• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI SITU CINYASAG DAN PERANANNYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT SEKITAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSISTENSI SITU CINYASAG DAN PERANANNYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT SEKITAR"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI SITU CINYASAG DAN PERANANNYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT SEKITAR

Agus Gunawan

Program Studi Pendidikan Sejarah-FKIP-UNIGAL artefak@unigal.ac.id

ABSTRAK

Eksistensi Situ Cinyasag Dan Peranannya Terhadap Kehidupan Masyarakat Sekitar. Penelitian ini membahas keberadaan Situ Cinyasag terutama bagi masyarakat di sekitarnya, Situ tersebut memiliki arti yang sangat penting. Selain memliki nilai sejarah Situ Cinyasag juga memiliki nilai sosial budaya, karena merupakan sumber mata air dan berfungsi menjaga keseimbangan alam. Secara tidak langsung pada umumnya Situ berperan sebagai penghasil oksigen melalui proses fotosintesaoleh berbagai fitoplankton yang hidup di dalamnya. Metode yang digunakan adalah: pemilihan topik; pengumpulan sumber data; verifikasi (kritik sejarah baik bersifat intern maupun ekstern); interpretasi; penulisan sejarah atau historiografi. Hasil penelitian ini bahwa ajaran dan pepatah luhur dari para pendahulu masyarakat Cinyasag dihormati dan dijunjung tinggi sampai generasi sekarang seperti hal-hal yang dianggap tabu, pantangan-pantangan maupun anjuran-anjuran masih tetap dilaksanakan dan dipatuhi oleh sebagian besar masyarakat. Meskipun ada pula anggapan sebagian orang bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang bersifat takhayul (tidak mungkin dan mengabaikannya). Berbagai aktifitas masyarakat tidak dapat dipisahkan dari peranan Situ Cinyasag seperti dalam kehidupan keagamaan, sosial dan ekonomi. Upaya pelestarian Situ dilakukan masyarakat dengan membuat terasering yang tujuanya mencegah terjadinya erosi. Pemerintah setempat juga menerapkan larangan melakukan penebangan pohon khususnya di area sekitar Situ, apabila terjadi pelanggaran dikenakan denda. Semua itu dilaksanakan supaya kelestarian Situ tetap terjaga.

Kata Kunci: Situ Cinyasag, Karakteristik dan Budaya, Kehidupan Masyarakat Sekitar

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan seiring dengan perkembangan zaman telah mengalami pemutakhiran yang melibatkan pe-nelitian yang bersifat ilmiah. Demikian halnya langkah-langkah penelusuran sebuah objek yang memiliki peranan penting dalam suatu lingkungan masyarakat lebih baik dikaji melalui berbagai sumber referensi masa lalu yang dapat digunakan sebagai pedoman. Refe-rensi tersebut dapat berupa naskah kuno, benda-benda peninggalan, situs-situs, dan ber-bagai sastra lisan, serta buku-buku lain yang berkaitan terbitan pada masa kini. Suatu

pe-ninggalan sejarah merupakan khazanah bu-daya yang memiliki arti penting serta ber-fungsi sebagai sumber-sumber data atau bukti sebagai objek pengetahuan, cermin sejarah dan budaya bangsa, sebagai media pendidi-kan, pembinaan maupun pengembangan nilai-nilai budaya bangsa sepanjang masa dan se-bagai media pemupukan kepribadian bangsa sekaligus sebagai alat ketahanan nasional. Da-lam cerita sejarah tidak dapat dilepaskan dari tiga unsur penting, yaitu manusia, ruang dan waktu.

Manusia merupakan unsur sentral atau sebagai pemegang peranan utama, karena itu

(2)

manusia sangat menentukan dalam suatu pe-ristiwa. Sejarah merupakan bagian dari seja-rahnya manusia, maka peristiwa yang di kaji pun adalah peristiwa yang berkaitan dengan manusia. Suatu peristiwa ada yang sung cepat (revolusi) ada juga yang berlang-sung lama (evolusi) atau juga dapat bersifat kompleks dan bersifat sederhana tergantung pada kondisi manusia dan lingkungan yang ada.

Ruang Merupakan tempat terjadinya suatu peristiwa secara langsung berkaitan de-ngan aspek geografis. Dan waktu merupakan unsur penting dalam sejarah karena merupa-kan studi tentang aktivitas manusia dilihat dari kurun waktunya sehingga waktu menjadi un-sur dan konsep dalam sejarah. Dari unun-sur waktu inilah dalam sejarah sifat kronologis menjadi sangat penting. Unsur waktu dan sifat kronologis dalam kajian sejarah dikenal de-ngan konsep periodisasi.

Bukti-bukti peninggalan sejarah para ahli atau oleh sebagian khususnya di Desa Cinyasag Kecamatan Panawangaan Kabu-paten Ciamis ini masih banyak yang belum di-ketahui oleh para ahli atau oleh sebagian war-ganya sendiri. Suatu hal yang esensial apabila suatu saat peninggalan sejarah tersebut di ekskavasi dan golongan lain merekonstruk-sikannya sendiri sehingga kurang bersandar pada fakta, akibatnya bukan saja kurang ber-nilai tetapi juga kurang bermakna terhadap hal yang sebenarnya atau dengan kata lain tidak otentik.

Fenomena itu sering kali terjadi khusus-nya pada bangsa Indonesia, sehingga perlu dijaga kelestariannya sebagai bentuk pening-galan kebudayaan sejarah yang ada, seperti yang dikemukakan oleh E.B Taylor “kebuda-yaan adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan ke-mampuan yang lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masya-rakat”.

Selain faktor penyebab di atas, sering kali adanya penafsiran terhadap apa yang di-sebut sejarah. Sejarah merupakan rekonstruksi

masa lalu dan salah satu yang termasuk sejarah sebagai riwayat adalah Situ Cinyasag.

Situ Cinyasag berhubungan dengan ber-dirinya Desa Cinyasag yang berada di Kec. Panawangan Kabupaten Ciamis. Berdasarkan buku Riwayat Desa Cinyasag Dan Masyara-katnya Dari Masa Ke Masa, ditambah hasil wawancara dengan Bapak Enah selaku juru kunci menyatakan bahwa Situ tersebut adalah Situ buatan yang di bendung oleh seorang tokoh bernama Buyut Bugel dibantu oleh ke-dua anaknya yakni Partalaksana dan Wangsa-parana tahun 1617. Air Situ Cinyasag tidak pernah surut meskipun pada musim panas (kemarau) karena mata airnya terus mengalir sehingga masyarakat Cinyasag tidak pernah mengalami kekeringan. Setiap makhluk hidup tentunya tidak dapat terlepas dari air yang di-jadikan sebagai sumber utama dalam kehidu-pan sehari-hari.

METODE PENELITIAN

Suatu penelitian merupakan upaya un-tuk menambah dan memperluas pengetahuan serta memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau bahkan menyangkal teori-teori yang ada. Dalam kamus umum bahasa Indonesia kata penelitian diartikan sebagai suatu pemeriksaan yang diteliti. Kata penelitian atau penyelidi-kan digunapenyelidi-kan sebagai padanan kata research dalam bahasa Inggris. Kata research berasal dari bahasa latin reserare yang berarti me-ngungkap atau membuka (Goldstein, 1963, di dalam buku metode penelitian sosial, oleh DR. Irawan Soehartono 1995). Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai riset, jadi research atau riset adalah sebagai mengungkapkan atau membuka pengetahuan karena dengan penge-tahuan baik yang telah ada maupun yang be-lum ditemukan dianggap sudah ada atau ter-sembunyi di alam yang hanya memerlukan pengungkapanya. Riset atau penelitian meru-pakan kegiatan yang sistematik yang dimak-sudkan untuk menambah pengetahuan baru atas pengetahuan yang sudah ada dengan cara yang dapat dikomunikasikan dan dapat dinilai kembali (Macdonald,1960) didalam buku me-tode penelitian sosial, oleh DR. Irawan

(3)

