• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR …... TAHUN ....….

TENTANG EKONOMI KREATIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa negara Indonesia memiliki tujuan negara untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur; b. bahwa Ekonomi Kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu penggerak untuk mewujudkan

Indonesia yang sejahtera;

c. bahwa berlimpahnya ketersediaan sumber daya manusia dan potensi kemampuan kreatif bangsa Indonesia serta didukung oleh keanekaragaman warisan budaya yang unik dan mampu menciptakan industri Ekonomi Kreatif yang berkelanjutan agar dapat bersaing secara global;

d. bahwa untuk meningkatkan produktivitas bangsa sehingga akhirnya dapat mencapai taraf bangsa yang maju melalui kreatifitas dan inovasi yang lebih tepat guna untuk mendorong hasil Ekonomi Kreatif yang lebih maksimal, maka perlu adanya pengembangan Ekonomi Kreatif yang berkesinambungan, didukung secara nyata oleh pemerintah dan swasta, serta berkualitas dan berkuantitas serta jaminan perlindungan hukum bagi para pelaku Ekonomi Kreatif;

e. bahwa belum adanya Undang-Undang yang bersifat sui generis dan komprehensif serta futuristik mengatur tentang Ekonomi Kreatif dari tahap kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi. f. bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan berkewajiban mengatur dan memfasilitasi kedudukan

pelaku Ekonomi Kreatif untuk memperluas produk Ekonomi Kreatif Indonesia, baik di pasar ekspor global maupun pasar domestik melalui penyediaan infrastruktur dan teknologi komunikasi yang berkualitas internasional untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif.

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Ekonomi Kreatif.

Mengingat:

1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 33 dan Pasal 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 226,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 5599).

Dengan Persetujuan Bersama:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

(2)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG EKONOMI KREATIF.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Ekonomi Kreatif adalah penciptaan nilai tambah suatu ide atau gagasan, lahir dari kreativitas intelektual manusia berbasis ilmu pengetahuan, keterampilan, warisan budaya dan teknologi.

2. Kreatif adalah daya cipta atau kemampuan intelektual untuk menciptakan karya kreatif yang memiliki sifat pembaharuan atau kreasi baru berdasarkan kecerdasan dan imajinasi.

3. Industri budaya adalah industri yang menggabungkan kreasi, produksi dan komersialisasi konten kreatif yang bersifat abstrak dan berasal dari pengembangan adat istiadat atau yang berhubungan dengan kebudayaan.

4. Industri kreatif adalah industri yang aktifitasnya mencakup industri budaya dan semua hasil atau penciptaan batin atau intelektual manusia yang bersifat artistik baik berbentuk kegiatan yang hidup atau hasil produksi berupa unit-unit khusus baik produk maupun pelayanannya mengandung elemen-elemen artistik atau upaya ikhtiar kreatif.

5. Pengusaha Ekonomi Kreatif adalah orang atau sekelompok orang yang mengelola usaha dan/atau memberdayakan produk produk Ekonomi Kreatif.

6. Pelaku Ekonomi Kreatif adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan perbuatan/aktifitas kreatif dan inovatif bersumber dari keintelektualan.

7. Pemerintah adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan negara dengan dibantu oleh wakil presiden dan para menteri yang disebut kabinet.

8. Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah bersama-sama DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam system dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB II

ASAS, FUNGSI DAN TUJUAN

Pasal 2

Ekonomi Kreatif dilaksanakan dengan berdasarkan asas-asas sebagai berikut: a. pemerataan;

(3)

b. manfaat; c. keadilan; d. berkelanjutan; e. sosial;

f. identitas bangsa; dan g. kepastian hukum.

Pasal 3

Ekonomi Kreatif berfungsi:

a. mensejahterakan rakyat Indonesia dan meningkatkan pendapatan Negara.

b. menumbuhkan lapangan dan iklim usaha kreatif, kondusif dan berdaya saing global. c. mengelaborasikan keberpihakan pada nilai-nilai seni dan budaya bangsa Indonesia;

d. memaksimalkan pemberdayaan dan potensi sumber daya manusia kreatif dan inovatif Indonesia; dan e. menstimulasi rencana pembangunan Negara dengan pengarusutamaan ekonomi kreatif.

Pasal 4

Undang-Undang ini bertujuan untuk:

a. memajukan seluruh aspek yang mencakup ekonomi kreatif sesuai dengan perkembangan kebudayaan, teknologi, kreativitas dan inovasi masyarakat Indonesia, serta perubahan lingkungan perekonomian global;

b. memberi landasan hukum bagi pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan ekonomi kreatif Indonesia; dan

c. memberikan landasan konsep ekonomi kreatif berbasis warisan budaya, seni, media dan fungsional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, menambah pendapatan negara dan menaikkan citra bangsa Indonesia.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 5

Ruang lingkup pengaturan tentang Ekonomi Kreatif meliputi: a. sumber Daya Manusia Terpadu Ekonomi Kreatif ; b. pengembangan Infrastruktur Terpadu Ekonomi Kreatif; c. kewirausahaan Ekonomi Kreatif;

d. promosi Ekonomi Kreatif; e. investasi Ekonomi Kreatif;

(4)

f. kelembagaan Ekonomi Kreatif; dan

g. fasilitasi perlindungan Kekayaan Intelektual.

