• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Pendidikan

2.1.1 Pengertian Tingkat Pendidikan

Menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2003:50) tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Dengan demikian Hariandja (2002: 169) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja perusahaan. 2.1.2 Indikator-indikator Tingkat Pendidikan

Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, terdiri dari:

a. Pendidikan dasar: Jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

b. Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. c. Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang

mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

(2)

Kesesuaian jurusan adalah sebelum karyawan direkrut terlebih dahulu perusahaan menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan karyawan tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian karyawan dapat memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.

2.2 Insentif

2.2.1 Pengertian Insentif

Menurut Handoko (2002:176), menyatakan bahwa pengertian insentif adalah: “Perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan”.

Hasibuan (2003:118), mengatakan bahwa insentif adalah “Tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang kinerjanya diatas kinerja standar”.

Panggabean (2002:89), mengatakan bahwa insentif adalah: “penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan”.

2.2.2 Tujuan Pemberian Insentif

Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan kinerja individu maupun kelompok (Panggabean, 2002:93).

(3)

Secara lebih spesifik tujuan pemberian insentif dapat dibedakan dua golongan yaitu:

a. Bagi Perusahaan

Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan produksi adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan jalan mendorong/merangsang agar karyawan:

1) Bekerja lebih bersemangat dan cepat 2) Bekerja lebih disiplin

3) Bekerja lebih kreatif b. Bagi Karyawan

Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapatkan keuntungan:

1) Standar kinerja dapat diukur secara kuantitatif.

2) Standar kinerja di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang diukur dalam bentuk uang.

3) Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar. 2.2.3. Jenis/Tipe Insentif

Menurut Manulang (2001:141), tipe insentif ada dua yaitu: a. Finansial insentif

Merupakan dorongan yang bersifat keuangan yang bukan saja meliputi gaji-gaji yang pantas. Tetapi juga termasuk didalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.

(4)

b. Non finansial insentif

Ada 2 elemen utama dari non finansial insentif, yaitu:

1. Keadaan pekerjaan yang memuaskan yang meliputi tempat kerja, jam kerja, tugas dan rekan kerja.

2. Sikap pimpinan terhadap keinginan masing-masing karyawan seperti jaminan pekerjaan, promosi, keluhan-keluhan, hiburan-hiburan dan hubungan dengan atasan.

Menurut Dessler (2001:141), jenis rencana insentif secara umun adalah: a. Program insentif individual memberikan pemasukan lebih dan diatas gaji

pokok kepada karayawan individual yang memenuhi satu standar kinerja individual spesifk. Bonus di tempat diberikan, umumnya untuk karyawan individual, atas kinerja yang belum diukur oleh standar, seperti contoh mengakui jam kerja yang lama yang digunakan karyawan tersebut bulan lalu.

b. Program insentif kelompok adalah seperti rencana insentif individual namun memberi upah lebih dan gaji pokok kepada semua anggota tim ketika kelompok atau tim secara kolektif mencapai satu standar yang khusus, kinerja atau perilaku sehubungan dengan kerja lainnya.

c. Rencana pembagian laba secara umum merupakan program insentif di seluruh perusahaan yang memberikan kepada karyawan satu bagian (share) dari laba perusahaan dalam satu periode khusus.

(5)

d. Program pembagian perolehan (gain sharing) adalah rencana upah di seluruh perusahaan yang dirancang untuk memberi imbalan kepada karyawan atas perbaikan dalam kinerja organisasi.

2.2.4. Proses Pemberian Insentif

Menurut Panggabean (2002: 90), proses pemberian insentif dapat dibedakan menjadi dua bagian yakni proses pemberian individu dan kelompok.

Rencana insentif individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar kinerja tertentu. Sedangkan insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan.

Menurut Panggabean (2002: 91), pemberian insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara:

1. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mereka yang paling tinggi kinerjanya.

2. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah kinerjanya. 3. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata

pembayaran yang diterima oleh kelompok.

