• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENOPANG PEREKONOMIAN RAKYAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENOPANG PEREKONOMIAN RAKYAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

PROSIDING SEMINAR NASIONAL

FAKULTAS AGROINDUSTRI

MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN

BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENOPANG

PEREKONOMIAN RAKYAT

Yogyakarta, 12 Sepetember 2012

Tim Penyunting:

Ch. Wariyah

F.Didiet Heru Swasono

Bambang Nugroho

Wisnu Adi Yulianto

Sri Hartati Candra Dewi

Sonita Rosningsih

Wafit Dinarto

Fx. Suwarta

Agus Slamet

Fakultas Agroindustri

Universitas Mercu Buana Yogyakarta

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Seminar Nasional Fakultas Agroindustri bekerjasama dengan Pusat Studi Ketahanan Pangan, Universitas Mercu Buana Yogyakarta tahun 2012, diselenggarakan di Gedung Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Penyelenggaraan Seminar Nasional ini mengambil tema “Membangun Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal

Untuk Menopang Perekonomian Rakyat”. Adapun tujuan Seminar ini adalah :

1. Mengetahui arah kebijakan dan strategi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.

2. Mengetahui implementasi, kendala dan masalah dari pembangunan ketahanan pangan nasional.

3. Mengkomunikasikan dan menyebarluaskan informasi, pengetahuan, dan teknologi hasil-hasil penelitian, telaah pustaka dan praktek kegiatan yang berkaitan dengan usaha mewujudkan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal meliputi aspek produksi, konsumsi, distribusi, dan sosial budaya.

Seminar Nasional ini diselenggarakan selama satu hari, yang dibagi menjadi : Sesi Presentasi Keynote Speech (Badan Ketahanan Pangan, Kementrian Pertanian RI), Sesi Presentasi Makalah Utama (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY, Perguruan Tinggi dan Kelompok Tani/LSM), dan Sesi Presentasi Makalah dan atau Poster Penunjang berasal dari berbagai lembaga terkait ( Perguruan Tinggi maupun Lembaga/Balai Penelitian Pertanian), yang terbagi dalam 3 bidang kajian yaitu :

1. Kebijakan Pemerintah dalam pengembangan agroindustri berbasis pangan lokal dan sosial ekonomi kerakyatan.

2. Sarana produksi dan teknologi budidaya berbasis sumberdaya lokal. 3. Pengembangan produk pangan berbasis sumberdaya lokal.

Peserta Seminar Nasional terdiri dari Dosen/Peneliti/Mahasiswa/Guru SMK Pertanian, Birokrat yang terkait dengan sektor pertanian, Pengusaha yang terkait dengan sektor pertanian, Asosiasi profesi : PATPI, PERAGI, PERIPI, ISPI, APTA, MAFI, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Petani/Kelompok Tani.

Dari hasil seminar ini diharapkan mampu memberikan wawasan tentang usaha-usaha yang harus dilakukan dalam membangun ketahanan pangan berbasis kearifan lokal untuk menopang perekonomian rakyat.

Ketua Panitia,

(4)

Prosiding Semnas FAI 2012 ISBN: 978-602-18810-0-2

xi

BKIII-14

PENGARUH KONSENTRASI VIRGIN COCONUT OIL DAN LESITIN TERHADAP SIFAT– SIFAT EDIBLE FILM KOMPOSIT GELATIN CEKER AYAM TIPE A (Influence of Virgin Coconut Oil and Lecithin Concentrations on Composite

Edible Films of Type A Gelatin Chicken Claw Characteristics)

Maria Ulfah1)*

1)*Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Stiper (INSTIPER) Yogyakarta ...221-225

BKIII-15

KARAKTERISTIK YOGURT SUSU KECIPIR YANG DIFERMENTASI PADA

SUHU DAN WAKTU YANG BERBEDA (Characteristics of Winged Bean Milk Yogurt is

Fermented in a Different Temperature and Time)