Pasal 6

Ekonomi Kreatif terdiri atas 4 golongan yaitu: a. Ekonomi Kreatif berbasis warisan budaya; b. Ekonomi Kreatif berbasis seni;

c. Ekonomi Kreatif berbasis media; dan d. Ekonomi Kreatif berbasis kreasi fungsional.

Pasal 7

Empat golongan ekonomi kreatif sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 merupakan objek pelindungan kekayaan intelektual yang diatur dalam peraturan perundang-undangan berlaku.

BAB IV

SUMBER DAYA MANUSIA TERPADU EKONOMI KREATIF

Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban Pelaku Ekonomi Kreatif

Pasal 8

Setiap pelaku ekonomi kreatif berhak:

a. berkarya, berkreasi, berinovasi pada bidang ekonomi kreatif;

b. memperoleh kesempatan yang sama untuk menumbuhkan dan mengembangkan kegiatan ekonomi kreatif;

c. mendapatkan perlindungan hukum;

d. mendapat jaminan dukungan dan fasilitas dari Pemerintah atau pemerintah daerah.

Pasal 9

Setiap pelaku ekonomi kreatif berkewajiban:

a. memiliki kompetensi dalam bidang ekonomi kreatif;

b. menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa dalam kegiatan ekonomi kreatif.

Pasal 10

(5)

a. untuk mendapatkan pelindungan hukum atas usahanya di bidang ekonomi kreatif;

b. untuk rehabilitasi nama baik yang tercemar apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian yang diderita tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa produk ekonomi kreatif yang diperdagangkan olehnya; c. mendapatkan perlakuan secara adil dan non diskriminatif;

d. untuk mendapatkan informasi secara transparan tentang kebijakan pengembangan dan pemberdayaan ekonomi kreatif dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah;

e. mendapatkan hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 11

Setiap pengusaha ekonomi kreatif yang melakukan kegiatan usaha berkewajiban:

a. memiliki kompetensi sebagai pengusaha dan sertifikasi usaha dalam bidang ekonomi kreatif;

b. menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa dalam usaha ekonomi kreatif; dan

c. membuat dan memenuhi perjanjian kerja dengan mitra kerja berlandaskan prinsip itikad baik yang dibuat secara tertulis dalam suatu perjanjian.

Bagian Kedua Pendidikan

Pasal 12

(1) Sistem pengembangan pendidikan terpadu ekonomi kreatif disusun untuk menciptakan kualitas dan kuantitas pemangku kepentingan kreatif dengan visi memenangkan persaingan usaha ekonomi kreatif berskala global.

(2) Sistem pengembangan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pasal 13

(1) Pengembangan sistem pendidikan Nasional berorientasi kepada pengembangan kreativitas, inovasi dan tata kelola usaha kreatif melalui kurikulum.

(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah bersama-sama dengan:

a. Pelaku ekonomi kreatif; b. Pengusaha ekonomi kreatif;

c. Masyarakat adat atau tokoh adat yang mengembangkan produk ekonomi kreatif; d. Lembaga-lembaga yang mengembangkan ekonomi kreatif.

(3) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan adanya keterpaduan antara teori dan dunia usaha.

(6)

(4) Keterpaduan antara teori dan dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diciptakan dengan kurikulum yang memuat kewirausahaan.

Pasal 14

(1) Sistim pendidikan terpadu diharapkan dapat membentuk dan menyediakan sumber daya pelaku ekonomi kreatif.

(2) Sistim pendidikan terpadu berbasis pada sistim pendidikan nasional yang dimulai dari pendidikan tingkat dini, dasar, menengah dan perguruan tinggi.

(3) Sistim pendidikan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), mencakup jenjang pendidikan formal dan informal.

Pasal 15

Sistim pengembangan pendidikan terpadu ekonomi kreatif disusun untuk menciptakan kualitas dan kuantitas pelaku kreatif.

Pasal 16

Pendidikan kreativitas dan inovasi bidang ekonomi kreatif dikembangkan dalam sistim pendidikan nasional melalui kurikulum berstandar nasional.

Bagian Ketiga Sertifikasi

Pasal 17

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan dan/atau memfasilitasi pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan kompetensi pelaku ekonomi kreatif.

Pasal 18

Pelaku Ekonomi Kreatif harus memenuhi standar kompetensi tergantung pada persyaratan sub sektor Ekonomi Kreatif.

