danau Teluk 20,21 5 43 7. Pelayangan 15,29 6 46 8. Jambi Timur 15,70 10 219 Jumlah 205,38 62 1.484
29 Sumber : Bappeda Provinsi Jambi
Gambar 6 Peta administrasi Kota Jambi
4.1.2. Iklim dan Curah Hujan
Pada umumnya wilayah Kota Jambi dan sekitarnya beriklim tropis dengan dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat biasanya terjadi pada bulan April–Oktober, sementara musim timur berlangsung pada bulan Oktober–April. Musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Mei sampai bulan September dan musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai bulan April.
Selama tahun 2009 curah hujan di wilayah Kota Jambi menunjukkan curah hujan sebesar 2.182 mm, dengan jumlah hari hujan dalam setahun sekitar 230 hari. Jumlah curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 331,2 mm dengan jumlah hari hujan 23 hari dan jumlah curah hujan terkecil terjadi pada bulan Juni yaitu 26,8 mm dengan jumlah hari hujan 13 hari. Sedangkan suhu/temperatur udara rata-rata mencapai 26°C–27°C (BMG, 2009).
KETERANGAN : GAMBAR : PETA ADMINISTRASI INSET : Tebo Mer angin Bungo Sarolangun Kerinci Batang Hari Mu ar o Jambi Tanjung Jabung Barat
Tanjung Jabung Timur Kodya Jambi BALAI WILAYAH SUNGAI
SUMATERA VI # KODYA JAMBI 338000 338000 340000 340000 342000 342000 344000 344000 346000 346000 348000 348000 350000 350000 352000 352000 354000 354000 356000 356000 358000 358000 360000 360000 98 10 00 0 9810 00 0 98 12 00 0 98 12 00 0 98 14 00 0 9814 00 0 98 16 00 0 9816 00 0 98 18 00 0 98 18 00 0 98 20 00 0 9820 00 0 98 22 00 0 9822 00 0 98 24 00 0 98 24 00 0 98 26 00 0 9826 00 0 98 28 00 0 9828 00 0 98 30 00 0 9830 00 0 Kota Jambi S.Batanghari S.Batanghari S.Kumpeh
Kec. Kota Baru Kec. Telanaipura
Kec. Jambi Selatan Kec. Jambi Timur Kec. Danau Teluk
Kec. Pelayangan
Kec. Jelutung Kec. Pasar Jambi
Kab. Muaro Jambi
Kab. Muaro Jambi Kab. Muaro Jambi
S.Batanghari N E W S Kecamatan : Kec. Danau Teluk Kec. Jambi Selatan Kec. Jambi Timur Kec. Jelutung Kec. Kota Baru Kec. Pasar Jambi Kec. Pelayangan Kec. Telanaipura Sungai Batanghari Batas Kota Sungai Jalan Utama 0 1 2 3 Kilometers
30 4.1.3 Topografi
Kondisi topografi Kota Jambi relatif datar dengan ketinggian 10–70 meter diatas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di bagian utara dan selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Sungai Batanghari. Wilayah Kota Jambi mempunyai kelerengan antara 0–2% yaitu seluas 11.362 Ha atau sekitar 55,15% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Wilayah dengan kelerengan 2–8% seluas 5.349 Ha (26,04%), kemiringan 8– 15% seluas 2.732 Ha (13,30%).
4.1.3. Kondisi Hidrogeologi
Sebagian besar wilayah Kota Jambi merupakan dataran yang tertutup oleh endapan alluvial sungai. Pada daerah perbukitan dan beberapa tempat dataran, tersingkap batuan dasar yang berumur tersier. Dengan demikian Kota Jambi terletak pada daerah yang mempunyai akifer produktif dijumpai pada kedalaman >100 m. Kondisi geologi dan topografi yang tidak mendukung menyebabkan tidak terdapatnya mata air di wilayah Kota Jambi.
A) Air Tanah
Di wilayah Provinsi Jambi dijumpai tujuh cekungan air tanah (CAT) sebagai berikut :
a. Satu cekungan berada dalam kabupaten,yaitu CAT Muaratembesi (Kab. Muarabulian)
b. Satu cekungan terlampar lintas wilayah kabupaten yaitu CAT Sungaipenuh (Kab. Sungaipenuh, Kab. Kerinci, dan Kab. Bungotebo).
