• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham, obligasi, dan berbagai produk derivatif lainnya seperti opsi, warrant, right,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saham, obligasi, dan berbagai produk derivatif lainnya seperti opsi, warrant, right,"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal

Pada dasarnya pasar modal merupakan pasar dimana berbagai instrumen keuangan jangka panjang diperjualbelikan, baik dalam utang maupun modal sendiri. Instrumen-instrumen yang diperjualbelikan di pasar modal antara lain saham, obligasi, dan berbagai produk derivatif lainnya seperti opsi, warrant, right, dan reksadana.

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Pasar Modal adalah Bursa Efek seperti yang dimaksud dalam UU No. 15 Tahun 1952 (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 76). Menurut UU tersebut, bursa adalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan efek, sedangkan surat berharga yang dikategorikan sebagai efek adalah saham, obligasi, serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995, Bab I Pasal 1 Butir 13 Tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa : “Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”

Secara sederhana pasar modal dapat dikatakan sama saja dengan pasar-pasar lain pada umumnya yaitu tempat berlangsungnya kegiatan jual beli, yang membedakannya dengan pasar yang lain yaitu objek yang diperjualbelikan di

(2)

pasar modal. Pengertian pasar modal, dalam terminologi Inggris disebut stock exchange atau stock market, yaitu “An organized market or exchange where shares (stocks) are trade” adalah suatu pasar yang terorganisir dimana berbagai jenis-jenis efek yang diperdagangkan (Sitompul, 2000:80).

Menurut Martalena (2011:2) pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksadana, instrument derivatif maupun instrument lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual-beli dan kegiatan terkait lainnya.

Menurut Syahyunan (2013:300), pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara, karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan keuangan. Melalui fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan tempat atau fasilitas yang mempertemukan dua pihak, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (emiten). Melalui Pasar modal, maka pihak emiten dapat memperoleh sejumlah dana dari investor dan investor mengharapkan adanya imbal hasil (return). Emiten dapat memanfaatkan dana yang didapat tersebut untuk keperluan operasi maupun investasi perusahaan tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Melalui fungsi keuangan, pasar modal memberikan kesempatan untuk memperoleh return bagi investor, sesuai dengan investasi yang dipilih.

(3)

2.1.2 Initial Public Offering (IPO)

Penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) atau yang lebih dikenal dengan istilah go public adalah kegiatan penjualan saham perdana oleh suatu perusahaan kepada masyarakat (public) di pasar modal. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan bahwa :

“Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.”

Menurut Mayo (2008:31) yaitu: “Firms, in addition to acquiring funds through private placements, may issue new securities and sell them to general public, ussually through investments banker. If this sale is the first sale of common stock to the general public, it is reffered to as an initial public offering (IPO)”. Hal ini berarti IPO adalah saat dimana perusahaan dalam memperoleh dana dengan cara menerbitkan sekuritas baru dan menjualnya kepada publik melalui pasar modal untuk pertama kalinya.

IPO merupakan suatu persyaratan yang harus dilakukan bagi emiten yang baru pertama kali menjual sahamnya di Bursa Efek. Keputusan perusahaan untuk go public merupakan keputusan yang harus didasari perhitungan yang tepat karena perusahaan dihadapkan pada beberapa konsekuensi yang menguntungkan (benefits) maupun yang merugikan (cost). Alasan dilakukan go public adalah karena dorongan atas kebutuhan modal (capital need). Perusahaan yang go public adalah perusahaan yang mengalami pertumbuhan yang pesat. Karena

(4)

pertumbuhan yang pesat, perusahaan dituntut untuk mampu menyediakan dana untuk keperluan ekspansi dan untuk keperluan investasi baru.

Menurut Sitompul (2000:135), hal menguntungkan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melaksanakan penawaran umum antara lain bahwa melalui go public, perusahaan akan mendapatkan dana segar yang dapat digunakan sebagai modal untuk jangka panjang dan juga sangat berguna untuk mengembangkan perusahaan, membayar hutang dan tujuan-tujuan lainnya. Dengan melakukan go public, dapat pula meningkatkan nilai pasar dari perusahaan karena umumnya perusahaan yang sudah menjadi perusahaan publik, likuiditasnya akan lebih meningkat bila dibandingkan dengan perusahaan yang masih tertutup.

Menurut Darmadji (2001:43) manfaat IPO adalah sebagai berikut : 1. Dapat memperoleh dana yang relatif besar dan diterima sekaligus. 2. Biaya go public relatif murah.

3. Proses relatif mudah.

4. Pembagian deviden berdasarkan keuntungan.

5. Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen.

6. Perusahaan dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu perusahaan. 7. Untuk meningkatkan profesionalisme.

8. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta memiliki saham perusahaan, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial.

