• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006). Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resep

2.1.1 Pengertian Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker pengelola apotek untuk menyiapkan dan/atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006).

Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap. Jika resep tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep tersebut. Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :

1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan. 2. Tanggal penulisan resep (inscriptio).

3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio). 4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescrippio/ordonatio). 5. Aturan pemakaiain obat yang tertulis (signatura).

6. Tanda tangan atau paraf dokterr penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (subscriptio).

7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan. 8. Tanda seru atau paraf dokter untuk setiap resep yang melebihi dosis

(2)

Gambar 1 : Contoh Resep 2.1.2 Tahap-Tahap Pelayanan Resep

Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan. Pelayanan resep adalah menjadi tanggung Apoteker Pengelola Apotek. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung dengan keahlian profesinya dan dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker wajib memberi informasi tentang penggunaan secara tepat, aman, rasional, kepada pasien atas permintaan masyarakat (Anief, 2005).

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan palayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

Dr. Bajuri Ahmad SIP no. 228/K/84

Jln. Budi Kemulian no. 8A No. Telp. 4040601 Jakarta. Jakarta, 13-5-1984 R/ Acetosal mg 500 mg Codein HCL 20 mg C.T.M 4 mg S.L q.s m.f. pulv. Dtd. No. XV da in caps S.t.d.d. caps. I

Pro: Ny Elin (dewasa)

(3)

Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberin informasi, monitoring pnggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan (Anonim, 2004).

Berikut digambarkan tahap-tahap pelayanan resep di apotek secara umum :

Gambar 2 : Tahap-tahap pelayanan resep di apotek secara umum Resep Datang

Skrining Resep

Resep Diberi

] Harga Pasien Setuju Pasien Tidak Setuju

Diajukan obat alternatif dengan jenis, jumlah, dan harga sesuai kemampuan pasien

Kembali Ke Dokter Ke Apotek Lain Ke Apotek Lain Ke Apotek Lain

Pasien Tidak Setuju Pasien Setuju

Penyiapan/Peracikan Obat

Penyerahan Obat

Pemberian Konseling, Informasi, dan Edukasi

(4)

a. Skrining resep. Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1) Persyaratan Administratif :

a. Nama, SIPA dan alamat dokter b. Tanggal penulisan resep

c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien e. Cara pemakaian yang jelas

f. Informasi lainnya

2) Kesesuaian farmasetik. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

3) Pertimbangan klinis. adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

b. Penyiapan obat

1) Peracikan, merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

2) Etiket, etiket harus jelas dan dapat dibaca.

3) Kemasan obat yang diserahkan, obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

(5)

4) Penyerahan obat, sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.

5) Informasi obat, apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

6) Konseling, apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. 7) Monitoring penggunaan obat, setelah penyerahan obat kepada pasien,

apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

8) Promosi dan edukasi, dalam rangaka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilih obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi.

(6)

Apoteker ikut membantu desiminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya (Anonim, 2004).

2.2 Pemilihan Obat

2.2.1 Tahap Pemilihan Obat

Fungsi pemilihan obat adalah untuk menentukan obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Untuk mendapatkan perencanaan obat yang tepat, sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yang meliputi :

1. Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan ditimbulkan.

2. Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila terdapat beberapa jenis obat dengan indikasi yang sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan Drug of Choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi.

3. Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih baik.

4. Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.

2.2.2 Kriteria pemilihan obat

Sebelum melakukan perencanaan obat perlu diperhatikan kriteria yang dipergunakan sebagai acuan dalam pemilihan obat, yaitu :

(7)

1. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit. 2. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah. 3. Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal.

4. Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavailabilitasnya.

5. Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dan biaya yang baik. 6. Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa

maka pilihan diberikan kepada obat yang :

a. Sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah.

b. Sifat farmakokinetiknya diketahui paling banyak menguntungkan. c. Stabilitas yang paling baik.

d. Paling mudah diperoleh. e. Harga terjangkau.

f. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal.

Untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi harus mempertimbangkan : a. Kontra Indikasi.

b. Peringatan dan Perhatian. c. Efek Samping.

d. Stabilitas.

Pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dengan berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang masih berlaku (Anonim, 2008).

(8)

2.3 Tinjauan Apotek

Kesehatan merupakan keadaan sejatera baik jahmani, rohani maupun sosial seseorang. Kesehatan dapat dicapai dengan adanya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat pada setiap masyarakat. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Tempat untuk menyelenggarakan kesehatan disebut sarana kesehatan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan adalah apotek (Furdiyanti dkk, 2006).