Menurut Dessler (2001: 154-157), insentif juga dapat diberikan kepada seluruh organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana insentif seluruh perusahaan ini antara lain terdiri dari:

1. Profit sharing plan, yaitu rencana dimana kebanyakan karyawan berbagi laba perusahaan.

(6)

2. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari stoknya sendiri kepada orang kepercayaan dimana sumbangan-sumbangan tambahan dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan mendistribusikan stok kepada karyawan yang mengundurkan diri (pensiun) atau yang terpisah dari layanan.

3. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun 1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong kerjasama, keterlibatan dan berbagai tunjungan.

4. Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha bersama untuk mencapai sasaran kinerja dan pembagian perolehan.

2.2.5 Syarat Pemberian Insentif

Menurut Panggabean (2002:92) syarat tersebut adalah:

1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat dimengerti.

2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk mereka lakukan.

3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu.

4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (program

(7)

evaluasi akan terhambat), jika kinerja tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang dibelanjakan.

2.3 Kinerja Karyawan 2.3.1 Pengertian Kinerja

Istilah kinerja dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Prestasi kerja pada umumnya dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan kerja dari tenaga kerja yang bersangkutan.

Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja orgaisasi (Mathis dan Jackson, 2002: 78).

Menurut Hasibuan (2003: 78), kinerja adalah hasil kerja nyata dan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan. Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Maier (dalam As’ad, 2001: 46) sebagai kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Lebih tegas lagi Lawler and Poter menyatakan bahwa kinerja adalah “successful role achievement” yang diperoleh dari perbuatan-perbuatannya (As’ad, 2001: 46). Dari batasan tersebut, As’ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku pada pekerjaan yang bersangkutan. Meningkatnya kinerja perorangan (individual performance) maka kemungkinan besar juga akan

(8)

meningkatkan kinerja perusahaan (corporat performance) karena keduanya mempunyai hubungan yang erat.

Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam menilai prestasi kerja (As’ad, 2001:22) yaitu:

a. Subjective Procedure

Prosedur ini meliputi penilaian ataupun pertimbangan-pertimbangan terhadap kecakapan kerja yang dilakukan oleh superior (atasan), sub ordinates

(bawahan), peers (kelompok kerja), rekan-rekan sekerja, outside observer (para

observer dari luar) dan self (diri sendiri).

Prosedur sangat bergantung pada opini manusia, maka prosedur memiliki kesalahan-kesalahan disebabkan oleh manusia (human error), yaitu:

1. Tipe Liniency, terjadi kalau penilai cenderung memberikan nilai yang tinggi kepada bawahannya.

2. Tipe Strictness, terjadi kalau penilai cenderung memberikan nilai yang rendah kepada bawahannya.

3. Tipe Central Tendency, terjadi apabila orang yang dinilai enggan memberikan niai yang tinggi kepada bawahannya.

4. Halo Effect Error, adalah keselahan kesan umum dari si penilai karena pengaruh pengalaman sebelumnya.

5. Personal Bias, adalah bentuk kesalahan karena adanya prasangka-prasangka, baik kearah positif maupun kearah negatif.

(9)

Metode ini tidak seperti metode terdahulu dimana evaluator diminta pertimbangannya terhadap perilaku kerja karyawan bawahannya. Ada dua (2) tipe untuk evaluasi ini yaitu:

1. Berhubungan dengan produksi, yaitu menyangkut unit-unit yang diproduksi dan kualitas produk

2. Berhubungan dengan personal information, yaitu meliputi absensi, ketepatan dating, keluhan-keluhan dari karyawan, waktu yang dipergunakan untuk mempelajari pekerjaan dan sebagainya.

a. Proficiency Testing

Merupakan pendekatan lain dalam mengevaluasi kecakapan karyawan. Dalam hal ini karyawan yang di tes diminta untuk memerankan pekerjaan seperti keadaan yang sesungguhnya.

2.3.2. Indikator Kinerja

Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah merupakan sesuatu yang dapat dihitung serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perseorangan terus mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Menurut Mathis (2002: 78) kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi antara lain termasuk:

(10)

Standar ini dilakukan dengan cara membandingkan antara besarnya volume kerja yang seharusnya (standar kerja normal) dengan kemampuan sebenarnya.

2. Kualitas kerja

Standar ini lebih menekankan pada mutu kerja yang dihasilkan dibanding volume kerja.