9. Emiten akan lebih dikenal oleh masyarakat (go public merupakan media promosi) secara gratis.

(5)

10. Memberikan kesempatan kepada koperasi dan karyawan perusahaan untuk membeli saham.

Calon perusahaan tercatat bisa mencatatkan efeknya di bursa, apabila telah memenuhi syarat yang ditetapkan peraturan bursa. Persyaratan pencatatan saham adalah sebagai berikut:

1. Badan hukum calon perusahaan tercatat berbentuk Perseroan Terbatas (PT). 2. Pernyataan pendaftaran yang disampaikan ke Bapepam dan LK telah menjadi

efektif.

3. Memiliki komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jajaran anggota dewan komisaris, memiliki direktur tidak terafiliasi, memiliki komite audit atau menyampaikan pernyataan untuk membentuk komite audit paling lambat 6 bulan setelah tercatat, memiliki sekretaris perusahaan.

4. Nilai nominal saham sekurang-kurangnya Rp 100.

5. Calon perusahaan tercatat tidak sedang dalam sengketa hukum yang diperkirakan dapat mempengaruhi kelangsungan perusahaan.

6. Bidang usaha baik langsung atau tidak langsung tidak dilarang oleh Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.

7. Khusus calon perusahaan tercatat yang bergerak dalam industri pabrikan, memiliki sertifikat AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan tidak dalam masalah pencemaran lingkungan dan calon perusahaan tercatat yang bergerak dalam industri kehutanan harus memiliki sertifikat ecolabelling (ramah lingkungan).

(6)

8. Persyaratan pencatatan awal yang berkaitan dengan hal finansial didasarkan pada laporan keuangan auditan terakhir sebelum mengajukan permohonan pencatatan.

Menurut Samsul (2006:70) suatu perusahaan yang untuk pertama kalinya akan menjual saham atau obligasi kepada masyarakat umum atau IPO (Initial Public Offering), membutuhkan tahapan-tahapan terlebih dahulu. Tahapan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima), yaitu: rencana go public, persiapan go public, pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM, penawaran umum, dan kewajiban emiten setelah go public.

1. Rencana Go Public

Rencana go pulic membutuhkan waktu yang cukup berkaitan dengan kondisi internal perusahaan, seperti:

a. Rapat Gabungan Pemegang Saham, Dewan Direksi, dan Dewan Komisaris

Rapat gabungan ini akan membahas alasan go public, jumlah dana yang dibutuhkan, penerbitan saham atau obligasi.

b. Kesiapan Mental Personel

Personel dari semua lapisan manajemen (termasuk pemegang saham mayoritas) harus siap secara mental menghadapi perubahan atau kejadian yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Banyak kewajiban yang harus dilaksanakan oleh emiten setelah perusahaan go public, seperti kewajiban melaporkan secara rutin atau insidentil atas suatu peristiwa penting yang

(7)

apabila tidak dilaksanakan emiten akan terkena sanksi denda atau sanksi pidana.

c. Perbaikan organisasi

Organisasi perusahaan yang ada sebelum go public harus disesuaikan dengan ketentuan perundangan yang berlaku di pasar modal, misalnya, kewajiban mengelola perusahaan secara baik atau disebut good corporate governance yang tercermin dari kewajiban mengangkat komisaris independen, kewajiban membentuk komite audit, dan kewajiban mengangkat corporate secretary.

d. Perbaikan Sistem Informasi

Mengingat banyak kewajiban pelaporan yang harus dilaksanakan oleh emiten, baik yang bersifat rutin maupun insidentil, yang diminta oleh BAPEPAM ataupun Bursa Efek, maka emiten harus memiliki sistem informasi yang dapat diterbitkan setiap kali dibutuhkan. Perbaikan sistem meliputi keberadaan sistem akuntansi keuangan yang mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan dari Ikatan Akuntan Indonesia, sistem laporan tahunan yang memasukkan standar tambahan dari bursa efek seperti hasil kerja dari komite audit, dan sistem akuntansi manajemen yang dapat menghitung laba ekonomis yang akan digunakan sebagai dasar menentukan jumlah deviden tunai yang harus dibagikan.

e. Perbaikan Aspek Hukum

Pada umumnya emiten berasal dari perusahaan keluarga walaupun berbadan hukum perseroan terbatas. Go public berarti perseroan terbatas

(8)

tertutup harus berubah menjadi perseroan terbatas terbuka (PT Tbk.), status kepemilikan aset tetap dan aset bergerak harus jelas, semua jenis aset yang ada dalam laporan keuangan yang telah diaudit harus sudah atas nama perseroan termasuk rekening yang ada di bank. Semua perjanjian dengan pihak ketiga harus dilakukan secara tertulis nota riil, tidak boleh secara lisan. Semua perizinan usaha yang diwajibkan harus dipenuhi, dan yang belum ada izin harus segera diupayakan. Semua kewajiban pajak harus dipenuhi dan dibuktikan keabsahannya. Konsultan hukum akan membantu perusahaan yang akan go public dari segi hukum sehingga sesuai dengan hukum yang berlaku.