Kurniawan (1), Siti Tamaroh(2) dan Agus Slamet(2) (1), Mahasiswa Program Studi THP, Fakultas Agroindustri,

Universitas Mercu Buana Yogyakarta

(2) Dosen Program Studi THP, Fakultas Agroindustri,

Universitas Mercu Buana Yogyakarta………226-230

BKIII-16

MI BERBAHAN UMBI GARUT YANG DIPERLAKUKAN DENGAN STPP (SODIUM TRIPOLYPHOSPHAT (Noodles Arrowroot Treated with STPP (Sodium Tripolyphosphat)) Winarto (1), Siti Tamaroh(2) dan Agus Slamet(2)

(1), Mahasiswa Program Studi THP, Fakultas Agroindustri,

Universitas Mercu Buana Yogyakarta

(2)Dosen Program Studi THP, Fakultas Agroindustri,

Universitas Mercu Buana Yogyakarta ...231-235

BKIII-18

KARAKTERISTIK BAWANG MERAH (Allium cepa var. Brebes) GORENG DARI BERBAGAI METODE VAKUM DAN KONVENSIONAL

(Characteristics of Onion (Allium cepa var. Brebes) Fried Various Methods of Vaccum and Conventional)

Suratija1)* dan Sri Luwihana2)

1)* BLK (Balai Latihan Kerja) Kab. Kulon Progo, Yogyakarta 2)Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Agroindustri,

Universitas Mercu Buana Yogyakarta ...236-239

BKIII-19

OPTIMASI KADAR AIR DAN LAMA PENGGORENGAN DENGAN MIKROWAVE DALAM PEMBUATAN KACANG RENDAH LEMAK

(Optimation of Moisture Content and Frying Time with Microwave on Low Fat Peanut Processing)

Ch. Lilis Suryani

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri

(5)

Prosiding Semnas FAI 2012 ISBN: 978-602-18810-0-2

236

KARAKTERISTIK BAWANG MERAH (Allium cepa var. Brebes) GORENG

DARI BERBAGAI METODE VAKUM DAN KONVENSIONAL

(Characteristics of Onion (Allium cepa var. Brebes) Fried Various Methods of Vaccum and

Conventional)

Suratija

1)*

dan Sri Luwihana

2)

1)

BLK (Balai Latihan Kerja) Kab. Kulon Progo, Yogyakarta

2)

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta

ABSTRACT

Onion (Allium cepa var. Brebes) cooking is one of the products processed onions frying results in the form of thin slices with a characteristic dry, hard / crunchy, bright brownish yellow, which is used as an aromatic seasoning or flavoring dishes. The problems that arise are not yet found the proper way of frying, according to the desired characteristics of the consumer. In this research two frying methods, namely by conventional frying at a temperature of 102 ° C within 18 minutes and at a temperature of 104 ° C during 16 minutes, while the vacuum frying at a pressure of 70 cmHg temperature of 87 ° C within 35 minutes and the temperature at a pressure of 70 cmHg 87 ° C 40 minutes. The analyzes performed include: moisture content, ash content, fat content, color, texture and joy. The results showed that the conventionally fried onions with bright tawny color quality is preferred panelists from the fried shallots in a vacuum with a natural color (natural). Conventional frying yield 31.60% yield to temperature 102 ° C for 18 minutes and 30.80% for the temperature 104 ° C, time 16 minutes, while the vacuum frying at 70 cmHg pressure, temperature of 87 ° C, 35 minutes at 18 , 13% and at a pressure of 70 cmHg, temperature 87 ° C, 40 minutes at 17.60%. Fat content in conventional frying at a temperature of 102 ° C for 18 minutes at 48.23% and 48.28% for frying at a temperature of 104 ° C, time 16 minutes, while the vacuum frying at 70 cmHg pressure, temperature of 87 ° C, time 35 minutes for 36.13% and at a pressure of 70 cmHg, temperature 87 ° C, 40 minutes at 36.56%.