3. Pemanfaatan waktu

Yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan.

Berdasarkan keseluruhan definisi diatas dapat dilihat bahwa kinerja karyawan merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting yakni kemampuan dan minat, penerimaan seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat seorang pekerja atas penjelasan delegasi tugas. Semakin tinggi faktor-faktor diatas, maka semakin besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.

2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan

Menurut Mathis (2002: 80) dalam pembahasan mengenai permasalahan kinerja karyawan maka tidak terlepas dari berbagai macam faktor yang menyertai diantaranya.

a. Faktor kemampuan (ability)

Secara psikologis kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya

(11)

yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah mencapai kinerja diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

b. Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (atitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan kerja. 2.3.4 Penilaian Kinerja Karyawan

Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang objektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindarkan adanya “like

dan dislike” dari penilai agar objektivitas penilai dapat terjaga. Kegitan penilai ini penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka.

Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk karyawan, yang merupakan kunci pengembangan bagi mereka dimasa mendatang. Disaat atasan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja, mereka dapat memberitahu karyawan mengenai kemajuan mereka, mendiskusikan keterampilan apa yang perlu mereka kembangkan dan melaksanakan perencanaan pengembangan (Malthis dan Jackson, 2002: 83).

(12)

2.3.5 Tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.

2. Nasihat yang perlu disampaikan kepada tenaga kerja dalam perusahaan. 3. Alat untuk memberikan umpan balik (feed back) yang mendorong kearah

kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi seorang tenaga kerja.

4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.

5. Landasan/bahan informasi untuk pengambilan keputusan dalam bidang ketenagakerjaan baik promosi, mutasi maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.

2.3.6 Kegunaan Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2004: 315) kegunaan kinerja ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen Sumber Daya Manusia adalah:

1. Posisi tawar

Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau lansung dengan karyawan. 2. Perbaikan kinerja

Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan dalam bentuk kegiatan untu meningkatkan kinerja karyawan.

(13)

4. Penilaian kinerja membantu pengambilan keputusan dalam penyesuaian ganti rugi, menentukan siapa yang perlu dinaikkan gajinya.

5. Keputusan penempatan

Membantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja.

6. Pelatihan dan Pengembangan

Kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu kebutuhan untuk latihan. Demikian juga, kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan.

2.4 Peneliti Terdahulu

Prisma Astuti (2009) dengan judul “Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal Dan Non Formal Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Lampung”. Subjek dalam penulisan ini adalah PNS di lingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Lampung yang berjumlah 675 orang. Pengujian yang dilakukan adalah uji validitas dan reliabilitas kuisioner serta pengujian hipotesis menggunakkan analisi regresi binary. Hasil penulisan berdasarkan analisis regresi menunjukkan bahwa pendidikan non formal tidak memberikan pengaruh terhadap kinerja PNS di lingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Lampung sedangan pendidikan formal memberikan pengaruh sebesar 0,141. Oleh karena itu disarankan kepada Sub Bagian Pengembangan SDM di Sekretariat Daerah Propinsi Lampung untuk membuat suatu program peningkatan kecakapan PNS, dengan memberi kesempatan kepada PNS berpendidikan formal

(14)

SMA yang kinerjanya cukup bagus untuk melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi, minimal S1 dengan biaya dari Pemerintah Daerah Propinsi Lampung.

2.5 Kerangka Konseptual

Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2001:34).

Istilah kinerja berasal dari job performance atau actual performance

(prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya dicapai oleh seseorang). Kinerja adalah hasil kerja seseorang selama periode tertentu yang dinilai dengan serangkaian tolak ukur yang berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan (Siagian, 2002:224).

Kinerja seorang karyawan pada kenyataannya akan dapat berbeda dengan karyawan lain. Agar kinerja dari setiap karyawan dapat meningkat diperlukan suatu pendorong atau faktor yang dapat membuat kinerja karyawan tersebut sesuai dengan yang diterapkan oleh perusahaan.