Soehartono 1995). Suatu penelitian merekons-truksi apa yang terjadi pada masa lalu seleng-kap dan seakurat mungkin, dan biasanya jelaskan mengapa hal itu terjadi. Dalam men-cari data dilakukan secara sistematis agar mampu menggambarkan, menjelaskan, dan memahami kegiatan atau peristiwa yang ter-jadi beberapa waktu lalu. ter-jadi penelitian meru-pakan upaya untuk menambah dan memper-luas pengetahuan, selain untuk mempermemper-luas pengetahuan yang baru sama sekali yaitu yang sebelumnya belum ada atau belum dikenal juga termasuk pengumpulan keterangan baru yang bersifat memperkuat teori-teori yang sudah ada atau bahkan juga menyangkal teori-teori yang sudah ada. Agar hasil penelitian yang diketemukan dapat menjadi pengetahuan yang teruji, maka setiap penelitian harus dapat diulangi kembali agar dapat ditentukan kebe-naranya. Maka tersirat pengertian bahwa ke-giatan yang dilakukan dalam suatu penelitian mengikuti prosedur yang baku yang juga dapat dilakukan oleh orang lain yang ingin mengulangi penelitian dimaksud untuk me-ngetahui keajegan atau kebenaran ilmu yang didapat. (Irawan Soehartono 1995: 1)

Dengan demikian jelaslah bahwa pene-litian bukanlah merupakan kegiatan yang ber-sifat pribadi yaitu kegiatan yang hanya untuk seseorang secara terbatas melainkan merupa-kan kegiatan yang bersifat publik yaitu untuk kepentingan dunia ilmu pengetahuan secara luas. Jadi hasil-hasil penelitian perlu dan ha-rus dikomunikasikan kepada orang lain.

Metode mempunyai peranan yang pen-ting dalam sebuah penelitian ilmiah, karena berhasil atau tidaknya tujuan yang hendak di-capai dalam suatu penelitian tergantung pada penggunaan metode yang tepat. Metode pene-litian adalah suatu cara yang digunakan seba-gai pedoman dalam melakukan penelitian sua-tu peristiwa dan permasalahannya. Metode tersebut terdiri dari serangkaian langkah atau prosedur yang harus ditempuh oleh si speneliti dalam melakukan penelitiannya agar dapat berlangsung secara obyektif. Dengan kata lain, metode penelitian adalah instrumen uh-tuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history

as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as writtsen). Dalam ruang ling-kup Ilmu Sejarah, metode penelitian itu di-sebut metode sejarah. Metode sejarah diguna-kan sebagai metode penelitian, pada prinsip-nya bertujuan untuk menjawab enam perta-nyaan (5 W dan 1 H) yang merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (mengapa), dan how (bagaimana).

Metode yang dipandang sesuai dengan pokok permasalahan penelitian ini serta sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai adalah metode sejarah historis. Secara umum pene-litian historis merupakan penelaahan terhadap sumber-sumber lain yang berisi informasi me-ngenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis atau dapat dengan kata lain yaitu penelitian yang mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu penelitian dilakukan. Metode Penelitian historis mem-buat rekontruksi secara sistematis dan objek-tif, dengan cara mengumpulkan, mengeva-luasi, mengverifikasikan serta mensintesiskan bukti-bukti, mendukung fakta-fakta guna memperoleh kesimpulan yang kuat. Di mana terdapat hubungan yang benar-benar utuh antara manusia, peristiwa, waktu, dan tempat secara kronologis.

KAJIAN PUSTAKA Pengertian Situ

Perairan Situ merupakan salah satu eko-sistem perairan tergenang yang berair tawar dan umumnya relatif kecil. Istilah Situ biasa-nya digunakan oleh masyarakat Jawa Barat untuk sebutan Danau kecil, di beberapa daerah Situ disebut juga Embung. Ukuran Situ yang relatif kecil menyebabkan keberadaan-nya terancam oleh tinggikeberadaan-nya laju sedimentasi. Aktivitas masyarakat di daerah aliran sungai sangat berpengaruh pada proses pendangkalan Situ. Perairan Situ berfungsi untuk menam-pung air, menjaga keseimbangan alam, dan menopang kehidupan masyarakat. Situ adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, di mana sumber airnya berasal dari mata air,

(4)

air hujan, ataupun lintasan air permukaan. Situ alami dan Situ buatan memiliki perbedaan utama yang terletak pada proses pemben-tukannya. Situ alami merupakan Situ yang terbentuk karena proses alami sedangkan Situ buatan adalah Situ yang terbentuk karena aktifitas manusia. Situ memiliki peranan pen-ting dalam kehidupan manusia, karena meru-pakan cekungan yang dapat menampung air tanah dan limpasan air permukaan, dengan demikian keberadaan Situ dapat mencegah terjadinya bencana banjir pada musim hujan dan mencegah terjadinya kekeringan pada musim kemarau. Di sekitar Situ biasanya di-jadikan lahan pertanian karena tanahnya su-bur, kesuburan ini disebabkan oleh adanya proses penambahan unsur hara dari hasil dimentasi. Secara tidak langsung berperan se-bagai penghasil oksigen melalui proses foto-sintesa oleh berbagai macam fitoplankton yang hidup di dalamnya. Karena pentingnya perairan Situ bagi kehidupan, maka dibutuh-kan suatu pengelolaan yang bersifat terpadu dalam menjaga kelestariannya sebagai bentuk peninggalan sejarah. (http://id danau.blogspot. com).

Tradisi lisan

Peninggalan-peninggalan bersejarah ya-ng dipakai sebagai bahan untuk menyelidiki dan mempelajari sejarah disusun sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti. Tanpa adanya sumber-sumber, tidak mungkin sejarah dapat bersifat objektif dan dapat dimengerti makna maupun artinya. Manusia menggunakan sum-ber-sumber untuk mempelajari dan mencari kebenaran tentang peristiwa atau kejadian yang telah berlangsung. Kebenaran akan dapat diraih apabila sumber-sumber yang dijadikan bahan suatu penelitian itu sesuai dengan kea-daan yang sebenarnya. (bersifat objektif).

Dalam memahami masa lalu masya-rakat melihat alam sebagai suatu bagian ter-penting dalam menentukan perubahan diri dan lingkungannya. Alam merupakan realitas ke-hidupan dan dirinya merupakan bagian dari alam. Manusia pada masa lalu masih memiliki sikap sangat menghormati alam. Penjelasan

terhadap asal-usul suatu tempat itu lebih ba-nyak berupa tradisi lisan. Tradisi lisan meru-pakan cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam merekam dan mewariskan masa lalu dari masyarakatnya. Perekaman dan dan pe-warisan masa lalu menjadi kebudayaan yang dimiliki oleh pendukung tradisi tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi ciri tradisi lisan yakni pertama berupa pernyataan-pernyataan lisan yang diucapkan, dan yang kedua tradisi lisan berasal dari generasi sebelumnya. (Agus Mulyana, dkk. 2009:12).

Kebudayaan

Manusia tidak dapat hidup tanpa ban-tuan manusia lainnya sehingga manusia dapat digolongkan sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki dorongan untuk berhubungan atau berinteraksi. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Dari adanya interaksi tersebut maka di sinilah awal dari munculnya suatu kebu-dayaan.