Key words: red onions, vacuum frying, consumer acceptance

.

PENDAHULUAN

1

Bawang merah (Allium cepa) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Penggunaan yang utama adalah sebagai bumbu masak. Sebagaimana hasil pertanian lainnya bawang merah mudah mengalami kerusakan dan penurunan mutu. Selain itu, pada saat panen atau produksi berlebihan harganya akan turun drastis. Salah satu usaha mengatasinya dengan pengolahan menjadi bawang merah goreng (selanjutnya ditulis bawang goreng). Menurut Soekartawi (1995), pengolahan hasil pertanian merupakan komponen kedua kegiatan agribisnis setelah komponen produksi tanaman pertanian. Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan ketrampilan produsen, dan meningkatkan pendapatan produsen.

Permasalahan yang timbul adalah belum ditemukan cara penggorengan yang tepat. Hal ini karena bawang merah digoreng dalam bentuk irisan tipis sehingga mudah terjadi kegosongan serta kerusakan flavor. Penggunaan suhu yang tinggi dan pemakaian minyak yang berulang kali pada penggorengan konvensional menjadi

*Korespondensi penulis : E-mail : teja.pertanian@gmail.com

penyebab utama penurunan mutu bawang goreng yang dihasilkan.

Penggorengan vakum merupakan salah satu alternatif pilihan, agar mutu bawang goreng semakin baik. Penggorengan vakum dilakukan pada suhu yang rendah dan kondisi ruang penggorengan hampa udara. Perbedaan suhu dan waktu pada kedua metode penggorengan tersebut akan mengakibatkan perbedaan mutu bawang goreng yang dihasilkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggorengan konvensional dan penggorengan vakum terhadap warna, tekstur serta tingkat kesukaan bawang goreng dan menentukan metode penggorengan yang tepat, baik secara konvensional maupun secara vakum sehingga dihasilkan bawang goreng yang disukai.

METODE PENELITIAN

Bahan dan alat

Bahan utama pembuatan bawang goreng adalah bawang merah (Allium cepa, var. Brebes) yang mempunyai ciri warna kulit dagingnya merah muda, teksturnya padat dan keras, bentuk lonjong, ukuran sedang sampai besar, berat 3½ sampai 8 gram per butir, umur panen 70 hari atau tua. Bawang merah tersebut diperoleh dari pedagang Sentolo, Kulon Progo, Yogyakarta. Bahan lainnya adalah garam dapur, air bersih, minyak goring, kertas buram, dan

(6)

Prosiding Semnas FAI 2012 ISBN: 978-602-18810-0-2

237

plastik PE(transparan; tebal 0,05 mm). Bahan kimia yang digunakan untuk analisa berupa CaCl2, NaHSO3, etanol, PE

(Petroleum Eter) dan aquades.

Peralatan persiapan bahan meliputi antara lain timbangan, pisau, alat pengiris bawang merah, baskom plastik, keranjang penirisan. Peralatan penggorengan konvensional yang digunakan adalah wajan penggorengan, kompor gas, thermometer,baki dam serok. Sedangkan peralatan penggorengan vakum meliputi mesin dan spiner. Peralatan untuk analisa kimia antara lain tabung reaksi, timbangan analit, pipet ukur, oven listrik, desikator, tabung Soklet, alat pengukur warna (Lovibond Tintometer), alat pengukur tekstur (Universal Testing Machine), dll.

Cara Penelitian

Bawang merah sebelum digoreng disortasi terlebih dahulu, agar hasil yang diperoleh dapat lebih baik dengan memisahkan umbi bawang merah yang baik dengan umbi bawang merah yang jelek, busuk, kecil, cacat, dll, sehingga diperoleh umbi yang sehat, segar, bebas penyakit dan bau yang normal. Langkah berikutnya berupa pengirisan dan perendaman dalam air garam 1,5% selama 15 menit.