2.3.1 Pengertian Apotek

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pedmberian Izin Apotek Pasal 1 Ayat (a) : “Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi. Perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat”, sedangakan Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006).

Adapun menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 13 Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Anonim, 2009).

(9)

2.3.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Apotek mempunyai fungsi utama dalam pelayanan obat atas dasar resep dan yang berhubungan dengan itu, serta pelayanan obat tanpa resep. Dalam pelayanan obat ini Apoteker harus berorientasi pada pasien/penderita, apakah obat yang diinginkan pasien tersebut dapat menyembuhkan penyakitnya serta ada tidaknya efek samping yang merugikan (Anief, 2005).

Tugas dan fungsi Apotek menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1980, yaitu :

a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.

b. Sarana Farmasi yang telah melakukan peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan baku obat.

c. Penyaluran perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat secara luas dan merata (Anief, 2005).

2.3.3 Peraturan Perundang-undangan di Bidang Perapotekan

Peraturan perundang-undangan perapotekan di indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Dimulai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) No.26 tahun 1965 tentang pengelolaan dan perizinan Apotek, kemudian disempurnakan dalam peraturan pemerintah No.25 1980, beserta petunjuk pelaksanaannya dalam peraturan Menteri Kesehatan No.26 tahun 1981 dan surat keputusan Menteri Kesehatan No.178 tentang ketentuandan tata cara pengelolaan apotek. Peraturan selanjutnya yang ber laku adalah Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 yang memberikan beberapa keleluasaan kepada

(10)

apotek untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Peraturan yang terakhir berlaku sampai sekarang adalah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Hartini dan Sulasmono, 2006).

Ketentuan-ketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 adalah sebagai berikut :

a. Apoteker adalah sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.

b. Surat Izin Praktek Apotek (SIPA) adalah Surat Izin yang diberikan oleh menteri kepada apoteker atau apoteker bekerja sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan apotek disuatu tempat tertentu.

c. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin apotek.

d. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker (Anonim, 2010).

(11)

2.4 Apotek Motilango

2.4.1 Profil Apotek Motilango

Apotek Motilango Kota Gorontalo pertama kali didirikan pada tahun 1999 yang berbentuk „KOPKAR‟ yaitu Koperasi Karyawan Askin dimana pemiliknya terdiri atas 5 orang karyawan PT. Askes. Apotek Motilango mengadakan perjanjian kerjasama dengan PT. Askes, Pemerintah Daerah dan PT. Jamsostek dalam pengambilan obat untuk pasien.

Pada awalnya Apotek Motilango hanya melayani pasien tanggungan Askes. Tetapi setelah adanya perubahan, maka apotek motilango saat ini sudah banyak melayani pasien tanggungan kesehatan seperti : Jamkesda, Jamkesta, jamkespro, Jamsostek, Jamkespra, dan Inhealt.

Pada awalnya Apotek Motilango berlokasi di Jalan Aloe Saboe lama, berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Daerah Gorontalo. Namun pada tahun 2004, setelah Rumah Sakit dipindahkan ke Jalan Taman Pendidikan, Apotek pun dipindahkan di bangunan yang baru.

Pada awal didirikan Apotek Motilango telah memiliki Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Apotek Motilango mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun dan telah memiliki Surat Izin Praktek Apotek (SIPA) dengan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Salman S.Si.,M.S.i.,Apt. Sekarang ini seluruh saham Apotek Motilango telah dimiliki satu orang yaitu Mantan kepala PT. Askes dr. Burhanudin Umar.

(12)

Untuk pelayanan pasien, Apotek Motilango melayani resep umum, Askes, Jamkesda, Jamsostek, Inhealt, resep dokter keluarga juga untuk pasien yang melakukan swamedikasi.

Apotek Motilango memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, bersih dan nyaman. Lingkungannya selalu terjaga kebersihannya serta memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin dan lemari untuk obat-obat kemoterapeutik.

Selain itu sarana yang dimiliki Apotek Motilango diantaranya : 1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien

2) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.

3) Ruang racikan 4) Tempat pncucian alat

5) Perabotan apotek yang tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.