c. Enam cekungan terlampar lintas batas provinsi, yaitu :
1. CAT Muarabungo (Prov. Jambi, Prov. Sumbar, dan Prov. Riau);
2. CAT Painan-Lubukpinang (Prov. Jambi, Prov. Sumbar, dan Prov. Bengkulu);
3. CAT Kayuaro-Padangaro (Prov. Jambi dan Sumbar);
4. CAT Jambi-Dumai (Prov. Jambi, Prov. Riau, dan Prov. Sumatera Selatan);
5. CAT Bangko-Sarolangun (Prov. Jambi dan Prov. Sumatera Selatan);
6. CAT Sugiwaras (Prov. Jambi dan Prov. Sumatera Selatan).
Keberadaan air tanah bebas di Kota Jambi terdapat pada sumur – sumur gali yang dijumpai pada jarak 1–2 km di sisi kiri-kanan Sungai Batanghari, muka air tanah bebasnya relatif dangkal. Hal ini disebabkan karena sumur–sumur
31 tersebut terletak pada dataran banjir atau bekas dataran banjir, yang terdiri dari endapan alluvial yang umumnya memiliki porositas dan permeabilitas tinggi. Hal ini memungkinkan terdapatnya air tanah dangkal cukup besar. Daerah–daerah yang berada di sekitar Danau Sipin dan Danau Teluk memiliki potensi air tanah bebas yang berasal dari peresapan air danau. Ke arah selatan, timur dan barat, potensi air tanah bebas juga semakin dalam, yang berkisar antara 7–17 meter. Sementara potensi air tanah dalam terdapat di beberapa tempat dengan penyebaran akifer menerus ke arah lanteral dan kedudukannya dangkal.
Cekungan air tanah di Kota Jambi adalah sebagai berikut :
1. Cekungan air tanah Jambi - Dumai, Q1 = 19,356, Q2 = 1,045 2. Cekungan air tanah Muara Tembesi, Q1 = 115
B) Air Permukaan
Sungai Batanghari merupakan air permukaan yang utama dan mengalir melewati Kota Jambi yang berasal dari Pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatera Barat melewati Kota Jambi dan bermuara di Selat Berhala. Luas DAS Batanghari sekitar 37.500 km2
Kondisi geologi DAS Batanghari secara litologi memperlihatkan jenis litologi batuan yang terdiri dari sedimen lepas atau setengah padu (kerikil, pasir, lanau, dan lempung) hasil gunung api (lava, lahar, tufa, dan breksi), batu gamping atau dolomite, sedimen padu (tak terbedakan) dan batuan beku atau metamorfosa. Struktur geologi yang utama berupa sesar semangko (yang memanjang di sepanjang pulau Sumatera atau Pegunungan Bukit Barisan) dijumpai di bagian atas DAS Batanghari yang juga merupakan garis pemisah utama air pemukaan antara sungai–sungai yang bermuara ke Pantai Timur Sumatera.
yang meliputi sebagian dari Propinsi Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi. Sungai Batanghari merupakan sungai terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih kurang 1.700 km. Sungai Batanghari membelah Kota Jambi menjadi dua bagian di sisi utara dan selatannya.
Berdasarkan pada besarnya DAS Batanghari serta curah hujan tahunan rata–rata 2.000–2.500 mm dan curah hujan bulanan rata–rata 150–300 mm yang hampir merata di seluruh DAS Batanghari, menjadikannya sebagai sumber air permukaan yang sangat potensial bagi daerah alirannya terutama Kota Jambi dan sekitarnya yang berada di bagian hilir sungai. Hasil pengukuran debit harian Sungai Batanghari dari tahun 1990–2000 memperlihatkan bahwa variasi rata– rata debit harian berkisar antara 1.000–5.000 m3/dtk.
32 Wilayah Kota Jambi merupakan salah satu kota di Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh kondisi sungai–sungai yang ada di wilayah tersebut. Untuk kota Jambi bagian utara, air yang ada masuk ke arah selatan menuju ke Sungai Batanghari. Wilayah Jambi bagian selatan arah aliran semuanya tertuju ke arah utara. Bagian selatan merupakan bagian terbesar Kota Jambi dimana di wilayah bagian selatan terdapat 5 (lima) buah anak Sungai Batanghari, yaitu :
1. Sungai Kenali Besar
Sungai tersebut melewati Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Telanaipura, kemudian masuk ke Danau Kenali, terus ke Danau Sipin dan akhirnya bermuara ke Sungai Batanghari.