Irisan bawang merah digoreng secara konvensional dengan beberapa variasi suhu dan waktu penggorengan, yakni suhu 100°C selama 22 menit, suhu 102°C selama 18 menit, suhu 104°C selama 16 menit dan suhu 108°C selama 14 menit. Sedangkan pada penggorengan secara vakum pada suhu 87°C selama 30 menit tekanan 70 CmHg, suhu 87°C selama 35 menit tekanan 70 CmHg, suhu 87°C selama 40 menit tekanan 70 CmHg dan suhu 87°C selama 45 menit tekanan 70 CmHg.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Faktor perlakuan yang digunakan adalah Penggorengan Konvensional (100°C, 22 menit ; 102°C, 18 menit; 104°C, 16 menit; 108°C, 14 menit) dan Penggorengan Vakum (87°C, 30 menit, 70 CmHg; 87°C, 35 menit, 70 CmHg; 87°C, 40 menit, 70 CmHg; 87°C, 45 menit, 70 CmHg).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Dua perlakuan yang masing-masing digunakan pada penggorengan konvensional dan penggorengan vakum, hasilnya tidak beda nyata. Namun beda nyata antara penggorengan konvensional dan penggorengan vakum. Kadar air penggorengan vakum lebih rendah dari penggorengan konvensional, karena waktu yang digunakan lebih lama sehingga semakin banyak air yang dapat diuapkan. Semakin kecil kadar airnya, maka umur simpannya lebih lama, dan produk teksturnya semakin renyah/ keras. Namun semakin tinggi kadar airnya, maka produk semakin lembek.

Tabel 1. Analisa bawang merah goreng (kadar air, kadar abu dan kadar lemak )

Perlakuan Air (%) (% bk) Abu Lemak (% bk) Penggorengan Konvensional : 102°C,18 menit 5,35 b 2,69b 4,82b Penggorengan Konvensional 104°C,16 menit 5,80 b 2,32a 4,83b Penggorengan Vakum : 87°C, 35 menit, 70 CmHg 4,67 a 3,77c 3,61a Penggorengan Vakum : 87°C, 40 menit, 70 CmHg 4,66 a 3,82c 3,66a Keterangan :

a,b,c : Angka dengan superscript yang berbeda pada kolom yang

sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Kadar Abu

Pada penggorengan vakum, hasilnya tidak beda nyata, sedangkan pada penggorengan konvensional, hasilnya beda nyata Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar abu bawang goreng secara konvensional lebih rendah dari pada bawang goreng secara vakum. Penggorengan vakum yang dilakukan dibawah titik didih air memungkinkan kandungan mineral (kadar abu kasar) tidak mengalami banyak kerusakan.

Kadar Lemak

Dua metode perlakuan masing-masing pada penggorengan secara konvensioanl tidak beda nyata, pada pengorengan vakum juga tidak beda nyata. Sedangkan antara penggorengan konvensional dan penggorengan vakum beda nyata. Kandungan minyak hasil penggorengan konvensional lebih tinggi dibanding hasil penggorengan vakum. Besarnya kandungan lemak pada hasil penggorengan bawang merah diakibatkan setelah penggorengan selesai minyak akan tertinggal dalam bawang goreng tersebut. Proses penirisan sangat berpengaruh pada kandungan minyak dalam bawang goreng. Pada penggorengan konvensional penirisan dilakukan secara sederhana, yakni hanya dengan penggantian alas hamparan yang digunakan. Sedangkan pada penggorengan vakum, setelah penggorengan dilakukan penirisan dengan spinner. Minyak yang menempel pada bawang goreng terpisah keluar secara maksimal. Kandungan lemak yang rendah merupakan keunggulan penggorengan vakum dibanding penggorengan konvensional, karena berpengaruh lebih baik terhadap kesehatan. Kandungan minyak yang banyak mengandung lemak jenuh sering mengakibatkan ganggguan kesehatan pada manusia.