6) Gudang penyimpanan sediaan farmasi. 7) Kamar kecil untuk pasien dan petugas. 2.4.2 Struktur Organisasi Apotek Motilango

Sedikit banyaknya tenaga kerja di apotek tergantung besar kecilnya apotek. Struktur organisasi sebuah apotek dapat disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan besarnya volume aktivitas apotek itu sendiri. Agar dapat mencegah

(13)

tumpang tindih kewajiban serta wewenang petugas maka dengan adanya suatu struktur organisasi sebuah apotek akan memperjelas posisi hubungan antar elemen orang. Berikut struktur organisasi Apotek Motilango Kota Gorntalo :

Gambar 3 : Struktur Organisasi Apotek Motilango 2.4.3 Personalia Apotek Motilango

Untuk menjaga tugasnya sebagai sarana pelayanan kesehatan yang beroperasi selama 24 jam penuh maka Apotek Motilango memiliki 14 (empat belas) orang petugas dan 1 (satu) orang Apoteker Penanggung jawab Apoteker. Dimana tugas dan tanggung jawab dari kedelapan orang petugas dibagi menjadi :

1. Petugas pengadaan obat : 1 orang

2. Petugas administrasi keuangan : 1 orang 3. Petugas pelaporan resep Askes Jamsostek dan Jamkesda : 1 orang

Apoteker Pengelola Apotek Petugas Pengadaan Sediaan Farmasi Pelaksana Umum Administrasi Pemilik Sarana Apotek Petugas Pelayanan Resep Petugas Pelaporan Resep Petugas Administrasi Keuangan

(14)

4. Petugas Komputer : 4 orang

5. Petugas pelayanan resep : 7 orang

2.5 Tinjauan Asuransi

Semua negara yang telah menyadari pentingnya kesehatan sebagai salah satu syarat menuju kesejahteraan hidup dengan berbagai upaya berusaha untuk menyediakan dana bagi pelaksana kegiatan pelayanan kesehatan mereka. Salah satu diantaranya adalah dengan melaksanakan asuransi kesehatan (health assurance) yang dipakai untuk membiayai pelayanan kesehatan ditengah-tengah masyarakat (Nurhayati, 2010).

2.5.1 Pengertian Asuransi

Asuransi yang dalam bahasa Belanda disebut Verzekering, atau Assurantie disebut dengan pertanggungan sedangkan pihak penanggung disebut sebagai verzekeraar yaitu orang yang menerima resiko dan terhadap tertanggung disebut dengan verzekerde yaitu orang yang mengalihkan resiko yang ada padanya (Muhammad, 2006).

Istilah asuransi (assurantie) lebih banmyak dikenal dan dipakai dalam praktek perusahaan pertanggungan sehari-hari. Asuransi adalah perjanjian dan penegasan yang dibuat antara pihak penanggung jawab dengan tanggungannya yang diatur dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Sofyanto, 2009).

Dari defenisi di atas dapat dilihat bahwa asuransi ataupun pertanggungan adalah perjanjian atau kontrak antar para pihak yang sepakat. Dimana salah satu pihak bertindak sebagai penanggung jawab terdapat resiko dari suatu potensi

(15)

kerugian yang diperjanjian dan pihak lain bertindak sebagai tertanggung, yang akan menerima ganti rugi sebesar kerugian yang dialaminya ataupun sebesar nilai yang diperjanjikan (Widjaja dan Yani, 2000).

2.5.2 Dasar Hukum Asuransi

Sesuai dengan arah pembangunan nasional dan dengan pemikiran dasar dari sistem kesehatan nasional, tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya mutu dan lingkungan hidup yang optimal bagi setiap penduduk dengan mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Tentang Pokok-Pokok Kesehatan Nomor 9 Tahun 1960 pasal 1 menyebutkn bahwa tiap-tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya dan perlu diikutsertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah. Oleh karena itu, negara telah menyadari pentingnya kesehatan sebagai syarat menuju kesejahteraan hidup, sehingga dengan berbagai upaya berusaha menyediakan dana bagi pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan. Pembangunan yang berlangsung selama ini telah mempeluas kesempatan kerja dan memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya. Namun kemampuan bekerja dan penghasilan tersebut dapat berkurang atau hilang karena berbagai risiko yang dihadapi, misalkan kecelakaan, cacat, sakit, hari tua dan meninggal dunia.

Berikut beberapa dasar hukum asuransi kesehatan di indonesia :

1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 2. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan

(16)

terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamian Sosial Tenaga Kerja.

2.5.3 Asuransi Kesehatan

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirikepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk penggantian kepadanya karena suatu kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu. Ketentuan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 antara lain disebutkan bahwa penyelanggaraan pemeliharaan kesehatan pembiayaan dikelola secara terpadu, dilakukan secara pra upaya. Upaya pemeliharaan kesehatan yang mencakup pemeliharaan kesehatan dasar itu wajib diikuti setiap peserta, dan pemeliharaan kesehatan tambahan yang walaupun sifatnya sukarela harus tetap merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pemeliharaan kesehatan dasar (Poernomo, 2004).