Pasal 19

(1) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan melalui sertifikasi kompetensi. (2) Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi, lembaga sertifikasi profesi, dan/atau perguruan

tinggi.

(3) Sertifikasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7)

Peningkatan Akses Perolehan Beasiswa

Pasal 20

Siswa dan pelaku Ekonomi Kreatif yang berprestasi dan berbakat memperoleh beasiswa dan peluang untuk menambah ketrampilan dan pengetahuan di dalam maupun di luar negeri atas biaya pemerintah dan swasta.

BAB V

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TERPADU EKONOMI KREATIF

Bagian Kesatu Pembinaan

Pasal 21

(1) Pemerintah Daerah melaksanakan sosialisasi dan pendidikan keterampilan tentang kreatifitas dan inovasi kepada masyarakat.

(2) Sosialisasi dan pendidikan keterampilan tentang kreatifitas dan inovasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, sejak usia dini hingga pendidikan tinggi.

Pasal 22

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan dunia usaha menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan teknis kreativitas dan inovasi kepada

masyarakat secara berkesinambungan.

(2) Penyelenggaraan pembinaan dan bimbingan teknis oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai kemampuan keuangan Daerah.

Bagian Kedua Rumah Kreatif

Pasal 23

Rumah kreatif merupakan infrastruktur untuk mengembangkan dan memberdayakan Ekonomi Kreatif, yang juga berfungsi sebagai etalase bagi karya Ekonomi Kreatif setempat.

Pasal 24

Rumah kreatif dapat menjadi sarana bagi segala kegiatan para pelaku ekonomi kreatif.

Pasal 25

(8)

a. peningkatan keterampilan dan manajemen Ekonomi Kreatif b. peningkatan kegiatan dan kreativitas;

c. peningkatan dan perluasan jaringan kerjasama para pelaku Ekonomi Kreatif; d. penyediaan informasi;

e. pelaksanaan sosialisasi; f. pemberian bimbingan teknis;

g. pemberian bantuan konsultasi dan fasilitasi pelindungan Kekayaan Intelektual; h. pemberian bimbingan dalam aspek pendokumentasian produk Ekonomi Kreatif; i. pengembangan konten;

j. Pendampingan model usaha bagi pengusaha pemula Ekonomi Kreatif.

Pasal 26

(1) Pemerintah Daerah wajib membangun Rumah Kreatif.

(2) Rumah Kreatif dapat didirikan di lembaga Pemerintah, Pemerintah Kabupaten/Kota, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dunia usaha, dan masyarakat.

(3) Pembangunan Rumah Kreatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan keuangan Daerah.

Pasal 27

Dalam membangun rumah kreatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, terlebih dahulu dilakukan pemetaan sumber daya penunjang Ekonomi Kreatif di seluruh provinsi di Indonesia.

Pasal 28

Pemetaan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 27, harus memenuhi beberapa persyaratan/kondisi: a. rumah kreatif menggunakan ketersediaan sarana dan prasarana yang telah ada;

b. apabila ketersediaan terbatas dan belum memadai maka upaya yang dilakukan adalah melengkapi prasarana atau sarana yang telah ada tersebut agar sesuai dengan kebutuhan fungsi rumah kreatif; c. ketiadaan sarana dan prasarana maka pemerintah akan membangun rumah kreatif yang memadai.

Pasal 29

(1) Pemerintah wajib menyediakan subsidi dalam upaya menyediakan akses internet cepat di seluruh Rumah Kreatif.

(2) Akses internet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan infrastruktur terpenting dan salah satu kunci sukses dalam pengembangan Ekonomi Kreatif.

Pasal 30

(9)

Ekonomi Kreatif dalam melakukan pengembangan dan pemberdayaan Ekonomi Kreatif.

(2) Layanan jasa akses internet tanpa kabel (wireless) pada program kewajiban pelayanan universal dilaksanakan di rumah kreatif melalui penyediaan jasa akses internet tanpa kabel (wireless) di tingkat pusat maupun daerah.

(3) Penyediaan layanan akses internet sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibiayai oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(4) Badan usaha swasta yang bergerak dalam bidang penyedia layanan internet, dengan seizin pemerintah atau pemerintah daerah berkewajiban mengalokasikan dana Corporate Social Responsibility dalam bentuk menyediakan layanan jasa akses internet tanpa kabel (wireless) kepada sentra-sentra produk Ekonomi Kreatif.

Bagian Ketiga Fasilitas Pajak

Paragraf 1

Fasilitas Pajak Penghasilan

Pasal 31

(1) Pemerintah wajib memberikan fasilitas pajak penghasilan bagi industri Ekonomi Kreatif untuk penanaman modal.

(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keringanan pajak yang diberikan kepada penanam modal baik yang baru atau yang telah ada.