f. Perbaikan Struktur Permodalan

Perbaikan struktur modal dengan cara pemegang saham menambah modal sendiri atau mengubah struktur modal pinjaman dengan beban bunga yang lebih rendah.

g. Persiapan Dokumen

Sebelum persiapan menuju go public dimulai, yaitu penunjukkan lembaga penunjang dan lembaga profesi, semua dokumen yang dibutuhkan oleh lembaga tersebut harus disediakan. Pihak yang terlibat dalam proses go public adalah underwriter, akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai (appraisal company). Dokumen yang dibutuhkan antara lain: laporan keuangan yang telah diaudit, proyeksi laporan keuangan, bukti kepemilikan aktiva tetap dan aktiva bergerak, anggaran dasar perseroan, perjanjian nota riil ataupun

(9)

yang dibawah tangan, polis asuransi, peraturan perusahaan, pajak-pajak, perkara pengadilan, dan lain-lain.

2. Persiapan Menuju Go public

Setelah rincian rencana go public diselesaikan seperti uraian sebelumnya, calon emiten akan menunjuk perusahaan penjamin emisi efek, akuntan publik, notaris, konsultan hukum, dan perusahaan penilai yang terdaftar di BAPEPAM. Persiapan menuju go public meliputi :

a. Penunjukkan Lembaga Penunjang dan Lembaga Profesi Penjamin emisi akan bertindak sebagai koordinator dalam kegiatan-kegiatan berikut: menentukan komitmen sesuai kondisi pasar, rapat-rapat teknis, pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM, public expose dan road show, persiapan prospektus, penawaran resmi.

b. Due Diligence Meeting. Untuk memperoleh gambaran awal mengenai kekuatan pasar, emiten memerlukan due diligence meeting yang dikoordinasikan oleh underwriter, yaitu pertemuan antara emiten, underwriter, dan lembaga profesi lainnya di satu sisi dengan para pialang dan para analis keuangan perusahaan serta investor kelembagaan di sisi lainnya.

c. Pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM. Pernyataan pendaftaran adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada BAPEPAM oleh emiten dalam rangka penawaran umum atau perusahaan publik.

(10)

d. Public Expose dan Road Show. Public Expose dan Road show merupakan upaya sendiri oleh emiten yang menjual saham dengan nilai kapitalisasi sangat besar sehingga perlu mengundang calon investor.

3. Pelaksanaan Go Public

Kegiatan pelaksanaan go public meliputi: penyerahan dokumen ke BAPEPAM, tanggapan dari BAPEPAM, perbaikan dokumen pernyataan pendaftaran, mini expose di BAPEPAM, penentuan harga perdana, sindikasi dan perjanjian penjaminan emisi.

4. Penawaran Umum

Kegiatan penwaran umum antara lain: distribusi prospektus, penyusunan prospektus ringkas untuk diiklankan, penawaran, penjatahan, pengembalian dana, penyerahan saham, pencatatan saham/perdagangan saham. Pada saat menjelang penawaran umum calon emiten harus membagikan prospektus melalui underwriter dan agen penjual efek yang ditunjuk oleh underwriter sebelum penawaran secara resmi dilakukan.

Prospektus adalah setiap informasi tertulis yang berkaitan dengan penawaran umum dan bertujuan agar pihak lain membeli efek. Prospektus berisikan antara lain: penawaran umum, tujuan penawaran umum, penggunaan dana hasil emisi, informasi tentang perusahaan seperti sejarah, organisasi, dan personalia, kegiatan usaha dan prospeknya, ikhtisar keuangan perusahaan, modal sendiri sebelum dan sesudah penawaran umum, kebijakan deviden, pendapat dari segi hukum, laporan akuntan publik, laporan penilaian harta perusahaan, para penjamin emisi, lembaga penunjang emisi lainnya,

(11)

perpajakan, anggaran dasar perseroan, persyaratan pemesanan saham, penyebarluasan prospektus dan formulir pesanan saham.