2. Sungai Kambang
Sungai Kambang merupakan sungai dengan daerah pengaliran yang lebih kecil dibandingkan dengan Sungai Kenali Kecil atau Sungai Kenali Besar, mengalir langsung ke Danau Sipin. Daerah pengaliran Sungai Kambang adalah sebagai berikut :
a. Sebagian Kelurahan Simpang III Sipin Kecamatan Kotabaru
b. Kecamatan Telanaipura meliputi : perbatasan antara Kelurahan Simpang Empat Sipin dengan Kelurahan Selamat
3. Sungai Asam
Sungai Asam mengalir dari selatan ke utara, kurang lebih di bagian pusat Kota Jambi, merupakan sungai dengan daerah pengaliran yang terbesar, mengalir ke Sungai Batanghari. Sungai ini sudah dilengkapi dengan pintu air untuk menghalangi luapan dari Sungai Batanghari masuk ke dalam sistem drainase kota. Daerah pengaliran Sungai Asam adalah meliputi :
a. Kecamatan Kota Baru meliputi :
- Sebagian Kelurahan Kenali Asam Bawah
- Sebagian Kelurahan Kenali Asam Atas
- Kelurahan Suka Karya
- Kelurahan Simpang III Sipin
- Kelurahan Paal Lima b. Kecamatan Jelutung meliputi :
- Kelurahan Jelutung
- Kelurahan Lebak Bandung
- Kelurahan Cempaka Putih c. Kecamatan Pasar Jambi meliputi :
33
- Kelurahan Beringin
- Kelurahan Orang Kayo Hitam 4. Sungai Tembuku
Sungai Tembuku di bagian timur Kota Jambi, mengalir ke arah utara ke Sungai Batanghari. Daerah pengaliran Sungai Tembuku meliputi daerah : a. Kecamatan Jambi Selatan, meliputi :
- Sebagian Kelurahan The Hok
- Kelurahan Tambak Sari b. Kecamatan Jelutung meliputi :
- Sebahagian Kelurahan Kebun Handil
- Kelurahan Jelutung
- Sebagian Kelurahan Cempaka Putih
- Kelurahan Talang Jauh
c. Kecamatan Jambi Timur meliputi :
- Sebagian Kelurahan Sulanjana
- Sebagian Kelurahan Sungai Asam
- Kelurahan Rajawali
- Kelurahan Kasang 5. Sungai Selincah
Sungai Selincah, sungai yang paling timur di Kota Jambi. Dibagian hilirnya, sungai ini masuk ke Sungai Tembuku sebelum bermuara ke Sungai Batanghari. Daerah pengaliran Sungai Selincah adalah :
a. Kecamatan Jambi Selatan, meliputi :
- Kelurahan Talang Bakung
- Kelurahan Sijinjang
Secara lebih rinci, inventarisasi sungai di Kota Jambi dapat disajikan dalam Tabel 8.
34 Tabel 8 Nama sungai dengan luas daerah aliran,
panjang sungai dan muaranya
No Nama Sungai Panjang
Sungai (km)
Luas DAS
(km2) Muara
1 Kenali kecil 10,68 1759,26 Danau Kenali
2 Kenali besar 13,79 3623,48 S. Kenali Kecil
3 Kambang 43,04 487,95 Danau Sipin
4 Asam 10,68 2930,21 S. Batanghari
5 Tembuku 5,35 684,50 S. Batanghari
6 Selincah 8,37 1887,21 S. Tembuku
7 Teluk 8,79 1889,06 S. Batanghari
Sumber: Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (2009)
4.2. Penggunaan Lahan dan Tata Ruang
Penggunaan lahan di Kota Jambi secara garis besar dapat dibedakan kedalam jenis penggunaan lahan kawasan urban dan penggunaan lahan kawasan non urban. Penggunaan lahan kawasan urban terdiri dari penggunaan perumahan, perhubungan, jasa perusahaan dan industri. Sedang penggunaan kawasan non urban terdiri dari penggunaan sawah, perkebunan/tegalan, pekarangan, kebun campuran/semak belukar, sungai, danau dan rawa.
Luas keseluruhan wilayah Kota Jambi adalah 20.538 Ha, yang sebagian besar merupakan penggunaan non urban seluas 15.246 Ha atau sekitar 74,23% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan penggunaan urban hanya seluas 5.292 Ha atau seluas 25,77% dari luas wilayah keseluruhan Kota Jambi. Dilihat luasannya pada masing-masing jenis penggunaan, penggunaan lahan perumahan menempati areal seluas 3.764 Ha atau seluas 18,33%, perusahaan seluas 272 Ha atau seluas 1,32% dan industri seluas 154 Ha atau sekitar 0,75% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan penggunaan lahan berupa sawah hanya seluas 719 Ha atau sekitar 3,50% dari luas wilayah Kota Jambi. Penggunaan lahan berupa sawah ini diantaranya terdapat di wilayah Kelurahan Sijenjang Kecamatan Jambi Timur, tepatnya di sekitar Jalan Lingkar Timur II, dan di Kelurahan Olak Kemang Kecamatan Danau Teluk. Penggunaan lahan perkebunan / tegalan menempati areal seluas 5.690 Ha atau sekitar 27,71% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Sedangkan sungai, danau serta rawa luas
35 keseluruhannya 2.227 Ha atau sekitar 10,84% dari luas keseluruhan Kota Jambi. Untuk lebih jelasnya penggunaan lahan di Kota Jambi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Luas penggunaan lahan ( urban dan non urban ) di Kota Jambi Tahun 2009
NO. Jenis Penggunaan Lahan Jumlah (Ha) %
I. Pengunaan Urban 1. Perumahan 2. Perhubungan 3. Jasa 4. Perusahaan 5. Industri Sub Jumlah 3.764 664 438 272 154 5.292 18,33 3,23 2,13 1,32 0,75 25,77 II. Penggunaan Non Urban
1. Sawah
2. Perkebunan/Tegalan 3. Pekarangan
4. Kebun Campuran/Semak Belukar 5. Sungai, Danau dan Rawa Sub Jumlah 719 5.690 4.129 2.481 2.227 15.246 3,50 27,71 20,10 12,08 10,84 74,23 Jumlah 20.538 100,00
Sumber : Pekerjaan Umum Provinsi Jambi (2009)
Penataan ruang Kota Jambi dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Jambi tahun 2010 direncanakan memiliki 7 (tujuh) Bagian Wilayah Kota (BWK). Struktur ruang Kota Jambi beserta fungsi utama masing-masing BWK disajikan dalam Tabel 10, sebagai berikut:
a)
BWK Kota BaruBWK Kota Baru merupakan kedudukan pemerintah Kota Jambi (Pusat Pelayanan Kota) dan memiliki luas 2284,71 Ha dan meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru dan seluruh Kecamatan Jelutung. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Kota Baru meliputi pemerintahan, pemukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran serta pemukiman.