(3) Fasilitas pajak penghasilan bagi industri Ekonomi Kreatif ini diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri.

Pasal 32

Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mempertimbangkan usulan dari lembaga yang berwenang di bidang Ekonomi Kreatif.

Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan fasilitas pajak penghasilan wajib pajak dan pembahasan pemenuhan kriteria dan persyaratan fasilitas dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 2 Fasilitas Pajak Daerah

Pasal 34

Pemerintah Daerah dapat memberikan fasilitas atas pajak daerah bagi pelaku industri Ekonomi Kreatif di daerahnya masing-masing

(10)

Pasal 35

Pemberian fasilitas pajak daerah dapat berupa keringanan pajak hiburan, pajak reklame dan pajak lainnya atas jasa/produk Ekonomi Kreatif yang dihasilkan oleh pelaku dan/atau industri Ekonomi Kreatif.

Pasal 36

Pemberian fasilitas pajak daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 diberikan sesuai dengan kebijakan dan prioritas pemerintah daerah masing-masing.

Pasal 37

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan insentif atau fasilitasi pembiayaan kepada setiap orang, kelompok, atau lembaga yang:

a. melakukan kreativitas, inovasi dan menghasilkan produk Ekonomi Kreatif; dan

b. melakukan upaya perlindungan serta fasilitasi Kekayaan Intelektual, pelestarian nilai-nilai seni budaya Indonesia.

(2) Insentif yang diberikan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk fasilitasi pembiayaan produk Ekonomi Kreatif, pendaftaran Kekayaan

Intelektual, program, penghargaan, dan/atau bantuan, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan Daerah.

(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah membantu menfasilitasi pembiayaan pelaku Ekonomi Kreatif melalui lembaga perbankan atau non perbankan.

Pasal 38

Syarat dan tata cara pemberian insentif oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota sesuai kewenangan,

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V

KEWIRAUSAHAAN EKONOMI KREATIF

Pasal 39

(1) Pelaku Ekonomi Kreatif dan pengusaha ekonomi kreatif perlu memiliki jiwa wirausaha.

(2) Jiwa wirausaha yang dimaksud pada ayat (1) dibangun berbasis pendidikan baik formal maupun informal (3) Rumah kreatif salah satu infrastruktur untuk mendukung pembentukan jiwa wirausaha para pelaku

Ekonomi Kreatif.

Pasal 40

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah harus memfasilitasi wirausaha kreatif pemula untuk memulai usahanya.

(11)

(2) Wirausaha yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara: a. mitra kreasi;

b. mitra produksi antar usaha kreatif di tingkat nasional dan global.

Pasal 41

Mitra kreasi sebagai mana dimaksud pada Pasal 40 ayat (2) huruf a merupakan kerjasama atas ide kreatif yang dilakukan diantara pelaku Ekonomi Kreatif dan/atau pelaku industri kreatif untuk mewujudkan produk/jasa yang kreatif dan inovatif.

Pasal 42

(1) Mitra Produksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat (2) huruf b merupakan kerjasama atas pelaksanaan produksi terhadap produk baik barang atau jasa Ekonomi Kreatif.

(2) Mitra produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi berbagai kerjasama dapat dilaksanakan dalam satu atau beberapa tahap diantaranya:

a. perencanaan; b. pengendalian;

c. proses pembuatan atau pengolahan; dan/atau d. pengawasan atau quality control;

Pasal 43

Pemerintah/Pemerintah Daerah harus memfasilitasi kegiatan magang pelaku kreatif antar usaha kreatif.

Pasal 44

(1) Pemerintah/Pemerintah Daerah mengidentifikasi usaha/industri kreatif yang dapat memberikan kesempatan magang kepada pelaku kreatif, terutama pelaku kreatif pemula.

(2) Identifikasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dimulai dari menawarkan kepada industri kreatif yang dapat memberikan kesempatan magang, menemukan industri kreatif yang berminat sampai dengan menyalurkan pelaku kreatif kepada berbagai industri kreatif.

Pasal 45

Setelah memperoleh industri kreatif yang berminat menerima magang, maka Pemerintah/Pemerintah Daerah wajib memberikan kesempatan adanya magang kepada para pelaku kreatif, terutama pelaku kreatif pemula.

Pasal 46

(1) Memfasilitasi keterkaitan industri kreatif dengan industri lainnya dalam penciptaan nilai tangan

(2) Memfasilitasi akses dunia usaha terhadap bahan baku, sumber daya budaya dan orang kreatif lokal yang berkualitas dan kompetitif dan mendukung kerjasama pemerintah/swasta dengan industri kreatif dalam pemanfaatan bahan baku.

(12)

Pasal 47

Pemerintah maupun Pemerintah Daerah wajib mengembangkan standar usaha nasional yang memenuhi standar global sehingga dapat meningkatkan daya saing usaha kreatif lokal secara nasional dan internasional.