Penawaran resmi efek melibatkan 5 tahapan, yaitu

a. Periode penawaran (offering period) adalah periode (minimal 3 hari kerja) dimulainya penawaran sekuritas.

b. Periode penjatahan (allotment period) adalah periode (maksimal 6 hari kerja) akan dilakukannya pembagian perolehan saham.

c. Periode pengembalian dana (refund period) adalah periode tertentu (maksimal 4 hari kerja) yang telah ditetapkan dan tertera dalam prospektus untuk mengembalikan dana kepada calon investor akibat kelebihan pembayaran oleh calon investor berkaitan dengan penjatahan saham.

d. Periode penyerahan saham (delivery period) adalah 3 hari sebelum saham itu dicatat atau diperdagangkan di bursa efek, saham tersebut sudah diterima oleh investor.

e. Periode pencatatan di bursa efek (listing date) adalah suatu tanggal yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan tertera pada halaman depan prospektus yang menunjukkan hari pertama saham itu diperdagangkan di bursa efek.

Setelah melakukan penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai perdagangan di pasar sekunder dilaksanakan selambat-lambatnya 90 hari sesudah dimulainya masa penawaran umum atau 30 hari sesudah ditutupnya masa penawaran

(12)

umum tersebut tergantung mana yang lebih dahulu. Di BEI, proses pencatatan efek dimulai dari pengajuan permohonan pencatatan ke bursa oleh emiten tentunya berdasarkan persyaratan pencatatan efek yang berlaku di BEI. Persyaratan untuk tiap efek berbeda, tetapi persyaratan pertama yang harus dipenuhi terlebih dahulu antara lain mendapat pernyataan efektif dari BAPEPAM atas pernyataan pendaftaran emisi emiten.

5. Kewajiban Emiten Setelah Go Public

Pemegang saham mayoritas atau pemilik lama sebagai pemegang saham pendiri (founding stakeholder) harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh pemegang saham minoritas atau masyarakat dengan cara: a. Tidak melakukan tindakan yang menjatuhkan harga saham di pasar b. Selalu memberi informasi secepat mungkin kepada investor

c. Tidak melakukan penipuan harga dalam transaksi internal yang mengandung conflic of interest, misalnya transfer pricing, dan pinjaman tanpa bunga

d. Menyampaikan laporan keuangan yang sudah diaudit (short form report) langsung ke alamat pemegang saham

e. Menyampaikan laporan berkala yang sudah diwajibkan oleh BAPEPAM f. Menyampaikan laporan insidentil atas suatu peristiwa yang terjadi yang

(13)

2.1.3 Underpricing

Underpricing adalah suatu keadaan dimana harga saham pada saat penawaran perdana lebih rendah dibandingkan ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Penentuan harga saham pada saat penawaran umum ke publik, dilakukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan underwriter. Sedangkan harga saham yang terjadi di pasar sekunder merupakan hasil mekanisme pasar yaitu hasil dari mekanisme penawaran dan permintaan.

Menurut Hanafi (2004:88), underpricing merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam IPO. Ada kecenderungan bahwa harga penawaran di pasar perdana selalu lebih rendah dibandingkan dengan harga penutupan pada hari pertama diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan overpricing yang disebut juga underpricing negatif, merupakan kondisi dimana harga penawaran perdana lebih tinggi daripada harga penutupan hari pertama di pasar sekunder.

Perbedaan kepentingan yang terjadi, dimana emiten menginginkan dana yang lebih besar dan investor menginginkan return akan mengakibatkan terjadinya underpricing. Selisih dari harga penawaran perdana dengan harga saham di pasar sekunder dinamakan initial return. Underpricing menggambarkan biaya bagi pemilik saat ini karena investor baru diizinkan membeli saham perusahaan pada harga yang menguntungkan (Brealey, et al, 2007:416)

Sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten menginginkan harga perdana yang tinggi, di lain pihak, underwriter sebagai penjamin emisi menginginkan harga yang rendah demi meminimalkan risiko yang ditanggungnya. Pihak underwriter kemungkinan mempunyai informasi lebih banyak dibanding

(14)

pihak emiten. Kondisi asimetris informasi inilah yang menyebabkan terjadinya underpricing. Underwriter menggunakan ketidaktahuan emiten mengenai pasar modal untuk mengurangi risiko yang harus ditanggungnya apabila saham yang dijamin di pasar perdana tidak laku terjual dan harus membelinya (Safitri, 2001).

2.1.4 Return On Asset (ROA)

ROA merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Menurut Hanafi (2003:27), Return on Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.

ROA diperoleh dengan cara membandingkan antara laba sebelum pajak / earning before interest tax (EBIT) terhadap total assets. EBIT merupakan pendapatan bersih sebelum bunga dan pajak. Total assets merupakan total asset perusahaan dari awal tahun dan akhir tahun. Total assets yang lazim digunakan untuk mengukur ROA sebuah bank adalah jumlah dari asset-asset produktif yang terdiri dari penempatan surat-surat berharga. ROA dapat dirumuskan sebagai berikut (Pandia, 2012:71):

(15)

2.1.5 Debt to Equity Ratio (DER)

DER menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi utang-utang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari utang. Menurut Harahap (2010:303) semakin kecil rasio hutang modal maka semakin baik dan untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah modal lebih besar dari jumlah utang atau minimal sama.