Budaya adalah bentuk jamak dari kata Budi dan Daya yang berarti cinta, kersa, dan rasa. Dilihat dari sudut bahasa Indonesia ke-budayaan berasal dari bahasa Sansekerta “Budhayah” yang berarti Budi atau Akal. Jadi kebudayaan secara keseluruhan adalah hasil usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Banyak para ahli yang mengartikan makna Kebudayaan, seperti yang dikatakan oleh E. B. Taylor seorang antropologi Inggris yang mendefinisikan kebudayaan atau culture sebagai: “That complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom, and any ather capabilities and habits acquired by man as member of society”. Artinya kebudayaan itu memiliki sifat kom-pleks, banyak seluk beluknya dan merupakan totalitas, keseluruhan pengetahuan, kepercaya-an, kesenikepercaya-an, moral, hukum, custom, kapa-bilitas, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diperoleh manusia dalam masyarakat. Pen-cipta kebudayaan adalah manusia, fokus kebu-dayaan adalah masyarakat. (Elly M. Setiadi, dkk. 2007: 27)

(5)

Di dalam masing-masing kesatuan ke-masyarakatan yang membentuk bangsa, baik berskala kecil maupun besar terjadi proses-proses pembentukan dan perkembangan buda-ya buda-yang berfungsi sebagai penanda jati diri bangsa tersebut. Suatu gambaran sejarah ke-budayaan yang menyeluruh akan memberikan paparan mengenai perkembangan budaya yang lebih jelas. Adapun berbagai aspek dari sejarah kebudayaan yang dapat ditonjolkan misalnya aspek perkembangan internal di dalam suatu masyarakat. Teori-teori menge-nai inovasi dan evolusi terkait dengan per-kembangan internal itu. Dapat pula dengan menonjolkan aspek lain misalnya hubungan pengaruh yang terjadi dengan pihak-pihak di-luar masyarakat yang diteliti. Penyusunan suatu sejarah kebudayaan sangat bergantung pada data budaya dari masa lalu, maka atas data tersebut dapat dilakukan interpretasi. Da-ta masa lalu itu dapat berupa benda seperti kapak, alat makan atau yang lainya, selain itu ada pula yang berupa teks. Sedangkan yang berupa non benda seperti bekas parit, bekas lubang tiang, Situ dan sebagainya. Bentuk-bentuk peninggalan tersebut memberikan data mengenai lingkungan atau keadaan alam ter-tentu yang mempunyai pengaruh terhadap kebudayaan yang berasosiasi dengannya.

Menurut Harsya W. Backhtiar 1987; 3 dalam buku yang berjudul Sistem Sosial Bu-daya Indonesia yang diterbitkan tahun 2006 oleh Jacobus Ranjabar, S.H., M.Si. menyata-kan fenomena budaya saling berkaitan dipan-dang sebagai bagian dari sistem yang lebih besar di kepulauan Indonesia. Masing-masing sistem budaya mengatur seluruh aspek kehi-dupan orang-orang yang dianggap lebih pen-ting dan menganggap dirinya sebagai pemilik sistem itu.

Ritual Sebagai Bagian Dari Tradisi

Ritual merupakan teknik (cara, meto-de), dan pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala yang memiliki ciri-ciri mistis dalam suatu adat kebiasaan. Ritual mencip-takan dan memelihara mitos, adat sosial dan agama. Bentuk dari ritual ada yang bersifat

individu ada pula secara berkelompok. Dilihat dari wujudnya ritual dapat berupa upacara-upacara tertentu. Upacara merupakan rang-kaian tindakan dan perbuatan yang terikat pada aturan-aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama maupun kepercayaan. Tujuan upacara dilaksanakan:

a) Sebagai bentuk usaha untuk mencari uh-bungan dengan tuhan, dewa, atau makhluk halus lainnya yang diyakini mendiami alam ghaib.

b) Sebagai upaya menghindarkan diri dari ke-marahan para dewa yang sering kali diwu-judkan dengan berbagai malapetaka dan bencana.

c) Sebagai alat legitimasi tentang asal usul masyarakat yang terkait dengan legenda. d) Sebagai alat pemersatu wilayah sekaligus

memperkokoh legitimasi kekuasaan peme-rintah pusat terhadap wilayah jajahannya.

Jenis-jenis upacara yang dikenal de-ngan kehidupan masyarakat Indonesia adalah upacara penguburan, upacara perkawinan, upacara pengukuhan kepala suku, upacara sebelum berperang, upacara pada hari-hari ke-agamaan, serta upacara dalam upaya meme-lihara tradisi-tradisi tertentu. Selain upacara, wujud dari pelaksanaan ritual dilaksanakan pula dalam bentuk do’a-do’a, tarian, drama, maupun kata-kata seperti penyebutan kata “amin”, dan lain sebagainya.

Hal paling utama dalam proses ritual terletak pada pelaksanaannya sehingga orang-orang cenderung memfokuskan pada teknik ritual tersebut. Teknik pelaksanaan ritual pada umumnya rumit dan panjang sehingga hanya orang tertentu yang dipercaya dan dijadikan pemimpin dalam pelaksanaan ritual. Pada masyarakat tradisional tata cara ritual dilak-sanakan dengan pemberian persembahan atau sesaji, mulai dari bentuk sederhana seperti persembahan buah-buahan dan umumnya di-laksanakan di ladang atau di hutan. Dalam pe-laksanaannya ritual tidak dapat dipisahkan dari tradisi atau adat istiadat yang masih ada dalam masyarakat. (http://tradisi.blogspot.com /2009).

(6)

Tradisi dan budaya merupakan bebe-rapa hal yang menjadi sumber dari akhlak dan budi pekerti. Tradisi merupakan suatu gam-baran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang. Tradisi yang telah membudaya akan menjadi sumber dalam berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Manusia dalam berbuat akan melihat realitas yang ada di lingkungan sekitarnya sebagai upaya dari sebuah adaptasi walaupun sebenarnya orang tersebut telah mempunyai motivasi berperilaku yang sesuai dengan tradisi yang ada pada dirinya. Di sam-ping itu, manusia dalam berperilaku selalu mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain. Dalam proses ini, keluarga dan ling-kungan tempat tinggal merupakan hal yang terdekat. Oleh karena itu, gambaran kehi-dupan yang berlangsung lama secara turun-temurun dari nenek moyangnya yang telah menjadi tradisi diidentifikasikan sebagai peri-laku dirinya. Dalam jangkauan waktu tertentu, perilaku diri sendiri ini akan menjadi perilaku kelompok atau masyarakat

Sebuah tradisi dijadikan sebagai sim-bol dalam pengungkapan perasaan (ekspresif) masyarakat, sehingga untuk menjaga keles-tarian sebuah tradisi upaya yang harus di-lakukan yaitu dengan mewariskannya ter-hadap generasi berikutnya. Jadi intinya adat istiadat merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat secara turun temurun. Adat isti-adat dikatakan sebagai tradisi, karena dilaku-kan secara terus menerus dari generasi ke generasi, adat istiadat erat kaitannya dengan kepercayaan atau religi. Sebagai manusia yang beragama tentu mengetahui tata cara da-lam melakukan peribadatan. Kita sebagai ma-nusia dapat mengerti tata cara tersebut dari orang-orang yang lebih dulu mengetahuinya baik dari orang tua maupun didapat dari orang-orang sebelumnya.

Religi berasal dari bahasa latin yaitu “Religio” yang berarti mengikat kembali, maksudnya dengan Religi seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Dalam tata cara ber-agama ada dua macam cara, yaitu secara

tra-disional dan rasional. Tratra-disional, yaitu cara beragama yang berdasarkan tradisi. Cara ini mengikuti cara beragama nenek moyang, lelu-hur atau orang-orang dari angkatan sebelum-nya. Pada umumnya kepercayaan atau cara beragama seperti ini kuat dalam beragama-nya dan sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru, karena mereka sangat memegang teguh pendirian dan warisan dari nenek moyang mereka sehingga golongan ini bisa disebut golongan fanatik. Sedangkan rasional, yaitu cara beragama yang berdasarkan kemampuan penggunaan rasio, mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan serta ilmu dan penga-lamannya.

Mereka pada umumnya berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang yang tidak beragama se-kalipun, karena beragama secara rasional me-rupakan kepercayaan yang tumbuh dari dalam diri penganut itu sendiri setelah mempelajari dan mempertimbangkan apa yang menjadi ke-percayaannya tanpa ada bujukan atau paksaan dari siapapun dan golongan manapun. Menu-rut Penetapan Presiden (Penpres) No. 1/PNPS/ 1965 junto undang-undang No. 5/1969 ten-tang pencegahan penyalahgunaan dan penoda-an agama, dalam penjelaspenoda-annya bahwa aga-ma-agama yang dianut oleh sebagian besar warga/penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, katolik, Hindu, Budha, dan Kong-hucu. Meskipun demikian bukan berarti aga-ma-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama ter-sebut. Namun pada dasarnya setiap orang berhak menentukan agama dan kepercaya-annya mereka masing-masing.