Warna

Suhu dan waktu yang digunakan dalam penggorengan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penggorengan. Pada penggorengan dengan suhu 102°C waktu 18 menit dan suhu 104°C waktu 16 menit diperoleh hasil yang lebih baik, yakni bawang merah berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur keras dan aroma yang harum khas bawang goreng. Hasil penggorengan vakum pada suhu 87°C tekanan 70 CmHg dengan waktu 35 menit dan

(7)

Prosiding Semnas FAI 2012 ISBN: 978-602-18810-0-2

238

40 menit mempunyai warna berubah menjadi kekuningan, namun teksturnya keras/ renyah.

Analisa warna selain dengan pengamatan langsung terhadap bawang goreng, juga dengan menggunakan peralatan Lovibond.

Tabel 2. Analisa warna bawang goreng

Perlakuan Warna

Red Yellow Blue Brightness Red+Blue Penggorengan Konvensional : 102°C,18 menit 7,00 b 2,10a 4,30b 1,10b 11,30b Penggorengan Konvensional : 104°C,16 menit 7,50 c 2,10a 4,30b 1,10b 11,80b Penggorengan Vakum : 87°C, 35 menit, 70 CmHg 6,65 a 5,45b 3,60a 1,00a 10,25a Penggorengan Vakum : 87°C, 40 menit, 70 CmHg 6,65 a 5,45b 3,60a 1,00a 10,25a Keterangan :

a,b,c : Angka dengan superscript yang berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Nilai red bawang goreng secara konvensional lebih tinggi dari hasil penggorengan vakum, nilai yellow penggorengan secara konvensional lebih rendah dari pada penggorengan vakum, sedangkan nilai blue pada penggorengan konvensional lebih tinggi dari pada penggorengan vakum. Jika intensitas warna red semakin meningkat, warna yellow berkurang dan warna blue meningkat maka menunjukkan bahwa bawang goreng tersebut semakin kecoklatan, semakin gelap dan kecerahannya semakin berkurang pula. Sedangkan nilai gabungan red dan blue membentuk warna coklat yang semakin meningkat menunjukkan bahwa semakin kecoklatan warna bawang goreng tersebut. Hal ini sesuai pula dengan hasil pengamatan warna secara nyata langsung oleh indera penglihatan yang menunjukkan bahwa warna bawang goreng konvensional lebih coklat atau gelap dari pada bawang goreng secara vakum yang mendekati warna alaminya.

Tekstur

Dari data analisa statistik menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengorengan menyebabkan tingkat kekerasan produk semakin kecil. Secara umum hasil penggorengan vakum mempunyai tekstur yang lebih keras dibanding bawang goreng hasil penggorengan konvensional. Hal ini terkait dengan analisa kadar air bawang goreng. Pada penggorengan vakum menghasilkan kadar air yang paling kecil dibanding hasil penggorengan konvensional. Semakin sedikit kadar air bawang goreng, maka teksturnya akan semakin keras. Pada penelitian ini, menunjukkan bahwa penggorengan secara vakum teksturnya lebih keras/ renyah dan kering.

Uji Kesukaan

Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui nilai kesukaan terhadap bawang goreng yang dihasilkan dari setiap perlakuan, dilakukan oleh 15 (limabelas) orang

panelis yang biasa mengkonsumsi bawang goreng dengan parameter warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan berdasarkan tingkat kesukaan : (1) paling suka, (2) suka, (3) agak suka, (4) agak tidak suka, (5) tidak suka, (6) paling tidak suka.

Para panelis lebih menyukai warna kuning kecoklatan bawang goreng secara konvensional daripada warna alami kekuningan (memberi kesan mentah) bawang goreng secara vakum. Hasil penggorengan vakum sebenarnya mempunyai warna yang lebih baik, sedikit berubah (menyerupai warna aslinya), tetapi para panelis memberikan nilai kebalikannya. Hal ini disebabkan bias (menyimpang) karena terbiasa dengan hasil konvensional yang tidak terkendali.