DER juga digunakan untuk mengukur seberapa jauh sebuah perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang. Total utang meliputi kewajiban lancar dan utang jangka panjang. Kreditor lebih menyukai rasio utang yang lebih rendah karena semakin rendah angka rasionya, maka semakin besar perlindungan dari kerugian yang dialami kreditor jika terjadi likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham mungkin menginginkan lebih banyak leverage karena akan memperbesar ekspektasi keuntungan (Brigham, 2006:101-104).

Menurut Harahap (2010:303) rasio ini menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi utang-utang kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini semakin baik. Rasio ini disebut juga rasio leverage. Untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika modal lebih besar dari jumlah utang atau minimal sama. Namun bagi pemegang saham atau manajemen rasio leverage ini sebaiknya besar.

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus, menurut Harahap (2010:303) yaitu:

(16)

2.1.6 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala, dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi menjadi 3 kategori yang didasarkan kepada total assets perusahaan yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm).

Menurut Sawir (2004:101) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda:

1. Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan. 2. Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak

keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar kemungkinan kemungkinan pembuatan kontrak

(17)

yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar hutang.

3. Ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka menjadi suatu sistem manajemen. Variabel ukuran perusahaan (Size) diukur dengan logaritma natural (Ln)total assets. Hal ini dikarenakan besarnya total assets masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut maka data total assets perlu di Ln kan. Ukuran perusahaan diproksikan sebagai berikut (Prasanjaya, 2013):

Ukuran Perusahaan : Ln (Total Asset)

2.1.7 Reputasi Underwriter

Menurut Syahyunan (2013:304) underwriter (penjamin emisi) adalah perusahaan swasta atau BUMN yang menjadi penanggung jawab atas terjual efek emiten kepada investor. Sebelum pernyataan pendaftaran diajukan ke Bapepam-LK, emiten harus menunjuk penjamin emisi. Sebenarnya, penjamin emisilah yang menjual efek, sedangkan emiten hanya menerbitkannya. Mekanismenya, setelah emiten menerbitkan saham, maka emiten menawarkannya kepada penjamin emisi untuk menjual efek tersebut. Selanjutnya penjamin emisi akan melayani

(18)

pembelian oleh para perusahaan pialang, yang mewakili investor atau untuk portofolionya sendiri. Dengan demikian, penjamin emisi lebih banyak membantu kepentingan emiten dibandingkan kepentingan investor.

Dalam dua mekanisme penentuan harga (penawaran dan permintaan) sering terjadi perbedaan harga terhadap saham yang sama antara di pasar perdana dan di pasar sekunder. Emiten dan underwriter bersama-sama dalam penentuan harga perdana saham, namun sebenarnya masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang berbeda. Emiten dalam hal ini menginginkan harga perdana yang tinggi karena dengan harga yang tinggi maka semakin tinggi pula emiten dapat merealisasikan proyek yang akan dilakukan. Sedangkan bagi underwriter sebagai penjamin emisi menginginkan harga yang rendah untuk meminimalkan resiko yang ditanggungnya. Karena dalam hal ini apabila harga saham yang ditawarkan tinggi maka akan adanya kecenderungan sisa saham, sedangkan underwriter bertanggung jawab atas terjualnya saham, apabila saham masih tersisa maka underwriter berkewajiban untuk membelinya. Namun dalam hal ini underwriter yang memiliki reputasi yang tinggi akan berani untuk menjual saham dengan harga yang tinggi sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya.

Sebagai penjamin emisi, underwriter lebih sering berhubungan dengan pasar dibandingkan dengan emiten. Emiten merupakan pendatang baru yang belum mengetahui bagaimana keadaan pasar yang sebenarnya, sedangkan underwriter merupakan pihak yang memiliki kelebihan informasi dimana mendapatkan kesepakan optimal dari emiten dengan memperkecil resiko keharusan membeli saham yang tidak laku terjual dengan harga murah, oleh

(19)

karena itu emiten harus menerima harga yang murah untuk penawaran saham perdananya. Dengan demikian akan terjadi underpricing, yang berarti bahwa penentuan harga saham di pasar perdana lebih rendah dibanding harga saham di pasar sekunder pada saham yang sama (Sebeni, 2002).

Menurut Rusdin (2008:37) terdapat empat jenis kontrak penjaminan emisi berdasarkan tipe kesanggupan penjaminan yaitu:

1. Kesanggupan Penuh (Full Firm Commitment)

Penjamin model ini mengambil risiko penuh. Penjamin emisi menyatakan kesanggupan penuh (full commitment). Dalam hal saham/obligasi terjual sebagian maupun seluruhnya, penjamin emisi akan membeli seluruh saham/obligasi yang tidak laku itu dengan harga yang sama dengan harga penawaran kepada pemodal secara umum. Penjaminan full commitment seperti itu berlaku urutan “menjual dan membeli” (sell and purchase), karena bila tidak laku baru dibeli.