BAB VI

PROMOSI EKONOMI KREATIF

Pasal 48

Setiap pelaku Ekonomi Kreatif dan/atau pelaku industri kreatif memiliki kesempatan sama untuk berpartisipasi dalam kegiatan promosi berskala nasional maupun internasional.

Pasal 49

Pengakuan setiap produk Ekonomi Kreatif yang dihasilkan oleh pelaku Ekonomi Kreatif Indonesia dan/atau pelaku industri kreatif wajib mencantumkan identitas nasional Indonesia dengan menyebutkan kata-kata “Kreasi Indonesia” pada produk Ekonomi Kreatifnya.

Pasal 50

Pelaku Ekonomi Kreatif dapat menyelenggarakan kegiatan internasional yang dilaksanakan di Indonesia dengan mewajibkan 5% dari total waktu pertunjukan atau luas area pameran untuk mempromosikan produk Ekonomi Kreatif wilayah setempat dan nasional.

Pasal 51

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan peningkatan sinergi dan koordinasi antar pelaku Ekonomi Kreatif di bidang promosi produk Ekonomi Kreatif secara terukur.

(2) Sinergi dan koordinasi antar pelaku yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan antar lembaga pendidikan, bisnis, komunitas, pemerintah dan pelaku Ekonomi Kreatif dalam pengembangan Ekonomi Kreatif.

Pasal 52

(1) Setiap media cetak, elektronik dan digital wajib mempromosikan produk Ekonomi Kreatif dalam liputan dan program siarannya secara berkala dan konsisten.

(2) Kewajiban promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal sebesar 5% dari keseluruhan program.

Pasal 53

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi pembentukan dan peningkatan kualitas organisasi atau asosiasi yang dapat mempercepat perkembangan Ekonomi Kreatif.

(13)

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mempromosikan dan memfasilitasi produk Ekonomi Kreatif kepada masyarakat dan industri, dengan ketentuan:

a. Penyelenggara kegiatan, pameran, pagelaran dan/atau pertunjukan wajib menampilkan produk Ekonomi Kreatif nasional.

b. Tempat-tempat hiburan, usaha jasa makanan dan minuman serta hotel bintang yang ada di Daerah wajib mementaskan atau mempromosikan produk Ekonomi Kreatif nasional dengan frekuensi yang memadai dan memberikan kontribusi yang layak kepada pelaku Ekonomi Kreatif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban penyelenggara dan promosi atas produk Ekonomi Kreatif pada pagelaran, festival, pameran, tempat-tempat hiburan, usaha jasa makanan dan minuman serta hotel bintang, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan Peraturan Daerah.

Pasal 55

(1) Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan kemudahan untuk perijinan bagi upaya promosi aspek aspek Ekonomi Kreatif.

(2) Perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain perijinan penyelenggaraan kegiatan, pameran, pagelaran dan/atau pertunjukan.

Pasal 56

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan promosi produk Ekonomi Kreatif untuk mendorong peluang investasi asing dalam upaya pengembangan Ekonomi Kreatif.

Pasal 57

Asosiasi profesi atau organisasi pelaku Ekonomi Kreatif wajib mempromosikan produk Ekonomi Kreatif Indonesia secara aktif dan berkesinambungan.

BAB VII

PEMBIAYAAN, INVESTASI DAN EKSPOR EKONOMI KREATIF

Bagian Kesatu Pembiayaan

Paragraf 1 Sumber Pembiayaan

Pasal 58

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan pelaku Ekonomi Kreatif.

(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk pelaku

(14)

Ekonomi Kreatif.

(3) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada pelaku Ekonomi Kreatif dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

(4) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada pelaku Ekonomi Kreatif dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. (5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan

perizinan, keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.

Pasal 59

Pemberian penjaminan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 58 ayat (2), (3), (4) dan (5) dapat berupa obyek Ekonomi Kreatif sebagai kekayaan intelektual.

Pasal 60

Karya pelaku Ekonomi Kreatif merupakan kekayaan penciptanya dan dapat dijadikan jaminan fidusia sesuai dengan hak cipta.

Pasal 61

Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Ekonomi Kreatif, Pemerintah melakukan upaya: a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank; b. pengembangan lembaga modal ventura;

c. pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;

d. peningkatan kerjasama antara pelaku Ekonomi Kreatif melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan

e. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 62

(1) Untuk meningkatkan akses pelaku Ekonomi Kreatif terhadap sumber pembiayaan, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib:

a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank; b. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit; dan c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh

pembiayaan.

(2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses pelaku Ekonomi Kreatif terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara:

a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan produk Ekonomi Kreatif; b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman; dan

(15)

c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial wirausaha.