Dalam masyarakat terdapat pula cerita-cerita mitos, Mitos merupakan salah satu pro-duk dari tradisi lisan yang berupa cerita tra-disional (prosa rakyat) yang diyakini benar terjadi pada masa lampau. Dalam bahasa Yu-nani mitos atau mite (myth) berarti alur pem-berian hubungan antara manusia, dewa, alam semesta, dan pengalamannya. Cerita mitos di

(7)

indonesia antara lain Dewi Sri, Nyi roro kidul, serta terdapat pula tokoh-tokoh lainnya. Mitos merupakan sebuah cerita pemberi pedoman dan arahan tertentu terhadap sekelompok orang. Karakteristik mitos terletak pada ke-jadian-kejadian dimana manusia menyadari dan menjelaskan esensi mutlak dari kebe-radaan sekaligus memberikan kesatuan makna bagi masa kini, masa lampau dan masa yang akan datang. Ceita tentang suatu hal yang berbentuk mitologi pada setiap daerah ter-kadang ada yang sama dan ada pula cerita itu hanya dimiliki oleh daerah tersebut. (Agus Mulyana, dkk. 2009: 18). Untuk keberadaan Situ Cinyasag terdapat persepsi masyarakat sekitar yang mengandung hal dianggap tabu, aturan-aturan, maupun anjuran. Di dalam se-tiap tradisi tersebut terkandung suatu makna tertentu, untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada bab pembahasan. Situ Cinyasag berhu-bungan dengan berdirinya Desa Cinyasag, sekarang letak Situ tersebut berada di Desa Girilaya yang telah dimekarkan (dipisahkan). Tepatnya di Dusun Cipeuteuy Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang Keberadaan Situ Cinyasag Desa Cinyasag pada awalnya bernama Muncang Pandak yang didirikan oleh Buyut Bugel dan Wargadijaya dibantu keturunan-ke-turunan mereka. Dalam pembangunannya me-reka bekerjasama membangun rumah, mem-buka hutan, berladang dan bersawah. Mun-cang Pandak merupakan daerah yang ter-masuk dalam kekuasaan Cirebon pada waktu itu dipegang oleh Pangeran Pasarean. Umbul Muncang pandak didirikan tahun 1567 yang dihitung sejak dimulainya membuka hutan.

Muncang Pandak dipimpin oleh se-orang Dalem bernama Mangkuratbumi yang berasal dari Kanoman Cirebon. Pada tahun 1570 Cirebon disatukan dengan Mataram se-hingga Mucang Pandak diwajibkan untuk melakukan seba (mengadakan pertemuan de-ngan pejabat-pejabat pemerintahan) di Mata-ram dan Cirebon (P.S. Sulendraningrat, 1984: 13). Sebab tersebut diadakan satu tahun sekali

karena perjalanannya sangat jauh dan sukar ditempuh, lamanya perjalanan antara Mun-cang Pandak dan Mataram memerlukan waktu satu bulan. Dalem Mangkuratbumi merintah selama 28 tahun 4 bulan. Beliau me-ninggal di Kanoman Cirebon dan digantikan oleh Aria Salingsingan. (H.S. Sutisnamiharja, 2002: 8)

Pada masa pimpinan Aria Salingsingan Muncang Pandak masih diwajibkan untuk mengadakan seba ke Mataram dan Cirebon. Dalam setiap seba Aria Salingsingan ditemani oleh Buyut Bugel. Raja Mataram yang ketiga yaitu Mas Rangsang bergelar Sultan Agung memerintah pada tahun 1613-1645. Pemerin-tahannya berpusat di Yogyakarta beliau ada-lah raja ke tiga, raja pertama adaada-lah Suta-wijaya kemudian diganti oleh mas Jolang ba-rulah Sultan Agung yang membawa Mataram pada puncak kejayaan. Masa kejayaanya men-capai selama 32 tahun. Wilayah kekuasaan Mataram meliputi hampir seluruh pulau Jawa, Sultan Agung sangat membenci VOC yang berkedudukan di Batavia (Jakarta sekarang) karena para kompeni mengincar pulau Jawa. Sehingga Mataram terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasa-pe-nguasa Daerah maupun dengan VOC.

Berdasarkan buku Riwayat Desa Cinyasag Dan Masyarakatnya Dari Masa Ke Masa, di-jelaskan bahwa pada saat Mataram bermaksud menghancurkan kompeni, segala persiapan te-rus dilaksanakan untuk memperkuat perta-hanan terutama angkatan perangnya. Meriam kesayangan Mataram yang bernama Meriam Sapujagat pada waktu itu tidak dapat diguna-kan karena mengalami kerusadiguna-kan. Semua panday besi telah dipanggil untuk memper-baikinya, tetapi tidak ada seorang pun yang berhasil. Mendengar berita bahwa di Muncang Pandak ada seorang panday besi yang memili-ki keahlian khusus bernama Sumeget, maka Sultan memanggil dan menyuruh memper-baikinya. Atas perintah Sultan, maka Sumeget berangkat bersama seorang pengiringnya ber-nama Indrapatra (Putra Buyut Bugel). Setelah sampai di Mataram, Sumeget langsung meng-hadap Sultan dan mulai memperbaiki Meriam

(8)

Sapujagat tersebut. Sumeget memperbaiki meriam itu namun tidak menggunakan per-kakas selayaknya tukang panday besi. Pada akhirnya meriam dapat digunakan kembali, Sultan merasa bangga terhadap Sumeget se-hingga diberi gelar Kasip yang berarti terakhir atau paling belakang. Hal ini disebabkan telah banyak yang memperbaiki meriam tersebut sebelum Sumeget. Kebanyakan orang-orang Cinyasag sekarang sering mengatakanya de-ngan sebutan” Panday Kasep”. Panday kasep wafat dan dimakamkan di sebuah bukit yang diberi nama Gunung Sumeget, letaknya sebe-lah selatan Tonjong Dusun Cigobang Kec. Panawangan.

Namun tidak lama kemudian Sumeget meninggal dunia, maka diperintahkanlah Aria Salingsingan (Dalem Muncang Pandak) beser-ta Bugel untuk menghadap Sulbeser-tan menerima air sebagai tanda terima kasih Sultan atas jasa Sumeget. Kemudian Buyut Bugel diperintah untuk mencari tempat air yang tepat untuk menyimpan air tersebut, danpada tahun 1617 Muncang Pandak diganti namanya menjadi Cinyasag. Menurut cerita dari mulut ke mulut Desa Muncang Pandak atau Cinyasag Seka-rang, dulu masyarakatnya sulit untuk men-dapatkan air bersih untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Maka Buyut Bugel be-serta kedua putranya yakni Partalaksana dan Wangsaparana membuat Situ dekat mata air, kemudian dicurahkanlah air pemberian Sultan Mataram tersebut. Sejak saat itu terbendung-lah sebuah Situ bernama Situ Cinyasag di mana air Situ Cinyasag tidak pernah surut meskipun pada musim kemarau, mengalir terus sehingga masyarakat Cinyasag tidak per-nah mengalami kekeringan. Setiap makhluk hidup tentunya tidak dapat terlepas dari air terutama manusia yang biasa digunakan da-lam kehidupan sehari-hari, seperti untuk mi-num, irigasi (pengairan sawah), mengairi kolam, dan kebutuhan lainya. Sejak saat itu Cinyasag diwajibkan memperluas lahan per-taniannya dengan catatan apabila penggarapan lahan pertanian selesai, maka Cinyasag dibe-baskan dari seba ke Mataram.

Karakteristik Dan Budaya Masyarakat Cinyasag

Karakteristik Dan Budaya suatu masya-rakat dapat dilihat dari adat istiadat atau tra-disi yang dilakukanya. Adat istiadat atau tradisi merupakan suatu kebiasaan dalam mas-yarakat secara turun-temurun. Adat istiadat dapat pula dikatakan sebagai tradisi, karena dilakukan secara terus menerus dari generasi ke generasi. Sebuah tradisi dijadikan sebagai simbol dalam pengungkapan perasaan (eks-presif) masyarakat, sehingga untuk menjaga kelestarian sebuah tradisi, upaya yang harus dilakukan yaitu dengan mewariskannya ter-hadap generasi berikutnya. Pada masyarakat Cinyasag terdapat beberapa kebiasaan yang sampai sekarang masih dipegang teguh oleh masyarakat terutama orang tua dan generasi muda yang masih menghormati pepatah dari orang-orang pendahulunya. Adapun adat isti-adat atau kebiasaan masyarakat Cinyasag yang sifatnya peraturan-peraturan, petuah, pantangan maupun anjuran, di antaranya ada-lah:

a. Ucapan Salam Ketika Berkunjung Ke Situ Cinyasag

Di sekitar Situ Cinyasag terdapat ma-kam. Makam tersebut sering di ziarahi oleh masyarakat sekitar, biasanya setiap malam Jum’at kliwon diadakan ritual berupa do’a-do’a yang dilakukan oleh kuncen atau juru kunci. Hal ini dilakukan untuk menghargai orang terdahulu atas jasanya membuat sumber air yang dikenal dengan Situ Cinyasag sehing-ga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat seki-tarnya sampai sekarang. Sebagai muslim, per-caya bahwa makam merupakan rumah terak-hir maka kita hendaknya mengucapkan salam. Orang yang bekunjung tersebut biasanya me-ngirim do’a, membaca tahlil dan membaca sholawat.