2. Kesanggupan Terbaik (Best Efforts Commitment)

Kesanggupan model ini hanya menuntut penjaminan emisi agar berusaha sebaik mungkin menjual saham/obligasi emiten supaya banyak/semuanya laku. Bila pada akhir masa penjualan masih ada saham/obligasi yang tidak laku, saham/obligasi itu akan dikembalikan kepada emiten. Tidak ada kewajiban bagi penjamin emisi untuk membeli saham-saham yang tidak laku itu.

3. Kesanggupan Siaga (Standby Commitment)

Menurut kesanggupan siaga ini, bila ada saham/obligasi yang tidak laku sampai batas waktu penjualan yang telah ditentukan, penjamin emisi akan

(20)

bersedia pula membeli saham/obligasi yang tidak laku itu. Hanya saja harga pembelian oleh penjamin emisi itu tidak sama dengan harga penawaran umum. 4. Kesanggupan Semua atau Tidak Sama Sekali (All of None Commitment)

Penjamin emisi akan berusaha menjual saham/obligasi emiten sampai laku semua. Bila saham/obligasi yang ditawarkan itu tidak laku semua, maka saham/obligasi yang telah dipesan oleh pemodal, transaksinya dibatalkan. Jadi semua saham/obligasi tidak jadi dijual, dikembalikan kepada emiten dan emiten tidak mendapat sedikit danapun. Komitmen ini timbul dengan latar belakang bahwa perusahaan membutuhkan modal dalam skala tertentu. Bila jumlah itu tidak tercapai berarti investasi perusahaan kurang bermanfaat. Oleh karena itu lebih baik tidak jadi.

2.1.8 Jenis Industri

Setiap jenis industri memiliki risiko atau tingkat ketidakpastian yang berbeda-beda, karena adanya perbedaan karakteristik, sehingga mempengaruhi investor dalam keputusan berinvestasi. Perbedaan risiko ini menyebabkan tingkat return yang diharapkan para investor juga berbeda untuk setiap sektor. Sehingga tingkat underpricing saham di pasar perdana juga dapat berbeda tergantung jenis industrinya.

Menurut Yolana (2005) variabel jenis industri mungkin saja mempengaruhi underpricing karena tiap industri memiliki risiko dan tingkat ketidakpastian yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi.

(21)

2.2 Penelitian Terdahulu

Irawati (2014) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di BEI”. Variabel yang digunakan adalah Reputasi Underwriter, Financial Leverage, Proceeds, dan Jenis Industri. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh secara simultan. Secara parsial hanya reputasi underwriter yang memiliki pengaruh signifikan dengan arah negatif.

Kristiantari (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Tujuan Penggunaan Dana, Profitabilitas, Financial Leverage, dan Jenis Industri.. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh secara simultan. Secara parsial reputasi underwriter, tujuan penggunaan dana, dan ukuran perusahaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap underpricing.

Handayani (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana”. Variabel yang digunakan adalah DER, ROA, EPS, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Prosentase Penawaran Saham. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini adalah adanya pengaruh signifikan secara simultan. Secara parsial variabel EPS, Ukuran

(22)

Perusahaan, dan Prosentase Penawaran Saham memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing.

Wen (2005) melakukan penelitian dengan judul “What Has Explained IPO Underpricing”. Variabel dalam penelitian ini adalah Variabel yang digunakan adalah Underwriter Reputation, Industry Composition, dan Market Valuation. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini adalah Industry Composition dan Market Valuation memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing.

Yolana (2005) melakukan penelitian dengan judul “Variabel- Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001”. Variabel yang digunakan adalah Reputasi Underwriter, Rata-Rata Kurs, Ukuran Perusahaan, ROE, dan Jenis Industri. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini adalah secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan. Secara parsial variabel Rata-Rata Kurs, Ukuran Perusahaan, ROE, dan Jenis Industri menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap underpricing.

Abdullah (2004) melakukan penelitian dengan judul “Factors Influencing The Underpricing of Initial Public Offerings In An Emerging Market: Malaysian Evidence”. Variabel yang digunakan adalah Proceeds, Ownership, Native, Underwriter, Valuelost, dan Age. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan secara simultan. Secara parsial variabel Proceeds, Native, dan Underwriter secara berpengaruh signifikan terhadap underpricing.