Salim dalam Dwiriani (2009) menyebutkan bahwa asuransi kesehatan adalah salah satu jenis produk asuransi secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment). Asuransi adalah suatu sistem untuk merendahkan kehilangan finansial dengan menyalurkan resiko kehilangan dari seseorang ke badan lainnya. Seseorang yang menyalurkan resiko disebut sebagai tertanggung,

(17)

sedangkan badan yang menerima resiko disebut penanggung. Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan. Ini adalah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar tertanggung kepada penanggung untuk resiko yang ditanggung disebut premi yang biasanya ditentukan oleh penanggung.

PT. Asuransi kesehatan indonesia atau juga dikenal dengan nama PT. Jamostek Indonesia (Persero) adalah merupakan badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelanggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Jamsostek itu untuk seluruh pekerja baik formal maupun informal dan mandiri. Negara berkewajiban melindungi mereka semua. Jadi, semua pekerja wajib diikitkan oleh pengusaha menjadi peserta Jamsostek.

Keluarga yang dimaksud adalah isteri atau suami dan anak yang sah dan atau anak angkat dan peserta yang mendapat tunjangan keluarga Dalam satu

keluarga, maksimal yang ditanggung adalah lima orang. (PT. Jamsostek, 2008).

2.5.4 Tujuan Asuransi Kesehatan

Tujuan pemerintah menyelenggarakan semua pertanggungan sosial pada dasarnya adalah sama yaitu untuk memberikan jaminan sosial bagi masyarakat.

(18)

Demikian juga hal asuransi kesehatan tujuannya adalah membayar biaya rumah sakit, biaya pengobatan dan mengganti kerugian tertanggung atas hilangnya pendapatan karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit. Sedangkan tujuan asuransi kesehatan adalah meningkatkan pelayanan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan anggota keluarganya. Asuransi kesehatan juga bertujuan memberikan bantuan kepada peserta dalam membiayai pemeliharaan kesehatannya (Dwiriani, 2009).

PT. Jamsostek (persero) Indonesia sebagai badan pengelola asuransi kesehatan di Indonesia bertujuan untuk menjaga, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan bagi Tenaga Kerja penerima pensiun beserta anggota keluarganya dalam rangka upaya menciptakan aparatur negara yang sehat, kuat dan dinamis seta memiliki jiwa pengabdian terhadap nusa dan bangsa.

2.6 Jamsostek

2.6.1 Pengertian Jamsostek

Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.

Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran.

(19)

Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.

Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacad, hari tua dan meninggal dunia.

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) merupakan salah satu program JAMSOSTEK dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja melalui usaha kesehatan. Melalui program JPK tenaga kerja bergotong royong mengumpulkan dana, sehingga mereka yang sehat dapat membantu yang sakit, dan mereka yang berpenghasilan lebih besar membantu mereka yang berpenghasilan lebih kecil. Jadi melalui program JPK biaya untuk pelayanan kesehatan tidak lagi menjadi masalah bagi tenaga kerja. Dengan adanya jaminan biaya untuk pelayanan kesehatan diharapkan tenaga kerja maupun keluarganya yang sakit atau kecelakaan dengan segera dapat diobati sehingga cepat sembuh atau penyakitnya tidak bertambah parah. Dengan terjaminnya kesehatan tenaga kerja beserta keluarganya diharapkan tenaga kerja mampu bekerja dengan produktivitas yang tinggi.

Tetapi dalam pelaksanaan program tersebut masih dijumpai berbagai masalah sehingga program yang diharapkan memberikan ketenangan bagi tenaga kerja beserta keluarganya ternyata menimbulkan kekecewaan justru pada saat mereka membutuhkan pelayanan. Masalah-masalah tersebut akhirnya menjadi biang keladi kekecewaan para peserta, kemudian ketidak percayaan pada program

(20)

JPK maupun JAMSOSTEK, yang pada akhirnya dapat menimbulkan pemutusan kepesertaan atau keluar dari program JPK (Anonim, 2012).

2.6.2 Tinjauan Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ)

Pelayanan obat merupakan salah satu mata rantai penting dari pelayanan kesehatan. Sebagai upaya untuk memberikan pelayanan obat yang terbaik kepada peserta, PT. Jamsostek (Persero) menerapkan suatu daftar obat-obatan dengan harga yang tertentu yang tercantum dalam Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) yang diharapkan menjadi acuan bagi dokter penulis resep dalam memberikan pelayanan obat kepada masyarakat indonesia. Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) disusun dengan melibatkan berbagai pihak yaitu para ahli dan mitra PT. Jamsostek (Persero) yang memiliki kompetensi dibidangnya, sehingga obat-obatan yang tercantum dalam Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) dapat dipertanggung jawabkan (Anonim, 2012).