Paragraf 2

Pembiayaan bagi Pelaku Ekonomi Kreatif Pemula

Pasal 63

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan pembiayaan bagi pelaku Ekonomi Kreatif Pemula. (2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

a. memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya; dan b. mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.

Bagian Kedua Investasi dan Ekspor

Pasal 64

Pemerintah melalui kementerian/lembaga pemerintah terkait dan lembaga yang bertanggungjawab pada Ekonomi Kreatif menetapkan kebijakan dasar penanaman modal bidang Ekonomi Kreatif untuk:

a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan

b. mempercepat peningkatan penanaman modal

Pasal 65

Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah agar lebih mengoptimalkan iklim investasi untuk Ekonomi Kreatif dan memudahkan akses investasi bagi pemodal lokal atau asing.

Pasal 66

Investasi bagi industri Ekonomi Kreatif dapat juga dilakukan dengan bersinergi dan/atau bekerja sama dengan industri lainnya.

Pasal 67

Investasi industri Ekonomi Kreatif dapat dilakukan di dalam negeri atau di luar negeri/ekspor atas produk/jasa Ekonomi Kreatif.

Pasal 68

Untuk mengembangkan Ekonomi Kreatif yang dapat bersaing di tingkat internasional, pemerintah wajib mendampingi upaya persiapan barang/jasa Ekonomi Kreatif sebelum di ekspor.

(16)

Pasal 69

Untuk mendukung persiapan barang/jasa Ekonomi Kreatif yang dapat bersaing sebagaimana diatur pada Pasal 68,, Pemerintah wajib:

a. menetapkan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan pedoman, norma, standar, prosedur dan kriteria;

b. memberi bimbingan teknis; dan

c. melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan ekspor khususnya di bidang Ekonomi Kreatif dengan badan dunia, organisasi promosi perdagangan Internasional, antar negara, dan/atau dengan lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah, serta pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya.

Pasal 70

Pelaksanaan investasi dan ekspor atas barang/jasa Ekonomi Kreatif dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII KELEMBAGAAN

Pasal 71

Urusan pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif berada di bawah kementerian yang memegang kewenangan urusan pemerintah semua penyelenggaraan Ekonomi Kreatif.

Pasal 72

Kementerian sebagaimana dimaksud pada Pasal 80, memiliki kewenangan menetapkan kebijakan dalam pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia, termasuk melakukan koordinasi antar urusan pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif.

Pasal 73

Untuk urusan pemerintahan antar lintas kementerian yang masih terkait dengan urusan penyelenggaraan pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif, akan dilakukan koordinasi dengan koordinator kementerian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 74

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif, kementerian yang memegang

kewenangan ini, dapat mengalihkan kewenangan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(17)

PRODUK EKONOMI KREATIF SEBAGAI KEKAYAAN INTELEKTUAL

Bagian Kesatu

Ruang Lingkup Kekayaan Intelektual

Pasal 75

Produk Ekonomi Kreatif merupakan kekayaan intelektual dilindungi sebagai objek pelindungan kekayaan intelektual yang diatur dalam peraturan perundang-undangan kekayaan intelektual yang berlaku dalam sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual.

Pasal 76

(1) Pelindungan kekayaan intelektual atas produk Ekonomi Kreatif dikelompokan menjadi dua jenis pelindungan:

a. Hak Cipta dan Hak Terkait;

b. Hak Kekayaan Industri yang mencakup; Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang, Indikasi Geografis, dan Varitas Tanaman.

(2) Pelindungan Hak Cipta dan hak terkait bersifat otomatis sejak suatu karya cipta diwujudkan dalam bentuk nyata atau di publikasikan, sehingga pencatatan Hak Cipta dan Hak Terkait bukan merupakan syarat untuk mendapatkan pelindungan.

(3) Untuk objek pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait dapat diajukan pencatatan atas hak yang telah timbul secara otomatis.

(4) Pelindungan terhadap objek kekayaan intelektual berupa Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Indikasi Geografis dan Varitas Tanaman mensyaratkan pendaftaran untuk mendapatkan pelindungan hukum.

Pasal 77

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pencatatan atas Hak Cipta dan Hak Terkait dan pendaftaran Hak Kekayaan Industri, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Fasilitasi Pencatatan dan Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) diberikan kepada Pelaku Ekonomi Kreatif.