(23)

Carter (1990) melakukan penelitian dengan judul “Initial Public Offering and Underwriter Reputation”. Variabel yang digunakan adalah Underwriter Reputation, Insider Shares, Offering Size, dan Age. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis linier berganda. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan secara simultan. Secara parsial semua variabel menunjukkan pengaruh signifikan terhadap underpricing.

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No.

Nama Peneliti/ Tahun

Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik

Analisis Hasil Penelitian

1. Junaeni (2013) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di BEI Dependen: 1.Underpricing Independen: 1.Reputasi Underwriter 2.Financial Leverage 3.Proceeds 4.Jenis Industri Analisis Regresi Linier Berganda Terdapat pengaruh secara simultan. Secara parsial hanya reputasi underwriter yang memiliki pengaruh signifikan dengan arah negatif. 2. Kristiantari (2011) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia Dependen: 1.Underpricing Independen: 1.Reputasi Underwriter 2.Reputasi Auditor 3.Umur Perusahaan 4.Ukuran Perusahaan 5.Tujuan Penggunan Dana 6.ROE 7.Financial Leverage 8.Jenis Industri Analisis Regresi Linier Berganda Terdapat pengaruh secara simultan. Secara parsial reputasi underwriter, tujuan penggunaan dana, dan ukuran perusahaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap underpricing.

(24)

Lanjutan Tabel 2.1

No. Nama

Peneliti/ Tahun

Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik

Analisis Hasil Penelitian 3. Handayani (2011) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana Dependen: 1.Underpricing Independen: 1.DER 2.ROA 3.EPS 4.Umur Perusahaan 5.Ukuran Perusahaan 6.Prosentase Penawaran Saham Analisis Regresi Linier Berganda Adanya pengaruh signifikan secara simultan. Secara parsial variabel EPS, Ukuran Perusahaan, dan Prosentase Penawaran Saham memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. 4. Wen (2005) What Has Explained IPO Underpricing Dependen: 1.Underpricing Independen: 1.Underwriter Reputation 2.Industry Composition 3.Market Valuation Analisis Regresi Linier Berganda Industry Composition dan Market Valuation memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing 5. Yolana (2005) Variabel- Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994-2001 Dependen: 1.Underpricing Independen: 1.Reputasi Underwriter 2.Rata-Rata Kurs 3.Ukuran Perusahaan 4.ROE 5.Jenis Industri Analisis Regresi Linier Berganda Secara simultan Terdapat pengaruh yang signifikan. Secara parsial variabel Rata-Rata Kurs, Ukuran Perusahaan, ROE, dan Jenis Industri menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap underpricing. 6. Abdullah (2004) Factors Influencing The Underpricing of Initial Public Offerings In An Emerging Market: Malaysian Evidence Dependen: 1.Underpricing Independen: 1.Proceeds 2.Ownership 3.Native 4.Underwriter 5.Valuelost 6.Age Analisis Regresi Linier Berganda Terdapat pengaruh signifikan secara simultan. Secara parsial variabel Proceeds, Native, dan Underwriter secara berpengaruh signifikan terhadap underpricing. 7. Carter (1990) I nitial Public Offering and Underwriter Dependen: 1.Underpricing Analisis Regresi Linier Terdapat Pengaruh signifikan secara

(25)

Lanjutan Tabel 2.1

No. Nama

Peneliti/ Tahun

Judul Penelitian Variabel Penelitian Teknik

Analisis Hasil Penelitian Reputation Independen: 1. Underwriter Reputation 2. Insider Shares 3. Offering Size 4. Age

Berganda Simultan. Secara parsial semua variabel menunjukkan pengaruh signifikan terhadap underpricing. 2.3 Kerangka Konseptual

Masalah yang seringkali timbul dari kegiatan IPO adalah terjadinya underpricing. Kondisi underpricing merugikan untuk perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari publik tidak maksimum. Sebaliknya jika terjadi overpricing, maka investor akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return (return awal). Initial return adalah keuntungan yang didapat pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana dengan harga jual saham yang bersangkutan di pasar sekunder. Menurut Beatty (1989) dalam penelitian (Handayani,2011) para pemilik perusahaan menginginkan agar meminimalisasikan situasi underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran dari pemilik kepada para investor.

ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dengan asset yang dimilikinya. Investor yang hendak menanamkan modalnya dapat mempergunakan rasio ini sebagai bahan pertimbangan apakah emiten dalam operasinya nanti dapat

(26)

memperoleh laba. Dengan kemampuan emiten yang tinggi untuk menghasilkan laba atas asetnya maka akan terlihat bahwa risiko yang akan dihadapi investor akan kecil. Ini berarti bahwa perusahaan dapat menentukan harga perdanya lebih tinggi sehingga tingkat underpricing yang diharapkan akan rendah. Penelitian yang dilakukan Ghozali (2002) menemukan bahwa variabel ROA berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat underpricing.