Ritual masuk makam sebenarnya hanya sekedar ritual saja artinya ritual tersebut hanya untuk mengingatkan bahwa kita suatu saat akan meninggal dan dikubur. Berkunjung ke makam ini dapat dikatakan untuk mencari barokah dari para leluhur, syafaat dari nabi akhir zaman Muhammad SAW, dan niatkan

(9)

karena Allah supaya mendapat pahala-nya. Upaya pelestarian dalam menjaga kebersihan biasanya diurus oleh Bapak Enah selaku juru Kunci Situ Cinyasag.

b. Ritual Sambutan dan Pamitan

Ritual merupakan teknik, cara dan pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala yang memiliki ciri-ciri mistis dalam suatu adat kebiasaan. Wujud ritual dapat berupa doa, ta-rian, drama, maupun kata-kata. Ritual Sambu-tan ini dilakukan apabila seorang laki-laki asli berasal dari Cinyasag menikah dengan se-orang wanita dari luar Cinyasag, maka proses ritual ini dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya kedua mempelai datang ke Situ bersama de-ngan seorang juru kunci (kuncen) untuk me-mimpin do’a. Sebagai orang muslim maka do’a-do’a yang diucapkan diantaranya, Al-Fatihah, shalawat nabi.Sedangkan ritual pamitan adalah kebalikan dari ritual sambutan, dimana seorang wanita yang akan menikah dengan seorang laki-laki dari luar Desa Cinyasag maka dilaksanakan ritual tersebut, untuk tata caranya sama dengan proses sambutan dipimpin oleh seorang juru kunci. (Hasil wawancara dengan Bapak Nono S.pd, pada tanggal 11 Februari 2012).

Dalam proses kedua ritual tersebut selain doa-doa yang diucapkan diikuti dengan pembakaran kemenyan lengkap dengan bunga-bunga dalam wadah yang (sesaji) telah dipersiapkan. Hal ini memperlihatkan bahwa masih melekatnya tradisi Hindu yang terpelihara oleh masyarakat Cinyasag.Kita ketahui sebelumnya bahwa dulu sebelum orang-orang Indonesia memeluk Islam, masyarakatnya telah terlebih dahulu memeluk agama Hindu dan Budha. Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para wali khususnya, sangat menarik.Salah satunya adalah dengan tidak menghilangkan atau melenyapkan secara langsung adat kebiasaan yang telah ada sebelumnya, namun secara perlahan hal ini dilakukan supaya dapat menarik masyarakat untuk memeluk Islam.

Ritual tersebut mengandung pesan luhur yang berhubungan dengan pemeliharaan

pelestarian adat istiadat atau kebiasaan para leluhur terdahulu. Ritual sambutan sebagai ungkapan penyambutan atau pengakuan men-jadi bagian dari masyarakat Cinyasag, sedang-kan pamitan merupasedang-kan pelepasan yang di-lakukan untuk mengembara (ngumbara dari bahasa Sunda) atau membina kehidupan per-keluarga diluar Desa Cinyasag. Pada dasar-nya ritual tersebut dilaksanakan untuk mengi-ngatkan kepada setiap generasi di Cinyasag khususnya, supaya mencintai dan jangan me-lupakan Situ tersebut yang berhubungan de-ngan berdirinya Cinyasag, dimana memiliki arti penting bagi setiap generasi untuk mem-bangun kehidupan bermasyarakat dalam ke-tentranam dan keamanan. Dapat dibayangkan apabila dalam lingkungan masyarakat tidak tercipta suatu kehidupan yang aman tentunya tidak dapat merasakan suatu keharmonisan dan kerukunan dalam masyarakat.

c. Membawa Pakan Ikan Ketika Berkunjung Ke Situ Cinyasag

Parab atau sebutan pakan dalam bahasa Sunda adalah sejenis makanan untuk ikan. Sebenarnya tidak ada ketentuan secara khusus yang mewajibkan pengunjung yang datang ke Situ Cinyasag untuk membawa Parab, namun hal ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat sekitar apabila berkunjung membawanya. Parab tersebut dapat berupa roti, beras, snack, atau yang lainnya.

Kebiasaan membawa Parab ke Situ Cinyasag memperlihatkan bahwa masyarakat Cinyasag sudah mengerti betul, bukan hanya manusia yang memerlukan makanan untuk mempertahankan hidupnya ikanpun sama. Ka-lau bukan kita sebagai manusia yang membe-rikanya lalu dari mana ikan-ikan tersebut memperolehnya. Walaupun pada umumnya ikan-ikan tersebut memakan sejenis tanaman yang hidup di dalam air dan semacam plank-ton. Kebiasaan ini mengandung makna bahwa sebagai manusia harus menjaga kelestarian lingkungan.

(10)

Di Situ Cinyasag terdapat banyak ikan dari yang ukuranya besar sampai berukuran kecil. Menurut cerita, ikan-ikan tersebut da-tang dengan sendirinya (ikan yang dianggap keramat) ditambah juga ada beberapa orang warga yang menyimpannya di Situ Cinyasag untuk ikut melestarikan atau supaya air yang ada di Situ tetap terjaga kebersihannya. Ikan-ikan tersebut bercampur dan tidak pernah ada orang yang berani mengambilnya meskipun ikan tersebut dalam keadaan mati, hal ini me-rupakan suatu larangan (pantangan dalam bahasa Sunda). Menurut cerita, barang siapa yang memakannya makaorang tersebut akan mendapat musibah, untuk memberitahukan kepada orang-orang bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan, cukup dengan istilah Pamali.

Pesan yang terkandung dalam kebiasa-an ini adalah bahwa siapa saja ykebiasa-ang berkun-jung tidak boleh mengambil dan membunuh ikan Situ Cinyasag supaya keberadaanya dan kelesariannya tetap terjaga.

Peranan Situ Cinyasag Bagi Masyarakat Sekitar

Air Situ Cinyasag selain berfugsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk pengairan sawah (irigasi), minum, mandi, mencuci. Versi lain menyebutkan bahwa air Situ tersebut dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Seseorang yang mengalami sakit baik luka dalam maupun luka luar dapat merendam badanya di air Situ atau dengan meminum langsung airnya. Masyarakat yang datang tidak hanya dari lingkungan Desa Cinyasag, namun dari luar Desa Cinyasag yang mengetahuinya dan biasanya mereka mengetahui dari mulut kemulut.