Para panelis lebih menyukai aroma pada bawang merah secara konvensional dari pada bawang merah secara vakum. Aroma yang ditimbulkan oleh penggorengan konvensional lebih kuat dan harum dibanding aroma bawang merah hasil penggorengan vakum. Pada penggorengan konvensional menggunakan suhu tinggi yang menyebabkan komponen-komponen bawang merah yang bersifat volatil sebagian menguap dan memberikan aroma khas bawang goreng tersebut, sedangkan pada penggorengan vakum yang dilakukan dibawah titik didihnya tidak menyebabkan komponen tersebut menguap sehingga tidak muncul aroma khas bawang gorengnya. Kandungan lemak yang tinggi pada bawang goreng secara konvensional menyebabkan aroma gurih lebih kuat dibanding aroma bawang khas. Sedangkan pada bawang goreng vakum kandungan lemaknya rendah, sehingga aroma gurih lemaknya tidak timbul dan aroma khas bawang merah lebih terasa.

Para panelis rata-rata lebih menyukai rasa bawang goreng secara konvensional dari pada bawang merah secara vakum. Rasa bawang merah hasil penggorengan konvensional lebih mantap dibanding bawang merah hasil penggorengan vakum. Rasa tersebut ditimbulkan akibat penggorengan suhu tinggi yang sesuai sehingga rasa khas bawang goreng timbul sesuai tingkat kematangan yang sesuai (kuning kecoklatan cerah, tidak gosong), sedangkan rasa khas bawang goreng vakum tersebut sangat lemah akibat penggorengan pada suhu rendah. Kandungan lemak yang tinggi pada bawang goreng secara konvensional menyebabkan rasa gurih lebih kuat dibanding rasa bawang khas. Sedangkan pada bawang goreng vakum kandungan lemaknya rendah, sehingga rasa gurih lemaknya tidak timbul dan rasa khas bawang merah lebih terasa.

Para panelis rata-rata lebih menyukai tekstur bawang goreng secara konvensional dari pada bawang merah secara vakum. Tekstur bawang goreng secara konvensional renyah dan tidak keras, sedangkan pada bawang goreng vakum testurnya renyah sekali, kering sekali dan keras. Penggorengan vakum dengan suhu dibawah titik didihnya memungkinkan produk digoreng lebih lama sehingga kadar airnya sangat rendah yang menyebabkan teksturnya keras, sangat kering.

(8)

Prosiding Semnas FAI 2012 ISBN: 978-602-18810-0-2

239

Secara keseluruhan para panelis lebih menyukai bawang goreng secara konvensional yang mempunyai warna kuning kecoklatan cerah, aroma dan rasa yang khas bawang goreng dengan tekstur renyah yang sesuai (tidak terlalu kering).

Tabel 3. Nilai kesukaan panelis pada bawang goreng terhadap sifat-sifat organoleptiknya

Perlakuan Warna Aroma Rasa Sifat-sifat organoleptik Tekstur Keseluruhan Penggorengan Konvensional : 102°C,18 menit 1,67 a 2,00a 1,93a 1,80a 1,73a Penggorengan Konvensional : 104°C,16 menit 1,53 a 1,67a 1,87a 1,69a 1,60a Penggorengan Vakum : 87°C, 35 menit, 70 CmHg 4,20 b 3,87c 3,27bc 2,73b 3,53b Penggorengan Vakum : 87°C, 40 menit, 70 CmHg 4,27 b 3,73c 3,87c 3,33b 3,80b Kontrol 3,67b 2,53b 2,73ab 3,07b 3,13b Keterangan :

a,b,c : Angka dengan superscript yang berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang goreng secara konvensional berwarna kuning cerah sampai kuning kecoklatan, renyah, kering dan bawang goreng secara vakum berwarna ungu putih kekuningan, sangat renyah, dan sangat kering. Sedangkan pada analisa tingkat kesukaan menunjukkan bahwa bawang goreng secara konvensional lebih disukai daripada bawang goreng secara vakum.