2.6.3 Pengertian Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ)

Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) adalah daftar obat dengan nama generik dan atau nama lain yang diberikan oleh pabrik yang memproduksinya serta daftar harganya. Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) merupakan pedoman dalam penyediaan dan pemberian obat-obatan bagi peserta PT. Jamsostek (Persero) untuk pelayanan tingkat pertama di dokter keluarga dan pelayanan tingkat lanjut baik rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit (Anonim, 2012).

Jika pada pelayanan kesehatan tingkat pertama di puskesmas obat disediakan oleh puskesmas dimana obat merupakan komponen pelayanan

(21)

kesehatan yang dibayar oleh PT. Jamsostek secara kapitasi, untuk pelayanan dokter keluarga obat dapat diperoleh di apotek yang ditunjukan berdasarkan resep dari dokter keluarga yang berpedoman pada Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ). Pada pelayanan tingkat lanjutan baik rawat jalan maupun rawat inap pmberian obat berdasarkan resep obat dari dokter spesialis yang merawat, berpedoman pada Daftar Obat Standar yang berlaku (Hutagaol, 2008).

2.6.4 Ruang Lingkup Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ)

Daftar Obat Standar Jamsostek (DOSJ) terdiri dari daftar obat I dan daftar obat II yang meliputi obat Esesuai Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan obat tambahan diluar Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), berdasarkan rekomendasi Tim Ahli DOSJ, yaitu :

a. Daftar Obat I :

1. Obat untuk penyakit umum dan khusus

2. Peresepan obat untuk kebutuhan 3-5 hari, kecuali untuk penyakit kronis dapat untuk kebutuhan maksimum selama 30 hari.

3. Pengambilan obat di Apotek/Instalasi Farmasi PPK PT.Jamsotek (Persero).

b. Daftar Obat II :

1. Obat untuk penyakit kanker.

2. Peresepannya sesuai dengan stadium penyakit serta kondisi pasien.

3. Resepnya hanya boleh diresepkan oleh dokter Ahli Onkologi dan harus dilengkapi dengan protokol terapi dari dokter yang merawat yang diketahui oleh Tim Dokter Onkologi/Spesialis konsultannya kecuali obat

(22)

Goserelin Asetat Leuprorelin Asetat dapat diresepkan dan disetujui oleh Dokter Ahli Urologi.

4. Resep harus dilegalisir terlebih dahulu oleh PT. Jamsostek (Persero). 5. Pengambilan obat di Apotek/Instalasi Farmasi / PPK / PT. Jamsostek

(Persero).

6. Peresepan obat sitostatika pada PKK yang memiliki Dokter Ahli Onkologi/Spesialis konsultannya yang menetap bekerja maka peresepan obat sitostatika diberikan oleh dokter tersebut (Anonim, 2012).

Gambar

Gambar 1 : Contoh Resep  2.1.2 Tahap-Tahap Pelayanan Resep
Gambar 2 : Tahap-tahap pelayanan resep di apotek secara umum Resep Datang
Gambar 3 : Struktur Organisasi Apotek Motilango  2.4.3 Personalia Apotek Motilango

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai akibat yang timbul dari momen kolom di atas dan di sebelah bawahnya, serta momenmomen dari balok pada saat memikul beban gempa, daerah hubungan balok-kolom akan

Hal ini secara umum disebabkan oleh penurunan efek hambatan terhadap aktivitas ini secara umum disebabkan oleh penurunan efek hambatan terhadap aktivitas adenohipofisis dan

Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena Pada ambliopia terjadi penurunan tajam penglihatan unilateral atau bilateral

Dari data dun gambar I di atas ditunjukkan bahwa pemisahan V terhadap Y menggunakan teknik ekstraksi cair-cair secara catu dengan memakai ekstraktan D2EHPA dalam dodekan,

Peran ICCTF adalah untuk menggalang, mengelola dan menyalurkan pendanaan yang berkaitan dengan penanganan perubahan iklim serta mendukung program pemerintah untuk

Berpedaoman pada Pedoman Teknis Pembangunan Terminal Angkutan Jalan Raya dalam Kota dan Antar Kota (Dirjen Perhubungan Darat Direktorat Bina Sistme Prasarana),

Untuk IPAL Suwung pengoperasian aerator masih dengan cara manual yaitu dioperasikan pada jam tertentu sehingga input jumlah oksigen terkadang tidak sesuai dengan karakteristik

Sikap bahasa dalam kajian sosiolinguistik mengacu pada prilaku atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan sebagai reaksi atas adanya suatu fenomena terhadap penggunaan