Dalam kebiasaan mengandung makna bahwa setiap orang sangat tergantung pada air sebagai sumber kehidupan sehingga perlu di-jaga pelestarianya jangan sampai mencemari-nya. Sebagai muslim percaya bahwa manusia adakalanya terserang penyakit, hal tersebut ada yang mengatur, manusia hanya perlu kik-tiar yang menyembuhkan hanyalah Allah SWT. Sebagaimana diketahui bahwa air me-miliki banyak manfaat bagi kesehatan, hal ini

banyak diteliti para ahli bahwa manfaat air untuk mandi yaitu: dapat meningkatkan meta-bolisme, mencegah cedera otot, mengatur ka-dar asam urat dalam tubuh, meningkatkan sir-kulasi darah untuk menghilangkan racun ke-tika air mengenai permukaan kulit, mem-bangun kekebalan tubuh, dapat mengurangi rasa nyeri tubuh, meningkatkan kesehatan fungsi ginjal, mengurangi pembengkakan, dapat memperdalam pernapasan sehingga di-dak cepat lelah, mengeluarkan racun, meng-hilangkan stress. Selain untuk berendam man-faat air juga dirasakan pada saat diminum yang berfungsi untuk memperlancar sistem pencernaan sehingga badan terasa ringan dan segar tubuh kita terdiri dari air sekitar 70 % sehingga kurang minum menyebabkan dehi-drasi. (www.manfaatkesehatan.com/2011/10). Manfaat lain minum air lainya yaitu dapat menghilangkan racun dalam tubuh, menyegar-kan kulit, mencegah timbulnya batuk dan flu ringan, mencegah terjadinya stroke dan sera-ngan jantung. Dari banyaknya manfaat ter-sebut maka dapat disimpulkan bahwa air me-miliki banyak kegunaan. Bukan saja air dari Situ yang memiliki banyak manfaat, namun setiap air bersih pasti memiliki kesamaan manfaat dalam menjaga kesehatan. Secara umum manfaat itu Cinyasag bagi kehidupan masyarakat sekitar di antaranya:

a. Kehidupan Beragama

Islam merupakan agama yang dianut oleh masyarakat Cinyasag (Girilaya seka-rang), bersifat agamis dan taat menjalankan ajaran agama islam. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kegiatan keagamaan seperti sem-bahyang di mesjid-mesjid dan mushola, pe-ngajian-pengajian serta yang lainnya. Berba-gai aktifitas tentunya tidak terlepaskan dari keberadaan Situ Cinyasag, termasuk halnya dalam bidang keagamaan. Dalam setiap mela-kukan peribadatan seorang muslim diwajibkan untuk bersih dan suci, sehingga masyarakat menggunakan air Situ untuk wudlu. Pada saat penulis berkunjung tepatnya ke Dusun Cipeu-teuy Desa Girilaya untuk mengadakan pene-litian lapangan sedang dilaksanakan kegiatan maulidan Nabi Muhammad SAW. Kegiatan

(11)

tidak hanya dilaksanakan di mesjid-mesjid Dusun maupun mesjid Desa,namun maulidan dilaksanakan pula pada sebagian besar rumah-rumah warga, hal ini membuktikan be-sarnya kesadaran masyarakat akan kewajiban serta peran sebagai muslim dalam bidang keagama-an. Peran fungsi Situ Cinyasag memperlancar setiap kegiatan masyarakat.

b. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Keberadaan Situ Cinyasag memiliki pe-ngaruh pula terhadap bidang sosial masya-rakat, hal ini dapat dibuktikan dengan masih melekatnya berbagai adat istiadat atau tradisi, petuah-petuah, serta berbagai anjuran maupun pantangan-pantangan orang-orang terdahulu yang dianggap memiliki peranan penting da-lam kehidupan masyarakat. Hal tersebut di-maksudkan untuk melestarikan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Cinyasag khu-susnya. Sedangkan pengaruh keberadaan Situ Cinyasag dalam bidang ekonomi dapat dilihat dari suburnya lahan pertanian warga masyara-kat, dimana mereka dapat menghasilkan hasil panenyang melimpah. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari peran fungsi Situ Cinyasag se-bagai sumber mata air utama masyarakat sekitar. Mereka memenuhi berbagai kebutu-han sehari-hari bergantung pada air Situ, salah satunya adalah untuk irigasi. Di sekitar Situ terdapat banyak selang-selang yang diper-gunakan untuk berbagai keperluan warga, namun hal ini tidak menjadikan air Situ surut namun airnya tetap jernih dan mengalir setiap saat. Masyarakat Cinyasag termasuk masya-rakat yang aktif dan dinamis, ciri-ciri yang dapat dijadikan catatan adalah:

1) Sebelum Indonesia merdeka masyarakat Cinyasag telah membangun pesawahan yang cukup luas sekitar 400 ha

2) Pengairan dibangun di seluruh pelosok Desa, sehingga pada tahun 1874 di Desa Cinyasag telah dibuat sebanyak 19 buah saluran air untuk irigasi

3) Sejak Indonesia merdeka masyarakat Ci-nyasag terus membangun sarana fisik. 4) Bangunan fisik yang dibuat dengan cara

bergotong royong adalah:

a) Bale Desa

b) Bangunan mesjid Desa

c) Bangunan SD Cinyasag I, SD Cinyasag II, SD Cinyasag III,SD Cinyasag IV, dan SD Neglasari. Semua bangunan sekolah dasar dibuat dengan permanen. d) Bangunan Bale Dusun

e) Langgar-langgar dan mesjid di setiap Dusun

f) Pengaspalan jalan

g) Pembuatan tiga buah lapangan olahraga di Muncang Pandak, di Segong, dan di Neglasari

Pembangunan fisik terus ditingkatkan begitu pula dengan pembangunan mental api-ritualnya bangunan dari pemerintah terus me-ngalir pada beberapa proyek di antaranya: inpres, SD, rehabilitasi saluran air tambak lara, tambak hurip dan batu karut. Peng-aspalan jalan Desa, pembangunan mesjid jami dari Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila di Dusun Cirikip. Listrik masuk Desa dires-mikan tanggal 19 juli 1986 oleh mayjen Edy M.Achir. (H.S. Sutisnamiharja, 2002: 49).

Masyarakat Cinyasag memiliki ciri se-nang bergotong royong, serta tolong meno-long sesama, sebagai contohnya dalam pem-buatan rumah dikerjakan secara gotong pro-yong mereka membantu dengan menyum-bangkan tenaga. Begitu pula dengan pekerjaan lainnya seperti acara hajatan, baik upacara perkawinan khitanan atau yang lainnya.

Pada zaman Belanda terdapat dua golo-ngan dalam masyarakat, yaitu:

1) Golongan Masyarakat Rendah

Masyarakat Cinyasag khususnya mene-rima disebut dengan sebutan cacah kuricakan (dalam bahasa Sunda) atau rakyat jelata. Rak-yat gembel merupakan rakRak-yat paling remdah martabatnya, yang termasuk dalam golongan gembel adalah para petani dan pedagang. Go-longan ini merupakan goGo-longan yang tingkat pendidikannya rendah dan masyrakat golo-ngan rendah lebih banyak dibandingkan de-ngan golode-ngan priyai. Masyarakat Cinyasag juga banyak yang mencari nafkah di luar dae-rah Cinyasag seperti ke Bandung, Jakarta,

(12)

serta daerah lain untuk berdagang dan banyak yang berhasil. Biasanya mereka pulang berapa kali dalam setahun atau pada saat ada acara tertentu.

Masyarakat Cinyasag mayoritas bertani, pembangunan pertanian dimulai sejak tahun 1874-1893 di mana jumlah penduduknya se-makin bertambah. Tanahnya subur karena adanya aliran air terutama dari Situ Cinyasag, sehingga segala macam tumbuhan dapat tum-buh dengan baik. Selain perairan dari Situ Cinyasag, mengalir pula sungai Cibubuhan, sungai Cirikip, sungai Patahunan, sungai Cikahome, sungai Cihambulu, sungai Cike-renceng. Pada setiap bagian mata air dari sungai-sungai tersebut dibuatkan damyang da-pat mengalirkan airnya keseluruh pelosok Desa Cinyasag.

Pada akhir masa penjajahan Belanda luas sawah Desa Cinyasag ada sekitar 400 ha, setelah dipecah dengan Gardujaya menjadi 210ha. Pertumbuhan penduduk semakin me-ningkat tetapi belum diimbangi dengan peng-hasilan penduduk. Akhirnya pengolahan as-wah di ubah dari satu tahun sekali menjadi dua kali dalam setahun. Pupuk kandang ber-kurang karena setelah ada larangan bahwa di dekat rumah warga tidak boleh memelihara kambing dan ayam demi kesehatan. Pemupu-kan kemudian memakai pupuk pabrik seperti TS dan urea. Pemilik sawah sudah diatur yaitu sawah nomor, ada nomor besar danada nomor kecil. Nomor besar diberi sawah sebesar 350 tumbak sedangkan nomor kecil 250 tumbak. Masyarakat yang menjadi nomor pada umum-nya adalah laki-laki dewasa atau kepala keluarga yang mampu meleksanakan gawe atau pekerjaan dalam bahasa Sunda. Para nomor tersebut memiliki hak dan kewajiban, sebagai berikut:

a. Hak-hak para pemilik sawah nomor: 1) Hak atas hasil dari sawah nomor yang

dimilikinya, apabila meninggal dunia sawah tersebut diberikan kepada anak laki-lakinya yang telah dewasa. Jika ti-dak memiliki anak laki-laki maka sa-wah nomor diberikan kepada yang lain oleh kuwu atau kepala Desa.