Menurut Mangkuprawira dalam Gunawan (2004:1), faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain tingkat pendidikan, pengetahuan, ketrampilan, motivasi, kesehatan, pengalaman, kompensasi, iklim kerja, kepemimpinan, fasilitas kerja, dan hubungan sosial. Pada penulisan ini, faktor yang memiliki pengaruh dengan kinerja karyawan yang ada akan diteliti adalah tingkat pendidikan dan insentif.

(15)

Pendidikan dapat meningkatkan kinerja seorang karyawan, hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi daya analisisnya maka akan mampu memecahkan masalah yang dihadapi. Pendidikan seorang karyawan juga dapat memperbaiki kualitasnya dalam menjalankan tugas. Menurut Hasibuan (2003:54) Pendidikan adalah suatu indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan.

Pendidikan sekolah yang bersifat umum, pada dasarnya hanya mengakibatkan penguasaan pengetahuan tertentu, yang tidak dikaitkan dengan jabatan atau tugas tertentu. Dengan menempuh tingkat pendidikan tertentu menyebabkan seorang pekerja memiliki pengetahuan tertentu. Orang dengan kemampuan dasar apabila mendapatkan kesempatan-kesempatan pelatihan dan motivasi yang tepat, akan lebih mampu dan cakap untu melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, dengan demikian jelas pendidikan akan mempengaruhi kinerja karyawan.

Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan akan lebih mudah baginya untuk melaksanakan fungsi-fungsinya di perusahaan tersebut. Disamping itu, pengalaman dan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengenyam pendidikan akan dijadian dasar untuk melaksanakan tugasnya.

Untuk meningkatkan kinerja karyawan maka perusahaan juga perlu memberikan insentif kepada karyawan yang berkinerja sehingga karyawan menjadi termotivasi dan senang melaksanakan kerja. Pada akhirnya yang diuntungkan dari hal itu adalah karyawan itu sendiri, pimpinan dan perusahaan.

(16)

Semakin besar perhatian yang diberikan perusahaan dalam merangsang karyawan melalui insentif, maka pada akhirnya akan memberikan dampak yang positif dalam peningkatan kinerja karyawan. Dengan meningkatnya kinerja karyawan tentunya akan menciptakan hasil kerja secara kuantitas, kualitas pemanfaatan waktu dan kerja sama yang baik dari karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya. Dengan demikian pendidikan dan pemberian insentif kepada karyawan merupakan faktor untuk meningkatkan kinerja karyawan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber: Nasution (2004), Gunawan (2004), Malthis (2002), diolah (2011) Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

Tingkat Pendidikan (X1) a. Jenjang Pendidikan

b. Kesesuian Jurusan Kinerja (Y)

a. Kualitas kerja b. Kuantitas kerja c. Pemanfaatan waktu Insentif (X2)

a. Besarnya Insentif

b. Ketepatan dan kelancaran

(17)

2.6 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah “Tingkat pendidikan dan insentif berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT Garuda Plaza Hotel Medan”.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sinetron “Catatan Hati Seorang Istri”, kesetiaan yang ditunjukkan oleh seorang istri (Hana) dalam menghadapi suaminya yang berselingkuh adalah dengan tetap

Rumah Perawatan Psiko-Neuro-Geriatri atau yang lebih dikenal dengan “Puri Saras” adalah klinik kesehatan yang bergerak dalam bidang layanan kesehatan jiwa, mulai beroperasi sejak

Meskipun menggambarkan relasi, representasi dengan graf juga dapat menggambarkan tingkat urgensi kebutuhan manusia dengan teknik pewarnaan simpul. Penulis tidak menggunakan

Yang pertama adalah dengan menjadikan satu sebuah method JavaBean untuk bertindak sebagai action handler, dan yang kedua adalah dengan membuat sebuah class instans

Hasil uji lipat (folding test) kamaboko ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan suhu setting yang berbeda tersaji pada Tabel 5.. Berdasarkan hasil penelitian dapat

Pada hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa variabel bebas yang terdiri dari kesadaran merek, citra merek, dan kualitas yang dirasakan secara bersama-sama memiliki pengaruh

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kawasan memberikan nilai ekonomi berdasarkan fungsinya sebagai penyedia jasa wisata sebesar Rp.. 240.467.467,- per