(3) Pengaturan mengenai fasilitasi Pencatatan dan Pendaftaran Kekayaan Intelektual produk ekonomi kreatif diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 78

Fasilitasi Pencatatan atau Pendaftaran kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. keadilan, dengan pertimbangan seseorang atau beberapa orang atau korporasi yang menghasilkan produk ekonomi kreatif sebagai suatu kekayaan intelektual, yang dihasilkan dari kemampuan intelektualnya harus memperoleh royalti atau imbalan yang wajar atas pemanfaatan kekayaan intelektualnya;

(18)

b. keekonomian, dengan pertimbangan produk Ekonomi Kreatif sebagai kekayaan intelektual memiliki manfaat dan nilai ekonomi yang berhak mendapatkan royalti yang adil dan seimbang atas

pemanfaatannya oleh pengguna produk Ekonomi Kreatif;

c. kebudayaan, produk Ekonomi Kreatif harus mencermin budaya bangsa sebagai ciri khas atas karya intelektual dari Indonesia;

d. sosial, dengan pertimbangan terdapat masyarakat yang menghasilkan produk Ekonomi Kreatif dan memenuhi persyaratan untuk diberikan fasilitasi pencatatan atau pendaftaran suatu Kekayaan Intelektual disebabkan tidak memiliki kemampuan finansial untuk melakukan pencatatan atau pendaftaran secara mandiri; dan

e. selektif, dengan pertimbangan hanya masyarakat atau kelompok masyarakat yang tidak memiliki

kemampuan finansial untuk melakukan pencatatan atau pendaftaran Kekayaan Intelektual terkait secara mandiri yang dapat difasilitasi oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah daerah.

Bagian Kedua Perjanjian Lisensi

Pasal 79

(1) Pelaku Ekonomi Kreatif sebagai pemilik atau pemegang hak atas produk Ekonomi Kreatif dapat memberikan izin atau Lisensi pemanfaatan produk Ekonomi Kreatif secara komersial kepada pihak lain untuk melaksanakan pemanfaatan tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang diperjanjikan secara tertulis.

(2) Pelaku Ekonomi Kreatif memberikan lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) berlaku selama jangka waktu tertentu dan tidak melebihi masa berlaku jangka waktu pelindungan kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai kewajiban penerima Lisensi untuk memberikan Royalti kepada Pelaku Ekonomi Kreatif selama jangka waktu berlakunya Lisensi.

(5) Penentuan besaran Royalti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pemberian Royalti dilakukan berdasarkan perjanjian Lisensi antara Pelaku Ekonomi Kreatif dan penerima Lisensi.

(6) Besaran Royalti dalam perjanjian Lisensi harus ditetapkan berdasarkan kelaziman praktik yang berlaku dan memenuhi unsur keadilan dan keseimbangan.

Pasal 80

(1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang mengakibatkan kerugian perekonomian Indonesia. (2) Isi perjanjian Lisensi dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Perjanjian Lisensi dilarang menjadi sarana untuk menghilangkan atau mengambil alih seluruh hak Pelaku Ekonomi Kreatif atas produk Ekonomi Kreatif yang dihasilkan.

(19)

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 81

(1) Penyelesaian sengketa Produk Ekonomi Kreatif dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan.

(2) Pelaku Ekonomi Kreatif yang mengalami kerugian atas pemanfaatan produk Ekonomi Kreatif berhak memperoleh Ganti Rugi.

(3) Pembayaran Ganti Rugi kepada Pelaku Ekonomi Kreatif dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 82

(1) Gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 Ayat (2) dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari pemanfaatan produk Ekonomi Kreatif yang merupakan hasil pelanggaran.

(2) Selain gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Ekonomi Kreatif dapat memohon putusan provisi atau putusan sela kepada Pengadilan untuk:

a. meminta penyitaan atas pemanfaatan produk Ekonomi Kreatif hasil; dan/atau

b. menghentikan kegiatan pemanfaatan produk Ekonomi Kreatif yang merupakan hasil pelanggaran.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 83

Sebelum terbentuknya kementerian sebagai lembaga yang akan menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif, maka Badan Ekonomi Kreatif yang telah terbentuk melaksanakan tugas tersebut.

Pasal 84

Kementerian sebagaimana dimaksud pada Pasal 80 paling lambat terbentuk 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(20)

RANCANGAN PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR …... TAHUN ....….

TENTANG EKONOMI KREATIF

I. PENJELASAN UMUM

Negara hukum Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan akan menuju masyarakat adil dan makmur serta melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Mencapai masyarakat adil dan makmur dan mampu memajukan kesejahteraan umum harus diraih dengan berbagai strategi. Pemerintah Indonesia saat ini melihat bahwa Ekonomi Kreatif adalah sebuah soft power yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia. Soft power yang berbeda dan unik, yang menjadikan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu penggerak untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera.

Ekonomi Kreatif yang mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ekonomi bangsa Indonesia agar mampu menciptakan masyarakat adil dan makmur serta Indonesia sejahtera, harus didukung dengan ketersediaan sumber daya manusia dan kemampuan kreatif bangsa Indonesia.