2) Mempunyai hak dipilih dalam pemi-lihan perangkat Desa. Semua perangkat Desa atau pamong dipilih oleh rakyat yang memiliki sawah nomor.

3) Hak pilih untuk menjadi perangkat Desa seperti Kuwu, Kulisi, Lebe, Amil. b. Kewajiban para pemilik sawah nomor:

1) Kewajiban melaksanakan pekerjaan umum di desa seperti membuat jalan memperbaiki selokan, membuat bangu-nan Desa.

2) Kewajiban menjaga ketertiban dan ke-amanan seperti ronda malam hari dan kemit pada siang hari di Bale Desa. 3) Membayar pajak tanah sawah nomor

sesuai dengan ketentuanya.

Kewajiban para nomor menjadi hilang setelah sawah nomor itu di beli pemerintah, pekerjaan Desa akhirnya di pikul oleh semua warga desa begitu pula haknya jadi sama. Keahlian para petani dalam mengolah tanah baik sawah maupun berkebun meningkat sehingga dapat memenuhi segala kebutuhan. (H.S. Sutisnamiharja, 2002: 26).

2) Golongan Priyai

Menurut Sunda seloka golongan priyai disebut pula menak yaitu orang yang di enak-enak. Pada saat acara selamatan atau yang biasa disebut sedekah, makanan dijajarkan seperti kerucut. Makanan bagian priyai disediakan yang enak-enak dan ikan yang besar-besar. Sedangkan bagian untuk masya-rakat biasa sangat sederhana dengan ikan ber-ukuran kecil. Untuk menduduki jabatan di pe-merintahan untuk menjadi Bupati harus turu-nan dengan garis karir lulusan sekolah menak yang kemudian menjadi mantri polisi, camat, dan langsung menjadi bupati atau wedana. Pada saat menghadap mereka harus menyem-bah dengan sebutan Bendoro Camat, Bendoro Wedana atau Kanjeng Dalem. Dengan memi-liki wibawa yang tinggi para pamong ini me-rupakan kaki tangan pemerintahan kolonial.

(13)

Ada sebuah lagu khas atau biasa di-sebut sisindiran yang biasa dinyanyikan anak-anak pada saat bermain, berikut syairnya: “Ayang-ayang gung

Gung goongna rame Menak ki mastanu Nujadi wadana Naha mana kitu Tukang olo-olo Loba anu giruk

Ruket jeung kumpeni (VOC) Niat jadi pangkat

Katon kagorengan Katon kagorengan Ngantos kanjeng Dalem Lempa-lempi Lembong

Ngadu pipi jeung nu ompong”.

Apabila diperhatikan dari isi syairnya, memiliki maksud menyindir terhadap para go-longan priyai atau menak yang bekerja sama dengan kompeni. (H.S. Sutisnamiharja, 2002: 26).

c. Bidang Keamanan

Dengan adanya petuah maupun lara-ngan orang-orang terdahulu yang bersifat turun-temurun, maka berpengaruh pada ling-kungan Cinyasag khususnya dalam bidang amanan. Hal ini dapat diperhatikan dari ke-adaan ikan dalam Situ yang masih tetap ada dan terjaga. Masyarakat senantiasa menjaga teguh petuah-petuah tersebut sehingga tidak ada orang berani mengambil ikan dari Situ Cinyasag meskipun sebenarnya letak Situ agak jauh dari rumah-rumah warga sekitar. Ini membuktikan tingginya kesadaran masyarakat Cinyasag dalam menjaga tradisi yang dilaku-kan para leluhur terdahulu.

4. Upaya Pelestarian Situ Cinyasag

Dalam upaya pelestariannya masya-rakat sekitar berusaha menjaga kebersihan Situ Cinyasag, hal ini terlihat dari keadaan di sekitarnya yang menimbulkan rasa nyaman, udara yang segar tanpa polusi serta keadaan alam yang sejuk dirasakan pengunjung yang datang ke Situ Cinyasag. Upaya lain yang dilakukan masyarakat dalam menjaga

keles-tarian Situ adalah membuat terasering yang tujuanya mencegah terjadinya erosi.

Ketika turun hujan air mengalir pada lembah-lembah yang telah dibuat tersebut. Upaya pelestarian Situ juga tidak dapat dilepaskan dari peran aparat setempat yang senantiasa memantau keberadaan Situ serta menggerakan masyarakat dalam pelestarianya agar tetap terpelihara dengan baik, sebab Situ tersebut merupakan sumber kehidupan masya-rakat Cinyasag. Pemerintah setempat mene-rapkan kebijakan yakni dilarangnya peneba-ngan pohon khususnya di sekitar area Situ apabila dilanggar akan dikenakan denda yang telah ditetapkan.

Upaya tersebut dilakukan supaya tidak terjadi longsor yang berdampak pada penyem-pitan Situ sehingga ketersediaan air bersih di Cinyasag akan susah seperti yang terjadi pada masa dahulu.

Selain itu masyarakat setempat senan-tiasa melaksanakan petuah-petuah, baik yang sifatnya anjuran maupun larangan-larangan bermanfaat para leluhur yang disampaikan secara turun-temurun dari generasi ke gene-rasi. Dalam segi keamananya didukung juga oleh aparat pemerintah setempat, hal ini ter-lihat dari kerukunan serta tatakrama serta sopan santun masyarakat sekitar. Situ Cinya-sag dijadikan sebagai tempat pembuktian bah-wa telah ada kehidupan pada masa lalu yang membuktikan bahwa kehidupan manusia me-ngalami perubahan, baik dilihat dari segi struktur, ukuran, maupun panjangnya usia. Menurut bapak Dadang dalam upaya peles-tarian Situ ini tidak terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi misalnya adanya per-bedaan pendapat antar warga dalam sistem saluran pengairan pada setiap rumah warga, dan hal tersebut diselesaikan biasanya dengan musyawarah Desa. Dari uraian di atas dapat disimpulkan adanya keterkaitan antara Situ Cinyasag dengan pendidikan, di mana pendi-dikan merupakan sarana teoritis yang me-nyatakan bahwa kehidupan masa lalu itu benar-benar ada tidak hanya sebagai cerita belaka, sedangkan Situ merupakan salah satu bukti tentang apa yang diajarkan secara teori

(14)

di sekolah-sekolah atau sarana pendidikan lainnya bahwa semua itu benar adanya. Se-hingga antara teoritis dengan praktis dapat melahirkan suatu pengetahuan yang relevan atau tidak diragukan. Situ Cinyasag merupa-kan aset sejarah lokal bagi masyarakat di Desa Girilaya khususnya.

Peninggalan sejarah merupakan khaza-nah budaya yang memiliki arti penting, serta berfungsi sebagai pembinaan maupun pe-ngembangan nilai-nilai budaya bangsa. Ben-tuk peninggalan sejarah merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan, sebab nilai-nilai yang terkandung dalamnya merupakan dasar pijakan ataupun fondasi manusia memu-lai kehidupan dalam membangun suatu bang-sa. Fondasi yang kokoh akan melahirkan ke-nerasi yang tangguh tidak mudah terpengaruh. Melestarikan warisan budaya merupakan sa-lah satu prasyarat dalam membangun karakter dan memperkokoh jati diri bangsa. Adapun kebijakan hukum yang berkaitan dengan pe-lestarian warisan budaya di antaranya diatur dalam UUD 1945 pasal 32 ayat 1 menyebut-kan bahwa negara memajumenyebut-kan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat da-lam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, salah satu bentuk warisan budaya adalah Situ Cinyasag. Ramainya akti-fitas manusia dalam suatu tempat tidak ter-lepas dari adanya sisa-sisa yang dihasilkan manusia itu sendiri seperti bekas makanan maupun minuman yang banyak ditemukan di sekitar lingkungan tersebut, hal ini perlu dijaga supaya tercipta suatu kebersihan dan kenyamanan.