b)
BWK TelanaipuraBWK Telanaipura merupakan kedudukan pemerintah Provinsi Jambi (Pusat Pelayanan Kota) dan memiliki luas 2368,66 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Telanaipura. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Kota Baru meliputi pemerintahan, pemukiman, perkantoran dan pariwisata.
c)
BWK Angso DuoBWK Angso Duo merupakan kedudukan pusat pelayanan Angso Duo (Center Business District) dan memiliki luas 280,07 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Pasar Jambi. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Pasar Jambi meliputi perdagangan dan jasa.
36
d)
BWK Jambi Timur - SelatanBWK Jambi Timur - Selatan merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Talang Banjar dan memiliki luas 3302,41 Ha dan meliputi seluruh Kecamatan Jambi Timur dan sebagian Kecamatan Jambi Selatan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Jambi Timur - Selatan meliputi kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta pemukiman.
e)
BWK Kenali BesarBWK Kenali Besar merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Alam Barajo dan memiliki luas 3556,89 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru. Fungsi utama yang dikembangkan di Alam Barajo Jambi meliputi pemukiman, perdagangan dan jasa.
f)
BWK Talang GuloBWK Talang Gulo merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Talang Gulo dan memiliki luas 2509,05 Ha, meliputi sebagian Kecamatan Kota Baru dan Kecamatan Jambi Selatan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Talang Gulo meliputi pemadu moda, perdagangan, pergudangan, dan pemukiman
g)
BWK Jambi Kota SeberangBWK Jambi Kota Seberang merupakan kedudukan sub pusat pelayanan Olak Kemang dan memiliki luas 2514,3 Ha, meliputi Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Fungsi utama yang dikembangkan di BWK Jambi Kota Seberang meliputi pemukiman dan pariwisata.
37 Tabel 10 Struktur ruang Kota Jambi
Nama BWK Pusat/Sub Pusat Delineasi BWK Luas (Ha) Fungsi Utama
BWK Kota Baru Pusat pelayanan Kota Baru
Kecamatan Jelutung dan sebagian Kota Baru
2284,7 1 Ha
Pemerintahan, pemukiman,
perdagangan, jasa, dan perkantoran
BWK Telanaipura Pusat pelayanan
Kota Telanaipura Kecamatan Telanaipura 2368,66 Ha
Pemerintahan, pemukiman, perkantoran, pendidikan dan pariwisata
BWK Angso Duo Pusat pelayanan Kota Angso Duo Kecamatan Pasar Jambi 280,07 Ha Perdagangan dan jasa
BWK Alam Barajo Sub pusat pelayanan Kota Alam Barajo
Sebagian Kecamatan
Kota Baru 3302,41 Ha
Pemukiman,
perdagangan dan jasa
BWK Talang Gulo Sub pusat pelayanan Kota Talang Gulo
Sebagian Kecamatan Kota Baru dan Jambi Selatan 2509,05 Ha Pemadu moda, perdagangan, pergudangan, dan pemukiman BWK Jambi Timur - Selatan
Sub pusat pelayanan Kota Talang Banjar
Kecamatan Jambi Timur dan Sebagian Kecamatan Jambi Selatan
3302,41 Ha Industri, perdagangan, jasa dan pemukiman
BWK Jambi Kota Seberang
Sub pusat pelayanan Kota Olak Kemang
Kecamatan Danau
Teluk dan Pelayangan 25 14,3 Ha
Pemukiman dan pariwisata Sumber: RDTR Kota Jambi 2010