Metode penggorengan konvensional yang tepat pada suhu 102°C selama 18 menit dan pada suhu 104°C selama 16 menit menghasilkan bawang goreng berwarna kuning cerah sampai kuning kecoklatan, renyah, dan kering. Sedangkan penggorengan vakum yang tepat pada suhu 87°C tekanan 70 CmHg selama 35 menit dan pada suhu 87°C tekanan 70 CmHg selama 40 menit dihasilkan bawang goreng berwarna ungu, putih kekuningan, sangat renyah, dan sangat kering.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih dihaturkan kepada Kepala BLK Kab. Kulon Progo beserta karyawan dan segenap Akademika UMB Yogyakarta khususnya Prodi Teknologi Pangan serta semua pihak yang telah berkenan membantu pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Penggorengan Vakum. Laporan Akhir Penelitian Adatif Teknologi Pasca Panen Buah-buahan. IPTP. Jakarta

Bengtson, R., 2006. The Effect Novel Frying Methods on Quality of Breaded Fried Foods. Thesis submitted to the Facultry of Virginia Polytechnic

Dueik, V., Robert, P., Bouchon, P., 2009. Vaccum Frying Reduces Oil Uptake and Improves The Quality Parameters of Carrot Crisps. Journal Food Chemistry 119 (2010) 1143-1149

Fennema, O.R. 1976. Food Chemistry. University of Winconsin Medison. New York

Gaman, P.M., Sherrington, K.B., 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Manikasari, D.A., 2007. Pengaruh Varitas Pepaya dan Suhu Penggorengan Vakum terhadap Kadar B – Karoten, Sifat Fisik, dan Tingkat Kesukaan Kripik Pepaya (Carica papaya). Skripsi Fakultas Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta

Soekartawi, 1999. Agribisnis, Teori dan Aplikasinya . PT Rajo Grafindo Persada . Jakarta

Sudarmaji, S., Haryono, B., Suhardi, 1984. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta

Suyitno, 1991. Deep Fat Frying. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta

Gambar

Tabel  1. Analisa bawang merah goreng (kadar air, kadar abu dan  kadar  lemak )
Tabel  2.  Analisa warna bawang goreng
Tabel 3. Nilai kesukaan panelis pada bawang goreng  terhadap sifat-sifat organoleptiknya

Referensi

Dokumen terkait

Tgl Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan Praf 05.06.2017 1. ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan status srikulasi. Intolerasi aktivitas

Implementasi Kebijakan Manajemen Hibah pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Provinsi Sulawesi Tengah belum efektif, dimana sesuai hasil penelitian yang dilakukan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Pada siswa kelas IIb SD Negeri 6 Bogar Palopo, diperoleh bahwa rata rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah sebesar 63,6 termasuk dalam kategori kurang dengan jumlah siswa

Peserta assessment yang tercantum dalam Lampiran Pengumuman ini dinyatakan LOLOS Tes Kemampuan Bidang dan selanjutnya akan mengikuti tahapan Uji Keterampilan, Wawancara dan

bahwa untuk melaksanakan sebagian tugas bidang pengujian kendaraan bermotor yang sifatnya teknis pada Dinas Perhubungan Kota Tasikmalaya, maka dipandang perlu

Kemudian hasil data yang diperoleh dari analisis matriks perbandingan terhadap Ilham Bahari dan pesaingnya (Zainal Songket, Fikri Songket, dan Mawar Songket) diemukan bahwa

Perancangan identitas visual, packaging dan promosi Sasirangan Banjarbaru mampu membuat brand awareness, sehingga masyarakat luas dapat mengenal Sasirangan Banjarbaru