Menumbuhkan kesadaran budaya meru-pakan tugas dan kewajiban kita bersama se-laku generasi penerus. Ada beberapa hal yang menjadi ciri tumbuhnya kesadaran budaya dan kesadaran sejarah di antaranya:

a. Pengetahuan akan adanya berbagai kebu-dayaan yang masing-masing memiliki jati diri beserta keunggulan-kunggulanya b. Sikap terbuka untuk menghargai dan

ber-usaha memahami kebudayaan yang lain di luar kebudayaannya sendiri atau dengan

kata lain kesediaan untuk saling mengenali kebudayaan.

c. Pengetahuan akan adanya berbagai riwayat perkembangan budaya

d. Adanya pengertian bahwa di samping merawat dan mengembangkan unsur-unsur warisan budaya, kita sebagai bangsa Indonesia harus bersatu dalam mengem-bangkan kebudayaan nasional, yang dapat mengambil sumber dari manapun yakni dari warisan budaya kita sendiri maupun dari unsur budaya asing yang dianggap dapat meningkatkan harkat bangsa. (Edi Sedyawati, 2006: 330).

KESIMPULAN

Eksistensi Situ Cinyasag di Desa Giri-laya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis memiliki arti yang sangat penting khususnya dirasakan masyarakat sekitar. Situ tersebut adalah Situ buatan yang di buat oleh tokoh bernama Buyut Bugel dibantu oleh kedua anaknya Partalaksana dan Wangsa-parana pada tahun 1617 di Dusun Cipeuteuy. Pembuatan Situ ini dilatar belakangi sulitnya mendapatkan air bersih yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari di Muncang Pandak yang kemudian diubah namanya menjadi Desa Cinyasag setelah di mekarkan (dipisah-kan), namanya diubah kembali menjadi Desa Girilaya. Sampai sekarang air Situ Cinyasag tidak pernah surut meskipun pada musim ke-marau, hampir semua warga di Cipeuteuy membuat selang-selang yang berfungsi me-ngalirkan air pada setiap perumahan mereka dalam jumlah yang banyak, namun air Situ tetap mengalir tidak surut sedikit pun.

Situ Cinyasag memiliki peranan yang penting khususnya dirasakan masyarakat seki-tar. Dalam bidang keagamaan seperti ber-wudlu masyarakat menggunakan air dari Situ Cinyasag. Sedangkan dalam bidang sosial dan ekonomi, masyarakat senantiasa menjaga adat atau tradisi orang-orang terdahulu sehingga mereka dapat membina kerukunan antar se-sama serta saling mengingatkan terutama da-lam kaitannya dengan Situ Cinyasag. Dada-lam bidang ekonomi keberadaan Situ Cinyasag

(15)

memiliki pengaruh terhadap kesuburan tanah sehingga semua jenis tanaman dapat tumbuh subur yang menghasilkan panen yang me-nguntungkan.

Dalam kehidupan masyarakat di Dusun Cipeuteuy ajaran dan pepatah luhur dari para pendahulu, sangat dihormati dan dijunjung tinggi sampai sekarang, seperti hal-hal yang dianggap tabu, pantangan-pantangan maupun anjuran-anjuran masih tetap dilaksanakan dan dipatuhi oleh masyarakat Cinyasag sekitar, terlepas dari adanya anggapan sebagian mas-yarakat yang berpendapat bahwa hal tersebut adalah takhayul, namun dari semua kebiasaan atau adat istiadat tersebut dapat diambil hik-mah dan makna yang terkandung di dalamnya dari setiap hal yang dianggap tabu, pantangan maupun anjuran karena semuanya mengan-dung pepatah dan pesan yang berharga serta bermanfaat. jadi pada intinya ambil sisi positifnya dan menjadikannya sebagai keka-yaan ragam budaya bangsa. Upaya pelestarian Situ dilakukan masyarakat dengan membuat terasering yang tujuannya mencegah terjadi-nya erosi. Pemerintah setempat juga menerap-kan larangan melakumenerap-kan penebangan pohon khususnya di area sekitar Situ dan apabila ter-jadi pelanggaran akan dikenakan denda, hal tesebut dimaksudkan supaya kelestarian Situ tetap terjaga.

Saran

1. Kemajuan suatu daerah tidak terlepas dari peran dan campur tangan pihak pemerintah daerah itu sendiri, pembangunan sarana dan prasarana yang layak sangat

mempe-ngaruhi terhadap pelestarian suatu lokasi guna menunjang kenyamanan pengunjung, sehingga dalam hal ini penulis berharap agar pihak pemerintah setempat khususnya segera mencari solusi untuk menyelesaikan sarana dan prasarana yang lebih baik di lokasi Situ Cinyasag Dusun Cipeuteuy Kec. Panawangan Kabupaten Ciamis. 2. Situ Cinyasag merupakan aset yang

ber-harga, sebab Situ tersebut merupakan tong-gak berdirinya Desa Cinyasag. Upaya pe-lestarian Situ Cinyasag tidak hanya diten-tukan oleh aparat pemerintah setempat, oleh karena itu pihak masyrakat harus ikut serta melestarikannya serta dapat menjaga dan memelihara adat istiadat yang terkan-dung didalamnya sebagai warisan budaya yang tidak ternilai harganya.

3. Memberikan inspirasi khususnya kepada generasi muda dalam menghormati dan menghargai apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu yaitu leluhur-leluhur Ci-nyasag serta dapat menggali sumber-sum-ber sejarah, baik sumber-sum-bersifat primer maupun sekunder yang otentik sehingga dapat di-pertanggungjawabkan kebenarannya. Kita sebagai generasi muda harus menjadi penggerak dalam menggali sumber sejarah, khususnya sejarah lokal yang ada di sekitar kita.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu. (2007). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Koenjaraningrat. (1999). Manusia Dan Ke-budayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Kaharudin Pipin. (2011). Paguron Pencak Silat Cari Wargi. Skripsi FKIP Galuh: Ciamis: Tidak diterbitkan.

Mulyana Agus. (2009). Historiografi Di Indonesia Dari Magis Religius Hing-ga Strukturis. Bandung: PT Refika Aditama.

Nawawi Hadari. (2003). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(16)

Ranjabar Jacobus. (2006). Sistem Sosial Bu-daya Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sedyawati Edi. (2006). Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Setiadi M. Elly. (2007). Ilmu Sosial Dan

Budaya Dasar. Bandung: Prenada Media Grup.

Soehartono Irawan. (1995). Metode Peneli-tian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sulehendraningrat P.S. (1984). Babad Ta-nah Sunda Babad Cirebon. Cirebon. PT Karya Nusantara.

Sutisnamiharja. H.S. (2002). Riwayat Desa Cinyasag Dan Masyarakatnya Dari Masa Kemasa. Cinyasag: Yayasan Pendidikan Putra Cinyasag.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti lapangan juga biasanya membuat catatan lapangan secara ekstensif yang kemudian dianalisis dalam berbagai cara (Moleong, 2013:26).. Dalam pelaksanaan penelitian ini,

Sebagai bagian dari membangun hubungan, pelaku melakukan penyesuaian perilaku dan gaya berkomunikasi sehingga membuat korban nyaman berbicara dengan pelaku. Selain

&+PP(... Salah satu syarat penyaluran <P5 adalah bah)a bank yang kesulitan likuiditas dan berdampak sistemik haruslah masih dalam keadaan solven sehingga masih

Siklus produksi (production cycle) adalah serangkaian aktivitas bisnis dan operasi pemrosesan informasi terkait yang terus-menerus berhubungan dengan pembuatan

Setelah berdirinya Sinode Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow (GMIBM) tahun 1950, maka gereja Kotamobagu tergabung dalam anggota GMIBM bersama dengan gereja

Tiga reksa dana yang tidak signifikan tersebut adalah Manulife Saham Andalan, Schroder Dana Istimewa, dan Schroder Dana Prestasi Plus, dan lima reksa dana yang signifikan adalah

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah memperoleh gambaran mengenai pedagogical content knowledge (PCK) guru ekonomi, tingkat kemampuan kognitif siswa pada mata

Disiplin kerja adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan. Disiplin kerja pada dasarnya selalu diharapkan