Ekonomi sebagai soft power akan mampu menunjukkan kekuatan yang lebih besar apabila didukung oleh para pelaku Ekonomi Kreatif dan juga pelaku Industri Ekonomi Kreatif yang berkualitas. Hal lain yang mendung Ekonomi Kreatif Indonesia dapat maju dan berkembang adalah karena Indonesia memiliki warisan budaya yang unik dan beragam sehingga memperkuat kualitas produk Ekonomi Kreatif yang dihasilkan. Kekuatan yang terkumpul ini harus dilakukan dengan berkelanjutan akan menciptakan dapat bersaing tingkat global.

Produk barang/jasa Ekonomi Kreatif yang dapat bersaing di tingkat global harus dipersiapkan dengan matang. Kualitas barang/jasa Ekonomi Kreatif Indonesia berdaya saing hanya dapat diperoleh melalui kreatifitas dan inovasi.

Selain itu, untuk mendukung terciptanya kualitas produk barang/jasa Ekonomi Kreatif yang baik maka perlu ada peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan dan pengaturan secara komprehensif dan bersifat futuristik di bidang Ekonomi Kreatif dalam beberapa tahap yaitu tahap kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi. Pengaturan yang komprehensif juga harus meliputi pengaturan mengenai kewajiban pemerintah dan pemangku kepentingan untuk memperluas pasar produk kreatif Indonesia baik di pasar ekspor maupun pasar domestik termasuk penyediaan infrastruktur yang berkualitas internasional untuk menciptakan iklim yang kondusif.

II. PASAL PER PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

(21)

Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6

Pembagian ekonomi Kreatif dikelompokkan atas golongan ini menjadi 4 kelompok yang dijadikan dasar pembagian. Pembagian tersebut didasarkan pada pemikiran kemudahan pada aspek bisnis, finansial dan keberpihakan pada nilai-nilai seni dan budaya bangsa Indonesia berdasarkan hak dan kepentingan dilindungi hukum.

a. Ekonomi Kreatif berbasis Seni.

Seni Rupa: Seni lukis, seni patung, dan keramik.

- Seni Pertunjukan: Panggung Teater, Tari, Opera, Sirkus, Wayang, dll.

- Seni Musik dan lagu (rekaman) Musik.

- seni fotografi.

b. Ekonomi Kreatif Berbasis Warisan Budaya.

- Ekspresi Budaya Tradisional: Seni Kriya, festival dan perayaan.

- Situs Budaya: Situs Arkeologi, Museum, Galeri Seni, Perpustakaan, Tempat Bersejarah, dll. c. Ekonomi Kreatif berbasis Media.

- Media cetak dan berita: Buku, cetakan dan publikasi lainnya.

- Audiovisual: Film, Televisi, radio, dan medium siar (broadcasting) lainnya. d. Ekonomi Kreatif berbasis Kreasi Fungsional.

- Desain: Interior, Grafik, Fashion, Perhiasan, Desain Produk, mainan.

- New Media: Software, Video Games, Animasi, Konten Kreatif Digital.

- Jasa Kreatif: Arsitektur, Advertising, Cultural & Recreational, Creative Research & Development, dll.

- Kuliner, Produk Kreatif Pertanian, Produk Kreatif Kelautan.

Pasal 7

(22)

Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

(23)

Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

(24)

Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1)

Penyediaan akses internet oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah digunakan dengan itikad baik sebagai infrastruktur terpenting dan salah satu kunci sukses dalam pengembangan Ekonomi Kreatif

(25)

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas.

(26)

Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas.

(27)

Pasal 46 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49

Yang dimaksud dengan kreasi Indonesia adalah menunjukkan ciri, karakter yang khas dan asli dari kualitas barang yang terkait dengan faktor kebangsaan Indonesia).

Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 52 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas.

(28)

Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas.

(29)

Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 63 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70

(30)

Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 77 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

(31)

Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 80 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 81 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 82 Ayat (1)

(32)

Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

pimpinan tinggi pratama pada unit kerja yang membidangi Pariwisata dan/atau Ekonomi Kreatif di lingkungan Instansi Daerah menyampaikan usulan kebutuhan beserta

(1) Unit Praktik Kerja Nyata dan Pengembangan Karir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf d merupakan unit pelaksana teknis di bidang praktik kerja nyata

Setiap perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budi daya tanaman perkebunan dengan luasan skala tertentu dan/atau usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas

(5) persyaratan sistem manajemen termasuk hasil penilaian, tidak termasuk Usaha Pariwisata hotel, apartemen hotel dan restoran. d) persyaratan dokumen dan informasi

Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah bahwa pembangunan kepemudaan menjamin pemuda untuk bersama Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pelaksanaan implementasi manajemen mutu terpadu terhadap penyelenggaraan pendidikan di SMA N 3 Dompu NTB sudah begitu baik di lihat dari

Bab ini membahas apa saja kesimpulan yang didapat dari penulisan analisis dan perancangan system basis data ini serta saran-saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak

Pada penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan ialah kuesioner yang nantinya diisi oleh dewan direksi yang masih aktif bekerja pada bank – bank