DER menunjukkan perbandingan antara jumlah utang dengan jumlah modal sendiri yang dimiliki perusahaan. DER yang tinggi mencerminkan risiko kegagalan yang tinggi, karena jumlah modal sendiri tidak mampu menutupi jumlah utang perusahaan. Para calon investor cenderung akan menghindari menanamkan modalnya di perusahaan dengan risiko kegagalan yang tinggi. Sehingga atas kompensasi risiko yang tinggi tersebut, maka emiten akan menetapkan harga IPO di bawah harga wajar dan akibatnya meningkatkan tingkat underpricing. Adapun terdapat hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan Handayani (2011), dimana variabel DER tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing.

Perusahaan berskala besar umunya lebih dikenal masyarakat daripada perusahaan berskala kecil. Karena lebih dikenal, maka informasi tentang perusahaan besar tersedia lebih banyak dan lebih mudah didapat dibandingkan perusahaan berskala kecil. Bila informasi yang diterima banyak, maka akan mengurangi asimetris informasi pada perusahaan berskala besar, sehingga menekan tingkat underpricing. Ukuran perusahaan juga diukur dari total aktiva yang dimiliki, semakin besar total aktivanya maka semakin besar pula suatu

(27)

perusahaan. Melalui aktiva yang banyak, perusahaan diharapkan juga mampu menghasilkan laba yang banyak. Dengan begitu emiten dapat menetapkan harga perdana yang lebih tinggi, sehingga dapat menekan tingkat underpricing. Penelitian yang dilakukan Handayani (2011), menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan dengan hubungan negatif terhadap underpricing.

Underwiter yang belum mempunyai reputasi tingi, akan sangat berhati-hati untuk menghindari risiko. Untuk menghindari risiko, maka underwriter menginginkan harga perdana yang rendah. Sedangkan underwriter dengan reputasi tinggi, mereka berani menetapkan harga yang tinggi pula sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya. Bila harga perdana tinggi, maka tingkat underpricing juga dapat ditekan. Peneletian yang dilakukan Irawati (2013), menemukan bahwa variabel reputasi underwriter memiliki pengaruh signifikan dengan arah negatif. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh Kristiantari (2013), dimana reputasi underwriter berpengaruh signifikan negatif.

Jenis industri dipilih sebagai variabel independen untuk mengetahui apakah fenomena underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri atau hanya pada jenis industri tertentu saja. Setiap kelompok industri memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan kelompok industri yang lainnya. Oleh karena karakteristik yang berbeda, maka risiko pada masing-masing jenis industri juga berbeda. Perbedaan risiko ini menyebabkan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh para investor pada setia jenis industri juga berbeda sehingga

(28)

ROA

tingkat underpricing juga mungkin dapat berbeda. Yolana (2005) membuktikan bahwa jenis industri berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing.

Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Penelitian

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual , maka dihipotesiskan bahwa:

1. Return On Asset (ROA) berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO.

2. Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO.

3. Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap undepricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO.

DER Ukuran Perusahaan Reputasi Underwriter Jenis Industri Underpricing

(29)

4. Reputasi underwriter berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO.

5. Jenis industri berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO.

6. ROA, DER, ukuran perusahaan, reputasi underwriter, dan jenis industri berpengaruh signifikan terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya SOP, para staff dapat lebih jelas dan konsisten dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan agar pelanggan tetap loyal dan sehingga RSGM Maranatha

Seperti halnya di kelas Academic Essay di Universitas Sanata Dharma, mahasiswa sering menggunakan sumber online sebagai sumber tugas mereka.. Penggunaan sumber online yang

Hal ini dikarenakan pada penelitian diawali dengan mengidentifikasi kelompok dengan efek (kasus) dan kelompok tanpa efek (kontrol). Langkah selanjutnya adalah

tugas-tugas yang harus diselesaikan sedangkan tugas tersebut tidak sesuai dengan kehendak peserta didik. 3) Ada beberapa kegiatan dalam rangka mendidik peserta didik

Ketika Bani Umayyah berkuasa, yang menjadi hakim di Mesir adalah Taubah bin Namr bin Haumal al-Hadhrami pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Ia sangat

Kedudukan sastra lisan Balantak adalah sebagai penanda identitas masya- rakat Balantak. Kedudukan itu dapat pula dilihat dalam peran sastra lisan di tengah masyarakat yang

Pada hasil baseline II skor yang diperoleh juga tidak berbeda jauh dari tiga pertemuan sebelumnya, yakni 8, 12, 9.Walaupun selama proses terapi ini sempat

Kostum yang digunakan dalam tari Gitang paser, memakai kostum atasan berwarna coklat muda dengan ukiran motif kalimantan timur maksud dari warna yang digunakan tidak ada